• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.10. Efisiensi Bank

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi didefinisikan sebagai hubungan antara barang dan jasa yang dihasilkan dengan sumber daya yang dipakai untuk memproduksi. Perusahaan dapat dikategorikan efisien tergantung dari cara manajemen memproses input menjadi output. Perusahaan yang efisien

Total Risiko

Risiko Tidak Sistematis

Risiko Total Risiko Sistematis Jumlah Saham

adalah perusahaan yang dapat memproduksi lebih banyak output dibandingkan dengan pesaingnya dengan sejumlah input yang sama atau mengkonsumsi input lebih rendah untuk menghasilkan sejumlah output yang sama. Untuk mengukur efisiensi suatu bank dapat dinilai melalui beberapa rasio efisiensi bank yaitu (Biaya Opersional : Pendapatan Operasional (BOPO), Cost Efficiency Ratio (CER), Overhead Efficiency .

a. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1d, Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) diukur dari perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2005).

Besarnya BOPO dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Besarnya jumlah beban operasional dalam laporan keuangan bank diperoleh melalui penjumlahan i) biaya bunga dan ii) biaya operasional lainnya yang terdiri

Beban Operasional

BOPO = x 100%

dari biaya umum dan administrasi, biaya personalia dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (kredit dan non kredit). Sedangkan pendapatan operasional diperoleh melalui penjumlahan i) pendapatan bunga dan ii) pendapatan operasional lainnya yang terdiri dari provisi dan komisi, pendapatan dari transaksi valuta asing. (Dendawijaya, 2005). Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Abdullah, BOPO ideal untuk perbankan nasional adalah 60% sampai 80% (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah, 2007).

Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya dan hasil bunga.

b. Cost of Efficiency Ratio

Cost of Efficiency Ratio digunakan untuk mengukur efisiensi usaha yang dilakukan oleh bank atau untuk mengukur besarnya biaya bank yang digunakan untuk memperoleh earning asset. Total Expense diperoleh dari penjumlahan biaya operasional, biaya non operasional. Sedangkan Total Earning Assets terdiri dari kredit, penempatan pada bank lain, surat berharga dan penyertaan. Semakin kecil rasio ini, maka sebuah bank semakin efisien. (Kasmir, 2008)

Cost of Efficiency Ratio adalah perbandingan antara total expense dengan total earning assets dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Total Expense

Cost of Efficiency Ratio = x 100%

Other Operating Income Overhead Efficiency = --- ---

Overhead Cost

b. Overhead Efficiency

Overhead Efficiency merupakan rasio antara Other Operating Income/Pendapatan Operasional Lainnya dengan Overhead Cost/Biaya Overhead (Grier, 2007) yang dirumuskan sebagai berikut :

Rasio ini menunjukkan efisiensi bank dalam menghasilkan pendapatan operasional lainnya dengan sumber daya yang ada. Pendapatan operasional lainnya adalah pendapatan di luar pendapatan bunga kredit bank atau yang lebih dikenal sebagai Fee Based Income. Fee Based Income merupakan salah satu alternatif bagi bank untuk menghasilkan keuntungan mengingat semakin tipisnya margin antara bunga pinjaman dan bunga dana. Dengan semakin tinggi tuntutan konsumen akan produk perbankan, pesatnya perkembangan teknologi informasi, maka peluang untuk memperoleh keuntungan dari Fee Based Income menjadi besar. Selain produk yang beragam dan kompetitif, sumber daya manusia yang terampil dan sistem yang handal menjadi syarat utama keberhasilan memanfaatkan peluang tersebut.

Komponen pendapatan operasional lainnya (Fee Based Income) terdiri dari provisi dan komisi non kredit, pendapatan transfer dan inkaso, pendapatan sewa safe deposit box serta pendapatan jasa bank lainnya diluar pendapatan sehubungan dengan pemberian kredit. Komponen Overhead Cost terdiri dari biaya tenaga kerja dan tunjangan pegawai serta biaya administrasi dan umum.

Semakin besar besar ratio ini maka akan semakin efisien. Data yang digunakan untuk menghitung Overhead Efficiency diperoleh dari Laporan Rugi-Laba.

2.11. Rasio Profitabilitas

Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Beberapa rasio yang termasuk adalah Return on Asset, Return on Equity, Net Interest Margin, Gross Profit Margin, Interest Margin on Earning Asset, Interest Margin on Loan, return on Investment dan Earning Per Share Ratio.

2.11.1. Return on Asset

Dari sudut pandang calon investor, indikator penting untuk menilai prospek perusahaan dimasa yang akan datang adalah dengan melihat sejauhmana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sejauhmana investasi yang akan ditanamkan investor di suatu perusahaan mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor.

Salah satu rasio yang sering digunakan untuk mengukur kinerja profit adalah Return on Asset. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dengan menggunakan asset yang dimiliki. Ada beberapa pendapat untuk menghitung besarnya nilai Return on Asset. Brigham (2003:1) menyebutkan bahwa Return on Asset dapat dihitung dengan cara membandingkan Net Income Avaiable to Common Stockholder dengan Total Asset.

Return on Asset = Net Income Avaiable to Common Stock Total Asset

Hirt dan Block (2012:222) menyebutkan bahwa Return on Asset dapat diperoleh dengan cara membandingkan Net Income dengan Total Asset.

Return on Asset =

Definisi tersebut mempunyai perbedaan. Brigham lebih menekankan perhitungan Return on Asset kepada pemegang saham biasa, dimana pendapatan yang diukur adalah pendapatan yang tersedia untuk pemegang saham biasa. Sedangkan Hirt dan Block tidak mengkhususkan perhitungan Return on Asset ini kepada pemegang saham biasa, pendapatan yang diukur adalah pendapatan bersih, tetapi pada prinsipnya definisi tersebut kedua-duanya mengukur kemampuan untuk memperoleh laba dengan aset yang ada.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23./DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran Id, rasio ROA dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total asset (total aktiva). Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum pajak. Total aset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar Return on Assets menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat (Siamat, 2005). Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan angka ROA ≥ 2%, agar bank tersebut dapat dikatakan dalam kondisi sehat (Marnov :2009)

Net Income Total Asset

ROA dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik. Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham (Husnan, 2005)

Jika dikaitkan dengan harga saham, kecendrungan yang terjadi adalah semakin tinggi Return On Asset suatu perusahaan semakin tinggi pula harga saham perusahaan tersebut, sebab beberapa investor cenderung lebih menyukai laba yang tinggi karena akan mendapatkan dividen yang tinggi pula.

2.12. Risiko Sistematis

Sharpe, Alexander dan Bailey (2006) menyatakan bahwa tingkat keuntungan saham akan dipengaruhi oleh dua karakter dasar, yaitu risiko sistematis dan likuiditas saham. Risiko Sistematis merupakan risiko yang berasal dari faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan secara langsung, seperti ketidakpastian kondisi ekonomi (gejolak kurs tukar mata uang, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga yang tidak menentu) dan ketidakpastian politik. Hal ini berarti kinerja saham suatu badan usaha dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi dalam perekonomian negara dan perubahan pasar. Dengan kata lain tingkat keuntungan saham dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor di luar kendali manajemen suatu badan usaha, dan setiap saham memiliki kepekaan yang berbeda terhadap kondisi pasar tersebut.

Mengingat bahwa secara rasional investor ingin meminimalkan risiko yang ditanggungnya dalam melakukan investasi (risk averse), maka para investor akan cenderung melakukan diversifikasi melalui pembentukan portofolio dan berarti jenis risiko tersebut menjadi tidak relevan lagi dalam pengukuran risiko pada investasi surat berharga (risiko tidak sistematis). Jadi satu-satunya risiko yang relevan dan mencerminkan risiko dalam investasi surat berharga adalah risiko yang tidak bisa dieleminasi, yaitu risiko sistematis yang dilambangkan dengan simbol beta (ß).

Beta (ß) merupakan alat pengukur risiko yang bermula dari tingkat keuntungan saham dengan pasar (Abdullah, 2005) yang dirumuskan sebagai berikut :

n = Banyaknya periode pengamatan X = Tingkat keuntungan rata-rata pasar

Y = Tingkat keuntungan saham i pada periode t

2.13. Kerangka Pemikiran

Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari kinerja sebuah organisasi (Haded, 2003). Untuk mengukur efisiensi suatu bank dapat dinilai melalui beberapa rasio efiseinsi bank yaitu Biaya Operasional : Pendapatan Operasional (BOPO), Cost

∑ ∑

− − = 2 2 ) ( X X n Y X XY n β

of Efficiency, dan Overhead Efficiency. (Dendawijaya 2009, Kasmir 2008, Grier 2007)

Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi (Dendawijaya, 2009). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar.

Cost of Efficiency Ratio (CER) adalah perbandingan antara total expense dan earning assets, rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi usaha yang dilakukan oleh bank, (Kasmir, 2008).

Overhead Efficiency (OE) merupakan rasio antara Other Operating Income / Pendapatan Operasional Lainnya dengan Overhead Cost/Biaya Overhead (Grier, 2007). Rasio ini menunjukkkan efisiensi bank dalam menghasilkan pendapatan operasional lainnya dengan sumber daya yang ada.

Tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor berkaitan erat dengan risiko. Risiko secara umum diartikan sebagai kemungkinan adanya dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada suatu investasi, sebagai pengaruh dari ketidakpastian. Investasi selalu mengandung unsur risiko, karena perolehan yang diharapkan baru akan diterima pada masa yang akan datang. Risiko juga timbul karena return yang diterima mungkin lebih besar atau lebih kecil dari dana yang diinvestasikan. Sedangkan risiko terdapat dua komponen besar yaitu risiko non sistematis dan risiko sistematis. Kedua komponen besar di dalam risiko disebut dengan total risiko yang dapat diukur dengan standar deviasi yang bila

dikondisikan pada waktu tertentu maka disebut conditional volatility. (Tendi, 2005).

Return on Asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut Ang (2005) ROA merupakan rasio antara pendapatan bersih sesudah pajak (Net Income After Tax- NIAT) terhadap total asset.

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran

2.14. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang diuraikan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Efisiensi, rasio profitabilitas dan risiko sistematis secara serempak berpengaruh terhadap return saham bank di Bursa Efek Indonesia.

2. Efisiensi, rasio profitabilitas dan risiko sistematis secara parsial berpengaruh terhadap return saham bank di Bursa Efek Indonesia.

RISIKO SISTEMATIS Beta Saham EFISIENSI

Biaya Operasional : Pendapatan Operasional (BOPO) Cost of Efficiency

Overhead Efficiency

RETURN SAHAM RASIO PROFITABILITAS

Dokumen terkait