• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASANG SURUT STASION MARANGTALE-AMPIBABO

C. Parameter biologi Fitoplankton

4.2.2. Ekosistem Pesisir dan Laut

Ekosistem di wilayah pesisir dan laut merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Penting untuk mengetahui kondisi ekosistem agar dalam pengembangan suatu sektor terutama untuk manfaat ekonominya, seminimal mungkin tidak berdampak pada keberlangsungan ekosistem ini (Lampiran 4).

a. Ekosistem Terumbu Karang

Hasil pengamatan terumbu karang ini di peroleh dari kegiatan Survei dan Pemetaan Lokasi MCRMP (Marine and Coastal Resources Management Project) tahun 2004. Sebaran terumbu karang yang teramati umumnya berjarak 2 – 20 meter ke arah laut, dengan kedalaman 5 – 25 meter. Prosentasi dan kondisi tutupan karang di Kecamatan Ampibabo jelasnya dapat di lihat pada Tabel 9 di bawah ini:

Tabel 9. Prosentasi karang di Kecamatan Ampibabo Kategori Karang Lokasi Contoh Prosentasi

Tutupan

Kategori Kondisi Tutupan Karang Karang Batu - Silanga

- Paranggi - Tomoli - P. Tomoli - Pinotu 54% 15% 37.5% 40% 10% Bagus Buruk Sedang Sedang Buruk Sumber : Data MCRMP Kabupaten Parigi Moutong, 2004 (Diolah)

55

Jumlah jenis karang yang teramati sebesar 19 - 27 genus, dengan jenis dominan adalah Acropora dan Porites. Berdasarkan data tersebut di ketahui bahwa, hanya di Desa Silanga yang kondisi terumbu karangya masih dapat dikatakan baik, di Desa Tomoli dan Pulau Tomoli dalam kategori sedang, dan perairan yang berada di Desa Paranggi dan Pinotu dengan kategori buruk. Desa paranggi merupakan wilayah perairan yang banyak di lalui oleh kapal-kapal nelayan dan padat dengan aktivitasnya karena dekat dengan pelabuhan perikanan. Selain itu, berdasarkan hasil identifikasi, beberapa faktor seperti penambangan karang, bom, serta sedimentasi dari daratan merupakan beberapa penyebab terjadinya perubahan terhadap ekosistem terumbu karang di wilayah ini.

Sebagai mana di ketahui bahwa, terumbu karang merupakan salah satu ekosistem laut yang mendukung kehidupan berbagai jenis ikan dan invertebrata lainnya. Unit utama yang membentuk ekosistem ini adalah endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang di hasilkan oleh hewan karang seperti sceleractinian dan organisme lain yang menghasilkan kalsium karbonat. Terumbu karang tumbuh subur pada perairan jernih, dangkal hingga kedalaman 100 m, dan dengan suhu perairan antara 18 – 30oC, oleh karena itu banyak terdapat di wilayah tropis. Akan tetapi, ekosistem ini sangat rentan baik oleh aktivitas manusia maupun oleh ancaman bersumber dari alam. Dalam Souter & Lindén (2000), bahwa ancaman terbesar terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang adalah peningkatan jumlah penduduk di wilayah pesisir. Pembangunan infrastruktur (pelabuhan laut dan udara, industri, fasilitas rekreasi, dan fasilitas umu lainnya), penambangan karang, penggunaan bom dan racun untuk mendapatkan ikan, aktifitas pariwisata, erosi, serta polusi yang berasal dari darat dan laut merupakan beberapa sumber ancaman besar terhadap keberlangsungan ekosisitem terumbu karang.

b. Padang Lamun

Padang lamun di temukan hanya di beberapa titik tententu di perairan dangkal kecamatan Ampibabo. Hasil analis yang dilakukan dalam kegiatan kegiatan Survei dan pemetaan Lokasi MCRMP (Marine and Coastal Resources Management Project) tahun 2004, di desa Tomoli dan desa Pinotu, ditemukan 4

spesies lamun. Keempat jenis lamun yang di temukan yaitu jenis Syringodium isoetifolium, Enhalus acaroides, Cymodocea rotundata, dan Thalassia hemprichii. Di Tomoli memiliki area tutupan lamun yang cukup luas dan dapat dikategorikan dalam kondisi baik, begitu juga dengan kondisi lamun yang ada di Pinotu.

c. Ekosistem Mangrove

Ekosistem mengrove merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang mempunyai karakteristik habitat yang khas. Tumbuh pada daerah pasang surut yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan atau berpasir. Di beberapa lokasi di Kecamatan Ampibabo juga di temukan ekosistem mangrove yang tersebar di beberapa lokasi yang umumnya dekat dengan muara-muara sungai :

Hasil analis yang dilakukan dalam kegiatan kegiatan Survei dan pemetaan Lokasi MCRMP (Marine and Coastal Resources Management Project) tahun 2004 di beberapa lokasi di kecamatan Ampibabo adalah sebagai berikut :

1. Desa Tapoya

Pada ekosistem mangrove di Tapoya ditemukan 6 jenis mangrove yaitu Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops decandra, Rhyzopora apiculata, R. Stylosa, dan Sonneratia alba. Jenis Rhyzopora apiculata dan R. Stylosa merupakan jenis yang dominan. Dalam setiap 100m2 di temukan sebanyak 44 individu yang ditemukan termasuk jumlah yang relatif besar. Tetapi jumlah anakan sebanyak 7 dan jumlah sapihan yang ditemukan sebanyak 9 dapat dikatakan jumlah yang relatif kecil. Rata-rata diameter pohon sebesar 18,33 cm dan rata-rata tinggi pohon sebesar 11,17 m menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di lokasi ini memiliki pohon-pohon yang ukuran batangnya relatif besar dan tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa mangrove yang ada di lokasi ini tergolong berusia relatif tua.

2. Desa Tomoli

Pada ekosistem mangrove di Tomoli ditemukan 5 jenis mangrove yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhyzopora apiculat, Ceriops tagal, R. Stylosa, dan Sonneratia alba. Jenis Rhyzopora apiculata, merupakan jenis yang mendominasi. Jumlah individu/100m2 sebanyak 29 individu yang ditemukan termasuk jumlah yang relatif kecil, sehingga mangrove di lokasi ini dikategorikan dalam kondisi

57

cukup. Demikian juga dengan jumlah anakan sebanyak 6 dan jumlah sapihan sebanyak 12 dapat dikatakan relatif sedikit. Rata-rata diameter pohon sebesar 20,50 cm dan rata-rata tinggi pohon sebesar 12,00 m menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di lokasi ini memiliki pohon-pohon yang ukuran batangnya relatif besar dan tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa mangrove yang ada di lokasi ini tergolong berusia tua.

3. Desa Pinoto

Pada ekosistem mangrove di Desa Pinoto ditemukan 4 jenis mangrove yang didominasi oleh jenis Avicennia marina. Beberapa jenis mangrove yang di temukan yaitu Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Rhyzopora stylosa, dan Sonneratia alba. Jumlah individu/100m2 sebanyak 26 yang ditemukan termasuk jumlah yang relatif sedikit dan masuk pada kondisi yang dikategorikan cukup, demikian juga untuk jumlah anakan yang ditemukan sebanyak 9 dan sapihan sebanyak 3. Rata-rata diameter pohon sebesar 18,75 cm dan rata-rata tinggi pohon sebesar 10,63 m menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di lokasi ini memiliki pohon-pohon yang ukuran batangnya relatif besar. Kondisi ini mengindikasikan bahwa mangrove yang ada tergolong berusia cukup tua.

4.3. Sosial Ekonomi Budaya dan Kelembagaan

Dokumen terkait