• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASANG SURUT STASION MARANGTALE-AMPIBABO

H. Penguatan modal usaha melalui kredit

V. KESIMPULAN DAN SARAN

3.14. Penerapan Sistem Bisnis Perikanan Budidaya Secara Terpadu

Pembangunan perikanan budidaya hendaknya dilakukan berdasarkan pendekatan sistem bisnis perikanan budidaya secara terpadu, sehingga arah dan kebijakan pembangunan merefleksikan kegiatan dari seluruh fungsi sub sistem perikanan yang meliputi pembangunan sub-sistem perbenihan, sub-sistem usaha budidaya, sub-sistem pasca panen dan pemasaran yang ditunjang oleh pembangunan sub-sistem kesehatan ikan dan lingkungannya serta pembangunan sub-sistem prasarana budidaya perikanan.

Dalam pembangunan budidaya tambak yang menjadi sorotan adalah berkaitan dengan pembangunan budidaya yang berkelanjutan sesuai dengan amanat FAO (1995) melalui Code of Conduct for Responsible Fisheries, sehingga arah pembangunan perikanan budidaya, khususnya budidaya udang hendaknya dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang bertanggungjawab dengan memadukan elemen daya dukung dan pengendalian lingkungan.

Akses Terhadap Pasar

Tata ruang----pengantar panjang pantai ampibabo Total panjag pantai yang dianalisis 34.114 Totl ampibabo 56.25

6.

Aspek legal

Efisiensi operasional budidaya berarti biaya produksi dapat ditekan, antara lain dengan mengurangi ongkos transportasi dari darat ke lokasi budidaya di laut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih mendekatkan lokasi budidaya ke pantai. Oleh karena itu dalam reduksi luas potensial menjadi luas yang direkomendasikan, lokasi yang sesuai paling dekat dengan pantailah yang akan dipertahankan.

Pengelompokan kawasan pengembangan budidaya laut berdasarkan kepada kesamaan sistem dan komoditas dapat memudahkan pembinaan, pengawasan dan meningkatkan efisiensi dan keamanan. Pembentukan kelompok pembudidaya laut dapat dilakukan berdasarkan pengelompokan lokasi budidaya, sehingga distribusi sarana produksi dan hasil menjadi lebih efisien.

Lokasi dan tata ruang pengembangan budidaya laut di Teluk Ekas disajikan dalam Gambar 22. Peta..

57

Sistem karamba jaring apung (KJA) untuk budidaya ikan dan udang lobster yang akan dibangun berukuran 288 m2 atau 24x12 m untuk setiap unitnya, dan setiap unit terdiri dari 18 kantong jaring (6x3) yang berukuran 3x3x3 m (Tabel 8.1). Sistem ini terdiri dari rangka, pelampung, kantong jaring, jalan inspeksi, rumah jaga dan jangkar beserta tambangnya (Lampiran). Rangka bisa dibuat dari kayu atau bambu. Pelampung terbuat dari drum plastik, styrofoam yang dibungkus dengan terpal, kayu gabus atau bambu. Kantong jaring berukuran 3x3x3 m dan terbuat dari bahan PE dengan ukuran benang D18 hingga D33. Kantong jaring diikatkan ke rangka. Jalan inspeksi mengelilingi kantong jaring, di atas rangka terbuat dari papan, dan berukuran lebar 50-60 cm, di atas jalan ini kegiatan pemeliharaan dilakukan. Rumah jaga dibuat berukuran 3x3 m dan terdiri dari rangka yang terbuat kayu atau bambu, dindingnya dibuat dari papan atau bilik (anyaman dari bahan bambu). Jangkar beserta tambangnya (20 mm) berfungsi untuk menjaga posisi KJA tetap pada tempatnya, berupa/terbuat dari batu, besi atau cor semen.

b. Rakit dan Longline

Rakit dan longline merupakan sistem budidaya yang bisa digunakan untuk budidaya rumput laut dan kerang mutiara. Rakit untuk budidaya rumput laut terbuat dari bambu yang dirangkai menjadi berbentuk segi empat dan dilengkapi dengan bambu diagonal (Lampiran) Dengan bahan bambu tersebut, rakit bisa mengapung di dekat permukaan air. Di antara dua sisi rakit dibentangkan tali yang berfungsi sebagai tempat pelekatan rumpun rumput laut. Tali ini disebut tali ris, dan jarak antar tali adalah 25 cm. Rumput laut diikatkan ke tali ris dengan jarak 25 cm, menggunakan tali pengikat. Dengan ditentukan jarak tanam antar rumpun rumput laut adalah 25 X 25 cm. Rakit bambu ini diikatkan ke jangkar dengan menggunakan tambang 10 mm, sehingga posisinya tetap. Setiap unit rakit bambu untuk budidaya rumput lau berukuran 8x8 m (64 m2), sesuai dengan ukuran satu batang bambu yang tersedia di sekitar lokasi pengembangan budidaya laut di Teluk Ekas. Selalu ada jarak antar unit rakit, sehingga memungkinkan lalu lintas sampan untuk operasional budidaya.

Rakit untuk budidaya kerang mutiara terdiri dari rangka kayu, pelampung, rumah jaga, jangkar dan tambangnya, serta keranjang (basket) dan tambangnya. Konstruksi sistem rakit ini hampir mirip dengan KJA, kecuali kantong jaring (Lampiran). Pada sistem rakit untuk budidaya kerang mutiara ini tidak terdapat

komponen kantong jaring. Pada rangka kayu tersebut digantung keranjang sebagai wadah pemeliharaan kerang, pada kedalaman 3-5 m dari permukaan air laut. Setiap unit rakit untuk budidaya kerang mutiara ini berukuran 375 m2 atau 25x15 m. Jarak antar unit rakit kerang muitara ini adalah 250m, sehingga setiap unit rakit memiliki radius 500 m.

Sistem longline bisa digunakan untuk menggantikan sistem rakit, baik untuk budidaya rumput laut maupun kerang mutiara. Dalam sistem ini bentangan tambang yang mengapung digunakan sebagai pegangan/basis penempelan tali ris pada budidaya rumput laut, atau keranjang (basket) pada budidaya kerang mutiara. Untuk mempertahankankan bentangan tambang tetap mengapung digunakan pelampung. Pada budidaya rumput laut digunakan jerigen plastik sebagai pelempung utama dan botol bekas kemasan air mineral sebagai pelampung antara. Pada budidaya ini pula, bentangan tambang bisa dirangkai sehingga mirip konstruksi sistem rakit dalam dimensi yang lebih besar. Setiap unit longline rumput laut berukuran 1.000 m2, dan selalu ada jarak antar unit untuk alur sampan, sehingga memudahkan operasional budidaya.

JUDUL BARU : POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUTB LAUT DAN IKAN KERAPU SISTEM KJA di Pesisir pantai Kecamana Ampiabo, Kabupaten Parigi moutong, sulawesi tenganh

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab Hasil dan Pembahasan tentang pengelolaan Pengelolaan Kawasan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu Sistem KJA di Wilayah Pesisir Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Lingkungan perairan pantai Kecamatan Ampibabo mempunyai potensi yang cukup mendukung untuk dilakukannya kegiatan budidaya laut khususnya budidaya rumput laut dan ikan kerapu

2. Kawasan perairan pantai yang memiliki potensi untuk kegiatan budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung berdasarkan kriteria kesesuaian sangat sesuai (S1) mempunyai luas 1.605,84 Ha; sesuai (S2) mempunyai luasan 1.608,86 Ha; dan tidak sesuai (N) 9.378,32 Ha. Kawasan perairan pantai yang memiliki potensi untuk kegiatan budidaya rumput laut dengan sistem longline berdasarkan kriteria kesesuaian, sangat sesuai (S1) mempunyai luas 925,88 Ha; sesuai (S2) dengan luas 8.633,19 Ha; dan tidak sesuai (N) 5.093,33 Ha. 3. Hasil analisis SIG diperoleh peta kawasan budidaya laut khususnya budidaya

sistem KJA dan budidaya rumput laut di pesisir pantai Kecamatan Ampibabo Luas kawasan untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA sebesar 1.605,84 Ha, sedangkan kawasan budidaya rumput laut sebesar 925,88 Ha. Secara keseluruhan potensi lingkungan sebagai lokasi budidaya sebesar 2531.72 Ha. 4. Hasil perhitungan luasan efektif untuk kawasan budidaya rumput laut dan

ikan kerapu di Kecamatan Ampibabo sebesar 506.34 Ha. Lokasi yang sangat sesuai untuk budidaya ini tersebar hampir di semua wilayah Desa di Kecamatan Ampibabo.

5. Berdasarkan Sustainable Livelihood Approach (SLA) atau pendekatan keberlanjutan mata pencaharian, dapat di peroleh suatu rencana pengelolaan kawasan budidaya laut yang antara lain : (1) penataan ruang kawasan budidaya laut; (2) menjaga keberlanjutan sumberdaya pesisir; (3) memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat; (4) pembangunan infrastruktur; (5) transfer ilmu pengetahuan dan teknologi; (6) penguatan modal melalui

pemberian kredit (7) membentuk lembaga keuangan mikro dan lembaga simpan pinjang. Kesemuanya itu bertujuan untuk mempertahankan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya yang mendukung untuk mempertahankan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut terdapat beberapa saran guna menyempurnakan pengelolaan kawasan budidaya laut (rumput laut sistem longline dan ikan kerapu sistem KJA) di Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, adalah sebagai berikut :

1. Peneliti dalan hal ini melakukan penelitian pada bulan Mei atau pada musim peralihan. Oleh, karena itu di perlukan kajian lainnya yang sama akan tetapi di lakukan pada musim kemarau dan musim hujan, sehingga di dapatkan hasil yang lebih baik lagi. Selain itu penelitian lebih lanjut mengenai beberapa kegiatan lainnya seperti pariwisata, konservasi, dan perikanan tangkap, yang mempunyai interaksi dan mempengaruhi pelaksanaan budidaya laut, sehingga di hasilkan suatu rencana pengelolaan kawasan pesisir yang memasukkan seluruh pemanfaatan yang ada.

2. Bagi pemerintah daerah khususnya, dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat ditindak lanjuti dengan memasukkannya ke dalam Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten. Lebih lanjut, untuk kemudian menyusun suatu program bagi pemanfaatan kawasan budidaya laut (khususnya ikan kerapu dan rumput laut), agar kawasan dapat di manfaatkan secara optimal dan mensejahterakan masyarakat.

Dokumen terkait