• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2.1 Definisi ASI Eksklusif

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim kecuali obat-obatan jika sakit (Roesli, 2000). Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan (memberikan ASI Eksklusif). Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (Kemenkes RI, 2011)

2.2.2 Nilai Gizi ASI

1. Kalori

Untuk pertumbuhan yang normal diet bayi harus memenuhi kebutuhan akan kalori dan energi. ASI memenuhi kebutuhan ini sampai usia 6 bulan. Produksi ASI bulan pertama sekitar 600 ml per hari yang meningkat sampai sekitar 800 ml sehari pada bulan keenam. Setelah 6 bulan volume ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu mulai berkurang dan memang sudah saatnya bayi mendapat makanan tambahan yang lebih padat (Suradi, 2002)

2. Lemak

ASI juga mengandung lemak yang penting untuk kesehatan bayi. Hal imi diperlukan untuk perkembangan otak, penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, dan merupakan sumber kalori utama. Asam lemak rantai panjang dibutuhkan untuk perkembangan otak, retina, dan sistem saraf (American Pregnancy Assosiation, 2013)

3. Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa dan bila dibandingkan dengan susu mamalia lain, kadar laktosa dalam ASI adalah yang paling tinggi, yaitu 7,0 g/dl. Laktosa mudah terurai menjadi glukosa dan galaktosa. Laktosa mempertinggi penyerapan kalsium dan juga

merangsang pertumbuhan Lactobacillus bufidus.

4. Protein

Protein dalam ASI adalah kasein dan whei. Protein dalam ASI terutama adalah whei, yaitu 60% dari protein dalam ASI yang kadarnya 0,9 g/dl. Protein ini lebih mudah dicerna dibandingkan dengan kasein yang menjadi protein utama dalam susu sapi. Ada dua asam amino dalam ASI yang tidak terdapat dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan

untuk pertumbuhan somatik, sedangkan taurin diperlukan untuk perkembangan otak.

5. Vitamin

Bayi yang minum ASI langsung dari ibunya akan mendapatkan vitamin yang terkandung dalam ASI. Vitamin K terdapat dalam ASI dan penyerapannya cukup baik melalui usus, tetapi oleh karena jumlah ASI yang diminum dalam dua hari pertama masih sangat sedikit dan pembentukan vitamin K dalam usus bayi belum ada, dianjurkan pemberian vitamin K yang dapat diberikan per oral. Vitamin E juga banyak sekali terdapat dalam ASI, terutama dalam kolostrum.

6. Garam dan Mineral

Kadar garam dan mineral dalam ASI lebih rendah dibandingkan dalam susu sapi. Fungsi ginjal yang masih belum sempurna belum dapat mengkonsentrasi urin dengan baik sehingga dibutuhkan susu yang rendah garam dan mineral. Bayi yang mendapat susu sapi atau formula yang tidak dimodifikasi sering menderita tetani (hipokalsemia) walaupun kadar kalsium dan magnesiumnya tinggi. Pada susu formula juga mengandung kadar fosfor yang tinggi, sedangkan fosfor mengikat kalsium dan magnesium sehingga tidak diserap.

7. Faktor pertumbuhan Lactobacillus bufidus

Jenis bakteri ini cepat tumbuh dan berkembang biak dalam saluran cerna bayi yang mendapat ASI. Kuman ini dalam usus akan mengubah laktosa yang banyak dalam ASI menjadi asam laktat dan asam asetat, situasi yang

asam dalam usus ini akan menghambat pertumbuhan E.coli, kuman yang

paling sering menyebabkan diare pada bayi.

8. Laktoferin

Laktoferin adalah protein yang terikat dengan zat besi yang terdapat dalam

ferum yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Laktoferin juga dapat

menghambat pertumbuhan jamur Candida.

9. Lisozim

Kadar lisozim dalam ASI cukup tinggi yaitu 300 kali lebih tinggi dari kadarnya di dalam susu sapi, selain itu juga lebih tahan terhadap keasaman lambung. Khasiatnya yaitu dapat memecah dinding bakteri (Suradi, 2002). Lisozim adalah suatu enzim yang dapat melindungi bayi terhadap infeksi

bakteri E. Coli dan Salmonella. Enzim ini juga mendorong pertumbuhan

flora normal usus dan memiliki fungsi anti-inflamasi (American Pregnancy Assosiation, 2013).

10. Komplemen C3 dan C4

Komplemen C3 dan C4 terdapat dalam ASI walaupun dalam kadar yang rendah. Komplemen ini diaktifkan oleh adanya IgA dan IgE dalam ASI. Komplemen ini mempunyai daya opsonik, anafilatoksik, dan kemotaktik. 11. Imunitas humoral

ASI terutama kolostrum mengandung SIgA (Secretory IgA). SIgA ini

tahan terhadap enzim proteolitik dalam traktus intestinalis dan dapat membentuk lapisan dipermukaan mukosa usus sehingga mencegah masuknya bakteri patogen dan enterovirus ke dalam sel.

12. Imunitas selular

Sembilan puluh persen sel dalam ASI terdiri dari makrofag. Fungsi makrofag terutama membunuh dan melakukan fagositosis mikroorganisme, serta membentuk C3, C4, lisozim, dan laktoferin. Sepuluh persen lainnya terdiri dari limfosit T dan B. Fungsinya adalah melawan organisme yang menyerang melalui traktus digestivus (Suradi, 2002)

2.2.3 Hubungan Kejadian Diare pada Balita yang Tidak Diberi ASI Eksklusif

Kurangnya pemberian ASI eksklusif pada saat usia bayi 0-5 bulan dan tidak diberikannya ASI pada usia 6-23 bulan dikaitkan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat diare di negara-negara berkembang (Lamberti et al., 2011). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 diketahui bahwa bayi usia kurang dari 4 dan 6 bulan yang telah diberikan susu lain selain ASI masing-masing sebesar 12,8% dan 8,4%.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui

bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Salah satu faktor penyebabnya adalah pemberian susu formula. Susu formula sebagai salah satu makanan pengganti ASI pada anak yang penggunaannya semakin meningkat. Adanya cara pemberian susu formula yang benar merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan angka kejadian diare pada anak akibat minum susu formula.

Kemudian diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aniqoh (2006) di Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo, menunjukkan bahwa penggunaan air, cara penyimpanan setelah pengenceran, cara membersihkan botol susu dan kebiasaan mencuci tangan mempunyai hubungan dengan kejadian diare. Sedangkan menurut Moehji (1985), penyebab lain diare pada pemberian susu formula, karena proses penyeduhan yang terlalu kental dan cara penyimpanan susu formula yang salah ( Suherna et al., 2009)

   

BAB 3

Dokumen terkait