• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Eksogen Penyebab Kemiskinan Nelayan di Desa Landangan Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo

MSA Anti-image Correlation Jumlah anggota keluarga 0,

4.3.2 Faktor Eksogen Penyebab Kemiskinan Nelayan di Desa Landangan Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa faktor eksogen merupakan faktor penyebab kemiskinan nelayan di Desa Landangan kedua setelah faktor indogen. Faktor eksogen dalam penelitian ini dipengaruhi oleh alam dan cuaca senilai 0,7544, ketersediaan alat tangkap senilai 0,5720, akses pasar senilai 0,0819, serta ketergantungan terhadap pemilik modal/juragan senilai 0,0150. Dari hasil analisis menunjukkan faktor alam dan cuaca serta ketersediaan alat tangkap menjadi faktor yang paling dominan penyebab kemiskinan nelayan berdasarkan faktor endogen.

Nelayan miskin di Desa Landangan dalam proses melaut sangat dipengaruhi cuaca. Apabila cuaca buruk, maka nelayan tidak bisa melaut sehingga mereka tidak memperoleh pendapatan. Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya. Musim paceklik yang selalu datang tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat dipastikan akan semakin membuat masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) setiap tahunnya.

Tidak ada yang bisa dilakukan dalam menghadapi kondisi alam, karena alam tidak akan bisa dilawan. Hal yang bisa dilakukan dalam menghadapinya adalah perlunya masyarakat nelayan memiliki penguasaaan aspek informasi dalam hal cuaca dan lokasi. Nelayan di Desa Landangan membutuhkan dukungan yang kongkrit dari berbagai pihak mengenai prediksi cuaca dan di lokasi mana berkemungkinan terjadi cuaca ekstrim, sehingga resiko di laut dapat dihindari, dan alternatif wilayah tangkapan yang relatif aman didapatkan. Perlunya kerjasama antara Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo dengan pihak Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) mengenai perkiraan cuaca dalam jangka watu yang bersifat menengah maupun panjang, sehingga nelayan di masing- masing daerah sudah bisa memprediksikan kondisi cuaca. Dengan demikian waktu tangkap dan lokasi tangkap sudah bisa nelayan rencanakan sebelum melaut. Jika kondisi tersebut terwujud, nelayan di Desa Landangan bisa menentukan

waktu, kapan mereka harus optimal menangkap ikan, harus menabung untuk persiapan paceklik, dan kapan mereka harus merawat perlengkapan tangkap ikan disaat memanfaatkan kondisi cuaca paceklik. Sosialisiasi mengenai perkembangan cuaca beserta prediksinya dapat menggunakan pertemuan kelompok nelayan. Pemberian informasi mengenai perkembangan cuaca beserta dasar prediksinya merupakan asupan berharga bagi masyarakat nelayan, karena akan menjadi keuntungan bagi nelayan disamping mereka memahami ilmu kebaharian tradisional yang sifatnya turun temurun yang terus dilestarikan, juga pemahaman dasar mengenai kondisi cuaca berdasarkan informasi berdasarkan pemanfaatan akan teknologi.

Melalui program pemberdayaan masyarakat pesisir di Kabupaten Situbondo, nelayan miskin di Desa Landangan perlu dilatih untuk memiliki keterampilan lain. Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa para pendega saat tidak melaut untuk memperoleh pendapat mayoritas bekerja sambilan sebagai

wakul ikan sebanyak 46%, pecari kerang sebanyak 16% dan serabutan sebesar 13%. Pendega yang bekerja serabutan berarti tidak memiliki keterampilan pasti. Sehingga untuk bekerja sambilan, mereka sangat tergantung pada peluang atau tawaran yang diberikan orang lain padanya. Namun walaupun mereka sudah bekerja sambilan, tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Program pemberdayaan masyarakat pesisir yang sudah ada perlu untuk digalakkan. Pemerintah Kabupaten Situbondo perlu mengembangkan desa nelayan menjadi pusat industri kreatif seperti pembuatan barang-barang kerajinan atau souvenir hasil laut yang bermutu. Hasil industri ini lewat bantuan Dinas Pariwisata Kabupaten Situbondo dapat diangkat menjadi produk khas Kabupaten Situbondo yang dijual kepada wisatawan. DKP Kabupaten Situbondo juga bisa melatih para nelayan untuk melakukan budidaya seperti budidaya laut (mariculture), budidaya akuarium (ikan hias laut), budidaya garam, industri pengolahan hasil perikanan, industri mesin dan peralatan perikanan, industri galangan kapal, serta industri jasa penunjang perikanan lainnya yang masih memiliki peluang terbuka untuk dikembangkan.

Temuan peneliti di lapangan melihat penyebab kemiskinan nelayan di Desa Landangan adalah terkait masalah kelembagaan produksi, yaitu tidak mampu menangkap jenis ikan yang muncul secara berkelanjutan. Akibat keterbatasan jenis alat tangkap yang dimiliki, nelayan kecil tidak mampu menyesuaikan diri untuk bisa menangkap ikan sesuai musim ikan yang ada. Sepanjang tahun alat tangkap yang dipakai tetap saja, walaupun jenis ikan yang muncul silih berganti sesuai musimnya. Kondisi demikian menjadikan hasil tangkapan nelayan kecil menjadi sedikit. Seharusnya nelayan selalu menyesuaikan alat tangkapnya dengan karakteristik ikan yang sedang muncul. Selain itu terkait ketersediaan alat tangkap, banyak nelayan yang karena kurangnya modal mencari ikan dengan peralatan yang sederhana seperti perahu sampan, jaring dan alat pancing. Sedangkan kapal-kapal pabrikan dan nelayan-nelayan asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia menggunakan peralatan yang lebih canggih. Pada akhirnya terjadi over fishing dikarenakan untuk mempermudah proses penangkapan ikan, nelayan banyak yang beralih ke penggunaan obat dan bom untuk meningkatkan hasil tangkapan. Perlu bagi Pemerintah Kabupaten Situbondo memberikan alokasi dana yang memadai kepada DKP Kabupaten Situbondo dan KUD Mina dalam memberikan dana pinjaman terhadap nelayan untuk membantu masalah modal nelayan.Selain itu DKP Kabupaten Situbondo juga memerlukan dana lebih untuk melakukan konservasi wilayah pesisir untuk menanggulangi permasalahanover fishing. Pemerintah pusat diharapkan memberi subsidi yang memadai untuk alokasi BBM dan sarana produksi perikanan lainnya, sehingga harga relatif murah untuk nelayan.

Faktor lain adalah akses pasar dan ketergantungan terhadap pemilik modal. Saat ini Kabupaten Situbondo memiliki 30 pangkalan pendaratan ikan (PPI) sebagai sarana pendukung kegiatan penangkapan ikan. Namun tidak semuanya memiliki TPI, hanya terdapat 7 TPI di Kabupaten Situbondo. Padahal seperti diketahui bahwa ikan yang bagus adalah ikan yang kondisinya masih segar dan tidak rusak. Perlu bagi Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk memperbanyak TPI di lokasi-lokasi PPI yang strategis dan memiliki hasil produksi ikan tangkap yang besar. Infrastruktur di pemukiman nelayan pun masih

sangat kurang seperti jalan belum diaspal, tidak ada drainase dan sanitasi yang baik, tidak ada tempat pembuangan sampah umum, padahal kemiskinan tidak hanya dilihat dari rendahnya tingkat pendapatan melainkan juga faktor kebersihan dan kesehatan. Maka pemukiman nelayan perlu diperbaiki dan dibangun baru menjadi kawasan yang sehat, bersih, indah aman dan produktif. Tidak menutup kemungkinan jika pemukiman nelayan setelaha dibangun kembali menjadi salah satu objek wisata wilayah pesisir di Kabupaten Situbondo.

Terakhir adalah ketergantungan terhadap pemilik modal. Berdasarkan hasil kuesioner diketahui 100% pendega yang menjadi responden penelitian ini menjawab mereka berhutang kepada pemilik modal/juragan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Permasalahan yang terjadi adalah adanya lingkaran yang tidak terputus antara nelayan dengan pemilik modal dikarena nelayan kekurangan dana. Sehingga mental nelayan menjadi rusak karena terbiasa menjadi tangan bawah atau pesuruh. Untuk itu pola pemikiran nelayan perlu dirubah. Nelayan perlu dididik untuk menjadientrepreneur. KUD Mina sebagai salah satu fasilitas untuk memberikan bantuan dana terhadap nelayan perlu dihidupkan kembali.

4.3.3 Faktor Kelembagaan (Pihak Terkait) Penyebab Kemiskinan Nelayan di