• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Kelembagaan (Pihak Terkait) Penyebab Kemiskinan Nelayan di Desa Landangan Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo

MSA Anti-image Correlation Jumlah anggota keluarga 0,

4.3.3 Faktor Kelembagaan (Pihak Terkait) Penyebab Kemiskinan Nelayan di Desa Landangan Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo

Berdasarkan hasil analisis diperoleh data bahwa DKP Kabupaten Situbondo memiliki peranan paling penting untuk mengatasi masalah kemiskinan nelayan di Desa Landangan Kabupaten Situbondo. Berdasarkan Peraturan Bupati Situbondo No. 34 Bab II Pasal 3-4 Tahun 2010 diuraikan bahwa tugas dan fungsi DKP Kabupaten Situbondo adalah membantu Bupati dalam melaksanakan kewenangan di bidang kelautan dan perikanan, hal itu termasuk pengawasan, penyusun dan perumus kebijakan, pembinaan, pengelola serta pengawasan program-program terkait pemberdayaan masyarakat pesisir dan menjaga ekosistem wilayah pesisir dan laut.

Lembaga TPI, KUD Mina dan pengambek merupakan bagian dan dibawahi oleh DKP Kabupaten Situbondo. Namun dikarenakan keterbatasan dana,

peranan DKP Kabupaten Situbondo dan lembaga-lembaga terkait lainnya menjadi kurang maksimal. Proses pengawasan berjalan tidaknya program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan nelayan masih kurang. Akibatnya nelayan masih terlilit dalam lingkaran kemiskinan.

Banyak program telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan nelayan. Program yang bersifat umum antara lain Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Keluarga Sejahtera, Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sedangkan program yang secara khusus ditujukan untuk kelompok sasaran masyarakat nelayan antara lain program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Program Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil (PUPTSK). Namun, secara umum program-program tersebut tidak membuat nasib nelayan miskin di Desa Landangan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Salah satu penyebab kurang berhasilnya program-program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan nelayan di Desa Landangan adalah formulasi kebijakan yang bersifattop down. Formula yang diberikan cenderung seragam padahal masalah yang dihadapi nelayan sangat beragam dan seringkali sangat spesifik lokal. Di samping itu, upaya penanggulangan kemiskinan nelayan seringkali sangat bersifat teknis perikanan, yakni bagaimana upaya meningkatkan produksi hasil tangkapan, sementara kemiskinan harus dipandang secara holistik karena permasalahan yang dihadapi sesungguhnya jauh lebih kompleks dari itu.

Oleh karena itu, perlu sekali diterbitkan sebuah kebijakan sosial yang berisikan keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan di Desa Landangan sebagaimana yang mereka butuhkan, kebijakan tersebut juga harus didukung oleh kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten atau kota dimana terdapat masyarakat miskin khususnya masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan keegoan dari masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah pertama keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi diinternal pemerintah Kabupaten Situbondo,

yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan di Desa Landangan tidak akan mampu ditangani secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, melainkan seluruh pihak terkait.

Kedua, keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun betul- betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan miskin di Desa Landangan. Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat komprehensif, dan tidak parsial. Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efesien.

Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan di Desa Landangan ini selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perumusan sasaran yang jelas, berupa; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan.

b. Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan kemiskinan nelayan.

c. Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.

d. Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang telah ditetapkan dengan realitas yang ada dilapangan, dan

apabila terjadi permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan strategi dan tindakan baru untuk menutup jurang perbedaan.

e. Pendampingan, pengawas dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai pasca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini didapati fakta bahwa KUD Mina yang memiliki fungsi utama sebagai lembaga yang mampu memberikan pinjaman modal kepada nelayan di Desa Landangan justru tidak berjalan sebagai mana mestinya. Fungsi mereka hanya sebagai penimbang ikan tangkap di TPI. Padahal apabila program simpan pinjam koperasi dapat berjalan, maka akan menjadi salah satu solusi untuk mengentas kemiskinan nelayan di Desa Landangan.

TPI sendiri belum mampu mengadakan lelang ikan sebagai mana mestinya. TPI hanya menjalankan fungsi sebagai jasa timbang dan tidak terjadi aktivitas pelelangan ikan yang seharusnya. Bahkan tidak semua nelayan di Desa Landangan menimbang ikan tangkapan di TPI, karena langsung mereka bawa kea gen atau juragan laut. Hasil penelitian mendukung pendapat Siswanto (2008) yang menyatakan tidak berfungsinya TPI hanya mengakibatkan nelayan menjadi semakin tertinggal karena tidak memiliki kekuatan dalam tawar-menawar harga ikan tangkapan. Didapati manajemen TPI yang dilakukan pengelola antara lain: a. Tidak menggunakan otoritas, namun justru bekerjasama dengan

pedagang/juragan laut sehingga terjadi tunakuasa. b. Tidak menjalankan proses lelang.

c. Menanyakan harga ikan ke pedagang, tidak menetapkan standar (batas atas batas bawah) harga ikan.

d. Tidak mengusahakan persaingan bebas yang adil dalam transaksi perdagangan ikan.

e. Tidak membuat dan memberlakukan aturan mekanisme hubungan antar

stakeholders dalam TPI, membiarkan pedagang membuat aturan sendiri yang mengejawantah sebagai pasar gelap untuk mengamankan kepentingannya, termasuk memperoleh keuntungan maksimal. Transaksi perdagangan ikan

dalam lembaga ekonomi formal bentukan negara ini mengikuti hukum pasar gelap. TPI adalah bagian dari masalah, bukan solusi kemiskinan nelayan.

Pengambek dalam penelitian ini ditemukan hanya sebagai pemilik modal yang membeli ikan hasil tangkapan nelayan miskin di Desa Landangan. Akibatnya perolehan nelayan sangat tergantung pada harga yang telah ditetapkan oleh pengambek. Kebebasan pengambek dalam menentukan harga juga erat kaitannya dengan jumlah TPI yang masih sedikit di Kabupaten Situbondo. Dari 30 PPI yang ada di Kabupaten Situbondo, hanya ada 7 TPI. Harga jual ikan sangat fluktuatif perlu diatasi oleh pemerintah. Pemerintah melalui DKP Kabupaten Situbondo perlu mengatur kebijakan ketat terkait harga jual ikan tangkap sehingga tidak merugikan nelayan. Peraturan tersebut harus berpihak pada kepentingan nelayan. Selain itu terkait kelembagaan pemasaran, posisi tawar-menawar harga nelayan sangat rendah. Akibatnya mereka harus menerima harga yang telah ditetapkan juragan laut atau pedagang besar.

Mencermati sumber penyebab kemiskinan nelayan di Desa Landangan yang telah diuraikan maka upaya penanggulangan kemiskinan harus difasilitasi pada pemerintah. Sumber kemiskinan struktural selama ini telah nyata berasal dari kinerja pengelolaan pemerintah Kabupaten Situbondo. Nilai-nilai normatif pemerintah yang baik yang diperlukan dalam penmanggulangankemiskinan adalah:

a. Mengikutsertakan semua pihak dalam setiap program. b. Transparan dan bertanggung jawab.

c. Efektif dan adil.

d. Menjamin adanya supremasi hukum.

e. Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konmsensus masyarakat.

f. Cepat tanggap.

Satu-satunya jalan yang harus ditempuh pemerintah Kabuapten Situbondo adalah mengaktualisasi nilai-nilai tersebut dalam penanggulangan kemiskinan, mengingat seluruh upaya pemberantasan kemiskinan telah diantisipasi oleh negara dalam bentuk undang-undang dan surat keputusan terkait lainnya.

4.3.4 Formulasi Kebijakan Mengentas Kemiskinan Nelayan di Desa