• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tunas adventif tidak terbentuk dari percobaan ketiga menggunakan eksplan kotiledon kenaf sampai minggu ke-16.

Pengaruh faktor tunggal 2.4-D atau BAP terhadap jumlah tunas adventif kenaf menunjukkan kontradiksi. Peningkatan jumlah konsentrasi 2.4-D pada berbagai perlakuan, cenderung menurunkan jumlah tunas adventif kenaf. Sementara itu, peningkatan konsentrasi BAP memiliki korelasi positif dengan peningkatan jumlah tunas adventif kenaf. Jumlah tunas adventif kenaf meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi BAP.

Dalam percobaan ini, tunas adventif hanya terbentuk pada eksplan pucuk dan pucuk dengan kotiledon. Tunas adventif langsung terbentuk dari jaringan eksplan dan tidak berkembang dari kalus. Pembentukan tunas secara langsung dari jaringan umumnya terjadi pada tanaman dikotil, namun tidak umum pada tanaman monokotil (Gunawan, 1992). Pembentukan tunas secara langsung ini bergantung pada bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dan spesies tanaman yang dikulturkan. Pada beberapa spesies, tunas adventif dapat terbentuk dari berbagai organ tanaman seperti daun, batang, petal, atau akar; sementara pada spesies yang lainnya dari organ-organ tertentu seperti embrio atau kecambah.

Pembentukan tunas adventif memerlukan sitokinin dalam konsentrasi yang tinggi tetapi diperlukan juga auksin dalam konsentrasi yang rendah. Morfogenesis akar dan tunas dipengaruhi oleh nisbah auksin dan sitokinin. Nisbah auksin- sitokinin yang tinggi akan mendorong organogenesis akar, sebaliknya nisbah sitokinin yang tinggi akan mendorong pembentukan tunas. Konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing ZPT tersebut (auksin dan sitokinin) tergantung dari: jenis eksplan, genotipe, kondisi kultur serta jenis auksin dan sitokinin yang dibutuhkan.

Multiplikasi tunas merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Multiplikasi tunas dapat diinduksi dari mata tunas aksilar ataupun dari benih yang ditanam pada media yang mengandung sitokinin. Tahapan dalam perbanyakan melalui multiplikasi tunas secara langsung diawali dengan tahap inisiasi yang dilanjutkan dengan tahap multiplikasi tunas. Pada tahap kedua tersebut dapat terjadi pada media yang sama

tanpa melalui pemindahan ke media yang baru. Tahap selanjutnya adalah pengakaran tunas adventif yang telah dihasilkan untuk mendapatkan planlet. Perbanyakan melalui multiplikasi tunas merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro karena selain cepat juga memiliki peluang yang kecil untuk terjadinya penyimpangan secara genetik (Wiendi et al., 1992).

Perbanyakan tanaman secara in vitro terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman, diantaranya:

1. Genotipe dari sumber bahan tanaman yang digunakan.

2. Fisiologi jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan.

3. Media yang mencakup unsur makro dan mikro serta zat pengatur

tumbuh yang diperlukan tanaman.

4. Lingkungan tumbuh, yaitu keadaan fisik tempat kultur ditumbuhkan.

Keempat faktor tersebut saling berinteraksi dan harus bersinergi satu dengan lainnya sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan optimal dan diperoleh tanaman lengkap (Wiendi et al., 1992).

Induksi tunas adventif secara langsung dari akar, daun, dan organ lain dari tanaman merupakan metode yang umum digunakan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan hasil pemotongan bagian tanaman mampu diinduksi membentuk tunas adventif. Tunas adventif dapat berkembang secara langsung dari eksplan itu sendiri atau secara tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu. Pembentukan tunas adventif secara umum menghasilkan rataan multiplikasi yang lebih tinggi dibandingkan dari tunas samping (Hartmann dan Kester, 1983).

Multiplikasi merupakan suatu tahap dalam perbanyakan tanaman secara in

vitro yang bertujuan meningkatkan jumlah propagula tanaman yang kemudian

diakarkan sehingga menghasilkan tanaman lengkap. Multiplikasi tunas vegetatif bergantung pada pembentukan tunas samping atau tunas adventif dari jaringan bagian dasar tunas yang membentuk kalus. Multiplikasi akan terus terjadi dengan interval yang tetap dan pada tahap yang berurutan. Kemampuan untuk multiplikasi tunas dipengaruhi spesies tanaman dan metode perbanyakan tanaman yang digunakan. Kondisi kultur yang ideal dapat meningkatkan jumlah tunas.

Keberhasilan multiplikasi dapat dilihat dari planlet yang dihasilkan, yaitu memiliki ukuran yang seragam dan dapat segera tumbuh di media yang baru (Hartmann dan Kester, 1983).

Pemilihan ZPT yang sesuai dan kosentrasi yang optimum dalam media kultur in vitro sangat penting untuk dapat menghasilkan planlet yang seragam (Hartmann dan Kester, 1983). Penggunaan auksin rendah dan sitokinin yang tinggi secara umum dapat menginduksi pembentukan tunas dari kalus. Sitokinin yang tinggi digunakan untuk menghasilkan proliferasi tunas samping (axillary

shoot), konsentrasi yang biasa digunakan adalah 1.00 mg/l sampai 5.63 mg/l.

Auksin tidak mendorong pembentukan tunas samping, tetapi penambahan auksin rendah membantu dalam mengendalikan pengaruh konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi pada pemanjangan tunas samping dan memperbaiki pertumbuhan tunas secara normal (Chawla, 2002).

Pembentukan Akar

Organogenesis akar hanya terbentuk dari eksplan kotiledon yang didahului pembentukan kalus. Akar yang terbentuk berwarna putih dan cokelat dan mempunyai banyak cabang akar sekunder. Interaksi zat pengatur tumbuh 2.4-D dan BAP terhadap jumlah akar pada eksplan kotiledon kenaf memberikan pengaruh yang sangat nyata. Perlakuan 2.4-D berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar dan tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan BAP. Rekapitulasi hasil uji F pengaruh 2.4-D, BAP, dan interaksinya terhadap jumlah akar pada kenaf disajikan pada Tabel 11. Sidik ragam analisis statistik disajikan pada lampiran 12.

Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh 2.4-D, BAP, dan Interaksinya terhadap Jumlah Akar pada Eksplan Kotiledon Kenaf

Peubah Umur Eksplan (MST) Perlakuan

2.4-D BAP 2.4-D × BAP KK (%)

Jumlah Akar 16 ** tn ** 23.62x)

Keterangan: tn Tidak berbeda nyata pada taraf uji F 5 % x) Hasil transformasi √x + 0.5 ** Berbeda nyata pada taraf uji F 1 %

Dalam percobaan ini akar tidak langsung terbentuk dari jaringan eksplan tetapi didahului oleh pembentukan kalus dari bagian jaringan tanaman yang terpotong atau terluka. Akar yang terbentuk berwarna putih dan cokelat dan mempunyai banyak cabang akar sekunder yang ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Pembentukan Akar dari Eksplan Kotiledon dari Perlakuan: (A) Tanpa 2.4-D + 4.0 mg/l BAP, (B) Tanpa 2.4 D + 10.0 mg/l BAP Gambar 14 menunjukkan jumlah rata-rata akar pada organogenesis kenaf pada semua perlakuan. Jumlah kalus berkorelasi positif dengan jumlah akar yang terbentuk, jika jumlah kalus yang dihasilkan tinggi maka jumlah akar yang dihasilkan juga tinggi.

Keterangan:

A = 2.4-D (A0 = 0.0 mg/l, A1 = 0.5 mg/l, A2 = 1.0 mg/l)

S = BAP (S0 = 0.0 mg/l, S1 = 2.0 mg/l, S2 = 4.0 mg/l, S3 = 8.0 mg/l, S4 = 10.0 mg/l)

Gambar 14. Jumlah Rata-Rata Akar pada Organogenesis Kenaf dengan

Eksplan Kotiledon pada Semua Perlakuan

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Jumlah Rata-rata Akar Pada Minggu ke-MST

Jum la h R at a- R at a A ka r P ada M inggu ke -M S T A0S0 A0S1 A0S2 A0 S3 A0 S4 A1 S0 A1 S1 A1 S2 A1 S3 A1 S4 A2 S0 A2 S1 A2 S2 A2 S3 A2 S4 A B

Keterangan: A = 2.4-D (A0 = 0.0 mg/l, S = BAP (S0 = 0.0 mg/l, S Gambar 15. P S Gambar 15 me pada semua perlakua pada bagian tanaman

A0S0 A0S3 A1S1 A1S4 A2S2 g/l, A1 = 0.5 mg/l, A2 = 1.0 mg/l) l, S1 = 2.0 mg/l, S2 = 4.0 mg/l, S3 = 8.0 mg/l, S4 = 10.0

Perbandingan Organogenesis Akar Kenaf pada Semua Perlakuan

menunjukkan perbandingan organogenesis aka kuan. Pembentukan akar diawali dengan terb an yang luka dan mengalami kontak dengan m

A0S2 A0S1 A0S4 A1S3 A1S0 A1S2 A2S0 A2S1 A2S3 A2S4 .0 mg/l) ada 14 MST pada kar pada 14 MST erbentuknya kalus media. Akar yang

terbentuk pada perlakuan tanpa 2.4-D + 4.0 mg/l BAP mengalami pertumbuhan yang bagus dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada beberapa perlakuan yaitu perlakuan kontrol dan 1.0 mg/l 2.4-D + tanpa BAP, media tanam mulai

berubah menjadi cokelat dan eksplan mengalami senescence.

Akar pada kenaf mulai muncul pada 3 MST yang ditandai dengan munculnya akar dari kalus yang terbentuk pada eksplan kotiledon. Akar yang terbentuk berwarna putih dengan banyak cabang akar. Jumlah rata-rata akar tertinggi dihasilkan dari perlakuan tanpa 2.4-D + 4.0 mg/l BAP yaitu 7.37, sedangkan terendah dihasilkan dari perlakuan 1.0 mg/l 2.4-D + 8.0 mg/l BAP yaitu 0.0. Pada konsentrasi 2.4-D yang semakin tinggi cenderung menghasilkan jumlah rata-rata akar yang tinggi.

Pada organogenesis, terjadi inisiasi tunas adventif dan akar secara bersamaan dari kalus. Organogenesis diawali dari peningkatan jumlah vakuola dan sebagian sel parenkima pada kalus mampu berkembang menjadi sel meristemoid, kemudian mengalami inisiasi menjadi organ pada kondisi kultur in

vitro yang sesuai. Proses tersebut sama dengan inisiasi tunas adventif dari eksplan,

yang berbeda adalah periode proliferasi kalus (Hartmann dan Kester, 1983). Gunawan (1992) melaporkan bahwa zat pengatur tumbuh untuk merangsang perakaran meliputi jenis dan konsentrasi auksin yang digunakan.

Pembentukan akar secara in vitro hanya memerlukan auksin tanpa sitokinin atau

Dokumen terkait