• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Eksplan berasal dari benih kenaf umur 120-130 hari dan dikecambahkan secara in vitro pada media MS ½. Waktu untuk perkecambahan adalah 1 HST (Hari Setelah Tanam) yang ditandai dengan munculnya akar radikula sedangkan kotiledon mulai muncul pada 2 HST. Persentase perkecambahan rata-rata adalah 91.70 %. Data dan persentase perkecambahan kenaf disajikan pada Lampiran 2.

Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap jumlah tunas adventif kenaf dari eksplan pucuk dan pucuk dengan kotiledon. Sidik ragam disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Tunas adventif kenaf muncul dari kalus pada 11 MST melalui organogenesis tidak langsung.

Tabel 4 menunjukkan perlakuan 2.4-D untuk eksplan pucuk memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas adventif pada 11-16 MST. Perlakuan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas adventif pada 12, 14, 15, dan 16 MST (Minggu Setelah Tanam) dan perlakuan BAP berpengaruh nyata pada 13 MST. Perlakuan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas adventif pada 11 MST. Interaksi 2.4-D dan BAP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas adventif kenaf. Sidik ragam analisis statistik disajikan pada lampiran 3.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh 2.4-D, BAP, dan Interaksinya terhadap Jumlah Tunas Adventif pada Eksplan Pucuk Kenaf

Peubah Umur Eksplan (MST) Perlakuan

2.4-D BAP 2.4-D × BAP KK (%) Jumlah Tunas Adventif 11 ** tn tn 22.89 x) 12 ** ** tn 23.69x) 13 ** * tn 27.86x) 14 ** ** tn 29.24x) 15 ** ** tn 22.95y) 16 ** ** tn 18.50z)

Keterangan: tn Tidak berbeda nyata pada taraf uji F 5 % x) Hasil transformasi √x + 0.5 * Berbeda nyata pada taraf uji F 5 % y) Hasil transformasi √x + 1.0 ** Berbeda nyata pada taraf uji F 1 % z) Hasil transformasi √x + 1.5 MST Minggu Setelah Tanam

Tabel 5 menunjukkan pada perlakuan 2.4-D dan interaksi 2.4-D dan BAP untuk eksplan pucuk dengan kotiledon memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas adventif pada 11-16 MST. Namun, pada perlakuan BAP memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas adventif pada 11, 12, 13, 15, dan 16 MST dan berpengaruh nyata pada14 MST. Sidik ragam analisis statistik disajikan pada lampiran 4.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh 2.4-D, BAP, dan Interaksinya terhadap Jumlah Tunas Adventif pada Eksplan Pucuk dengan Kotiledon Kenaf

Peubah Umur Eksplan

(MST) Perlakuan 2.4-D BAP 2.4-D × BAP KK (%) Jumlah Tunas Adventif 11 ** ** ** 16.56 x) 12 ** ** ** 17.40x) 13 ** ** ** 21.38x) 14 ** * ** 22.00x) 15 ** ** ** 17.62x) 16 ** ** ** 17.74x)

Keterangan: tn Tidak berbeda nyata pada taraf uji F 5 % * Berbeda nyata pada taraf uji F 5 % ** Berbeda nyata pada taraf uji F 1 %

x)

Hasil transformasi √x + 0.5 MST Minggu Setelah Tanam

Persentase Hidup Eksplan

Pada percobaan pertama, penurunan persentase hidup rata-rata eksplan pucuk mulai terjadi pada 5 MST pada perlakuan 0.5 mg/l 2.4-D + 2.0 mg/l BAP. Persentase hidup rata-rata eksplan pucuk terendah yaitu 33.33 % pada perlakuan tanpa 2.4-D + 2.0 mg/l BAP. Data dan persentase hidup rata-rata per perlakuan pada eksplan pucuk kenaf disajikan pada lampiran 5.

Pada percobaan kedua, persentase hidup rata-rata eksplan pucuk dengan kotiledon terendah yaitu pada perlakuan 0.5 mg/l 2.4-D + 2.0 mg/l BAP dan 0.5 mg/l 2.4-D + 2.0 mg/l BAP sebesar 33.33 %. Penurunan persentase hidup rata- rata eksplan pucuk dengan kotiledon terjadi pada 6 MST pada perlakuan tanpa 2.4-D + 2.0 mg/l BAP. Data dan persentase hidup rata-rata per perlakuan pada eksplan pucuk dengan kotiledon kenaf disajikan pada lampiran 6.

Percobaan ketiga menunjukkan persentase hidup rata-rata eksplan kotiledon per perlakuan terendah yaitu pada perlakuan kontrol mencapai 0.00 %. Hal ini disebabkan ukuran eksplan kotiledon yang besar dan jumlah eksplan yang terlalu padat yaitu 8 eksplan kotiledon per botol kultur, sehingga apabila terjadi kontaminasi akan cepat menyebar ke eksplan lain yang steril. Penurunan persentase eksplan hidup rata-rata pada perlakuan kontrol terjadi pada 11 MST. . Data dan persentase hidup rata-rata per perlakuan pada eksplan kotiledon kenaf disajikan pada lampiran 7.

Gambar 3 menunjukkan perbandingan persentase hidup rata-rata pada masing-masing eksplan. Persentase hidup rata-rata tertinggi pada eksplan kotiledon yaitu 97 %, diikuti eksplan pucuk dan pucuk dengan kotiledon masing- masing 95.69 % dan 92 %.

Gambar 3. Perbandingan Persentase (%) Hidup Rata-Rata Eksplan Pucuk, Pucuk dengan Kotiledon, dan Kotiledon Kenaf

Kontaminasi

Pada percobaan pertama menunjukkan kontaminasi pada eksplan pucuk mulai muncul pada 5 MST. Persentase kontaminasi rata-rata per perlakuan tertinggi dan terendah berturut-turut adalah 33.33 % pada perlakuan tanpa 2.4-D + 2.0 mg/l BAP, tanpa 2.4-D + 4.0 mg/l BAP, dan 0.5 mg/l 2.4-D + 10.0 mg/l BAP dan 8.33 % pada perlakuan 1.0 mg/l 2.4-D + 4.0 mg/l BAP. Data dan persentase rata-rata kontaminasi per perlakuan pada eksplan pucuk kenaf disajikan pada lampiran 8. 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98

pucuk pucuk dengan kotiledon kotiledon

P er se nt as e E k spl an H idup (% ) Jenis Eksplan

Pada percobaan kedua, persentase kontaminasi rata-rata per perlakuan tertinggi dan terendah pada eksplan pucuk dengan kotiledon berturut-turut adalah 100 % pada perlakuan 1.0 mg/l 2.4-D + 2.0 mg/l BAP dan 8.33 % pada perlakuan 0.5 mg/l 2.4-D + 2.0 mg/l BAP. Kontaminasi mulai muncul pada 4 MST. Data dan persentase rata-rata kontaminasi per perlakuan pada eksplan pucuk dengan kotiledon kenaf disajikan pada lampiran 9.

Percobaan ketiga, kontaminasi pada eksplan kotiledon mulai muncul pada 10 MST. Persentase kontaminasi rata-rata eksplan kotiledon per perlakuan tertinggi dan terendah berturut-turut adalah 75 % pada perlakuan kontrol dan 20.83 % pada perlakuan 0.5 mg/l 2.4-D + 2.0 mg/l BAP. Data dan persentase rata- rata kontaminasi per perlakuan pada eksplan kotiledon kenaf disajikan pada lampiran 10.

Gambar 4 menunjukkan perbandingan persentase kontaminasi rata-rata pada masing-masing eksplan. Persentase kontaminasi tertinggi pada eksplan pucuk dengan kotiledon yaitu 4.55 %, diikuti eksplan kotiledon dan pucuk masing- masing 1.99 % dan 1.81 %.

Gambar 4. Perbandingan Persentase (%) Kontaminasi Eksplan Pucuk, Pucuk dengan Kotiledon, dan Kotiledon Kenaf

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

pucuk pucuk dengan kotiledon kotiledon

P er se nt as e E k spl an K ont am ina si ( % ) Jenis Eksplan

Jenis kontamina dan cendawan. Kontam jenis eksplan di semua tingkat kontaminasi. E saat dipindahkan ked Namun kelemahanny sulit mendapatkan kul lebih banyak.

Salah satu fakt kontaminasi yang dap kontaminasi dalam kul berasal dari lingkunga tanam.

Kontaminasi c kontaminasi bakteri di Gunawan (1992), eks akibat langsung dari sebagai akibat dari sen sendiri. Perbandinga disajikan pada Gamba

Gambar 5. Kont Dise Dise A

inan yang muncul pada ketiga jenis percobaan ontaminasi oleh cendawan merupakan yang domi

ua perlakuan. Ukuran eksplan yang digunakan i. Eksplan dengan ukuran yang lebih besar tern kedalam kondisi in vitro, dan pertumbuhann nnya, menggunakan eksplan dengan ukuran le n kultur yang aseptik, dan memerlukan bahan

aktor pembatas dalam keberhasilan kultur j dapat terjadi setiap saat dalam masa inkubasi kul

kultur jaringan dapat berupa cendawan, bakteri kungan kerja, alat-alat dan media kultur jaringa

cendawan dicirikan adanya benang hi i ditandai adanya lapisan lendir di permukaan

ksplan yang tertutup kontaminan akhirnya mat ri serangan cendawan dan bakteri atau secara senyawa toksik yang diproduksi oleh cendawan a

gan kontaminasi yang disebabkan cendawa bar 5.

ontaminasi yang Terjadi pada Kultur Kenaf: ( isebabkan oleh Cendawan (tanda panah), dan ( isebabkan oleh Bakteri (tanda panah)

B

aan adalah bakteri dominan pada ketiga an mempengaruhi rnyata lebih tahan nnya lebih cepat. n lebih besar lebih han tanaman yang

ur jaringan adalah i kultur. Penyebab eri, dan virus yang ringan, dan bahan

hifa sedangkan n media. Menurut ati, dapat sebagai ara tidak langsung an atau bakteri itu wan dan bakteri

: (A) Kontaminasi (B) Kontaminasi

Pembentukan Kalus

Kalus mulai muncul pada 1 MST untuk semua perlakuan pada eksplan pucuk dan pucuk dengan kotiledon karena konsentrasi 2.4-D dan BAP yang digunakan cukup tinggi. Percobaan pertama dengan eksplan pucuk menunjukkan persentase rata-rata eksplan berkalus tertinggi yaitu 91.56 % kemudian diikuti percobaan kedua dan ketiga dengan eksplan pucuk dengan kotiledon dan eksplan kotiledon dengan persentase rata-rata masing-masing yaitu 81.89 % dan 66.24 %. Persentase rata-rata eksplan berkalus pada ketiga jenis eksplan kenaf disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Persentase (%) Rata-Rata Eksplan Berkalus pada Ketiga Jenis Eksplan Kenaf

Kalus yang dihasilkan merupakan tipe kalus friable atau remah yang dicirikan oleh struktur kalus yang remah. Warna kalus coklat muda dan kalus tumbuh dari bagian eksplan yang dipotong atau dilukai. Gambar 7 menunjukkan kalus dari tiga jenis eksplan pucuk, pucuk dengan kotiledon, dan kotiledon.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

pucuk pucuk dengan

kotiledon kotiledon P er se nt as e (% ) R at a- R at a E k spl an B er k al us Jenis Eksplan

Gambar 7. Ka Puc Pembentukan ka dengan konsentrasi ti bahwa kalus muncul p media MS dengan pena (0.1, 0.3, 1.0, dan 3.0 (1999) melaporkan ba menggunakan eksplan pada 2 MST. A B C

Kalus yang Terbentuk pada Kultur Kenaf da Pucuk, (B) Kotiledon, (C) Pucuk dengan Kotile n kalus pada tanaman dikotil memerlukan auks

i tinggi. McLean, Lawrence, dan Reichert (1992) ul pada 4 MST dari eksplan internoda batang m penambahan zat pengatur tumbuh NAA/BAP da n 3.0 mg/l). Lebih lanjut Purwati, Sudjindro,

bahwa media MS + 0.5 mg/l NAA + 2 mg plan kotiledon beserta plumulanya mampu me

A

B

C

dari Eksplan: (A) otiledon.

uksin dan sitokinin 1992) melaporkan g muda kenaf pada dan 2.4-D/kinetin o, dan Sudarmadji mg/l BAP dengan enginduksi kalus

Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Dalam keadaan in vivo, kalus pada umumnya terbentuk dari bagian luka akibat serangan infeksi mikroorganisme: Agrobacterium tumifaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stres (George & Sherrington, 1984 dalam Gunawan, 1988).

Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkima yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur in vitro, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril, didalam media yang mengandung auksin dan terkadang sitokinin. Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman. Organ tanaman yang berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon, dan batang muda, merupakan bagian yang mudah untuk mengalami proses dediferensiasi dan menghasilkan kalus.

Pembentukan Tunas Adventif

Tunas adventif kenaf dari eksplan pucuk mulai terbentuk pada 11 MST pada semua perlakuan kecuali 0.5 mg/l 2.4-D + tanpa BAP, 0.5 mg/l 2.4-D + 2.0 mg/l BAP, 0.5 mg/l 2.4-D + 4.0 mg/l BAP, 1.0 mg/l 2.4-D + tanpa BAP, 1.0 mg/l 2.4- D + 2.0 mg/l BAP, 1.0 mg/l 2.4-D + 4.0 mg/l, tetapi tunas adventif terbentuk pada 12 MST pada perlakuan 1.0 mg/l 2.4-D + 8.0 mg/l BAP.

Tunas adventif kenaf dari eksplan pucuk dengan kotiledon mulai terbentuk pada 15 MST dari perlakuan kontrol, sedangkan pada perlakuan tanpa 2.4-D + 2.0 mg/l BAP, tanpa 2.4-D + 4.0 mg/l BAP, tanpa 2.4-D + 8.0 mg/l BAP, tanpa 2.4-D + 10.0 mg/l BAP, 0.5 mg/l 2.4-D + 4.0 mg/l BAP, dan 0.5 mg/l 2.4-D + 10.0 mg/l BAP tunas adventif mulai terbentuk 11 MST. Pengaruh zat pengatur tumbuh 2.4-D dan BAP terhadap waktu muncul tunas adventif kenaf disajikan pada Gambar 8.

Keterangan :

A = 2.4-D (A0 = 0.0 mg/l, A1 = 0.5 mg/l, A2 = 1.0 mg/l)

S = BAP (S0 = 0.0 mg/l, S1 = 2.0 mg/l, S2 = 4.0 mg/l, S3 = 8.0 mg/l, S4 = 10.0 mg/l)

Gambar 8. Pengaruh 2.4 D dan BAP terhadap Waktu Muncul Tunas Adventif pada Kenaf Secara In vitro

Dokumen terkait