• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4.1 Pengertian Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan cair yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukakn sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang akan diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kelarutan dan stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap suhu, udara, cahaya, dan logam berat (Depkes RI, 2000).

Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari zat aktif dan seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan.

2.4.2 Cara Pembuatan Ekstrak

Proses ekstraksi (pembuatan ekstrak) terdiri atas beberapa tahap, yaitu: 1. Pembuatan serbuk

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia yang kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu.

2. Cairan pelarut

Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut : selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, keamanan. 3. Separasi dan pemurnian

Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur, sentrifugasi, dekantasi, dan filtrasi.

4. Pemekatan / penguapan (vaporasi dan evaporasi)

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solute (senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental/pekat.

5. Pengeringan ekstrak

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan serbuk, masa kering-rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan.

6. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000).

2.4.3 Metode Ekstraksi

Ada dua cara ekstraksi, yaitu : a. Cara dingin

1) Cara maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian dari maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstrak dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang.

b. Cara panas 1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biasanya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga terbentuk proses ekstraksi sempurna.

2) Soklet

Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang baru, secara umum dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum pada temperature 40-50°C.

4) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih (96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5) Dekok

Dekok adalah infuspada waktu yang lebih lama(>30°C) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.4.4 Parameter Ekstrak

Parameter non spesifik ekstrak terdiri dari: a. Susut pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen (%). Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10 %.

b. Kadar air

Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan. Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Nilai untuk kadar air sesuai dengan yang tertera dalam monografi.

c. Kadar abu

Untuk penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga hanya tersisa unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai untuk kadar abu sesuai dengan yang tertera dalam monografi (Depkes RI,2000 ).

2.5 Kanker

2.5.1 Pengertian Kanker

Kanker atau neoplasma merupakan massa jaringan abnormal dengan pertumbuhan berlebihan, tidak berkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal, dan tetap tumbuh secara berlebihan setelah stimulus yang menimbulkan perubahan tersebut berhenti (Robbins dan Kumar, 1995). Sel kanker akan menyusup ke jaringan sekitarnya (invasif), lalu bermetastasis ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan getah bening (Dalimartha, 2001). Sifat umum dari kanker adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan berlebihan umumnya membentuk tumor.

2. Gangguan diferensasi dari sel dan jaringan mirip jaringan mudigah. 3. Bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan di dekatnya (perbedaan

pokok dengan jaringan normal)

4. Bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan pertumbuhan baru;

5. Memiliki acquired heredity, yaitu keturunan sel kanker juga dapat menimbulkan kanker.

6. Pergeseran metabolisme ke arah pembentukan makromolekul dari nukleosida dan asam amino dan peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel. (Farmakologi dan terapi ed. 2 FKUI 1980)

Kanker dibedakan menurut jaringan tempatnya berasal yaitu adenoma (benjolan maligne pada kelenjar), limfoma (kanker pada kelenjar limfe), sarkoma (kanker dari pembuluh darah, jaringan ikat, otot

atau tulang), leukimia (kanker yang berhubungan dengan produksi leukosit abnormal), myeloma (kanker pada sumsum tulang), carcinoma (kanker pada kelenjar) dan melanoma (kanker pada kulit) (Tjay, 2002).

Penyebab yang dapat merangsang pembentukan kanker, diantaranya (Dalimartha, 2001):

a. Senyawa kimia (karsinogen), seperti zat pewarna, pengawet, merkuri, dll.

b. Faktor fisika, misalnya radioterapi agresif (radiasi sinar pengion). c. Virus, contoh: virus hepatitis B dan C penyebab hepatis kronis,

Humam Papilloma Virus (HPV) penyebab kanker serviks, dll.

d. Hormon, pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat menimbulkan kanker seperti payudara, rahim, indung telur dan prostat.

e. Faktor genetis, dapat terjadi apabila individu memiliki gen rusak yang diwariskan secara genetis dari orang tuanya.

Kanker dapat terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu (Miller, 2008):

Fase inisiasi, terjadi kerusakan secara langsung dalam bentuk terjadinya mutasi pada DNA dalam sel. Kerusakan akan terbawa pada sel anak yang dihasilkan dari pembelahan oleh sel-sel.

Fase promosi, terjadi perkembangbiakan pada sel yang rusak, hal ini terjadi ketika sel-sel yang mengalami mutasi itu terkena zat karsinogen yang mendorong terjadinya pembelahan secara cepat.

Fase progresi, gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA mengakibatkan mitose dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Tumor menjadi manifes.

Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pembedahan, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, pengobatan dengan hormon serta tumbuhan obat, simplisia dari binatang dan mineral lainnya (Dalimartha, 2001).

2.5.2 Kanker Serviks

Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks.Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya.Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. (Desen, 2008)

Faktor risiko yang merupakan pencetus kanker serviks, antara lain (Rasjidi, 2007):

d. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV), yang termasuk golongan papovavirus yaitu virus DNA bersifat mutagen memiliki ukuran 55 nm. Tipe HPV antara lain 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, diperkirakan masih banyak beberapa tipe lain. Di Indonesia tipe virus risiko tinggi

penyebab kanker adalah tipe 16, 18 dan 52. Tipe ini menimbulkan lesi rata dan tidak terlihat sedangkan tipe risiko rendah menimbulkan pertumbuhan seperti jengger ayam pada tipe HPV 6 dan 11 (Aziz, 2006).

e. Berganti-ganti mitra seks dan usia saat melakukan hubungan seks yang pertama dibawah umur 15 tahun.

f. Merokok, asap rokok bersifat karsinogen dan mutagen.

g. Defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, E, beta karoten dihubungkan dengan risiko kanker serviks.

1. Gejala dan Tanda Kanker Serviks (Buku Acuan Nasional

Dokumen terkait