• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekstraksi dan Identifikasi Likopen pada Ekstrak Tomat

Ekstrak tomat yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari tomat segar yang dihaluskan, dimana sebelumnya tomat tersebut dibuang bagian bijinya atau bagian berlendir dari tomat tersebut. Tomat yang sudah bersih diekstraksi secara maserasi dengan etil asetat serta didiamkan di dalam lemari pendingin selama dua hari. Setelah dua hari ekstrak tersebut disaring dengan menggunakan saringan sehingga tidak ada tomat yang ikut terbawa. Hasil saringan pun disaring kembali dengan corong Buchner yang diberi kertas saring dan menggunakan vakum, tujuannya adalah agar tomat yang terbawa saat penyaringan pertama dapat tertinggal di kertas saring dan tidak terbawa masuk. Hasil yang terdapat dalam dalam tabungBuchnerdimasukkan ke dalam corong pisah untuk dipisahkan antara fase air dan fase minyak, dimana fase air (bawah) dibuang sedangkan fase minyak (atas) akan diambil, dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan dievaporasi menggunakanvacuum rotary evaporator

pada suhu 70°C hingga tidak ada pelarut yang menetes dan menjadi ekstrak kental.

Gambar 3. Ekstrak kental tomat

Ekstrak kental ditimbang dan dicampur hingga homogen dengan bahan tambahan yaitu talkum dengan perbandingan 1 : 5, dimana 1 untuk bobot ekstrak sedangkan 5 untuk bobot talkum. Talkum digunakan agar ekstrak kental menjadi berbentuk serbuk.

Gambar 4. Ekstrak tomat kering

Dari ekstraksi yang dilakukan, didapat rendemen ekstraksi yang tidak terlalu banyak dari tiap proses ekstraksi. Hal ini dikarenakan ekstraksi yang terjadi tidak sempurna, karena pelarut yang digunakan tidak dapat menarik semua likopen yang terdapat pada tomat. Rendemen yang dihasilkan terdapat pada tabel V.

Tabel V. Hasil rendemen ekstraksi Buah tomat (gram) Ekstrak kental (gram) Rendemen (%) 1087 945 901 1102 1058 985 966 884 804 1022 980 902 3,5 4,8 5,1 6,1 7,8 8 6,5 6,1 2,4 8,5 3,1 3 0,32 0,51 0,57 0,55 0,74 0,81 0,67 0,69 0,30 0,83 0,32 0,33

2. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Uji Semprot DPPH

Uji antioksidan ini merupakan uji kualitatif untuk melihat bahwa ekstrak yang dihasilkan mempunyai efek sebagai antioksidan. Metode ini didasarkan pada kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen. Prinsip kerja dari metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) ini adalah berdasarkan adanya senyawa antioksidan (RH) akan mendonorkan hidrogen (H) pada DPPH dengan bereaksi dengan antioksidan, maka absorpsi DPPH akan berkurang ditandai perubahan warna radikal bebas DPPH yang berwarna ungu menjadi kuning pucat (Manian dkk., 2008).

Berikut ini dapat dilihat resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan pada gambar 5:

Gambar 5. Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan (Prakash, 2001)

Ekstrak cair yang sudah didapat pun diletakkan di atas kertas

Whattman dan kemudian disemprot dengan larutan DPPH 0,2% hingga terjadi perubahan warna dari ungu pekat menjadi kuning pucat. Adanya aktivitas antioksidan dari sampel dapat dilihat dengan adanya perubahan warna pada larutan DPPH yang semula ungu pekat menjadi kuning pucat (Andayani dkk., 2008).

Gambar 6. Sesaat setelah disemprot DPPH (kiri) dan beberapa saat setelah disemprot DPPH (kanan)

Dari penelitian dibuktikan bahwa bahwa ekstrak yang dihasilkan memiliki aktivitas antioksidan, terbukti adanya perubahan warna dari ungu menjadi kuning setelah disemprot menggunakan DPPH 0,2%.

B. Pembuatan Krim

Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim juga merupakan suatu sistem emulsi yang stabilitasnya ditentukan oleh elastisitas emulgator dari lapisan tipis batas antar muka. Banyak emulgator yang memberikan lapisan tipis yang sangat stabil dan dapat menyalut droplet. Jika terdapat droplet yang bersentuhan, maka lapisan tipis tersebut akan memberi perlindungan untuk menghindari penggabungan antar droplet.

Pada dasarnya setiap sediaan farmasi terdiri dari zat aktif dan eksipien-eksipiennya. Zat aktif yang digunakan dalam formulasi krim ekstrak tomat ini adalah ekstrak buah tomat. Di dalam tomat terdapat senyawa karotenoid yang menjadikan tomat berwarna merah, yaitu likopen. Likopen berpotensi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Likopen juga dapat berinteraksi dengan Reactive Oxygen Species(ROS) seperti H2O2dan NO2(Luet al., 1995).

Pada penelitian ini dilakukan orientasi untuk menentukan komposisi Tween 80 dan PEG 4000 yang digunakan untuk optimasi.

Gambar 7. Grafik orientasi pengaruh jumlah Tween 80 terhadap viskositas krim

Gambar 8. Grafik orientasi pengaruh jumlah Tween 80 terhadap ukuran droplet krim

Pada gambar 7 dan 8 dapat diketahui bahwa pada jumlah Tween 80 sebanyak 3, 5 dan 7 gram memberikan efek yang besar terhadap viskositas krim dan jumlah Tween 80 sebanyak 3, 5, 7 dan 11 gram memberikan efek yang besar terhadap ukuran droplet krim. Oleh karena itu, didapat daerah irisan dari kedua grafik tersebut, yakni antara 3 gram dan 7 gram. Pada daerah tersebut juga sudah memenuhi viskositas yang diinginkan (60-150 d.Pa.s) serta ukuran droplet yang

0 50 100 150 200 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Vis k o sit a s (d .P a .s ) Jumlah Tween 80 (g)

Pengaruh Tween 80 terhadap

Viskositas Krim

0 10 20 30 40 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Uk u r a n d r o p le t ( μ m ) Jumlah Tween 80 (g)

Pengaruh Tween 80 terhadap

Ukuran Droplet Krim

diinginkan (30-50µm), sehingga dipilih level rendah Tween 80 sebesar 3 gram dan level tingginya sebesar 7 gram. Tween 80 pada formulasi sediaan krim ini berfungsi sebagai surfaktan yang akan meminimalkan energi permukaan dari droplet yang terbentuk.

Polietilenglikol (PEG) 4000 dalam formulasi sediaan krim pada penelitian ini digunakan sebagai basis karena proses pembuatan sediaan menggunakan metode peleburan yang umumnya lebih mudah dalam penggunaan PEG 4000. Kelarutan PEG 4000 pun baik di dalam air sehingga cocok untuk tipe sediaan krim yang akan dibuat yaitu tipe m/a.

Gambar 9. Grafik orientasi pengaruh jumlah PEG 4000 terhadap viskositas krim 0 20 40 60 80 100 120 140 0 2 4 6 8 10 12 Vis k o sit a s (d .P a .S ) Jumlah PEG 4000 (g)

Pengaruh PEG 4000 terhadap

Viskositas Krim

Gambar 10. Grafik orientasi pengaruh jumlah PEG 4000 terhadap ukuran droplet krim

Pada gambar 9 dan 10 dapat diketahui bahwa pada jumlah PEG 4000 2, 4 dan 6 gram memberikan efek yang besar terhadap viskositas krim dan jumlah PEG 4000 sebesar 2, 4 dan 6 gram memberikan efek yang besar pada ukuran droplet krim. Oleh karena itu, didapat daerah irisan dari kedua grafik tersebut, yakni antara 2 gram dan 6 gram. Pada daerah tersebut juga sudah memenuhi viskositas yang diinginkan (60-150 d.Pa.s) serta ukuran droplet yang diinginkan (30-50µm), sehingga dipilih level rendah PEG 4000 sebesar 2 gram dan level tingginya sebesar 6 gram.

Krim yang dibuat pada penelitian terdiri dari dua fase, yaitu fase minyak yang terdiri dari asam stearat, sedangkan fase air terdiri dari PEG 4000, Tween 80, nipagin, propilen glikol serta triethanolamin. Kedua fase ini secara terpisah dipanaskan di atas waterbath pada suhu 70°C. Pemanasan ini bertujuan untuk melelehkan asam stearat sebagai fase minyak, sehingga memudahkan pencampuran dengan fase air. Sementara PEG 4000 pada fase air dipanaskan terlebih dahulu karena memiliki bentuk padat sehingga membutuhkan pemanasan

25.0000 27.0000 29.0000 31.0000 33.0000 35.0000 0 2 4 6 8 10 12 Uk u r a n d r o p le t ( μ m ) Jumlah PEG 4000 (g)

Pengaruh PEG 4000 terhadap

Ukuran Droplet Krim

yang lebih lama dibanding fase air lainnya. Setelah PEG 4000 meleleh, barulah fase air lainnya dimasukkan dan dihomogenkan. Selain untuk mempermudah pencampuran, pemanasan juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara fase air dan fase minyak sehingga emulsi yang terbentuk baik.

Setelah semua bahan leleh dan kedua fase mempunyai suhu yang sama, campuran tersebut dicampur dengan mixer ke dalam mortir yang telah dihangatkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perubahan suhu yang mendadak (thermal shock) yang dapat menyebabkan asam stearat membeku kembali dan mengurangi homogenitas dari krim.

Asam stearat pada fase minyak akan bereaksi dengan TEA yang bersifat basa larut air, sehingga akan terjadi reaksi penyabunan yang menghasilkan garam/sabun amin yaitu trietanolaminstearat (Voigt, 1994). Sabun trietanolamin-stearat ini akan berfungsi sebagai emulgator yang akan menyelubungi droplet-droplet fase minyak sehingga dapat didispersikan ke dalam fase air dan terbentuk sistem emulsi.

Pembuatan krim pada penelitian ini dilakukan dengan pengadukan menggunakan mixer. Hal ini bertujuan supaya pengadukan yang terjadi konstan dan kontinyu karena pengadukan yang demikian akan membuat emulsi yang terbentuk stabil, yang ditandai salah satunya adalah dengan tidak terjadi pemisahan fase (Young, 1972).

Setelah kedua fase tersebut dicampur dan telah terbentuk basis krim, ekstrak padat tomat dicampur dan dihomogenkan kembali dengan mixer. Pada

formula ini, ekstrak kering yang ditambahkan sebanyak 6 gram, dimana mengandung 1 gram ekstrak kental di dalamnya.

C. Uji HET-CAM

Uji Hen’s Egg Test-Choriollantoic Membrane (HET-CAM) ini bertujuan untuk mendapatkan informasi efek yang terjadi pada conjunctivakarena pemaparan zat uji dengan menggunakan embrio ayam.

CAM merupakan membran vaskular respirasi yang mengelilingi perkembangan embrio unggas, tersusun atas lapisan ektodermal, lapisan mesodermal dan lapisan endodermal. Pada lapisan ektodermal terdiri atas epitelium yang berupa dua atau tiga inti sel. Lapisan mesodermal terdiri atas jaringan penghubung, ground subtances, dan pembuluh darah yang bercabang dari arteri dan venaembrio-allantoic.

Denaturasi yang ditunjukkan sebagai koagulasi digunakan sebagai indikator efek pada sel dalam CAM. Perubahan pada pembuluh darah CAM dimaksudkan untuk memprediksi keseluruhan toksisitas dan kerusakan

conjunctiva pada mata (Anonim, 2006).

Uji kontrol negatif dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% berguna dalam uji HET-CAM untuk menunjukkan ada tidaknya perubahan yang spesifik pada akhir pengujian, serta untuk memastikan bahwa kondisi assay tidak mengakibatkan respon iritasi. Uji lainnya yang digunakan adalah uji kontrol positif dengan menggunakan larutan NaOH 0,1N. Uji kontrol positif ini bertujuan untuk mengidentifikasi iritasi yang terjadi saat pemberian larutan. Kedua uji ini

secara langsung diberikan pada membran chorioallantoic (CAM) (Anonim, 2006).

Telur yang diguanakan pada uji HET-CAM ini merupakan telur ayam kampung yang telah memiliki embrio (kira-kira berumur 8-12 hari). Bagian telur yang memiliki rongga udara dilubangi hingga terlihat bagian membrannya, yang kemudian membran tersebut akan diberi larutan NaOH 0,1N sebanyak 0,3ml, larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,3 ml serta krim ekstrak tomat yang telah dibuat sebanyak 0,3 gram.

Gambar 11. Anatomi embrio telur berumur 10 hari (Grimes, 2002) Telur yang telah diberi perlakuan kontrol positif, kontrol negatif serta krim ekstrak tomat, lalu diamati selama 300 detik mulai dari awal perlakuan hingga akhir.

Gambar 12. Hasil pemberian NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif selama 300 detik

Berdasarkan gambar 12, pemberian kontrol negatif berupa NaCl 0,9% tidak menunjukkan perubahan pembuluh darah, yang berarti tidak terjadi iritasi.

Gambar 13. Hasil pemberian NaOH 0,1N sebagai kontrol positif selama 300 detik

Pemberian NaOH 0,1N sebagai kontrol positif memberikan efek iritasi yang ditunjukkan dengan perubahan pembuluh darah berupa hemoragi dan lisis. Hemoragi ditunjukkan dengan timbulnya warna merah di dalam membran, sedangkan lisis adalah pecahnya pembuluh darah.

Formula 1 Formula a

Formula b Formula ab

Setelah pemberian perlakuan pada membran chorioallantoic

selanjutnya dihitung irritation score masing-masing perlakuan yang ditunjukkan pada tabel VI.

Tabel VI. Hasilirritation scoreuji HET-CAM

No. Perlakuan telur Htime(detik) Ltime(detik) Ctime(detik) IS 1 Kontrol Negatif (NaCl 0,9%) >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 2 Kontrol Positif (NaOH 0,1N) 20 125 >300 8,627 12 125 >300 8,923 5 94 >300 9,763 3 Krim Formula 1 >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 4 Krim Formula a >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 5 Krim Formula b >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 6 Krim Formula ab >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 >300 >300 >300 0 Keterangan:

1. Htime= waktu hemoragi (detik) 2. Ltime= waktu lisis (detik) 3. Ctime= waktu koagulasi (detik) 4. IS =Irritation Score

( )

x 5 +( ) 7 + ( ) 9

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kontrol negatif berupa NaCl 0,9% yang digunakan tidak memberikan efek iritasi. Kontrol positif (NaOH 0,1N) menyebabkan hemoragi pada waktu yang cepat yaitu 5 detik. Hal ini menunjukkan jika NaOH 0,1N sangat poten sebagai agen pengiritasi. Hemoragi

ditunjukkan dengan adanya perubahan di sekitar membran menjadi merah. Perubahan warna menjadi merah ini dikarenakan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah akibat adanya vasodilatasi atau pecahnya pembuluh darah kecil di sekitar pembuluh darah besar. Setelah 20 detik muncul suatu perubahan yaitu pecahnya pembuluh darah besar yang akhirnya hilang. Peristiwa ini merupakan peristiwa lisis pembuluh darah. Pemberian krim F1, Fa, Fb, dan Fab menunjukkan bahwa tidak terjadi iritasi, karena tidak terjadi hemoragi, lisis serta koagulasi.

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan Krim 1. Uji Organoleptis dan pH

Uji organoleptis ini dilakukan dengan mengamati warna dan bau dari sediaan krim yang dibuat, sedangkan uji pH dilakukan dengan menggunakan

pH stick.

Tabel VII. Data uji organoleptis dan uji pH

Kriteria F1 Fa Fb Fab Warna Putih-Orange Putih-Orange Putih-Orange Putih-Orange Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau pH 6 6 6 6

Hasil pengamatan organoleptis dan pH pada setiap formula relatif sama. Penampilan fisik krim berwarna putih-orange dan bau yang tidak menyengat diharapkan dapat diterima oleh pasien. pH memenuhi pH kulit yakni antara 5-6,5, sehingga tidak mengiritasi kulit (Heather dan Adam, 2012).

2. Uji Daya Sebar

Daya sebar merupakan karakteristik yang penting dalam sebuah sediaan topikal dan bertanggungjawab terhadap penghantaran obat ke tempat aksi, kemudahan penggunaan, ekstrudabilitas dari kemasan dan paling penting adalah penerimaan oleh pasian (Garg et al., 2002). Daya sebar merupakan kemampuan suatu sediaan untuk menyebar saat diaplikasikan pada kulit. Garg

et al. (2002) juga menyatakan bahwa daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan. Pada penelitian kali ini tidak dapat dibuktikan bahwa daya sebar dengan viskositas berbanding terbalik. Hal ini disebabkan sediaan yang diformulasikan berbentuk krim, sehingga viskositas sediaan seharusnya tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu kental, karena akan sulit dalam penggunaannya. Sediaan topikal yang ideal diharapkan memiliki nilai daya sebar yang tidak terlalu besar maupun terlalu kecil, yaitu 5-7 cm.

Tabel VIII. Data uji daya sebar (x̄± SD) krim setelah 48 jam penyimpanan Formula Daya Sebar (cm)

1 5,48 ± 0,07

a 5 ± 0,11

b 5 ± 0,34

ab 4,42 ± 0,88

Dari tabel VIII diketahui bahwa daya sebar yang didapat berada pada range daya sebar yaitu 5-7 cm, hal ini menunjukkan bahwa krim termasuk sediaan semifluid karena memiliki daya sebar 5-7 cm (Garget al., 2002).

3. Uji Viskositas

Uji viskositas suatu sediaan semi solid diperlukan untuk melihat sifat alir dari sediaan tersebut karena sediaan tersebut diaplikasikan untuk kulit dan viskositas dari suatu produk dapat mengindikasikan perubahan stabilitas fisik dari produk tersebut (Heather dan Adam, 2012).

Pengamatan viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan krim. Hal ini dimaksudkan agar krim yang dibuat sudah membentuk sistem yang stabil yaitu tidak terpengaruh oleh suhu maupun pengadukan saat pembuatan. Range viskositas yang dikehendaki dari penelitian ini adalah 60-150d.Pa.s. penentuan rentang viskositas ini didasarkan pada orientasi peneliti, dimana pada viskositas 60 d.Pa.s tidak terlalu encer dan pada viskositas 150 d.Pa.s tidak terlalu kental.

Tabel IX. Uji viskositas (x̄± SD) krim setelah 48 jam penyimpanan Formula Viskositas(d.Pa.s)

1 70 ± 10

a 110 ± 10

b 130 ± 10

ab 130 ± 10

Hasil pengukuran viskositas pada tabel IX menunjukkan bahwa semua formula setelah 48 jam penyimpanan masuk range vikositas yang diinginkan.

Pengukuran viskositas juga dilakukan kembali setelah 1 bulan penyimpanan dan pada setiap minggunya untuk melihat profil viskositas dan pergeseran viskositasnya. Pergeseran viskositas yang diinginkan adalah kurang dari 10%.

Gambar 15. Grafik viskositas krim tiap minggu

Tabel X. Persentase pergeseran viskositas (d.Pa.s) krim Formula % Pergeseran Viskositas 1 27,18 ± 16,35 a 17,58 ± 10,95 b 22,97 ± 2,09 ab 24,14 ± 7,09

Secara umum, dari gambar 15 dapat dilihat bahwa keempat formula memiliki profil sifat alir yang relatif sama, yakni pseudoplastis. Pada sifat alir pseudoplastis, viskositas sediaan berkurang dengan adanya shearing stress.

Selain itu, setelah minggu ke-3 semua formula juga memiliki viskositas yang relatif stabil. Pada tabel X juga dapat diketahui bahwa semua formula tidak memenuhi persyaratan pergeseran viskositas, karena persyaratan pergeseran viskositas yaitu kurang dari 10%, sehingga dapat dikatakan bahwa stabilitas keempat formula tidak baik.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 1 2 3 4 Vis k o sit a s (d .P a .s )

Waktu penyimpanan (minggu)

formula 1 formula a formula b formula ab

4. Uji Distribusi Ukuran Droplet

Stabilitas krim dapat dilihat dari gambaran ukuran droplet selama kurun waktu penyimpanan. Kondisi yang stabil dan ideal adalah tidak terjadi perubahan ukuran droplet ke arah yang lebih besar. Uji mikromeritik ini diharapkan dapat diketahui ukuran partikel dari droplet krim ekstrak tomat. Pengukuran partikel ini dilakukan sebanyak 500 buah partikel. Ukuran partikel untuk sediaan topikal sebaiknya seragam dan mempunyai ukuran partikel yang kecil sehingga tidak mengiritasi kulit saat diaplikasikan. Sebelum dilakukan pengukuran terlebih dahulu dilakukan kalibrasi terhadap mikroskop yang digunakan dan didapatkan 5,33 untuk hasil kalibrasi.

Tabel XI. Persentase perubahan ukuran droplet (µm) krim

Formula % Perubahan ukuran droplet 1 30,37± 2,80 a 6,60 ± 2,29 b 13,43 ± 1,95 ab 17,85 ± 1,65

Dari tabel XI, dapat dilihat bahwa terjadi perubahan ukuran droplet saat penyimpanan 48 jam dan penyimpanan 1 bulan pada formula krim yang dibuat pada penelitian ini.

Tabel XII. Hasil signifikansi (p-value) hari ke-2 dan hari ke-30

Keterangan F1 (p) Fa (p) Fb (p) Fab (p) Signifikansi (2 tailed) taraf kepercayaan 95% = 0,05 0,008414 0,03243 0,008467 0,003834

Hal ini juga dibuktikan dengan hasil uji statistik paired T-test yang ditunjukkan dalam tabel XII. Dari tabel XII didapat p-value formula 1, a, b dan

ab untuk hari ke-2 dan hari ke-30 berbeda signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran droplet tidak stabil karena terjadi perubahan ukuran ke arah yang lebih kecil sehingga menyebabkan sistem emulsi tidak stabil pada formula 1, a, b dan ab.

5. Uji Tipe Emulsi

Pengujian tipe krim dengan metode warna menggunakan methylen blue, dimana fase kontinyu terlihat berwarna dan fase terdispersi tidak berwarna. Dari gambar terlihat bahwa krim merupakan tipe m/a. Hal ini terkait dengan sifat methylen blue yang larut air. Penambahan methylen blue

menyebabkan fase air berwarna dan fase minyak tidak berwarna seperti ditunjukkan pada gambar 16.

Formula 1 Formula a

Formula b Formula ab

Gambar 16. Hasil pengujian mikroskopik tipe krim tiap formula (perbesaran 40x)

E. Efek Penambahan PEG 4000 dan Tween 80 serta Interaksinya dalam

Dokumen terkait