• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT PERNYATAAN

DAFTAR LAMPIRAN

C. EKSTRAKSI DAN DESORPS

Ektraksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk setiap proses dimana komponen-komponen (zat) dalam suatu bahan berpindah ke dalam cairan lain (pelarut). Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950).

Metode yang digunakan untuk mengeluarkan satu komponen campuran dari zat padat atau cair dengan bantuan zat cair pelarut dapat digolongkan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah leaching atau ekstraksi zat padat (solid extraction), dan digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut. Kategori kedua adalah ekstraksi zat cair (liquid extraction), yang digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur (McCabe dan Smith, 1974).

Desorpsi adalah peristiwa pelepasan kembali bahan yang telah diserap oleh adsorben (Kirk dan Othmer, 1963). Fenomena terlepasnya solute dari adsorben oleh pelarut karena tendensi kelarutannya disebut elusi (non protonic solvent), selain itu terjadi juga fenomena displacement (penggeseran tempat), karena

adanya kompetisi adsorben solut dan pelarut terhadap adsorben (protonic solvent, seperti alkohol) (Adnan, 1997).

D. PELARUT

Pelarut yang biasa digunakan untuk mengekstrak lemak adalah golongan alkohol (metanol, etanol, isopropanol, n-butanol), aseton, asetonitril, eter (dietil eter, isopropil eter, dioksan, tetrahidrofuran), halokarbon (kloroform, diklorometana), hidrokarbon (heksana, benzena, sikloheksana) atau campuran dari pelarut-pelarut tersebut (Shahidi dan Wanasundara, 2002). Pelarut yang mempunyai gugus hidroksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk pelarut polar sedangkan senyawa hidrokarbon termasuk ke dalam pelarut non polar. Urutan tingkat kepolaran berdasarkan Gritter et al. (1991) adalah sebagai berikut.

Hidrokarbon (heksana, eter)

Toluen

Kloroform

Aseton Polaritas semakin meningkat

Isopropanol Etanol Air

Tingkat kepolaran juga dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektriknya. Pelarut non polar memiliki konstanta dielektrik yang rendah, sebaliknya pelarut polar memiliki konstanta dielektrik yang tinggi. Heksana termasuk pelarut non polar memiliki konstanta dielektrik 1,89. Etanol dan metanol termasuk pelarut polar dengan konstanta 24,30 dan 32,63 sedangkan aseton dan isopropanol termasuk pelarut semi polar dengan konstanta dielektrik 20,7 dan 18,3 (Weast dan Astle, 1982). Jenis kepolaran pelarut ditunjukkan dengan nilai konstanta dielektrik yang dimiliki pelarut. Konstanta dielektrik dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 4.

11 Tabel 4. Konstanta dielektrik setiap pelarut

Konstanta dielektrik Nama zat pelarut

1,890 Petroleum ringan (petroleum eter, heksana, heptana)

2,023 Sikloheksana 2,238 Kabon tetraklorida, Trikloroetilen, Toluen

2,284 Benzena, Diklorometana 4,806 Kloroform 4,340 Etil eter 6,020 Etil asetat 20,700 Aseton, n.propanol 24,300 Etanol 33,620 Metanol 80,370 Air Sumber : Adnan (1997).

Pemilihan pelarut juga harus mempertimbangkan titik didihnya, dimana pelarut bertitik didih rendah menyebabkan kehilangan (loss) banyak pelarut ketika pengambilan pelarut kembali dan pelarut dengan titik didih tinggi akan lebih sulit dipisahkan dan kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan minyak pada saat pemasakan (Kirk dan Othmer, 1954). Jenis pelarut dan titik didihnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis pelarut dan titik didihnya Jenis Pelarut Titik Didih (oC)

Aseton 56,20 – 56,50

Ethilen dikhlorida 83,50

Etil alkohol (etanol) 78,30 – 78,40

Heksan 68,64 – 69,00

Isopropil alkohol 82,30

Metanol 64,70 – 65,00

Pelarut (eluen) mempunyai peranan penting dalam elusi, yang dapat menentukan baik buruknya pemisahan. Pelarut yang mampu menjalankan elusi terlalu cepat tidak akan mampu melakukan pemisahan yang sempurna (Adnan, 1997).

1. N-heksana

N-heksana digunakan dalam mengekstraksi minyak nabati dari safflower, kedelai daln lain-lain. N-heksana juga digunakan sebagai alcohol denaturant, sebagai cleaning agent pada industri tekstil, furniture dan industri kulit (HSDB, 1995). N-heksana biasa digunakan sebagai bahan pengekstrak karotenoid dari minyak sawit kasar didasarkan atas sifat kelarutan karotenoid. Karotenoid bersifat non polar dan hanya larut dalam pelarut non polar (Mappiratu, 1990). N- heksana merupakan pelarut non polar dan efektif sebagai pelarut lemak dan minyak sehingga cocok untuk melarutkan karotenoid.

Karakteristik fisik dan kimia n-heksana yaitu berupa cairan jernih, dengan rumus molekul C6H14, berat molekul 86,10 dengan densitas sebesar 0,660 g/cm3

pada suhu 20° C, titik didih 68,95 °C, titik cair -95,3 °C, vapor pressure sebesar 150 torr pada suhu 25 °C, tidak larut dalam air namun larut dalam bahan organik, sangat larut pada alkohol, faktor konversi 1 ppm = 3,52 mg/m3 pada suhu 25° C (HSDB, 1995). Menurut Chanrai et al. (2003) minyak hasil recovery dari spent bleaching earth menggunakan n-heksana memiliki kualitas terbaik dibandingkan dengan minyak hasil recovery menggunakan pelarut lain.

2. Isopropanol

Isopropanol (juga isopropil alkohol) adalah nama biasa bagi 2-propanol, sejenis senyawa kimia yang tidak berwarna, mudah terbakar, dan mempunyai bau yang kuat. Ia mempunyai formula kimia CH3CHOHCH3, dan merupakan contoh

paling mudah bagi alkohol sekunder, yaitu karbon dalam alkohol terikat pada dua karbon lain dan merupakan isomer bagi propanol. Rumus molekulnya yaitu C3H8O, 2-propanol merupakan senyawa alkohol yang mudah terbakar dan

13

0

C, titik didih 82-83 0C dalam 1 atm, dan mempunyai sifat larut sempurna dalam air (HSDB, 1995).

Isopropanol memiliki kelarutan yang baik dalam air, etanol, eter, toluen dan aseton (Rose dan Arthur, 1975). Isopropanol memiliki daya larut yang cukup baik terhadap minyak sawit kasar dan larutan hampir mencapai homogen pada suhu 50

o

C (Chu et al., 2004). Dalam proses ekstraksi minyak pada spent bleaching earth, isopropanol menghasilkan rendemen minyak yang tertinggi dibandingkan pelarut lain yang nilainya mencapai 44,2% (Lee et al.,2000).

C. DISTILASI

Distilasi merupakan suatu unit operasi yang bertujuan untuk mengubah suatu cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan (Purwanto, 1995). Unit operasi ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam larutan atau campuran yang tergantung pada distribusi titik didih dari komponen-komponen tersebut (Geankopolis, 1983).

Distilasi dilakukan melalui tiga tahapan utama yaitu: evaporasi, pemisahan uap-cairan di dalam kolom, dan kondensasi dari uap. Evaporasi bertujuan untuk memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan, pemisahan uap-cairan di dalam kolom bertujuan untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil, sedangkan kondensasi dari uap bertujuan untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil (Nainggolan, 2002).

Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen larutan dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komponen cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya yang cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983).

III. METODOLOGI

Dokumen terkait