• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Ekstraksi kuersetin dari sediaan krim

Sebelum menetapkan kadar kuersetin dalam sediaan krim, perlu dilakukan ekstraksi senyawa dari dalam sediaan. Hal ini bertujuan untuk menemukan langkah kerja yang tepat dalam menarik analit dari sampel (krim).

Ekstraksi merupakan bagian dari preparasi sampel untuk memperoleh selektivitas (Christian 2004), sehingga didapatkan senyawa yang diinginkan seoptimal mungkin. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair dengan menggunakan 2 jenis cairan yang tidak saling campur. Teknik ini dipilih karena dapat memisahkan senyawa dengan cepat.

Krim dalam penelitian ini merupakan bentuk sediaan yang diformulasi sebagai emulsi minyak dalam air. Krim terdiri dari dua fase, yaitu fase air dan fase minyak yang dengan bantuan emulgator akan membentuk sistem emulsi. Di alam, flavonoid biasanya terikat pada gula yang menyebabkan glikosida flavonoid tersebut bersifat relatif polar dan dapat larut dalam air. Analit dalam percobaan adalah kuersetin yang merupakan golongan flavonoid. Kuersetin merupakan aglikon flavonoid dan tidak terikat pada gulanya. Bentuk glikosida flavonoid akan larut dalam air (Bruneton, 1999), sedangkan kuersetin tidak larut dalam air (Budavari, 1989). Berdasarkan kelarutannya, maka kuersetin akan berada dalam fase minyak pada sediaan krim.

Kuersetin yang akan ditetapkan kadarnya pada penelitian ini adalah baku kuersetin dengan kadar 200 ppm yang ditambahkan ke dalam basis krim. Penambahan baku kuersetin dilakukan pada basis krim yang sudah diformulasi

agar jumlah kuersetin yang akan diekstraksi diketahui secara tepat. Basis krim dan larutan baku kuersetin ini kemudian akan diproses dan ditetapkan kadarnya secara kolorimetri menggunakan pereaksi AlCl3. Ekstraksi kuersetin dari sediaan krim diawali dengan menambahkan aseton sebanyak 25 ml ke dalam basis krim yang telah diberi larutan baku kuersetin 200 ppm. Penambahan aseton berguna untuk menambah volume sampel sehingga memudahkan untuk proses selanjutnya

1. Tahap pemecahan sediaan krim

Larutan HCl 25 % berfungsi untuk memecah bentuk sediaan krim. Gambar 13 menunjukkan sabun organik (trietanolamin stearat) yang terbentuk dari asam stearat dan trietanolamin. Ion H+ dari HCl akan ditangkap oleh gugus R-COO- menjadi R-COOH, sehingga trietanolaminstearat kembali menjadi trietanolamin dan asam stearat. Rusaknya struktur trietanolaminstearat sebagai emulgator akan mengakibatkan sistem emulsi terpecah menjadi fase air dan fase minyak. C1 7H3 5-C O O -O H C H2 C H2 H N C H2 C H2 O H C H2 C H 2 O H

Gambar13. Struktur trietanolaminstearat, penyabunan dari asam stearat dan trietanolamin

33

2. Tahap hidrolisis glikosida flavonoid

Pada penelitian ini hidrolisis glikosida flavonoid dilakukan menggunakan asam (HCl 25%) untuk memecah glikosida flavonoid menjadi aglikon flavonoid dan gulanya. Dalam penelitian ini, kuersetin sesungguhnya tidak perlu dihidrolisis karena kuersetin sudah berada dalam bentuk aglikonnya. Proses hidrolisis pada penelitian ini hanya dilakukan sebagai model jika akan dilakukan penetapan kadar flavonoid. Flavonoid di alam terdapat dalam bentuk glikosida flavonoid sehingga proses hidrolisis perlu dilakukan. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid oleh asam dapat dilihat pada gambar 14. Heksamin 0,5 % berguna untuk menangkap kelebihan ion H+ dari HCl agar tidak terjadi oksidasi flavonoid oleh HCl.

HO OH O O OH OH O HO OH O O OH OH OH O OH OH OH O OH OH HO H+ HO OH O O OH OH OH O OH OH OH O OH OH HO H2O HO OH O O OH OH OH H + O O HO OH OH OH OH OH OH + H+

Glikosida Flavonoid (rutin)

Gula (rhamnosa) Kuersetin

Gambar 14. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid menjadi gula dan aglikon menggunakan asam

Proses hidrolisis pada penelitian ini dilakukan selama 30 menit pada suhu 70°C. Pada penelitian ini tidak dilakukan optimasi proses hidrolisis (waktu dan suhu hidrolisis) glikosida flavonoid. Markham (1988) menyebutkan bahwa untuk glikosida flavonoid dengan ikatan gula pada 3-O-glikosida, hidrolisis terjadi antara menit ke-8 hingga menit ke-30. Sedangkan glikosida flavonoid dengan ikatan gula pada 4’-O-glikosida, hidrolisis terjadi antara menit ke-2 hingga menit ke-8. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat diasumsikan hidrolisis glikosida flavonoid selama 30 menit sudah cukup mewakili proses hidrolisis ekstrak teh hijau. Prosedur hidrolisis pada penelitian ini mengacu pada prosedur hidrolisis flavonoid yang tertera pada Anonim (2000). Selama proses hidrolisis, di atas labu alas bulat diberi pendingin balik untuk mengembunkan kembali pelarut sehingga (campuran antara aseton dan air) tidak menguap.

3. Ekstraksi cair-cair

Tahap pemurnian dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Pada penelitian ini digunakan pelarut organik etil asetat yang bertujuan untuk mengekstraksi aglikon kuersetin. Etil asetat adalah pelarut yang baik untuk aglikon flavonoid dan dianjurkan dalam proses pemurnian (Robinson 1995). Bentuk gula dari flavonoid akan larut dalam air sehingga hanya aglikonnya saja yang terekstraksi ke dalam fase etil asetat.

Aseton merupakan pelarut yang dapat bercampur dengan air maupun etil asetat. Namun, karena indeks polaritas aseton (5,1) lebih mirip dengan indeks polaritas etil asetat (4,4) dari pada air (9,0), maka dengan prinsip “like dissolves like”, aseton cenderung lebih tertarik pada fase etil asetat daripada air.

35

Fase campuran antara etil asetat dan aseton akan berada di bagian atas, sedangkan fase air akan berada di bagian bawah corong pisah. Hal ini disebabkan karena berat jenis etil asetat (0,989 g/cm3) lebih kecil daripada air (1,000 g/cm3). Etil asetat dan aseton merupakan pelarut yang lebih nonpolar dibanding air, maka kuersetin akan lebih tertarik pada fase etil asetat dan aseton daripada fase air karena kuersetin merupakan aglikon flavonoid yang bersifat relatif nonpolar.

Selain kuersetin, terdapat senyawa penyusun formula krim yang ikut terekstraksi pada fase etil asetat. Senyawa tersebut antara lain asam stearat, cetyl alcohol, metil paraben, dan virgin coconut oil (VCO). Meskipun senyawa tersebut ikut terekstraksi dalam etil asetat, namun tidak mempengaruhi penetapan kadar kuersetin menggunakan pereaksi AlCl3 karena senyawa tersebut tidak memiliki 2 gugus hidroksi pada posisi orto maupun gugus karbonil dan –OH yang berdekatan sehingga tidak dapat bereaksi dengan AlCl3. Senyawa penyusun formula yang larut dalam fase air adalah asam sitrat dan trietanolamin. Ekstraksi dilakukan secara berulang sebanyak 3 kali bertujuan untuk mengefektifkan ekstraksi sehingga analit yang didapat lebih banyak dibanding ekstraksi tunggal.

Fase etil asetat hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring untuk menyaring zat-zat pengotor atau partikel yang mungkin terdapat dalam sediaan krim. Larutan perlu disaring untuk memenuhi syarat pengukuran menggunakan spektrofotometer, yaitu larutan yang hendak diukur harus jernih. Fase etil asetat hasil penyaringan kemudian ditetapkan kadarnya menggunakan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi AlCl3.

Dokumen terkait