• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolometri dengan pereaksi AiCi3.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Validasi penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolometri dengan pereaksi AiCi3."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Khasiat teh untuk kesehatan telah diketahui sejak lama. Salah satu kandungan dari teh yaitu flavonoid memliki aktivitas antioksidan serta memiliki gugus kromofor sehingga dapat dijadikan zat aktif dalam krim sunscreen.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada manipulasi terhadap subjek penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi dan presisi dari penetapan kadar kuersetin dalam krim dengan basis krim yang telah dioptimasi oleh Prasetya (2008). Kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid golongan flavonol yang digunakan sebagai baku atau standar dalam penetapan kadar tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk menetapkan kadar flavonoid dalam sediaan krim dengan kandungan flavonoid teh sebagai senyawa aktif. Kompleks antara AlCl3 dan kuersetin dapat diukur pada

panjang gelombang visibel (427,4 nm).

Parameter validitas metode analisis yang digunakan adalah akurasi dan presisi. Parameter tersebut diperoleh dengan perhitungan recovery dan koefisien variasi (CV). Dari percobaan didapatkan nilai recovery sebesar 89,49 - 96,85 %, koefisien variasi sebesar 3,14%. Dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dengan metode kolorimetri memiliki nilai validitas yang baik.

Kata kunci : validasi, penetapan kadar, kuersetin, krim, akurasi, presisi

(2)

ABSTRACT

Tea effects for health have been known for a long time. Tea contain flavonoid which have antioxidant activity and chromophore so it can be used as active compound in sunscreen cream.

It is non experimental research, because there was no manipulation to the research subject. The aim for this study is to know the accuracy and precision of determination method of quercetin in cream using base cream created by Prasetya (2008). Quercetin is one of flavonoid group that can be used as standard in this experiment. This research is useful as first phase experiment which can be applicated to determine flavonoid concentration in cream that contains tea flavonoid as active compound. The complex between AlCl3 and quercetin can be

measured at visible wavelength (427,4 nm).

Accuracy and precision was used to measure the validity of analysis method. The measurements were obtained from analyzing recovery and Coefficient variance (CV). The result of the recovery was 89,49 - 96,85 %, and the result of coefficient varians was 3.14%. It could be concluded that the determination of quercetin in cream using colometric method has good accuracy and precision

Keyword : validity, determination concentration, quercetin, cream, precision, accuracy

(3)

VALIDASI PENETAPAN KADAR KUERSETIN DALAM SEDIAAN KRIM SECARA KOLORIMETRI DENGAN PEREAKSI AlCl3

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Selvi Indrayani NIM : 048114099

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(4)
(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jika

kita

melakukan

suatu

hal

1-2

kali

itu

baru

mencoba

,

Lebih

dari

2

kali

itu

baru

disebut

berjuang

Karya ini kupersembahkan kepada

Papa & mama yang kucintai

Pipin & W

2

,ooh-oohku yang

kusayangi

Almamaterku

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Selvi Indrayani

Nomor Mahasiswa : 048114099

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Validasi Penetapan

Kadar Kuersetin Dalam Sediaan Krim secara Kolorimetri dengan Pereaksi AlCl3

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memerikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 25 Mei 2008

Yang menyatakan

(Selvi Indrayani)

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua

berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta,

2. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis

selama mengerjakan penelitian ini,

3. Rini Dwi Astuti, S. Farm, Apt., selaku dosen pengampu proyek yang telah

memberi kesempatan pada penulis untuk bergabung dalam proyek ini,

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberi

masukkan yang membangun,

5. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku kepala program studi dan dosen

penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberi masukkan dan

diskusi,

6. Segenap dosen fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberi bekal ilmu kepada penulis,

7. Keluarga besar: Gyu-gyu, Gyumei, Yiyi, Hijong, Devi, dan Kevin yang selalu

mendukung,

(9)

vii

8. Teman-teman proyek “Teh” : Dian ‘Sapi’, Agung, Rinta, Yoyo, Dona, Tere,

Resti, Ika, dan Feri untuk kerja sama dalam tim,

9. Teman-teman kos “Dewi”: Cie Ratih ‘pigem’, Cie Nike, Cie Indah, Cie

Lanny, Cie Lia ‘KKT’, Chika, Novi, Cie Aning, Cie Yohana, Cie Melissa dan

teman-teman 1 kos lainnya, terima kasih untuk kebersamaannya hingga

sekarang,

10.Teman-teman kecilku: Nita, Linda, Happy, Angel, Wina, Novi, Susan A.,

Nana, Belina, Tasia, Bobby yang telah memberikan warna tersendiri dalam

kehidupan penulis,

11.Adi Krisnawan, S.T., yang telah memberi dukungan, nasihat, dan

menunjukkan hal-hal yang baik kepada penulis,

12.Teman-teman kuliah seluruh mahasiswa farmasi USD angkatan 2004

khususnya minat FST yang memberikan keceriaan selama kuliah,

13.Mas Parlan, Pak Prapto, Mas Kunto, Mas Sarwanto, Mas Otok dan segenap

laboran yang telah banyak membantu penulis selama bekerja di laboratoium,

14.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu penulis

mengucapkan terima kasih. Tanpa kalian semua penulis bukanlah siapa-siapa.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan

dalam penulisan skripsi ini mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan

penulis. Penulis terbuka menerima masukkan, saran, dan kritik dari pembaca.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

(10)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Februari 2008

Penulis,

Selvi Indrayani

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI...….... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENGANTAR ...1

A. Latar belakang ...1

B. Perumusan masalah ...3

C. Keaslian karya ...3

D. Manfaat penelitian ... 4

E. Tujuan penelitian ... 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

(12)

A. Krim ... 5

B. Analisis Sediaan Krim ... 6

C. Flavonoid ...7

1. Struktur dan kegunaan flavonoid ... 7

2. Isolasi flavonoid ... 8

3. Kuersetin ... 8

4. Metode kuantifikasi flavonoid ... 9

D. Ekstraksi Cair-cair ... 10

E. Spektrofotometri Visibel ... 11

1. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik...11

2. Analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri visibel ... 11

3. Kolorimetri ... 12

F. Validasi Metode Analisis ... 12

G. Landasan teori ... 14

H. Hipotesis ... 15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

A. Jenis dan rancangan penelitian ...16

B. Definisi operasional ...16

C. Variabel penelitian...16

D. Alat dan bahan penelitian ... 17

E. Tata cara penelitian ...17

1. Pembuatan pereaksi ... 17

2. Pembuatan larutan baku ... 18

(13)

3. Pembuatan blangko ... 19

4. Optimasi metode ... 19

5. Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim ... 20

F. Analisis hasil ... 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Pamilihan baku ... 23

B. Optimasi metode ... 24

1. Penetapan operating time ... 24

2. Penetapan panjang gelombang maksimum ... 26

3. Penetapan kurva baku kuersetin ... 29

C. Ekstraksi kuersetin dari sediaan krim ... 31

1. Tahap pemecahan sediaan krim ... 32

2. Tahap hidrolisis glikosida flavonoid ... 33

3. Ekstraksi cair-cair ... 34

D. Penetapan kadar sampel kuersetin dalam sediaan krim ... 36

E. Analisis validitas penetapan kadar sampel kuersetin dalam sediaan krim.38 1. Akurasi ... 38

2. Presisi ... 39

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

C. Keterbatasan ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(14)

xii

LAMPIRAN ... 45

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria akurasi metode analisis ... 13

Tabel II. Kriteria presisi metode analisis ... 13

Tabel III. Formula basis krim ... 20

Tabel IV. Hasil penetapan panjang gelombang maksimum ... ... 28

Tabel V. Data hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 29

Tabel VI. Data recovery sampel kuersetin dalam sediaan krim ... 38

Tabel VII. Data koefisien variasi sampel kuersetin hasil ekstraksi dari sediaan krim ……… 40

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem emulsi tipe O/W dan W/O ... 5

Gambar 2. Kerangka dasar flavonoid ... 7

Gambar 3. Sistem penomoran flavonoid ... 7

Gambar 4. Struktur golongan flavonol ... 8

Gambar 5. Struktur kuersetin ... 8

Gambar 6. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan flavonol ... 9

Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan flavon ... 10

Gambar 8. Struktur katekin (A) dan struktur kuersetin (B) serta gugus-gugus yang dapat bereaksi dengan AlCl3 ... 24

Gambar 9. Reaksi pembentukan kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 25

Gambar 10. Spektrum pengukuran operating time kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 26

Gambar 11. Spektrum pengukuran panjang gelombang maksimum dari kompleks kuersetin dengan AlCl3 ... 27

Gambar 12. Grafik hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 30

Gambar 13. Struktur trietanolaminstearat, penyabunan dari asam stearat dan trietanolamin ... 32

Gambar 14. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid menjadi gula dan aglikon menggunakan asam ... 33

Gambar 15. Struktur metil paraben (A) dan struktur kuersetin (B) ... 36

Gambar 16. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan kuersetin ... 37

(17)

xv

Gambar 17. Gambar struktur setil alkohol ... 56

Gambar 18. Gambar struktur asam stearat ... 56

Gambar 19. Gambar struktur metil paraben ... 56

Gambar 20. Gambar struktur asam sitrat ... 20

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan kurva baku kuersetin ... 45

Lampiran 2. Perhitungan kadar kuersetin terhitung yang ditambahkan ke dalam

sediaan krim ... 48

Lampiran 3. Perhitungan kadar kuersetin terukur dalam sediaan krim ... 50

Lampiran 4. Perhitungan recovery dan koefisien variasi kadar kuersetin dalam

sediaan krim ... 51

Lampiran 5. Dokumentasi ... 52

Lampiran 6. Tabel toleransi alat-alat gelas ... 54

Lampiran 7. Struktur dan kelarutan komponen penyusun formula basis krim .... 55

(19)

INTISARI

Khasiat teh untuk kesehatan telah diketahui sejak lama. Salah satu kandungan dari teh yaitu flavonoid memliki aktivitas antioksidan serta memiliki gugus kromofor sehingga dapat dijadikan zat aktif dalam krim sunscreen.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada manipulasi terhadap subjek penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi dan presisi dari penetapan kadar kuersetin dalam krim dengan basis krim yang telah dioptimasi oleh Prasetya (2008). Kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid golongan flavonol yang digunakan sebagai baku atau standar dalam penetapan kadar tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk menetapkan kadar flavonoid dalam sediaan krim dengan kandungan flavonoid teh sebagai senyawa aktif. Kompleks antara AlCl3 dan kuersetin dapat diukur pada

panjang gelombang visibel (427,4 nm).

Parameter validitas metode analisis yang digunakan adalah akurasi dan presisi. Parameter tersebut diperoleh dengan perhitungan recovery dan koefisien variasi (CV). Dari percobaan didapatkan nilai recovery sebesar 89,49 - 96,85 %, koefisien variasi sebesar 3,14%. Dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dengan metode kolorimetri memiliki nilai validitas yang baik.

Kata kunci : validasi, penetapan kadar, kuersetin, krim, akurasi, presisi

(20)

ABSTRACT

Tea effects for health have been known for a long time. Tea contain flavonoid which have antioxidant activity and chromophore so it can be used as active compound in sunscreen cream.

It is non experimental research, because there was no manipulation to the research subject. The aim for this study is to know the accuracy and precision of determination method of quercetin in cream using base cream created by Prasetya (2008). Quercetin is one of flavonoid group that can be used as standard in this experiment. This research is useful as first phase experiment which can be applicated to determine flavonoid concentration in cream that contains tea flavonoid as active compound. The complex between AlCl3 and quercetin can be

measured at visible wavelength (427,4 nm).

Accuracy and precision was used to measure the validity of analysis method. The measurements were obtained from analyzing recovery and Coefficient variance (CV). The result of the recovery was 89,49 - 96,85 %, and the result of coefficient varians was 3.14%. It could be concluded that the determination of quercetin in cream using colometric method has good accuracy and precision

Keyword : validity, determination concentration, quercetin, cream, precision, accuracy

(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Krim merupakan salah satu bentuk sediaan yang banyak digunakan

untuk penyakit topikal. Di dunia industri, perlu dilakukan pengujian terhadap

produk akhir, terlebih jika digunakan senyawa yang berasal dari bahan alam

(Lund, 1994). Analisis kuantitatif senyawa aktif dalam sediaan krim diperlukan

sebagai kontrol kualitas untuk menjamin bahwa proses produksi telah dilakukan

dengan benar dan dapat dipercaya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa efek

yang dihasilkan dalam suatu sediaan disebabkan karena kandungan senyawa

aktifnya.

Salah satu jenis senyawa yang digunakan sebagai zat aktif dalam sediaan

krim adalah flavonoid teh. Tokusoglu dkk., (2003) mengemukakan kegunaan

flavonoid antara lain sebagai agen antiinflamasi, antioksidan dan antialergi.

Aktivitas flavonoid teh sebagai antioksidan dapat digunakan untuk melindungi

kulit dari pengaruh buruk sinar UV yang berasal dari paparan sinar matahari

(Svobodova dkk, 2003). Selain itu, flavonoid teh memiliki gugus kromofor yang

mengabsorpsi sinar UV sehingga dapat digunakan sebagai zat aktif dalam krim

sunscreen.

Kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid golongan flavonol

(Bruneton 1999). Kuersetin digunakan sebagai baku untuk penetapan kadar dalam

sediaan krim dengan metode kolorimetri. Penelitian ini bermanfaat sebagai

(22)

penelitian awal yang dapat dikembangkan untuk menetapkan kadar flavonoid

dalam sediaan krim dengan kandungan flavonoid teh sebagai senyawa aktif.

Penelitian mengenai penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim

belum pernah dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan suatu metode penetapan

kadar yang tervalidasi. Suatu metode perlu divalidasi agar ketika digunakan

dengan benar dapat memberikan hasil yang sesuai untuk tujuan analisis (Anonim,

2004). Penelitian ini berguna untuk menemukan langkah kerja yang tepat dan

untuk mengetahui apakah prosedur penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim

memenuhi parameter metode analisis yang ditentukan. Suatu prosedur analitik

mencakup informasi mengenai preparasi sampel, termasuk metode ekstraksi zat

aktif dari produk (Anonim, 2004). Prosedur penetapan kadar kuersetin dalam

sediaan krim pada penelitian ini merupakan modifikasi prosedur ekstraksi aglikon

flavonoid dalam tanaman yang dilakukan oleh Janeska dkk. (2007).

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Prasetya (2008) yang

telah mengoptimasi formula sediaan krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh

hijau (Camelia sinensis) dengan asam stearat dan VCO sebagai fase minyak.

Sediaan krim yang telah dioptimasi dalam penelitian tersebut digunakan sebagai

basis krim untuk penetapan kadar kuersetin pada penelitian ini.

Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim pada penelitian ini

dilakukan dengan metode kolorimetri dengan pereaksi aluminium klorida (AlCl3).

Metode ini dipilih karena reaksi warna dapat meningkatkan kepekaan dan

selektifitas metode (Fell, 1986). Flavonoid dapat membentuk kompleks warna

(23)

3

Menurut Mursyidi (1990), dengan adanya pereaksi AlCl3, terjadi kompleks tahan

asam pada gugus hidroksi dan keton yang bertetangga. Sedangkan dengan gugus

hidroksi pada kedudukan orto, kompleks yang terjadi tidak tahan asam.

Metode kolorimetri yang sama juga pernah digunakan oleh Pertiwi

(2006) untuk penetapan kadar flavonoid dalam fraksi air dan fraksi etil asetat

ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam..Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa metode tersebut dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar flavonoid

total dalam teh hijau dan teh hitam dan memiliki tingkat validitas yang baik.

Berdasarkan penelitian tersebut, maka kuersetin dalam sediaan krim pada

penelitian ini dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode kolorimetri dengan

pereaksi AlCl3.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti adalah apakah penetapan kadar

kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3 memenuhi

parameter validasi metode analisis yang baik?

C. Keaslian Karya

Sejauh yang diketahui penulis, penelitian mengenai validasi penetapan

kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3

(24)

D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menambah wawasan di bidang ilmu pengetahuan mengenai penetapan kadar

kuersetin dalam sediaan krim dengan secara kolorimetri dengan pereaksi

AlCl3 yang tervalidasi

2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan jika hendak dilakukan penelitian

sejenis maupun penelitian pengembangan dari penelitian ini.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mengetahui validitas

penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim

merupakan bentuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair

diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini

produksi lebih diarahkan untuk emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dengan

air dan ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Anonim, 1995).

Gambar 1. Sistem emulsi tipe O/W dan W/O

Emulsi adalah sistem heterogen yang mengandung minimal satu cairan

yang tidak campur, didispersikan pada cairan lainnya dalam bentuk droplet.

Emulsi terdiri dari fase dispers (fase internal), medium dispers (fase eksternal),

dan agen pengemulsi. Diameter droplet umumnya 0,1 sampai 10 µm. Krim

ditujukan untuk penggunaan eksternal.

(26)

Istilah krim biasanya ditujukan untuk emulsi tipe minyak dalam air sehingga lebih

sesuai untuk penggunaan eksternal. Emulsi air dalam minyak bersifat tidak larut

air, tidak mudah tercuci, dan terasa berminyak, sedangkan emulsi minyak dalam

air akan bercampur dengan air, tercuci oleh air, dan tidak terasa berminyak (Allen,

2002). Salah satu aplikasi bentuk sediaan krim yaitu sebagai sediaan sunscreen.

Sunscreen merupakan bahan yang menyerap atau memantulkan radiasi sehingga

melemahkan energi ultraviolet sebelum terpenetrasi ke kulit (Stanfield, 2003).

B. Analisis Sediaan Krim

Analisis senyawa dalam sediaan krim dapat dilakukan dengan cara

merusak bentuk sediaan kemudian mengekstraksi senyawa dalam sediaan tersebut

dengan pelarut yang sesuai. Krim pada dasarnya merupakan sistem emulsi yang

berisi fase minyak, fase air, dan emulgator. Emulgator berfungsi menurunkan

tegangan permukaan antara fase air dan fase minyak sehingga terbentuk sistem

emulsi. Sifat khas dari emulgator adalah memiliki gugus polar dan nonpolar pada

strukturnya. Jika emulgator dalam sediaan krim dirusak, maka sistem emulsi akan

terpecah dan terjadi pemisahan fase air dan fase minyak (Voigt, 1994).

Selanjutnya, untuk memisahkan analit dari senyawa-senyawa lain dilakukan

ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut organik.

Emulgator menurut jenisnya terbagi menjadi emulgaor ionik (anionik

dan kationik), emulgator nonionik, dan emulgator amfoter. Contoh emulgator

amfoterik adalah N-alkil asam amino, contoh emulgator nonionik adalah eter

(27)

7

satu emulgator anionik adalah trietanolaminstearat, yang disebut juga dengan

sabun organik. Emulgator anionik dapat dirusak strukturnya menggunakan asam.

Ion H+ dari asam akan ditangkap oleh gugus R-COO- menjadi R-COOH, sehingga

trietanolaminstearat akan kembali menjadi bentuk trietanolamin dan asam stearat

(Cunniff, 1995; Senzel, 1977).

C. Flavonoid 1. Struktur dan kegunaan flavonoid

Tokusoglu dkk. (2003) mengemukakan flavonoid mempunyai aktivitas

antara lain sebagai agen antiinflamasi, antioksidan dan antialergi. Selain itu,

flavonoid juga memiliki aktivitas sebagai antivirus dan antikarsinogenik

(Harborne, 1994). Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik dan banyak

menghambat reaksi oksidasi dan bertindak sebagai penangkap radikal yang baik

dari radikal hidroksi dan superoksida (Robinson,1995). Aktivitas sebagai

antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan oleh adanya gugus

hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika bereaksi dengan radikal bebas,

flavonoid membentuk radikal baru yang distabilkan oleh efek resonansi benzen.

(28)

2.Isolasi flavonoid

Flavonoid berupa senyawa polifenol, sehingga mempunyai sifat kimia

seperti fenol. Adanya gula yang terikat pada aglikon akan menaikkan

kepolaritasan dari flavonoid. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, oleh

karena itu glikosida flavonoid larut dalam pelarut polar (Mursyidi, 1990). Secara

umum, glikosida larut dalam air dan alkohol. Bentuk gula dari flavonoid bersifat

larut air, sedangkan aglikon flavonoid bersifat lipofilik (Bruneton, 1999).

Hidrolisis glikosida flavonoid akan menghasilkan aglikon flavonoid dan

gula yang selanjutnya dapat dipisahkan dan diidentifikasi. Untuk tujuan ini

digunakan cara hidrolisis, yaitu dengan asam, enzim, dan basa (Mursyidi, 1990).

3.Kuersetin

Kuersetin adalah senyawa flavonoid golongan aglikon flavonol. Dalam

tumbuhan, flavonoid biasanya terikat dalam bentuk glikosida flavonoid

(Robinson, 1995). Budavari (1989) menyebutkan bahwa aglikon kuersetin tidak

larut dalam air. Menurut Chebil dkk. (2007) aseton merupakan pelarut yang paling

baik untuk melarutkan flavonoid. Kuersetin mempunyai aktivitas sebagai

antioksidan, antiinflamasi, antiplatelet, antineoplastik, antiviral, dan antihistamin

(29)

9

4. Metode kuantifikasi flavonoid

Metode kuantifikasi flavonoid klasik yang paling banyak digunakan

adalah kolorimetri atau spektrofotometri, dengan menggunakan pereaksi AlCl3

(Bruneton, 1999).

Aluminium klorida digunakan sebagai pereaksi pengompleks dengan

gugus orto-dihidroksi dan menimbulkan pergeseran khas menuju pita panjang

gelombang tinggi yang berguna pada analisis beberapa golongan flavonoid

(Robinson, 1995).

Pereaksi AlCl3 dan flavonoid akan membentuk kompleks tahan asam

antara gugus hidroksi dan keton yang bertetangga. Sedangkan dengan gugus

hidroksi pada kedudukan orto, kompleks yang terjadi tidak tahan asam (Mursyidi,

1990).

Tipe kompleks yang dihasilkan antara AlCl3 dengan beberapa flavon dan

flavonol dengan ada atau tidaknya asam digambarkan sebagai berikut:

O

(30)

O

Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan flavon

D. Ekstraksi Cair-cair

Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen dari suatu

campuran dengan menggunakan suatu pelarut. Metode ini paling sering digunakan

untuk proses pemisahan. Alat yang digunakan tidak khusus dan sederhana, jika

tidak dinyatakan lain, maka alat yang digunakan untuk pemisahan adalah corong

pisah (Khopkar,1990).

Ekstraksi pelarut dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun

mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat tersebut dengan

perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Zat terlarut

dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut

(Khopkar,1990).

Pada kesetimbangan akan terjadi:

[

X1

[

X

]

]

adalah kadar zat terlarut pada pase pertama (fase organik),

sedangkan adalah kadar zat terlarut pada fase kedua (fase air). Semakin

(31)

11

pada fase organik. Sedangkan nilai KD yang kecil menunjukkan bahwa kadar zat

yang terlarut dalam fase organik kecil (Khopkar,1990).

E. Spektrofotometri Visibel 1. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik

Suatu senyawa organik memiliki tiga macam elektron, antara lain

elektron pi (π), sigma (σ), dan elektron pasangan bebas (n). Jika suatu molekul

terpancar radiasi elektromagnetik, maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat

yang lebih tinggi (Mulya dan Suharman, 1995). Metode spektroskopik analisis

tergantung pada pengukuran radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit

(Skoog, 1994).

Eksitasi elektron σ ke σ* terjadi pada ikatan tunggal, eksitasi elektron π

ke π* terjadi pada ikatan rangkap dua dan tiga. Sedangkan eksitasi elektron n ke σ* atau n ke π* terjadi pada atom yang memiliki pasangan elektron bebas (Mulya

dan Suharman, 1995).

2. Analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri visibel

Analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode spektrofotometri visibel

dilakukan dengan mengukur harga absorbansi (A) pada panjang gelombang

maksimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang tersebut

adalah: perubahan absorban untuk setiap satuan kadar adalah paling besar pada

panjang gelombang maksimal, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang

(32)

datar dan pengukuran ulang memberikan kesalahan yang kecil sehingga akan

memenuhi hukum Lambert-Beer (Mulya dan Suharman, 1995).

3. Kolorimetri

Metode kolorimetri dapat digunakan untuk penetapan kadar flavonoid

yaitu dengan menggunakan pereaksi AlCl3. Terjadi kompleks tahan asam antara

gugus hidroksi dan keton yang bertetangga dengan pereaksi AlCl3 dan

membentuk kompleks tidak tahan asam dengan gugus ortohidroksi pada

flavonoid. Oleh karena itu, pereaksi AlCl3 digunakan untuk mendeteksi kedua

gugus tersebut (Mursyidi, 1990).

Penetapan kadar secara kolorimetri harus memenuhi beberapa kriteria,

antara lain (Vogel, 1994):

1. Selektivitas reaksi warna

2. Kesebandingan antara warna dan kadar

3. Kestabilan warna

4. Reprodusibilitas

5. Kejernihan larutan

6. Sensitivitas

F. Validasi Metode Analisis

Validasi merupakan suatu dasar untuk memastikan kualitas dan

reliabilitas hasil analisis (Ermer and Miller, 2005). Parameter-parameter validasi

(33)

13

1. Akurasi, menunjukkan kedekatan hasil analisis yang diperoleh menggunakan

metode analisis tertentu dengan nilai yang sebenarmya. Penentuan akurasi

metode analisis dapat dilakukan dengan cara membandingkan kadar terukur

dari suatu senyawa standar yang sengaja ditambahkan ke dalam sampel pada

jumlah yang tertentu pula. Harga perbandingan tersebut dikenal sebagai

persen perolehan kembali (recovery) (Anonim, 2003). Tabel berikut ini ialah

kriteria penerimaan akurasi yang baik

Tabel I. Kriteria akurasi metode analisis

Kadar zat aktif /

impurities yang diukur (%)

Rata-rata recovery

yang diterima (%) ≥ 10 98 – 102

≥1 90 - 110 0,1 – 1 80 - 120 < 0,1 75 - 125

(Anonim,2004)

2. Presisi, merupakan kedekatan suatu hasil analisis dengan hasil analisis yang

lain pada beberapa penentuan kuantitatif pada sampel yang sama dan

homogen dengan menggunakan metode analisis yang sama. Presisi biasanya

dinyatakan dengan persen koefisien variansi (CV). Tabel berikut ini ialah

kriteria penerimaan presisi yang baik

Tabel II. Kriteria presisi metode analisis

(34)

3. Spesifisitas (selektivitas), menunjukkan kemampuan suatu metode analisis

untuk mengukur suatu analit dalam campuran yang kompleks tanpa adanya

pengaruh dari komponen lain dalam campuran (Christian, 2004).

4. Limit of detection (LOD) merupakan jumlah analit terkecil yang masih dapat

terdeteksi.

5. Limit of quantitation (LOQ) merupakan jumlah analit terkecil yang masih

dapat terukur dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima.

6. Linearitas, merupakan kemampuan metode analisis untuk menghasilkan nilai

yang proporsional terhadap kadar analit dalam sampel pada rentang kadar

tertentu (Christian, 2004).

7. Range, merupakan rentang kadar terendah sampai kadar tertinggi analit yang

dapat diukur secara kuantitatif menggunakan metode analisis tertentu dan

menghasilkan akurasi, presisi, dan linearitas yang memadai (Anonim, 2003).

G. Landasan teori

Penetapan kadar senyawa dalam sediaan krim dapat dilakukan dengan

cara merusak sediaan dan menarik analit dengan pelarut yang sesuai. Pemilihan

pelarut didasarkan pada sifat kelarutan analit.

Krim terdiri atas minyak dan air yang membentuk emulsi dengan

bantuan emulgator. Pada sediaan krim yang mengandung emulgator anionik,

struktur emulgator tersebut dapat dirusak dengan menggunakan asam sehingga

(35)

15

analit dalam sediaan krim memiliki kelarutan yang baik dalam etil asetat sehingga

kuersetin dalam krim dapat diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat.

Kuersetin mempunyai gugus –OH yang bertetangga dengan gugus

karbonil dan 2 gugus –OH pada posisi orto sehingga dapat membentuk kompleks

dengan pereaksi AlCl3. Kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 dapat diukur

secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer visibel.

Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan

pereaksi AlCl3 dinyatakan valid jika memenuhi parameter validasi metode

analisis.

H. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, maka penetapan kadar kuersetin

dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3 memiliki validitas

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental karena tidak

dilakukan manipulasi terhadap subjek penelitian.

B. Definisi Operasional

1. Penetapan kadar kuersetin dilakukan menggunakan metode kolorimetri

dengan menggunakan pereaksi AlCl3

2. Parameter validasi penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim yang

digunakan adalah akurasi dan presisi.

3. Penentuan akurasi dan presisi penetapan kadar kuersetin dalam krim dilakukan

dengan menambahkan larutan baku kuersetin dengan kadar tertentu ke dalam

basis krim, diekstraksi, dan diukur kadarnya dengan spektrofotometer visibel.

4. Basis krim yang digunakan adalah krim dengan komposisi yang telah

ditentukan, yaitu: asam stearat, virgin coconut oil (VCO), trietanolamin

(TEA), cethyl alcohol, metil paraben, asam sitrat, dan air.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah kadar kuersetin yang terdapat dalam

sediaan krim

(37)

17

D. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat

spektrofotometer UV-Vis (Perkin-Elmer Lambda 20), pipet mikro 0,5 – 5,0 ml

(Socorec), neraca analitik merk Scaltec SBC 22 max 60/210 g; d = 0,01/0,1 mg; e

= 1 mg, waterbath, alat-alat gelas (Pyrex-Germany).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku kuersetin

trihidrat p.a. (Sigma), etil asetat p.a. (Merck), aseton p.a. (Merck), HCl p.a.

(Merck), asam asetat p.a. (J.T. Bakker), metanol p.a. (J.T. Bakker), kloroform p.a.

(Merck), AlCl3.6H2O p.a. (Merck), heksamin farmasetis (MKR), natrium sitrat

farmasetis (MKR), akuades, dan basis krim dengan formula sebagai berikut:

Asam stearat 4,0 g

Virgin Coconut Oil (VCO) 3,5 g Trietanolamin (TEA) 0,8 g

Cethyl Alcohol 3,5 g

Asam sitrat 0,5 g

Metil paraben 0,25 g

Air 60,0 g

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan pereaksi

a. Larutan HCl 25 % dalam akuades. HCl 37 % 67,56 ml dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 ml. Akuades ditambahkan ke dalam labu tersebut hingga

(38)

b. Larutan heksamin 0,5 % dalam akuades. Heksamin 0,5 gram

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Akuades ditambahkan ke dalam labu

tersebut hingga tanda.

c. Larutan natrium sitrat 0,5 % dalam akuades. Natrium sitrat 0,5 gram

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Akuades ditambahkan ke dalam labu

tersebut hingga tanda.

d. Larutan asam asetat 5 % dalam metanol. Asam asetat glasial 25 ml

dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml. Metanol ditambahkan ke dalam labu ukur

tersebut hingga tanda.

e. Larutan aluminium klorida 2% dalam asam asetat 5 % dalam metanol.

Aluminium klorida 2 g dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Asam asetat 5 %

dalam metanol 25 ml ditambahkan ke dalam labu ukur tersebut. Larutan

didegassing selama 5 menit. Asam asetat 5 % dalam metanol ditambahkan ke

dalam labu ukur sampai tanda.

2. Pembuatan larutan baku

a. Larutan stok kuersetin 500 ppm. Sebanyak kurang lebih 25,0 mg

serbuk kuersetin ditimbang seksama dan dimasukkan dalam labu ukur 50 ml. Etil

asetat 15 ml ditambahkan ke dalam labu ukur tersebut. Larutan didegassing

selama 5 menit. Etil asetat ditambahkan ke dalam labu ukur sampai tanda.

b. Larutan intermediet kuersetin 50 ppm. Larutan stok kuersetin 500

ppm 2,50 ml dimasukkan dalam labu ukur 25 ml. Larutan diencerkan dengan etil

(39)

19

3. Pembuatan blangko

Etil asetat 10,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Setelah itu

ditambahkan AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 % dalam metanol) 1,0 ml dan

natrium sitrat 0,5 ml. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol

sampai tanda.

4. Optimasi metode

a. Penetapan Operating time. Larutan intermediet kuersetin 50 ppm 2,0

ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 %

dalam metanol) 1,00 ml dan natrium sitrat 0,50 ml ditambahkan ke dalam labu

tersebut. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai

tanda. Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum teoritis (428 nm)

selama 60 menit.

b. Penetapan panjang gelombang absorbansi maksimum. Larutan

intermediet kuersetin 50 ppm 1,50 ml; 3,00 ml; 4,00 ml dimasukkan dalam labu

ukur 25 ml. Ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan AlCl3 2 % (dalam asam

asetat 5 % dalam metanol) 1,00 ml dan natrium sitrat 0,50 ml. Larutan diencerkan

dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai tanda. Absorbansi diukur pada

menit ke-30 setelah ditambah pereaksi pada rentang panjang gelombang 400-500

nm.

c. Penetapan kurva baku. Larutan intermediet kuersetin 50 ppm 1,00 ml;

(40)

labu ukur 25 ml. AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 % dalam metanol) 1,00 ml dan

natrium sitrat 0,50 ml ditambahkan ke dalam labu ukur. Larutan diencerkan

dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai tanda. Pengukuran absorbansi

dilakukan pada menit ke-30 setelah ditambah pereaksi pada panjang gelombang

427,4 nm.

5. Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim a. Pembuatan basis krim

Tabel III. Formula basis krim

Senyawa penyusun formula basis krim

Komposisi (g) Asam stearat 4,0

VCO 3,5

Cethyl alcohol 3,5 Trietanolamin 0,8

Akuades 60,0

Metil paraben 0,25 Asam sitrat 0,5 g

Asam stearat dan cethyl alcohol dilelehkan secara terpisah di atas

waterbath, kemudian dicampur dalam keadaan panas. Trietanolamin, VCO dan

metil paraben ditambahkan ke dalam campuran tersebut dan diaduk hingga

merata. Akuades sebanyak 2/3 bagian ditambahkan ke dalam campuran dan

dicampur menggunakan mikser dengan kecepatan 400 rpm selama 15 menit.

Asam sitrat dilarutkan ke dalam 1/6 bagian akuades, kemudian ditambahkan ke

dalam campuran sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan mikser kecepatan 400

rpm selama 30 menit. Sisa akuades ditambahkan ke dalam campuran sambil

(41)

21

b. Ekstraksi kuersetin dari basis krim. Basis krim lebih kurang 20 g

ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dengan

bantuan batang pengaduk. Larutan baku kuersetin 200 ppm (dalam aseton) 5,0 ml

ditambahkan ke dalam labu alas bulat tersebut. Aseton 25 ml ditambahkan ke

dalam labu alas bulat. Larutan heksamin 0,5% 1,00 ml dan larutan HCl 25% 2,00

ml ditambahkan ke dalam labu alas bulat, refluks dengan pemanasan dalam

waterbath pada suhu 70°C selama 30 menit.

Setelah dihidrolisis selama 30 menit, pendingin balik dilepas kemudian

aseton diuapkan menggunakan waterbath pada suhu 75°C selama 1 jam. Setelah

itu, fase air dan fase minyak dalam labu alas bulat dituang ke dalam corong pisah

100 ml. Etil asetat 15 ml ditambahkan ke dalam corong pisah tersebut. Larutan

digojog selama 30 detik dan diamkan hingga memisah selama 15 menit. Pisahkan

kedua fase yang terbentuk. Fase air diekstraksi kembali dengan 15 ml etil asetat

sebanyak 2 kali. Fase etil asetat ditampung dalam beaker glass 100 ml dan

diuapkan di atas waterbath. Fase etil asetat yang telah diuapkan dibiarkan hingga

dingin. Setelah dingin, fase etil asetat disaring menggunakan kertas saring dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, lalu etil asetat ditambahkan hingga tanda.

c. Tahap penetapan kadar kuersetin. Fase etil asetat 10,0 ml dimasukkan

ke dalam labu ukur 50 ml. Sebanyak AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 % dalam

metanol) 1,00 ml dan natrium sitrat 0,50 ml ditambahkan ke dalam labu ukur

tersebut. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai

tanda. Absorbansi diukur pada operating time, yaitu pada menit ke-30 setelah

(42)

F. Analisis Hasil

Analisis kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dengan cara memasukkan nilai

absorbansi ke dalam persamaan kurva baku sehingga didapatkan kadar kuersetin

dalam sediaan krim.

Analisis penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dilakukan

dengan parameter akurasi dan presisi. Akurasi dinyatakan dengan perhitungan %

recovery sebagai berikut:

%

Suatu metode dinyatakan memiliki akurasi yang baik jika pada kadar analit <0,1%

nilai % recovery berada pada rentang 75-125%.(Anonim, 2004).

Presisi dinyatakan dengan perhitungan koefisien variasi (% CV) sebagai

berikut

Suatu metode dinyatakan memiliki presisi yang baik jika pada kadar analit <0,1%

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Baku

Tujuan penelitian ini adalah memvalidasi metode penetapan kadar

senyawa dalam sediaan krim sehingga dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar

flavonoid dalam sediaan krim yang berisi ekstrak teh hijau. Baku yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kuersetin. Pemilihan baku kuersetin didasarkan karena

kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid yang terdapat dalam ekstrak teh

hijau. Kuersetin juga merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan

sehingga dipercaya dapat mencegah efek buruk dari sinar UV.

Selain kuersetin senyawa yang banyak terdapat pada ekstrak teh hijau

adalah katekin. Kuersetin dan katekin dapat menangkap reactive oxygen species

(ROS) yang dihasilkan akibat paparan sinar UV. Mekanisme senyawa yang

mempunyai aktivitas antioksidan adalah dengan menangkap ROS dan kemudian

senyawa tersebut akan menstabilkan dirinya dengan adanya resonansi. Struktur

katekin dan kuersetin (gambar 9) memiliki struktur benzen yang sama sehingga

kemungkinan terjadinya resonansi adalah sama.

Kuersetin dapat digunakan sebagai baku meskipun senyawa mayor yang

terdapat dalam teh hijau adalah katekin. Pada penetapan kadar flavonoid teh hijau

senyawa yang dapat bereaksi dengan AlCl3 bukan hanya kuersetin saja, senyawa

flavonoid lain yang memiliki gugus ortohidroksi juga dapat bereaksi dengan AlCl3

(44)

dan dapat ditetapkan kadarnya. Berdasarkan alasan tersebut maka kuersetin dapat

digunakan sebagai baku dalam penelitian ini.

Gambar 8. Struktur katekin (A) dan struktur kuersetin (B) serta gugus-gugus yang dapat bereaksi dengan AlCl3

B. Optimasi Metode 1. Penetapan operating time

Penetapan operating time bertujuan untuk menentukan waktu

pengukuran suatu senyawa yang memberikan absorbansi paling stabil. Penetapan

operating time perlu dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan

pengukuran. Hal ini disebabkan karena senyawa yang akan diukur absorbansinya

dalam penelitian ini merupakan suatu senyawa kompleks antara kuersetin dengan

AlCl3. Senyawa kompleks ini membutuhkan waktu agar reaksi yang terbentuk

stabil. Bila pengukuran dilakukan sebelum operating time, maka terdapat

kemungkinan reaksi yang terbentuk belum sempurna. Pada gambar 9 ditunjukkan

bahwa ikatan yang terbentuk antara AlCl3 dengan gugus –OH posisi orto pada

kuersetin bersifat tidak stabil dengan adanya asam. Oleh sebab itu, diperlukan

penentuan operating time sehingga diperoleh rentang waktu pada saat absobansi

(45)

25

setelah operating time, terdapat kemungkinan bahwa senyawa kompleks antara

kuersetin dan AlCl3 menjadi rusak.

O

Kuersetin Kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

H+

Gambar 9. Reaksi pembentukan kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

Pengukuran operating time kompleks kuersetin dengan AlCl3 dilakukan

menggunakan larutan baku kuersetin dengan kadar 4 ppm pada panjang

gelombang maksimum teoritis yaitu 428 nm. Absorbansi kompleks yang

terbentuk diukur selama 60 menit. Kestabilan pembentukan warna ditandai

dengan stabilnya nilai absorbansi dari senyawa tersebut. Dari spektrum

pengukuran operating time (gambar 10), terlihat bahwa absorbansi yang

dihasilkan kompleks kuersetin dengan AlCl3 telah stabil sejak menit ke-25 hingga

menit ke-60. Hal ini ditunjukkan dengan spektrum yang membentuk garis hampir

lurus pada menit ke-25 hingga menit ke-60, artinya pada rentang waktu tersebut,

absorbansi senyawa yang terukur relatif stabil. Kestabilan absorbansi ini

menandakan reaksi pembentukan kompleks sudah optimum. Dari percobaan

(46)

Gambar 10. Spektrum pengukuran operating time kompleks antara

2. Penetapan panjang gelombang maksimum

Penetapan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk menentukan

panjang gelombang pengukuran dimana kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

memberikan absorbansi optimum. Penetapan panjang gelombang maksimum

merupakan faktor penting dalam analisis kimia dengan metode spektrofotometri.

Pengukuran pada panjang gelombang maksimum akan memberikan perubahan

absorbansi paling besar untuk setiap satuan kadar. Selain itu, kurva absorbansi

pada sekitar panjang gelombang maksimum relatif datar sehingga jika akan

dilakukan pengukuran ulang dan replikasi akan meminimalkan terjadinya

kesalahan pengukuran.

Menurut Mabry (1970), panjang gelombang maksimum kompleks yang

terbentuk antara kuersetin dengan AlCl3 adalah 428 nm. Pada penelitian ini

dilakukan verifikasi penetapan panjang gelombang maksimum teoritis karena

(47)

27

penelitian dilakukan pada kondisi, alat, bahan, waktu dan individu yang berbeda

sehingga dapat dihasilkan panjang gelombang maksimum yang berbeda.

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan terhadap tiga seri

kadar lar

3

Penetapan panja kukan pada larutan baku

kuersetin

utan baku kuersetin untuk memastikan bahwa pada panjang gelombang

tersebut benar-benar terjadi absorbansi yang maksimum dan untuk mengetahui

reprodusibilitas metode yang digunakan. Pembacaan absorbansi dilakukan pada

rentang panjang gelombang antara 400-500 nm karena kompleks antara kuersetin

dengan AlCl3 akan menghasilkan warna yang memiliki panjang gelombang

maksimum pada rentang tersebut.

Gambar 11. Spektrum pengukuran panjang gelombang maksimum kompleks antara kuersetin dengan AlCl

ng gelombang maksimum dila

dengan kadar 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. Hasil pengukuran panjang

(48)

larutan baku kuersetin didapat panjang gelombang maksimum untuk kadar 8 ppm

yaitu 427,4 nm dan untuk kadar 6 ppm 427,1 nm. Sedangkan untuk kadar 4 ppm,

spektrofotometer yang digunakan tidak dapat mendeteksi panjang gelombang

maksimum. Hal ini terjadi karena pada kadar tersebut didapatkan puncak kurva

yang relatif datar. Kurva dengan puncak yang relatif datar menunjukkan bahwa

absorbansi maksimum senyawa tersebut tidak terbaca pada satu titik panjang

gelombang sehingga spektrofotometer tidak dapat memberikan informasi secara

pasti berapa panjang gelombang pada saat absorbansinya maksimum.

Tabel IV. Hasil penetapan panjang gelombang maksimum

maksimum yang diperoleh

Kadar larutan kuersetin Panjang gelombang

4 ppm Tidak terdeteksi

6 ppm 427,1 nm

8 ppm 427,4 nm

Panjang gelo maksimum yang dipilih untuk penetapan kadar

kuersetin

mbang

dalam krim adalah 427,4 nm. Panjang gelombang ini dipilih karena

lebih mendekati panjang gelombang maksimum teoritisnya, yaitu 428 nm. Dalam

Farmakope Indonesia edisi IV (1995) disebutkan bahwa pengujian panjang

gelombang maksimum mempunyai makna jika absorbansi maksimum tersebut

tepat pada atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditentukan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum yang didapat

adalah 427,4 nm, artinya absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

(49)

29

ini memiliki selisih kurang dari 2 nm dari panjang gelombang teoritisnya sehingga

panjang gelombang ini masih dapat diterima.

3. Penetapan kurva baku kuersetin

Nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan hubungan linearitas antara dua

variabel. Nilai r > 0,99 menunjukkan bahwa terdapat hubungan linearitas yang

baik antar variabel tersebut (Christian 2004). Pada penetapan kurva baku kuersetin

ini, kadar kuersetin merupakan variabel bebas dan absorbansi kompleks antara

kuersetin dengan AlCl3 merupakan variabel tergantung.

Tabel V. Data hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks kuersetin dengan AlCl3

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

kadar

0,3194 0,181 0,3134 0,162 0,3065 0,172 0,4260 0,268 0,4179 0,236 0,4086 0,243 0,5324 0,314 0,5224 0,279 0,5108 0,290 0,6389 0,388 0,6269 0,324 0,6130 0,349 0,7454 0,444 0,7314 0,402 0,7151 0,404 0,8518 0,475 0,8358 0,486 0,8173 0,486

a = 0.002 a = -0,025 a = -0,008

b = 0.5560 b = 0,5914 b = 0,5906 r = 0.9919 r = 0,9926 r = 0,9971 α = 30.03° α = 30,45° α = 30,24º

Nilai r dari ketiga replikasi di atas lebih besar dari nilai r yang tertera

pada r tabel (derajat bebas 5, taraf kepercayaan 95%) yaitu 0,775. Pemilihan taraf

kepercayaan 95% didasarkan atas hal-hal berikut di bawah ini:

1. Prosedur penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim yang dilakukan

relatif panjang dan melibatkan beberapa tahap pengenceran sehingga

(50)

2. Toleransi kesalahan alat-alat gelas analitik yang digunakan pada penelitian

ini paling besar adalah ±0,05 sehingga taraf kepercayaan yang dipilih adalah

95%.

Dengan membandingkan nilai r yang didapat dari data dan dari r tabel, dapat

dikatakan bahwa ketiga replikasi tersebut memenuhi standard nilai r tabel. Dari

ketiga replikasi tersebut, dipilih salah satu persamaan kurva baku yang akan

digunakan untuk perhitungan kadar kuersetin selanjutnya. Pemilihan kurva baku

dilakukan berdasarkan replikasi yang memiliki nilai r yang paling mendekati satu.

Nilai r yang mendekati satu menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang baik

antara kadar kuersetin dan absorbansi. Kadar kuersetin meningkat akan diikuti

dengan peningkatan absorbansi secara proporsional. Berdasarkan data yang

diperoleh, maka persamaan kurva baku yang dipilih adalah replikasi III, yaitu

y=0,5906x-0,008

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

kadar kuersetin (mg/100ml)

absorbansi komleks antara kuersetin denga

n

aluminium klorida

(51)

31

C. Ekstraksi Kuersetin dari Sediaan Krim

Sebelum menetapkan kadar kuersetin dalam sediaan krim, perlu

dilakukan ekstraksi senyawa dari dalam sediaan. Hal ini bertujuan untuk

menemukan langkah kerja yang tepat dalam menarik analit dari sampel (krim).

Ekstraksi merupakan bagian dari preparasi sampel untuk memperoleh

selektivitas (Christian 2004), sehingga didapatkan senyawa yang diinginkan

seoptimal mungkin. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair

dengan menggunakan 2 jenis cairan yang tidak saling campur. Teknik ini dipilih

karena dapat memisahkan senyawa dengan cepat.

Krim dalam penelitian ini merupakan bentuk sediaan yang diformulasi

sebagai emulsi minyak dalam air. Krim terdiri dari dua fase, yaitu fase air dan fase

minyak yang dengan bantuan emulgator akan membentuk sistem emulsi. Di alam,

flavonoid biasanya terikat pada gula yang menyebabkan glikosida flavonoid

tersebut bersifat relatif polar dan dapat larut dalam air. Analit dalam percobaan

adalah kuersetin yang merupakan golongan flavonoid. Kuersetin merupakan

aglikon flavonoid dan tidak terikat pada gulanya. Bentuk glikosida flavonoid akan

larut dalam air (Bruneton, 1999), sedangkan kuersetin tidak larut dalam air

(Budavari, 1989). Berdasarkan kelarutannya, maka kuersetin akan berada dalam

fase minyak pada sediaan krim.

Kuersetin yang akan ditetapkan kadarnya pada penelitian ini adalah baku

kuersetin dengan kadar 200 ppm yang ditambahkan ke dalam basis krim.

(52)

agar jumlah kuersetin yang akan diekstraksi diketahui secara tepat. Basis krim dan

larutan baku kuersetin ini kemudian akan diproses dan ditetapkan kadarnya secara

kolorimetri menggunakan pereaksi AlCl3. Ekstraksi kuersetin dari sediaan krim

diawali dengan menambahkan aseton sebanyak 25 ml ke dalam basis krim yang

telah diberi larutan baku kuersetin 200 ppm. Penambahan aseton berguna untuk

menambah volume sampel sehingga memudahkan untuk proses selanjutnya

1. Tahap pemecahan sediaan krim

Larutan HCl 25 % berfungsi untuk memecah bentuk sediaan krim.

Gambar 13 menunjukkan sabun organik (trietanolamin stearat) yang terbentuk

dari asam stearat dan trietanolamin. Ion H+ dari HCl akan ditangkap oleh gugus

R-COO- menjadi R-COOH, sehingga trietanolaminstearat kembali menjadi

trietanolamin dan asam stearat. Rusaknya struktur trietanolaminstearat sebagai

emulgator akan mengakibatkan sistem emulsi terpecah menjadi fase air dan fase

minyak.

C1 7H3 5-C O O

-O H

C H2

C H2

H N

C H2

C H2

O H

C H2 C H2 O H

(53)

33

2. Tahap hidrolisis glikosida flavonoid

Pada penelitian ini hidrolisis glikosida flavonoid dilakukan

menggunakan asam (HCl 25%) untuk memecah glikosida flavonoid menjadi

aglikon flavonoid dan gulanya. Dalam penelitian ini, kuersetin sesungguhnya

tidak perlu dihidrolisis karena kuersetin sudah berada dalam bentuk aglikonnya.

Proses hidrolisis pada penelitian ini hanya dilakukan sebagai model jika akan

dilakukan penetapan kadar flavonoid. Flavonoid di alam terdapat dalam bentuk

glikosida flavonoid sehingga proses hidrolisis perlu dilakukan. Mekanisme reaksi

hidrolisis glikosida flavonoid oleh asam dapat dilihat pada gambar 14. Heksamin

0,5 % berguna untuk menangkap kelebihan ion H+ dari HCl agar tidak terjadi

oksidasi flavonoid oleh HCl.

HO

(54)

Proses hidrolisis pada penelitian ini dilakukan selama 30 menit pada

suhu 70°C. Pada penelitian ini tidak dilakukan optimasi proses hidrolisis (waktu

dan suhu hidrolisis) glikosida flavonoid. Markham (1988) menyebutkan bahwa

untuk glikosida flavonoid dengan ikatan gula pada 3-O-glikosida, hidrolisis terjadi

antara menit ke-8 hingga menit ke-30. Sedangkan glikosida flavonoid dengan

ikatan gula pada 4’-O-glikosida, hidrolisis terjadi antara menit ke-2 hingga menit

ke-8. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat diasumsikan hidrolisis glikosida

flavonoid selama 30 menit sudah cukup mewakili proses hidrolisis ekstrak teh

hijau. Prosedur hidrolisis pada penelitian ini mengacu pada prosedur hidrolisis

flavonoid yang tertera pada Anonim (2000). Selama proses hidrolisis, di atas labu

alas bulat diberi pendingin balik untuk mengembunkan kembali pelarut sehingga

(campuran antara aseton dan air) tidak menguap.

3. Ekstraksi cair-cair

Tahap pemurnian dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang

tidak saling campur. Pada penelitian ini digunakan pelarut organik etil asetat yang

bertujuan untuk mengekstraksi aglikon kuersetin. Etil asetat adalah pelarut yang

baik untuk aglikon flavonoid dan dianjurkan dalam proses pemurnian (Robinson

1995). Bentuk gula dari flavonoid akan larut dalam air sehingga hanya aglikonnya

saja yang terekstraksi ke dalam fase etil asetat.

Aseton merupakan pelarut yang dapat bercampur dengan air maupun etil

asetat. Namun, karena indeks polaritas aseton (5,1) lebih mirip dengan indeks

polaritas etil asetat (4,4) dari pada air (9,0), maka dengan prinsip “like dissolves

(55)

35

Fase campuran antara etil asetat dan aseton akan berada di bagian atas,

sedangkan fase air akan berada di bagian bawah corong pisah. Hal ini disebabkan

karena berat jenis etil asetat (0,989 g/cm3) lebih kecil daripada air (1,000 g/cm3).

Etil asetat dan aseton merupakan pelarut yang lebih nonpolar dibanding air, maka

kuersetin akan lebih tertarik pada fase etil asetat dan aseton daripada fase air

karena kuersetin merupakan aglikon flavonoid yang bersifat relatif nonpolar.

Selain kuersetin, terdapat senyawa penyusun formula krim yang ikut

terekstraksi pada fase etil asetat. Senyawa tersebut antara lain asam stearat, cetyl

alcohol, metil paraben, dan virgin coconut oil (VCO). Meskipun senyawa tersebut

ikut terekstraksi dalam etil asetat, namun tidak mempengaruhi penetapan kadar

kuersetin menggunakan pereaksi AlCl3 karena senyawa tersebut tidak memiliki 2

gugus hidroksi pada posisi orto maupun gugus karbonil dan –OH yang berdekatan

sehingga tidak dapat bereaksi dengan AlCl3. Senyawa penyusun formula yang

larut dalam fase air adalah asam sitrat dan trietanolamin. Ekstraksi dilakukan

secara berulang sebanyak 3 kali bertujuan untuk mengefektifkan ekstraksi

sehingga analit yang didapat lebih banyak dibanding ekstraksi tunggal.

Fase etil asetat hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring untuk

menyaring zat-zat pengotor atau partikel yang mungkin terdapat dalam sediaan

krim. Larutan perlu disaring untuk memenuhi syarat pengukuran menggunakan

spektrofotometer, yaitu larutan yang hendak diukur harus jernih. Fase etil asetat

hasil penyaringan kemudian ditetapkan kadarnya menggunakan metode

spektrofotometri visibel dengan pereaksi AlCl3.

(56)

D. Penetapan Kadar Sampel Kuersetin dalam Sediaan Krim

Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dilakukan secara

kolorimetri, yaitu pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan kuersetin sehingga

terjadi pergeseran pita absorbsi menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang

(batokromik). Senyawa lain penyusun formula basis krim selain kuersetin (metil

paraben) dapat mengabsorpsi radiasi elektromagnetik karena metil paraben juga

memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang dapat dilihat pada gambar 15.

Metil paraben dan kuersetin dapat menyerap radiasi pada daerah UV (200nm-300

nm) sehingga penetapan kadar kuersetin lebih mudah dilakukan secara kolorimetri

yang memiliki selektivitas yang lebih baik daripada spektrofotometri ultraviolet.

Gambar 15. Struktur metil paraben (A) dan struktur kuersetin (B)

Penggunaan AlCl3 sebagai senyawa pengompleks karena dapat

membentuk kompleks dengan kuersetin yang mempunyai gugus –OH yang

bertetangga dengan gugus karbonil dan 2 gugus –OH pada posisi orto. Kompleks

yang terbentuk pada gugus ini bersifat stabil dengan adanya asam. Sedangkan

(57)

37

bersifat tidak stabil dengan adanya asam (Markham, 1988). Senyawa yang diukur

absorbansinya adalah kompleks AlCl3 dengan kuersetin yang berikatan pada

gugus –OH yang bertetangga dengan gugus karbonil.

O

Kuersetin Kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

H+

Gambar 16. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan kuersetin

Kompleks yang terbentuk antara kuersetin dengan AlCl3 dapat menyerap

radiasi pada daerah visibel karena adanya transisi dari eksitasi ion logam, ekstitasi

ligan, dan transfer muatan antara ion logam dan ligan (Christian, 2004). Transisi

yang menghasilkan molar absorptivitas paling besar adalah transfer muatan.

Kompleks yang diukur absorbansinya pada penelitian ini merupakan

kompleks yang stabil dengan penambahan asam. Asam yang digunakan pada

penelitian ini berasal dari pelarut asam asetat 5% dalam metanol. Natrium sitrat

pada percobaan ini berfungsi sebagai larutan buffer untuk menjaga keasaman

larutan.

Pelarut yang digunakan dalam penetapan kadar kuersetin dalam sediaan

krim tidak mempengaruhi pengukuran absorbansi karena pelarut-pelarut tersebut

memiliki cutoff point yang lebih rendah dari pada panjang gelombang yang

digunakan dalam pengukuran. Cutoff point adalah panjang gelombang terkecil

dimana senyawa tersebut tidak memberikan absorbansi. Cutoff point dari etil

(58)

absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 dilakukan pada panjang

gelombang 428 nm sehingga pelarut-pelarut tersebut tidak mempengaruhi

absorbansi pengukuran.

E. Analisis Validitas Penetapan Kadar Sampel Kuersetin dalam Sediaan Krim

1. Akurasi

Akurasi menunjukkan kedekatan hasil pengukuran dengan hasil

sebenarnya. Akurasi dikatakan baik jika nilai % recovery telah memenuhi standar

yang ditentukan. Hasil penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dapat dilihat

pada tabel VI.

Tabel VI. Data recovery sampel kuersetin dalam sediaan krim

Replikasi absorbansi

Jumlah kuersetin terukur dalam

krim (mg)

(59)

39

Kadar analit dalam sediaan krim pada penelitian ini lebih kecil dari

0,1%, maka standar akurasi yang digunakan adalah untuk kadar analit > 0,1%

yang ditetapkan pada Anonim (2004), yaitu 75%-125%. Dari data penelitian di

atas didapatkan nilai recovery antara 89,49% sampai 96,85%. Data tersebut

memenuhi kriteria akurasi yang baik yaitu pada rentang 75%-125%. Rata-rata

nilai recovery yang didapat adalah 92,91 ± 2,92 %, artinya kurang lebih 92 %

jumlah kuersetin dalam krim dapat terukur kadarnya menggunakan metode

penetapan kadar yang dilakukan dalam penelitian ini. Nilai recovery yang

diperoleh pada penelitian ini tidak mencapai 100 %. Hal ini dikarenakan prosedur

kerja yang dilakukan relatif panjang sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan

pengukuran analit menjadi semakin besar.

2. Presisi

Presisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah repeatability yang

menggambarkan penggunaan prosedur analitik pada suatu laboratorium dalam

periode waktu singkat yang dilakukan oleh analis dan alat yang sama. Nilai presisi

semakin kecil akan memberikan keterulangan hasil yang baik. Presisi yang baik

ditunjukkan dengan nilai coefficient variance (CV) yang memenuhi standar. Data

hasil perhitungan koefisien variasi kadar kuersetin dalam sediaan krim dapat

(60)

Tabel VII. Data koefisien variasi sampel kuersetin dalam sediaan krim

Replikasi

I II III IV V VI

Jumlah kuersetin terhitung dalam sediaan krim (mg)

0.9900 1.0200 0.9832 1.0104 1.0504 1.0028

Jumlah kuersetin terukur dalam sediaan krim (mg)

0,9588 0,9613 0,9313 0,9338 0,9400 0,9000

Kadar sampel kuersetin terhitung dalam sediaan krim (%b/b)

Standar deviasi (SD) 2,92

Koefisien variasi (CV) 3,14 %

Kadar analit dalam sediaan krim pada penelitian ini lebih kecil dari

0,1%, maka standar presisi yang digunakan adalah untuk kadar analit > 0,1% yang

ditetapkan pada Anonim (2004), yaitu CV kurang dari 20%. Dari data di atas

didapatkan nilai CV sebesar 3,14 %. Nilai CV ini memenuhi standar yang

ditetapkan pada Anonim (2004). Hal ini menunjukkan bahwa penetapan kadar

kuersetin dalam sediaan krim menggunakan metode kolorimetri memiliki hasil

keterulangan yang baik.

Parameter presisi yang digunakan adalah coefficient variance (CV),

bukan standar deviasi (SD) karena nilai standar deviasi sangat dipengaruhi oleh

junlah sampel yang digunakan. Semakin banyak jumlah sampel, maka nilai SD

(61)

41

dipengaruhi oleh nilai rata-rata sampel dan tidak tergantung pada jumlah sampel

yang digunakan.

Faktor yang menyebabkan hasil yang tidak seragam pada penelitian ini

terutama disebabkan karena penggunaan alat-alat laboratorium yang bersifat

manual, misalnya penggunaan corong pisah pada proses ekstraksi cair-cair.

Penggunaan corong pisah sebagai alat ekstraksi cair-cair karena metode ini

mudah, sederhana dan cepat dilakukan. Ketidakseragaman hasil disebabkan

karena proses penggojogan corong pisah dilakukan secara subjektif sehingga

terdapat kemungkinan jumlah kuersetin yang didapat pada tiap replikasi kurang

(62)

BAB V

KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN

A. Kesimpulan

Penetapan kadar kuersetin dalam krim secara kolorimetri dengan

pereaksi AlCl3 memenuhi kriteria metode analisis yang baik, yaitu akurasi antara

89,49 - 96,85 % dan CV 3,14 %.

B. Saran

Metode penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dalam penelitian

ini perlu diaplikasikan pada penetapan kadar sampel flavonoid teh hijau dalam

sediaan krim.

C. Keterbatasan

Sampel pada penelitian ini bukan merupakan glikosida flavonoid,

melainkan aglikon flavonoid, yaitu kuersetin.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, V., L., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, 2nd Ed., 264-291

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 6

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 11, 35-36

Anonim, 2003, The United States Pharmacopeia, 6th Ed., United States Pharmacopeia Convention. Inc., Rockville, 2440-2442

Anonim, 2004, Guidelines for The Validation of Analytical Methods for Active Constituent, Agricultural, and Veterinary Chemical Products, APVMA, Australia

Bruneton, J, 1999, Pharmacognosy and Phytochemistry Medical Plant, 2th Ed, translated by Caroline K hatton, Intercept Ltd., Londres, NY, Paris, 309-321

Budavari. S., 1989, The Merck Index, 11th Ed, Merck & Co Inc, USA

Chebil, L., Humeau, C., Anthoni, J., Dehez, F., Engasser, J., and Ghoul, M., 2007, Solubility of Flavonoid in Organic Solvent, J.Chem. Eng., 52, 1552-1556

Christian, G. D., 2004, Analytical Chemistry, 6th Ed, John Wiley & Sons, Inc., USA, 457-468, 473

Cunniff, P., 1995, Official Methods of Analysis of AOAC International Vol. II 16th Ed., AOAC Internatioanl, USA, ch. 33 p. 46-47

Ermer, J., Miller, J. H., 2005, Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co., Weinheim

Fell, A. F., 1986, UV and Visible Flourecense Spectrophotometric, in Wade, Clarke’s Isolation and Identification of Drug, 2nd ed, The Pharmaceuitcal Press, London, 222-225

Janeska, B., Stefova, M., and Alipieva., K., 2007, Assay of Flavonoid Aglycones from the species of genus Sideritis (Lamiaceae) from Macedonia with HPLC-UV DAD, Acta Pharm, 57, 371 - 377

Gambar

Tabel V. Data hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks
Gambar 21. Gambar struktur trietanolamin ........................................................
Gambar 1. Sistem emulsi tipe O/W dan W/O
Gambar 3. Sistem penomoran flavonoidO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penetapan kadar lemak pada es krim adalah untuk mengetahui a pakah kadar lemak yang terdapat pada es krim ini telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Standar

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini memilih metode spektrofotometri ultraviolet sebagai metode yang digunakan untuk penetapan kadar kuersetin dalam plasma secara in

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode analisis tersebut memiliki validitas yang baik, meliputi: akurasi, presisi, dan linearitas untuk penetapan kadar ampisilin dan

metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas yang

PENETAPAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DAN KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KRIM SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN METODE..

Dari hasil analisis penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam sediaan krim menunjukkan hidrokortison asetat dan kloramfenikol memenuhi persyaratan

Dari hasil analisis penetapan kadar sampel campuran kloramfenikol dan prednisolon dalam sediaan krim menunjukkan kloramfenikol dan prednisolon memenuhi persyaratan kadar

Metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet dan metode ini memenuhi uji validasi dengan parameter akurasi