• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elastisitas Permintaan Ekspor

Dalam dokumen V. KONSTRUKSI DATA DASAR (Halaman 33-37)

5.6. Koefisien Elastisitas dan Parameter Lainnya

5.6.2. Elastisitas Permintaan Ekspor

Elastisitas permintaan ekspor menunjukkan respon permintaan komoditas ekspor terhadap perubahan harganya di pasar dunia. Berdasarkan hasil estimasi

seperti ditunjukkan pada Tabel 6, secara umum permintaan komoditas ekspor Indonesia relatif kurang responsif terhadap perubahan harga dengan nilai absolut koefisien elastisitas lebih kecil dari satu. Hanya sebagian kecil komoditi yang nilai absolut koefisien elastisitas permintaan ekspornya lebih besar dari satu. Peningkatan harga komoditas ekspor Indonesia di pasar dunia tidak berdampak cukup besar terhadap penurunan volume ekspor, sebaliknya upaya-upaya peningkatan efisiensi untuk meningkatkan daya saing ekspor juga tidak direspon oleh peningkatan permintaan konsumen negara importir. Pada kelompok produk pertanian, hanya produk pertanian tanaman bahan makanan dan perikanan yang memiliki nilai koefisien elastisitas di atas satu, sementara produk perkebunan, kehutanan dan peternakan ternyata bersifat relatif inelastis dengan nilai koefisien elastisitas di bawah satu. Ketidakelastisan permintaan sebagian besar produk pertanian terutama disebabkan relatif kecilnya impor negara partner dagang yang dilakukan dalam bentuk bahan mentah. Sebagian besar impor produk pertanian dilakukan dalam bentuk produk antara hasil olahan industri domestik seperti Crude Palm Oil (CPO), karet alam lembaran (SIR 20 dan SIR 50) dan produk peternakan dan perikanan kemasan yang akan diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

Pada kelompok industri pengolahan, hanya produk industri alat angkutan dan perbaikannya yang sangat responsif terhadap perubahan tingkat harganya, diikuti oleh produk industri pulp dan kertas serta industri pengolahan makanan dan minuman, termasuk produk industri kelapa sawit dan industri pengolahan hasil laut. Elastisitas produk industri barang dari kayu, rotan dan bambu dan industri semen mendekati angka satu. Perubahan tingkat harga dan permintaannya bergerak dalam persentase yang relatif sama. Responsifitas yang cukup tinggi untuk permintaan produk industri pulp dan kertas dan industri pengolahan

makanan dan minuman erat kaitannya dengan keunggulan komparatif kedua produk ini yang berbasis sumber daya alam. Hal yang juga ditunjukkan oleh produk industri barang dari kayu, rotan dan bambu dan industri semen.

Temuan yang cukup menarik adalah produk industri alat angkutan dan perbaikannya yang memiliki koefisien elastisitas permintaan ekspor paling tinggi. Industri ini ternyata memiliki kemampuan bersaing yang cukup tinggi bila dilihat dari sisi efek perubahan harganya sehingga cukup prospektif untuk dikembangkan di Indonesia khususnya industri dalam bidang perkapalan. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa produk industri Indonesia hanya sebagian kecil yang memiliki kemampuan bersaing cukup tinggi bila dibandingkan dengan komoditas yang sama produksi negara lain.

Hasil estimasi elastisitas produk ekspor Indonesia seperti yang dikemukakan di atas tidak jauh berbeda dengan estimasi yang dilakukan Svensson (2005) untuk 15 produk bijih besi dan logam dasar menggunakan model Autoregresif (AR). Memanfaatkan database perdagangan negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), studi ini berhasil mengestimasi besaran koefisien elastisitas ekspor untuk keseluruhan barang tersebut. Angka koefisien elastisitas yang diperoleh berkisar antara -0.90 (untuk produk limbah non besi) sampai dengan -1.56 (untuk produk aluminium).

Elastisitas Substitusi Faktor Primer

Faktor primer pada studi ini terdiri atas tanah, tenaga kerja dan kapital. Penggunaan ketiga faktor ini dalam proses produksi diasumsikan mengikuti fungsi produksi CES. Menggunakan fungsi produksi ini, antara satu faktor dan faktor produksi lainnya dapat saling bersubstitusi dengan koefisien elastisitas substitusi yang konstan dan nilainya sama untuk seluruh pasangan faktor.

Besarnya nilai elastisitas ini akan menentukan responsivitas penggunaan input pada setiap sektor apabila terjadi perubahan biaya relatif suatu faktor terhadap faktor lainnya.

Pada sebagian besar studi, koefisien elastisitas faktor primer difokuskan pada dua input yaitu tenaga kerja dan stok kapital. Hal ini didasari oleh fakta dominannya peran kedua input tersebut dalam proses produksi pada hampir seluruh aktivitas ekonomi. Penggunaan faktor produksi lahan hanya dominan pada aktivitas produksi pertanian. Pada studi ini, elastisitas input primer juga difokuskan pada input tenaga kerja dan stok kapital.

Nilai koefisen elastisitas substitusi input primer seperti ditunjukkan pada Tabel 7 berkisar antara 0.34 (lembaga keuangan dan jasa lainnya) sampai dengan 1.47 (angkutan dan komunikasi). Angka-angka tersebut memperlihatkan bahwa responsivitas penggunaan input kapital relatif terhadap tenaga kerja sebagai akibat perubahan tingkat upah relatif terhadap sewa kapital, bersifat elastis pada aktivitas industri manufaktur dan angkutan dan komunikasi dengan koefisien elastisitas di atas satu. Pada sektor lain, angkanya bersifat relatif inelastis dengan koefisien elastisitas di bawah satu. Temuan ini memperlihatkan bahwa pada aktivitas angkutan dan komunikasi dan aktivitas industri pengolahan, peningkatan upah tenaga kerja relatif terhadap sewa kapital akan menyebabkan meningkatnya penggunaan input peralatan kapital menggantikan input tenaga kerja, pada persentase yang lebih besar. Pada aktivitas ekonomi lainnya, persentase peningkatan penggunaan kapital untuk menggantikan tenaga kerja relatif lebih kecil dari persentase kenaikan tingkat upah relatif terhadap sewa kapital.

Nilai koefisien elastisitas input primer yang ditemukan tidak jauh berbeda dengan angka yang digunakan oleh Oktaviani (2000) pada model INDOF. Angka

tersebut bersumber dari data dasar GTAP yang besarnya berkisar diseputar interval 0.56 (aktivitas pertanian) sampai dengan 1.68 (aktivitas perdagangan, transportasi dan komunikasi). Bila dihitung rata-rata koefisien elastisitas input primer yang telah diestimasi, yaitu sebesar 0.91, nilainya sedikit lebih tinggi dari koefisien yang digunakan oleh Dixon et al. (1982) pada model ORANI, Horridge et al. (1993) pada model ORANI-F and Horridge et al. (1998) pada model ORANI-G untuk perekonomian Australia. Pada ketiga model tersebut, nilai elastisitasnya ditetapkan sama untuk seluruh aktivitas ekonomi yaitu sebesar 0,5. Nilai koefisen elastisitas yang sama juga telah digunakan oleh Buetre (1996) untuk model perekonomian Philippina.

Tabel 7. Koefisien Elastisitas Substitusi Faktor Primer dan Tenaga Kerja untuk Masing-Masing Sektor Penelitian

No. Jenis Komoditas Sub. Faktor Primer TK

1 Pertanian 0.71 0.50

2 Pertambangan dan penggalian 0.62 0.04

3 Industri 1.21 0.44

4 Listrik, Gas dan air bersih 0.46 0.50

5 Bangunan 0.25 0.20

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.76 0.50

7 Angkutan dan Komunikasi 1.47 0.07

8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa Persh 0.34 0.50

9 Jasa-jasa Lainnya 0.34 0.50

Sumber: Kerjasama Bank Mandiri dan FEM-IPB, Oktaviani et al. (2007b)

Dalam dokumen V. KONSTRUKSI DATA DASAR (Halaman 33-37)

Dokumen terkait