• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL 4.1 Kondisi umum

5.6 Emisi dari Input Budidaya

Input budidaya sebagai proses dalam produksi TBS pada perkebunan kelapa sawit merupakan bagian dari pemeliharaan kebun. Emisi input budidaya pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut perusahaan 922 kg CO2 ha-1 tahun-1 lebih tinggi 52.4% dibandingkan emisi pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut rakyat 604.8 ± 238.5 kg CO2 ha-1 tahun-1. Sedangkan pada emisi yang dihasilkan per kg TBS yang diproduksi, pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut perusahaan adalah 0.066 kg CO2 per kg TBS lebih tinggi 36.4% dibandingkan pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut rakyat yaitu 0.042 ± 0.011 kg CO2 per kg TBS. Emisi per kg TBS dipengaruhi oleh faktor input budidaya dan produktivitas tanaman, sedangkan emisi input budidaya per hektar tidak dipengaruhi oleh produktivitas tanaman. Sehingga untuk menurunkan emisi per kg TBS, maka produktivitas harus ditingkatkan, baik dengan penambahan input pupuk, penyiangan gulma di piringan sebelum aplikasi pupuk, pemangkasan pemeliharaan, serta pengaturan tinggi muka air dipertahankan pada 60-70 cm.

Emisi Emisi dari pupuk merupakan penyumbang emisi terbesar 584 kg CO2- eq (63.3%) diikuti oleh penggunaan bahan bakar 319 kg CO2-eq (34.6%) dan terakhir adalah pestisida 19.5 kg CO2-eq (2.1%),sedangkan pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut masyarakat penyumbang emisi terbesar adalah pemupukan 584 ± 245.27 kg CO2-eq (88.6-98.7%) diikuti oleh penggunaan pestisida 13.78 ± 13.72 kg CO2-eq (0.2-9.8%) dan terakhir adalah bahan bakar 6.92 ± 2.56 kg CO2-eq (0.6- 1.7%). Pengurangan emisi per hektar baik pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut perusahaan dan perkebunan kelapa sawit lahan gambut rakyat dapat dilihat dari tiga faktor input yaitu penambahan pupuk, penggunaan pestisida, dan penggunaan bahan bakar fosil. Emisi dari penggunaan pupuk dapat dikurangi dengan penggunaan pupuk organik, baik menggunakan abu janjang, maupun dengan mengembalikan tandan kosong sawit (TKS) ke kebun. Penggunaan abu janjang 2 kg per tanaman mampu mengurangi penggunaan 0.75 kg MOP, sedangkan penelitian Prayitno et al. (2008), pada tanaman kelapa sawit umur 23 tahun (2007) yang hanya

diberi TKS 20 ton ha-1 dari tahun 1998, mampu meningkatkan jumlah tandan 18.6%, berat tandan 4.3% dan produktivitas 25.03% dibandingkan menggunakan pupuk anorganik saja dengan dosis 2.75 kg urea per tanaman, 2.25 kg TSP per tanaman, 2.25 kg MOP per tanaman dan 3.75 kg dolomit per tanaman per tahun. Disamping itu penggunaan TKS mampu meningkatkan cadangan karbon. Emisi dari penggunaan herbisida pada perkebunan rakyat dapat dikurangi dengan hanya menyemprot herbisida pada piringan dan jalan panen menggunakan herbisida sistemik dan selektif, tergantung pada jenis gulma, hal ini juga akan mampu meningkatkan cadangan karbon dari tumbuhan bawah. Penanaman legume cover crop (LCC) seperti Mucuna

sp juga dapat menekan pertumbuhan gulma, selain itu mampu meningkatkan biomasa serasah dari daun LCC yang membusuk. Emisi dari insektisida dapat dikurangi dengan penggunaan musuh alami seperti burung hantu untuk pengendalian

hama tikus, parasitoid untuk pengendalian ulat api, penggunaan cendawan

Metarrrhizium anisopliae pada tumpukan batang kelapa sawit maupun di sekitar

gawangan matiyang mampu menginfeksi lundi dari kumbang badak dengan dosis 1 kg per batang atau 20 g m2, serta penyebaran kumbang badak jantan yang telah diinfeksi dengan baculovirus. Pengurangan emisi dari input bahan bakar dapat

dilakukan dengan efisiensi bahan bakar. Penggunaan kendaraan yang hemat bahan bakar dapat menjadi alternatif guna meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar kendaraan dan mesin genset, untuk area yang dekat dengan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat menggunakan listrik yang dihasilkan dari generator pabrik. Penggunaan gas metana melalui methane trap kolam limbah POME (Palm Oil Mill Effluent)

sebagai sumber bahan bakar generator listrik dapat menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar solar untuk generator listrik maupun pompa air, dimana pada penelitian ini, penggunaan bahan bakar untuk generator, pompa dan keperluan lain menyumbang 51% dari total bahan bakar yang digunakan. Hal tersebut diatas selain mampu mengurangi emisi dari input budidaya juga mampu mengurangi input kimia dan bahan bakar pada perkebunan kelapa sawit, sehingga akan lebih ramah lingkungan.

5.7Batasan

Emisi yang dihitung menggunakan MILCA-JEMAI merupakan emisi yang dihasilkan dari proses produksi terutama pada pupuk dan pestisida, sedangkan untuk dolomit hanya digunakan input emisi dolomit dari penggunaan. Emisi dari penggunaan nitrogen di tanah tidak dapat dihitung dalam MILCA-JEMAI, sehingga tidak dapat diketahui besarnya emisi pupuk N dari penggunaan nitrogen di tanah, emisi ini sangat penting karena memiliki kontribusi 40-60% dari total emisi dari input budidaya. Input bahan bakar pada penghitungan emisi terutama solar dianggap sebagai emisi dari penggunaan bahan bakar solar pada mesin kendaraan. Batasan lain yang ada pada MILCA-JEMAI adalah keterbatasan basis data pada emisi bahan aktif untuk fungisida, herbisida dan insektisida. Perbaikan model dengan memisahkan antara input bahan bakar dari kendaraaan pengangkut TBS, mobilisasi pupuk dan pekerja, pompa air, serta penggunaan bahan bakar untuk keperluan antar jemput sekolah maupun untuk keperluan lain dapat memberikan data emisi yang lebih rinci, sehingga pengambilan keputusan dalam efisiensi penggunaan bahan bakar untuk mengurangi emisi dari input bahan bakar dapat lebih baik.

6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Cadangan karbon hingga kedalaman gambut 150 cm pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut perusahaan adalah 1 276 ± 187 ton C ha-1 tidak berbeda dengan perkebunan kelapa sawit lahan gambut rakyat yaitu 1 216 ± 28 ton C ha-1. Cadangan karbon tersebut berasal dari cadangan karbon permukaan tanah yang terdiri dari tajuk tumbuhan bawah, tajuk kelapa sawit, nekromasa, serasah dan kayu mati,

dengan nilai cadangan karbon permukaan pada perkebunan kelapa sawit perusahaan 37.7 ± 11.8 ton C ha-1, tidak berbeda dengan perkebunan kelapa sawit rakyat yaitu 61.1 ± 36.5 ton C ha-1. Cadangan karbon bawah permukaan yang terdiri dari cadangan karbon biomasa dan cadangan karbon gambut, dengan nilai cadangan karbon biomasa bawah permukaan dan gambut perkebunan kelapa sawit perusahaan 8.9 ± 1.7 ton C ha-1 dan 1 229 ± 187 ton C ha-1, sedangkan pada perkebunan kelapa sawit rakyat 6.8 ± 1.1 ton C ha-1 dan 1 148 ± 29 ton C ha-1. Cadangan karbon biomasa pada perkebunan kelapa sawit rakyat memiliki deviasi yang tinggi akibat perbedaan pemeliharaan kebun antar petani. Sumber karbon dari kayu mati menjadi kontributor utama cadangan karbon biomasa pada perkebunan kelapa sawit perusahaan maupun rakyat. Cadangan karbon biomasa permukaan tanpa kayu mati pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut perusahaan adalah 23.2 ± 2.1 ton C ha-1, sedangkan pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut rakyat adalah 20.1 ± 4.2 ton C ha-1. Nilai sekuestrasi tanaman kelapa sawit lahan gambut perusahaan umur 12 tahun adalah 7.28 ± 0.12 ton C ha-1 tahun-1, dimana tajuk dan akar kelapa sawit menyumbang 1.52 ± 0.1 ton C ha-1 tahun-1, TBS menyumbang 3.14 ton C ha-1 tahun-1 dan pelepah dari pemangkasan pemeliharaan menyumbang 2.61 ton C ha-1 tahun-1. Nilai sekuestrasi tanaman kelapa sawit lahan gambut masyarakat umur 12 tahun adalah 7.15 ± 0.09 ton C ha-1 tahun-1, dimana tajuk dan akar kelapa sawit menyumbang 1.45 ± 0.1 ton C ha-1 tahun-1, TBS menyumbang 3.17 ± 0.47 ton C ha-1 tahun-1 dan pelepah dari pemangkasan pemeliharaan menyumbang 2.53 ± 0.07 ton C ha-1 tahun-1. Estimasi cadangan karbon total perkebunan kelapa sawit lahan gambut perusahaan dengan kedalaman gambut 437.5 ± 75 cm adalah 4 113 ± 697 ton C ha-1, sedangkan cadangan karbon total perkebunan kelapa sawit rakyat dengan kedalaman gambut 425.0 ± 29 cm adalah 3 416 ± 227 ton C ha-1.

Emisi gas rumah kaca per hektar pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut perusahaan (922 kg CO2-eq ha-1 tahun-1) lebih tinggi 52.4% dibandingkan perkebunan kelapa sawit lahan gambut rakyat (604.8 ± 238.5922 kg CO2-eq ha-1 tahun-1). Emisi dari pupuk merupakan penyumbang emisi terbesar 584 kg CO2-eq (63.3%) diikuti oleh penggunaan bahan bakar 319 kg CO2-eq (34.6%) dan terakhir adalah pestisida 19.5 kg CO2-eq (2.1%), sedangkan pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut masyarakat penyumbang emisi terbesar adalah pemupukan 584 ± 245.27 kg CO2-eq (88.6-98.7%) diikuti oleh penggunaan pestisida 13.78 ± 13.72 kg CO2-eq (0.2-9.8%) dan terakhir adalah bahan bakar 6.92 ± 2.56 kg CO2-eq (0.6- 1.7%). Pemeliharaan kebun yang berbeda pada perkebunan kelapa sawit lahan gambut rakyat akibat perbedaan kemampuan finansial petani menghasilkan emisi yang beragam baik pada input pupuk, pestisida, maupun bahan bakar.

6.2 Saran

Penanaman legume cover crop atau membiarkan gulma tumbuh pada

gawangan hidup mampu meningkatkan cadangan karbon pada perkebunan kelapa sawit masyarakat, sehingga dapat menurunkan emisi dari pengurangan penggunaan herbisida. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cadangan karbon dan emisi yang dihasilkan pada berbagai umur tanaman kelapa sawit hingga 25 tahun, sehingga perubahan nilai cadangan karbon dan emisi agroekosistem kelapa sawit di berbagai umur kelapa sawit dapat diketahui.

Dokumen terkait