• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Melon

Melon (Cucumis melo L.) berasal dari afrika, sedangkan jenis liarnya ditemukan di India dan pusat keragaman sekunder muncul di India, Iran, Rusia Selatan dan Cina (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Melon merupakan komoditas hortikultura yang sering di konsumsi oleh masyarakat. Buah melon segar dapat langsung dikonsumsi setelah matang. Melon memiliki teknik budidaya seperti sayuran, namun pada klasifikasi botani melon tergolong dalam komoditi buah-buahan (Poincelot, 2004). Buah ini tergolong ke dalam famili Cucurbitaceae dan genus Cucumis (Ghebretinsae et al.,2007).

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) pembungaan melon dapat dengan cara monoecious dan kadang-kadang andromonoecious. Bunga jantan terbentuk dalam kelompok tiga hingga lima bunga pada tangkai bunga ramping. Bunga betina dan hermaprodit tumbuh tunggal dengan tangkai yang gemuk pendek, tumbuh pada ketiak daun yang berbeda. Bunga membuka hanya sekali selama awal pagi hari dan diserbuki oleh serangga. Adams dan Early (2004) menyatakan bahwa melon memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu pohon atau sering disebut tanaman monoecious.

Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyebutkan bahwa daun melon berbentuk agak bundar, bulat telur atau seperti ginjal, lebar sekitar 8-15 cm, dan bersudut-sudut atau memiliki lima hingga tujuh lekuk dangkal. Menurut Poincelot (2004) daun pada tanaman hortikultura merupakan tambahan mendatar dari permukaan batang yang berpola dan memiliki permukaan yang lebar untuk menyerap energi cahaya secara efisien untuk fotosintesis dan transpirasi.

Pembentukan buah pada sebagian besar sepesies tanaman disebabkan oleh penyerbukan dan adanya hormon giberelin. Hormon ini akan dibawa dalam serbuk sari dan memicu produksi auksin dalam ovarium yang menyebabkan sel untuk tumbuh (Adams dan Early, 2004). Ukuran, bentuk, dan kekerasan kulit buah sangat beragam pada berbagai tipe dan kultivar melon. Buah biasanya berbentuk bulat atau bulat telur lonjong. Permukaan buah rata, tidak berbulu,

beberapa sangat bersudut, dan yang lainnya tertutup oleh jala-jala bergabus atau retikulat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Daging buah melon yang sebenarnya adalah dinding bakal buah memiliki beragam ketebalan, warna, dan teksturnya. Warna daging buah dapat putih, hijau, merah jambu, atau jingga. Aroma yang muncul dari buah melon merupakan perpaduan senyawa atsiri, khususnya alkohol, asam, dan ester yang terbentuk selama pematangan. Jumlah dan nisbah senyawa atsiri ini beragam pada berbagai varietas melon yang akan memberikan sifat dan aroma rasa yang berbeda (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Syarat Tumbuh Melon

Melon dapat tumbuh dengan baik pada suhu sekitar 30 oC dan tidak ada embun atau salju (Acquaah, 2005). Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik. Melon dapat tumbuh pada ketinggian 300-1000 m diatas permukaan laut dan dengan suhu antara 25-30 oC. Tanaman ini memerlukan sinar matahari penuh, sehingga tidak cocok ditanam pada daerah lembab dan ternaung (Ashari, 2006). Melon merupakan tanaman yang sensitif terhadap perubahan suhu dan memerlukan suhu hangat untuk pertumbuhannya (Everhart et al., 2009).

Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan bahwa melon memerlukan tanah yang dalam dan berdrainase baik untuk pertumbuhannya. Tanah bertekstur halus dengan pH antara 7-8 menghasilkan melon lebih produktif. Kelembaban tanah juga harus selalu terjaga, kelembaban rendah akan memunculkan sebagian besar penyakit daun. Menurut Poincelot (2004) ketersediaan air yang konstan sangat diperlukan melon untuk pertumbuhan tanaman dan pembentukan buah. Ashari (2006) menambahkan bahwa melon sangat baik tumbuh pada tanah berlempung dengan pH netral, penanaman melon secara hidroponik atau dengan media tanpa tanah sudah banyak dilakukan.

Persemaian melon memerlukan tanah atau media semai dengan suhu 23.9-35.0 oC, untuk menunjang perkecambahan benih harus tertutup media semai dengan ketebalan 0.5-1.5 inch (Poincelot, 2004). Melon merupakan tanaman yang benihnya dapat ditanam langsung pada bedeng yang telah disediakan (Acquaah, 2005).

Perawatan tanaman melon lebih intensif daripada mentimun. Melon membutuhkan hara lebih banyak yang disebabkan umur melon yang lebih panjang. Bedengan yang ditinggikan dan mulsa biasa digunakan untuk meminimumkan kontak langsung buah dengan air (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Acquaah (2005) suplai nitrogen, fosfor, dan kalium harus rutin dilakukan untuk pertumbuhan dan perkembangan melon.

Hidroponik

Ada beberapa cara budidaya melon yang dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah hidroponik. Hidroponik dapat didefinisikan sebagai ilmu membudidayakan tanaman tanpa menggunakan tanah, tetapi dengan menggunakan media inert seperti kerikil, pasir, gambut, vermikulit, batu apung atau serbuk gergaji dan ditambahkan larutan nutrisi yang mengandung semua elemen penting yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan normal (Resh, 2004). Menurut Adams dan Early (2004) dalam sistem budidaya hidroponik tanaman dapat tumbuh karena adanya larutan nutrisi yang diberikan secara terkontrol dengan media tanam yang tidak solid sehingga tanaman memperoleh suplai oksigen yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan.

Resh (2004) menyatakan bahwa media tanam harus terhindar dari zat beracun. Pemilihan media tanam dalam sistem hidroponik harus berdasarkan ketersediaan media, biaya, kualitas, dan jenis metode hidroponik yang akan digunakan. Menurut Rice (2011) media tanam yang digunakan dalam polibag harus memiliki porositas yang besar, sehingga dapat menunjang perkembangan akar karena akar mendapatkan suplai oksigen yang cukup.

Resh (2004) menyatakan bahwa penerapan sistem hidroponik yang menggunakan fertigasi dapat memberikan hara bersamaan dengan penyiraman. Larutan hara yang digunakan adalah hara AB mix yang terdiri dari larutan stok A, larutan stok B, dan asam dengan jumlah 15-20% dari total larutan stok. Menurut Susila (2006) larutan stok A mengandung KNO3, Ca(NO3)2, NH4NO3, dan FeEDTA, sedangkan larutan stok B mengandung KNO3, K2SO4, KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4, ZnEDTA, H3BO3, dan NH4-MoO4. Nutrisi yang diberikan

mempunyai EC antara 1.6-1.7 mmhos/cm dan diharapkan akan meningkat menjadi 2.0-2.5 mmhos/cm di media tanam arang sekam setelah sehari dilakukan pemberian nutrisi.

Fertigasi

Shaw et al., (2004) menyatakan bahwa kualitas air irigasi harus menjadi perhatian utama, terutama pada irigasi dalam sistem hidroponik. Penyiraman terjadwal yang disesuaikan dengan media tanam dan kebutuhan tanaman akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Rice (2011) irigasi pada kegiatan budidaya tanaman merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan untuk mencukupi kebutuhan air tanaman. Volume irigasi harus memperhatikan jenis tanaman dan jenis media yang digunakan dalam budidaya tanaman.

Hidroponik pada umumnya menggunakan sistem fertigasi, yaitu pemberian unsur hara yang dialirkan melalui sistem irigasi. Larutan stok mengalir ke aliran irigasi utama melalui pipa. Aliran irigasi ini membawa larutan stok yang telah dicampur dari tangki pencampuran dan akan menuju ke sistem hidroponik dalam rumah kaca. Filter berukuran 200 mesh dipasang pada aliran utama untuk menyaring partikel-partikel sehingga tidak partikel tersebut tidak ikut masuk dalam sistem irigasi tetes (Resh, 2004).

Menurut Resh (2004) perlengkapan yang harus disediakan untuk sistem fertigasi hidroponik adalah tangki untuk air dan larutan stok AB, injektor untuk mengatur volume larutan stok yang keluar, komputer, pH dan EC meter, pompa air, saringan, alat sterilisasi Ozon dan UV, dan tangki pencampuran.

Greenhouse

Emekli et al., (2010) menyatakan bahwa rumah kaca merupakan komponen yang penting untuk melakukan budidaya tanaman dengan teknologi modern seperti hidroponik. Rumah kaca secara umum menyediakan lingkungan yang optimum untuk produksi tanaman hortikultura sehingga dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Budidaya tanaman dengan sistem hidroponik dapat dilakukan di rumah kaca karena tingkat radiasi matahari, suhu, kelembaban, dan

banyaknya nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman dapat diberikan secara terkontrol.

Boodley (1998) menyatakan bahwa secara umum desain rumah kaca dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu rumah kaca terpisah (detached greenhouse) dan rumah kaca terhubung (connected greenhouse). Menurut Emekli et al., (2010) untuk melakukan budidaya tanaman intensif dalam rumah kaca, hendaknya desain rumah kaca disesuaikan dengan ekologi negara tempat tanaman tersebut dibudidayakan.

Boodley (1998) menyatakan bahwa keuntungan dari sebuah rumah kaca terpisah adalah lebih mudah untuk instalasi dan menjaga suhu untuk memenuhi kebutuhan tanaman secara spesifik. Selain itu, sebuah rumah kaca yang terpisah lebih mudah untuk pergantian udara tanpa mengganggu tanaman terutama pada udara dingin. Pada rumah kaca terhubung, keuntungannya adalah bangunan ini lebih murah dan efisien tempat, tidak adanya dinding samping antara rumah kaca menyebabkan lebih sedikit bahan-bahan bangunan yang diperlukan. Pertukaran panas dapat dilakukan lebih efisien karena ada bagian yang terbuka antara rumah kaca yang terhubung. Rumah kaca terpisah lebih mudah perawatan dan pengelolaannya daripada rumah kaca terhubung, rumah kaca terpisah model even span lebih sering digunakan karena rumah kaca ini memiliki besi penopang atap yang tipis, sehingga cahaya matahari yang masuk tidak terhalang dengan adanya penopang atap.

Arang Sekam

Arang sekam merupakan salah satu media tanam hidroponik yang sering digunakan. Media ini memiliki ukuran partikel yang lebih besar daripada serbuk gergaji. Sekam padi dapat meningkatkan drainase dan biasanya digunakan untuk subtitusi media peat. Sekam memiliki ukuran yang seragam, ringan dan mampu melindungi dari kerusakan akibat penipisan kadar nitrogen oleh mikroorganisme (Mastalerz, 1977). Menurut Soeminaboedhy dan Tejowulan (2007) arang sekam dapat menyediakan unsur hara tambahan walaupun tidak sebanyak pupuk anorganik, penggunaan arang sekam juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Arang sekam padi mempunyai total luas permukaan lebih besar dibandingkan

dengan jenis arang lainnya yaitu 200-300 m2/g sehingga memungkinkan melepaskan unsur fosfor lebih banyak.

Ermina (2010) menyatakan bahwa media arang sekam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain harganya relatif murah, bahannya mudah didapat, ringan, sudah steril, dan mempunyai porositas yang baik. Kekurangannya yaitu hanya dapat digunakan dua kali tanam. Menurut Rosana (2011) media ini memiliki aerasi (sirkulasi) udara dan porositas tanah yang baik sehingga perakaran tanaman berkembang optimal

Kompos Daun Bambu

Kompos daun adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dengan proses dekomposisi (Sulistyorini, 2005). Kompos yang berasal dari sampah tanaman memiliki kandungan nitrogen 2,05% dan bahan organik 40,38%, nitrogen diperlukan tanaman untuk menunjang pertumbuhan (Anif et al., 2007).

Rosana (2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu memiliki aerasi (sirkulasi) udara dan porositas tanah yang baik sehingga perakaran tanaman dapat berkembang optimal. Media kompos daun bambu yang dicampur dengan sekam dapat mempercepat pertumbuhan tanaman mawar. Faruqi (2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu yang dicampur dengan arang sekam menghasilkan tinggi tanaman lebih besar dan ruas tanaman lebih baik daripada media tanam lainnya.

Pupuk Kandang Ayam

Hartatik dan Widowati (2006) menyatakan bahwa pupuk kandang adalah sumber hara nitrogen, fosfor, kalium, dan lainnya. Nitrogen dari pukan umumnya dirubah menjadi bentuk nitrat sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pupuk kandang mengandung unsur hara dengan konsentrasi yang bervariasi tergantung jenis ternak, makanan, umur, dan kesehatan ternak.

Pupuk kandang ayam memiliki kadar hara P yang relatif lebih tinggi daripada pupuk kandang lain. Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama.

Kandungan N, P2O5, K2O dan CaO dari pupuk kandang ayam berturut-turut adalah sebesar 1.5%, 1.3%, 0.8%, dan 4.0%, sedangkan kandungan air dan bahan organiknya adalah 57% dan 29% (Hartatik dan Widowati, 2006). Pemberian pupuk kandang ayam dapat memenuhi ketersediaan hara sepanjang pertumbuhan tanaman dan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik daripada pupuk kandang sapi dan kambing (Mayadewi, 2007).

Kualitas Buah

Kualitas produk hortikultura sangat tergantung pada lingkungan tumbuh dan faktor genetik tanaman. Faktor lingkungan tumbuh yang berperan dalam produksi hortikultura diantaranya adalah tanah, nutrisi, air, sinar matahari, temperatur, dan ketinggian tempat (Ashari, 2006).

Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan bahwa melon berkualitas tinggi memiliki kandungan padatan terlarut 10% atau lebih. Sari (2009) menyatakan bahwa kualitas buah melon dapat dilihat dari nilai padatan terlarut total, tekstur daging buah, penampakan buah, dan aroma daging buah. Nilai padatan total terlarut (PTT) digunakan untuk mengetahui tingkat kemanisan buah melon. Menurut Siswanto (2010) buah melon diminati oleh konsumen karena penampilan buah, kandungan gizi, dan rasa yang manis.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca University Farm IPB, unit lapangan Cikabayan, dengan ketinggian tempat 250 m dpl. Penelitian dilaksanakan mulai Januari sampai April 2012.

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan melon varietas Golden Apollo, Sky Rocket, Red Aroma, dan Sun Lady. Media tanam yang digunakan adalah arang sekam, kompos daun bambu (diayak dengan saringan berukuran 0.5 cm), dan pupuk kandang ayam, sedangkan media semai menggunakan kascing. Hara yang digunakan adalah pupuk stok A (KNO3, Ca(NO3)2 dan FeEDTA) dan pupuk stok B (KNO3, K2SO4, KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CUSO4, (NH4)S04, Na2HBO3, ZnSO4 dan NaMoO4). Komposisi hara yang digunakan yaitu: NO3- 233 ppm, NH4+ 25 ppm, K+ 210 ppm, PO4 60ppm, Ca2+ 177 ppm. Mg2+ 24 ppm, SO4- 113 ppm, Fe 2.14 ppm, B 1.2 ppm, Zn 0.26 ppm, Cu 0.048 ppm, Mn 0.18 ppm dan Mo 0.046 ppm. Furadan 3G (bahan aktif Carbofuran), fungisida Dithane M-45

(bahan aktif Mancozeb 80%), dan insektisida Confidor (bahan aktif Imidakloprid

5%). Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tray semai, polybag ukuran 35 x 35 cm, irigasi tetes, sprayer ukuran 15 liter, gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, ember, benang ajir, meteran, termo-hygrometer, hand refractometer,

hand penetrometer, EC meter, pH meter, timbangan digital, jangka sorong dan kontainer yang digunakan berukuran 100 liter dan 2000 liter.

.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial 2 faktor dengan 4 ulangan. Penelitian ini menggunakan 4 varietas melon (Golden Apollo, Sky Rocket, Red Aroma, dan Sun Lady) dan 3 macam media tanam (arang sekam, kompos daun bambu, dan pupuk kandang ayam), sehingga terdapat 48 satuan percobaan dan tiap satuan percobaan terdiri dari 2 tanaman. Model RKLT faktorial :

Yijk = µ + αi+ βj + (αβ)ij+ ρk+ εijk

Yijk : Nilai pengamatan pada Varietas ke-i, Media ke-j, dan Kelompok ke-k

µ : Rataan Umum

αi : Pengaruh Varietas ke-i

βj : Pengaruh Media ke-j

(αβ)ij : Pengaruh Interaksi Varietas ke-i dan Media ke-j

ρk : Pengaruh Kelompok ke-k

εijk : Galat Percobaan

Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian diawali dengan pembersihan greenhouse, lalu mempersiapkan penyemaian benih serta pembuatan larutan stok A dan B. Pupuk ABmix dilarutkan dalam kontainer A dan kontainer B dengan volume masing-masing 90 liter. Sebanyak 10 liter masing-masing-masing-masing larutan stok, diencerkan pada kontainer besar berukuran 2000 liter. Kemudian dilakukan pengukuran EC dan pH larutan, dengan nilai EC antara 2.1-2.5 mS dan nilai pH 6.5-6.8. Penyiraman tanaman menggunakan irigasi tetes, penyiraman fase vegetatif pada umur 1 MST setiap hari dilakukan 4 kali penyiraman dengan volume 100 ml, penyiraman dilakukan pada pukul 07.00, 10.00,13.00,15.00. Pada umur 2-3 MST dilakukan 5 kali penyiraman dengan volume 100 ml, penyiraman dilakukan pada pukul 07.00, 09.00, 11.00, 13.00, 15.00. Pada fase pembungaan (4 MST) penyiraman dilakukan 5 kali dengan volume 150 ml. Penyiraman pada 5 MST-12 MST setiap hari dilakukan sebanyak 4 kali. Penyiraman pada fase pembungaan (5 MST) dengan volume 200 ml, fase pembentukan buah (6 MST) dengan volume 250 ml, fase perkembangan buah (7-8 MST) dengan volume 300 ml, fase pematangan buah (9-12 MST) dengan volume 200 ml.

Benih disemai selama 18 hari pada tray semai dengan media kascing. Bibit yang telah berumur 18 hari dipilih dan dipindahkan ke polybag yang telah terisi media tanam arang sekam, kompos daun bambu, dan pupuk kandang ayam. Pengisian media tanam dilakukan didalam rumah kaca. Polybag disusun 2 baris,

jarak antar polybag adalah 60 cm dan diletakkan secara zig-zag. Dripper stick

(alat irigasi tetes) ditancapkanpada setiap polybag.

Selama penelitian dilakukan pemeliharaan seperti pemangkasan daun, penyemprotan dan pembersihan rumah kaca. Pemangkasan dilakukan dengan membuang tunas lateral yang tumbuh dibawah buku ke-10 dan diatas buku ke-13. Tunas lateral pada buku ke-24 hingga buku ke-29 tidak dipangkas karena beberapa tanaman melon baru terbentuk calon buah pada buku tersebut. Pemangkasan batang utama juga dilakukan pada fase generatif agar hasil fotosintesis dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk perkembangan buah. Seleksi buah melon dilakukan ketika diameter buah mencapai + 3 cm dan pada satu pohon hanya dipelihara satu buah.

Penyemprotan tanaman dilakukan dengan menggunakan fungisida dengan dosis 2 g/l dan insektisida dengan dosis 2 g/l. Penyemprotan fungisida dan insektisida dilakukan secara bergantian dalam selang waktu 1 minggu. Penyemprotan pestisida dihentikan 2 minggu sebelum panen. Panen perdana dilakukan ketika tanaman berumur 63 hari setelah tanam.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan mulai pemindahan bibit ke polybag hingga panen. Pengamatan dilakukan setiap minggu meliputi pengamatan vegetatif (pada 1-5 MST) dan generatif (pada 6-12 MST). Pengamatan karakter kuantitatif dan kualitatif dilakukan setelah buah dipanen.

Fase vegetatif:

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari buku pertama hingga ujung titik tumbuh. 2. Panjang ruas rata-rata (cm), dihitung dari tinggi tanaman dibagi jumlah

ruas.

3. Jumlah buku (buah), dihitung dari buku pertama hingga buku terakhir. Fase generatif :

1. Umur panen (hst), dari pindah tanam hingga panen. 2. Posisi buah dipanen (buku ke-).

Karakter kuantitatif :

1. Bobot buah (gr), diukur menggunakan timbangan kasar. 2. Panjang buah (cm), diukur dari pangkal hingga ujung buah. 3. Lingkar buah (cm), diukur pada bagian tengah buah.

4. Kekerasan kulit buah (Kg/s), diukur menggunakan hand penetrometer

pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.

5. Tebal daging buah (mm), diukur dengan jangka sorong.

6. Kandungan padatan terlarut total (PTT). Diukur menggunakan hand refractometer pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah.

Karakter kualitatif :

1. Tipe juring dengan kriteria tidak berjuring, dangkal, sedang, dan dalam. 2. Aroma buah dengan kriteria wangi dan tidak wangi.

3. Rasa daging buah dengan kriteria manis dan tidak manis. 4. Warna daging buah, diukur dengan colour chart.

5. Warna kulit buah, diukur dengan colour chart.

6. Tekstur daging buah, dengan kriteria berserat, renyah, lunak.

7. Bentuk buah disesuaikan dengan standar Descriptor for Melon IPGRI. 8. Uji Organoleptik rasa, aroma, dan penampilan dengan 10 responden untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum

Daya berkecambah benih dari 4 varietas melon memiliki perbedaan, daya berkecambah masing-masing varietas Golden apollo, Sky Rocket, Red aroma, dan Sun lady, berturut-turut 84%, 60%, 65%, 70%. Bibit melon siap dipindah tanam ke dalam rumah kacasetelah berumur 18 hari.

Tanaman dengan media tanam arang sekam dan kompos daun bambu menunjukkan pertumbuhan yang baik mulai minggu pertama. Tanaman pada media pupuk kandang ayam terhambat pertumbuhannya yang diduga karena jenuh dengan larutan hara dan tingginya kandungan Fe, Mn, Zn, Cu pada media pupuk kandang ayam. Hama penggorok daun (Leaf minner) mulai menyerang tanaman pada 2 MST dengan intensitas serangan ringan (10%), sehingga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

Suhu di dalam rumah kaca berkisar antara 24-42 oC. Penyemprotan insektisida dan fungisida berbahan aktif Mancozeb 80% dan Imidakloprid 5% dilakukan secara bergantian dengan selang waktu 1 minggu mulai umur 2 MST hingga 8 MST. Panen perdana dilakukan pada 63 hari setelah tanam.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Hasil analsis ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 1 dan 4 MST, jumlah buku 1-3 MST, panjang ruas 1 dan 4 MST, posisi buah, panjang buah, tebal buah, rasa, aroma, dan penampilan buah. Perlakuan media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 1-5 MST, jumlah buku 1-5 MST, panjang ruas 3-5 MST, dan uji aroma buah. Interaksi antara varietas dan media tanam terjadi pada panjang ruas 4 MST dan aroma buah.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Peubah Umur (MST) Varietas Media Tanam Interaksi kk (%) Tinggi Tanaman 1 0.0029** 0.0004** 0.3628 23.47 Jumah Buku 1 0.0183* 0.0007** 0.5367 24.67 Panjang Ruas 1 0.0102* 0.3590 0.1037 18.20 Tinggi Tanaman 2 0.0545 <.0001** 0.5927 30.55 Jumah Buku 2 0.0336* <.0001** 0.4023 21.31 Panjang Ruas 2 0.5089 0.1985 0.5883 17.49 Tinggi Tanaman 3 0.0894 <..0001** 0.3797 27.37 Jumah Buku 3 0.0493* <.0001** 0.2951 19.30 Panjang Ruas 3 0.4734 <.0001** 0.4560 15.57 Tinggi Tanaman 4 0.0240* <.0001** 0.1697 19.35 Jumah Buku 4 0.0581 <.0001** 0.4362 15.64 Panjang Ruas 4 0.0007** <.0001** 0.0074** 7.94 Tinggi Tanaman 5 0.1834 <.0001** 0.5093 14.37 Jumah Buku 5 0.0512 <.0001** 0.8612 12.86 Panjang Ruas 5 0.0657 0.0311* 0.3996 8.53 Umur Panen 0.5282 0.1527 0.4289 6.19 Posisi buah 0.0244* 0.8817 0.6583 23.08 Bobot 0.5821 0.3593 0.8958 21.24 Panjang Buah 0.0267* 0.1283 0.6323 6.18 Lingkar Buah 0.3977 0.3829 0.5532 8.19 Tebal Daging 0.0480* 0.2474 0.6283 6.55 Padatan Terlarut Total 0.7260 0.0802 0.2030 7.51 Kekerasan Kulit Buah 0.6864 0.1370 0.8631 16.31 Uji Skor Rasa 0.0111* 0.3531 0.6242 23.98 Uji Skor Aroma 0.0116* 0.0188* 0.0277* 17.53 Uji Skor Penampilan 0.0002** 0.1763 0.8725 17.67 Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 %, * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%,

Tinggi Tanaman

Empat varietas melon yang ditanam menunjukkan perbedaan tinggi yang nyata pada 1 MST dan 4 MST (Tabel 2). Varietas Sun Lady memiliki tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan tiga varietas yang lain. Perlakuan media tanam yang digunakan menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1-5 MST. Perlakuan media tanam arang sekam dan kompos daun bambu tidak menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda, akan tetapi kedua perlakuan tersebut menghasilkan data lebih tinggi daripada media tanam pupuk kandang ayam. Tidak terdapat interaksi antara varietas dan media tanam terhadap tinggi tanaman melon.

Tabel 2. Pengaruh Varietas dan Media Tanam Terhadap Tinggi Tanaman Melon

Perlakuan Umur Tanaman

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Varietas ---cm---

Golden apollo 7.27a 14.50 61.21 117.71b 199.88

Sky rocket 5.46b 12.54 61.79 117.75b 200.04

Red aroma 5.06b 13.25 61.21 118.87b 204.50

Sun lady 6.21ab 17.37 77.26 144.46a 223.54

Uji F ** tn tn * tn

Media ---cm--- Arang sekam 6.45a 16.92a 76.75a 143.03a 224.66a Kompos daun bambu 6.83a 17.19a 84.75a 156.72a 239.59a Pupuk kandang ayam 4.72b 9.14b 34.60b 74.34b 156.72b

Uji F ** ** ** ** **

Interaksi tn tn tn tn tn

Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 %, * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji 1 %. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT (α = 5%). Jumlah Buku

Berdasarkan data pada Tabel 3, rata-rata jumlah buku pada empat varietas melon menunjukkan perbedaan nyata pada 1-3 MST. Varietas Sun Lady memiliki rata-rata jumlah buku lebih tinggi dibandingkan tiga varietas yang lain. Perlakuan media tanam memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah buku pada 1-5 MST. Perlakuan media tanam arang sekam dan kompos daun bambu menghasilkan jumlah buku tanaman lebih tinggi daripada media pupuk kandang

ayam. Tidak ada interaksi antara perlakuan varietas dan media tanam terhadap

Dokumen terkait