• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

D. Empati pada Latihan Teater

Kreitler dan Kreitler (dalam Strongman, 2003) menunjukkan dua teori dasar bagaimana empati terjadi pada seni peran. Pertama, ketika individu mencoba memahami suatu cerita, ia akan membuka atau mengingat kembali kenangan yang mirip dengan pengalaman emosional sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa empati tergantung pada kognisi dan imajinasi. Kedua, keterlibatan emosional pada seni dihasilkan melalui empati yang disebut sebagai “feeling into”. Pernyataan ini terlihat pada kecenderungan individu untuk meniru gerakan orang lain yang menyebabkan individu mengalami pengalaman emosional yang sama dengan orang lain.

Reilly, dkk (2012) dalam penelitiannya melakukan workshop dengan menggunakan teater untuk melatih empati. Proses empati yang terjadi pada teater dalam workshop tersebut ditunjukkan ketika aktor memimpin mahasiswa untuk mengikuti serangkaian kegiatan teater. Misalnya, kegiatan ketika mahasiswa diinstruksikan untuk berpose dan mengekspresikan emosi tertentu. Pada kegiatan itu, teman-teman

23

sekelasnya akan berlatih mengobservasi atau mengamati mahasiswa itu dengan teliti, kemudian teman-temannya akan menggambarkan apa yang mereka lihat dan menceritakan pesan apa yang ingin disampaikan melalui pose itu. Hal tersebut dimaksudkan agar individu dapat fokus satu sama lain dan menyadari bahasa tubuh orang lain dengan melihat sudut pandang orang lain.

Kegiatan berikutnya yaitu mahasiswa dan pihak fakultas diperintahkan untuk menemukan gambar atau foto yang mirip dengan diri mereka, kemudian menuliskan profil karakter mereka sesuai dengan gambar orang di foto itu. Misalnya menuliskan tentang siapa karakter itu, apa keinginan terbesarnya, siapa keluarganya, dsb. Mahasiswa dan pihak fakultas diminta untuk menulis dan menggunakan imajinasinya untuk menjadi karakter tersebut. Mereka didorong untuk mengalami hal yang sama dengan karakter mereka dan menghidupkan karakter itu dengan mewujudkannya dalam suatu drama. Melalui kegiatan tersebut mahasiswa dan pihak fakultas melakukan proses empati ketika berlatih untuk menjadi suatu karakter dengan memahami dan menempatkan diri pada posisi karakter mereka.

Penjabaran tersebut dapat diajarkan dalam teknik pemeranan Richard Boleslavsky. Teknik pemeranan Richard Boleslavsky meliputi konsentrasi, ingatan emosi, laku dramatis, pembangunan watak, observasi atau pengamatan, dan irama. Pada ajaran Richard Boleslavsky tersebut terjadi proses empati individu.

24

Pada latihan konsentrasi, proses empati terjadi ketika pemain teater memusatkan pikirannya pada peran yang ia mainkan. Pemain teater mengendalikan pikiran sesuai dengan watak tokoh dan berusaha agar tidak kembali pada watak dirinya sendiri. Pemain teater akan memusatkan pikiran pada peran yang ia mainkan dengan tetap membayangkan diri berada pada posisi tokoh yang diperankan. Hal ini menunjukkan pemain teater melakukan kemampuan perspective taking.

Pada latihan ingatan emosi, pemain teater harus berlatih mengingat-ingat segala emosi yang pernah terjadi pada masa lalunya. Menurut Sitorus (2003) otak manusia sering merekam peristiwa-peristiwa yang sangat emosional. Rekaman ini disimpan dalam pikirannya dan siap untuk dipergunakan jika peristiwa emosional yang serupa muncul.

Latihan ini dapat mengembangkan kemampuan empati pada aspek fantasy, dimana pemain teater menggunakan imajinasi untuk mengingat pengalaman emosional yang serupa di masa lalunya sehingga dapat mengubah diri ke dalam perasaan dan tindakan dari karakter khayalan. Menurut Harymawan (1988) tidak jarang pemain teater dapat benar-benar menangis sedih di atas pentas dalam suatu adegan sedih karena mengingat kembali hal-hal yang sedih di masa kecilnya.

Pada latihan laku dramatis, proses empati terjadi ketika pemain teater melakukan pelatihan ekspresi, vokal, dan gestur yang muncul dari penghayatan terhadap suatu tokoh. Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat menghayati suatu tokoh, maka pemain teater menggunakan

25

kemampuan perspective taking. Pemain teater berusaha menempatkan diri pada posisi tokoh, memahami emosi tokoh sehingga dapat mengekspresikan emosi tokoh dengan vokal dan gestur yang tepat.

Latihan lain yang terdapat pada ajaran Richard Boeslavsky adalah pembangunan watak. Pada latihan ini, pemain teater melakukan proses menelaah struktur psikis dan mengidentifikasi tokoh. Pada proses tersebut pemain teater melakukan perspective taking. Pemain teater berlatih untuk melihat bagaimana keadaan psikologis dalam diri tokoh, kemudian membayangkan dan menempatkan diri dalam posisi tokoh.

Ajaran Richard Boleslavsky berikutnya adalah observasi atau pengamatan. Pada observasi ini, pemain teater menggunakan kekuatan imajinasinya setelah melakukan observasi. Pemain teater tidak hanya sekedar meniru apa yang diperoleh melalui observasi, tetapi juga menghayatinya. Pada latihan ini pemain teater akan mengasah kemampuan fantasy. Pemain teater akan membayangkan kembali apa yang telah diamati sehingga membantu pemain untuk mengubah diri ke dalam perasaan dan tindakan tokoh.

Pemain teater juga akan melakukan kemampuan perspective taking. Pemain teater yang mengobservasi kehidupan sehari-hari di sekelilingnya akan mencoba menempatkan diri pada posisi orang lain untuk mengerti sudut pandang dan tindakan orang tersebut. Pada saat pemain teater melakukan empati, pemain berada dalam keadaan perasaan atau pikiran orang lain (Sitorus, 2003).

26

Menurut Sitorus (2003) pemain teater yang secara terus menerus melakukan observasi dengan teliti akan mengembangkan kemampuan memahami perasaan dan cara pandang orang lain. Hal itu dilakukan dengan cara memandang dan merasakan dirinya sendiri pada situasi orang yang diamati. Pemain teater tidak hanya akan merasakan perasaan orang lain tetapi juga mengekspresikan kepedulian kepada orang lain. Frederick S. Perls (dalam Sitorus, 2003) menerangkan bahwa ketika seseorang melihat seorang teman yang mengalami musibah, orang itu akan mengatakan kepada teman yang sedang mengalami musibah bahwa dirinya turut berduka cita. Orang itu dapat mengekspresikan kepeduliannya dengan membayangkan dirinya berada dalam diri orang lain dan menciptakan gambaran yang jelas dari situasi yang dialaminya, lalu memberikan reaksi kepada gambaran tersebut. Reaksi itulah yang menimbulkan respon afektif berupa empatic concern dalam diri pemain teater. Pemain teater dapat merasakan kesulitan yang dialami orang lain dan berfokus padanya, sehingga termotivasi untuk mengurangi kesulitannya.

Personal distress dapat terjadi juga pada saat pemain teater mengobservasi atau melihat orang lain mengalami suatu kemalangan. Pemain teater dapat membayangkan dirinya berada dalam diri orang lain sehingga dapat memunculkan personal distress atau perasaan cemas dan gelisah ketika melihat orang lain mengalami kemalangan. Pemain teater

27

dapat merasakan tekanan emosional orang lain meskipun tidak mengalami sendiri kemalangan itu.

Ajaran Richard Boleslavsky yang terakhir yaitu latihan irama. Sitorus (2003) mengungkapkan bahwa emosi dapat membuat perubahan pada ketegangan otot, dan ketegangan ini mempunyai efek langsung pada cara berbicara. Misalnya pada saat pemain memerankan orang yang sedang marah. Ketika kemarahan memuncak, otot-otot tubuh menjadi tegang. Pemain teater dapat mengerti irama dengan mengucapkan kata-kata yang diberikan penulis naskah dan merasakan otot-otot yang menegang ketika mengucapkannya. Pemain teater yang melakukan hal tersebut dapat mengalami perasaan-perasaan tokoh melalui kata-kata yang diekspresikan dengan penghayatan. Pemain teater tidak hanya sekedar mengucapkan kata-kata saja tetapi juga menghayati setiap perkataan itu sehingga tempo dan kecepatan dalam sebuah lakon dapat berjalan dengan teratur. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa pemain teater melakukan perspective taking. Pemain teater yang dapat melihat keadaan psikologis dan menempatkan diri pada posisi tokoh menyebabkan irama permainan dan tempo berbicara dapat berjalan dengan teratur.

28

Gambar 1. Skema Empati pada Latihan Teater

E. Hipotesis

Skema di atas menunjukkan latihan teater dapat meningkatkan empati. Berdasarkan hal itu, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu empati pemain teater lebih tinggi daripada individu yang bukan pemain teater.

29 BAB III

Dokumen terkait