• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Studi Empiris

Kajian-kajian business cycle modern menelaah pengaruh relatif dari setiap guncangan eksogen misalnya mana yang lebih penting pengaruh guncangan moneter atau guncangan fiskal lalu bagaimana respon dinamis variabel-variabel endogen terhadap setiap guncangan eksogen (Siregar 2009).

Shapiro dan Watson (1988) meneliti sumber-sumber fluktuasi business

cycle Amerika Serikat. Mereka mengidentifikasi bahwa hanya guncangan

penawaran yang dapat memengaruhi output di jangka panjang seperti guncangan teknologi, harga minyak dan tenaga kerja. Modelnya dibangun berdasarkan model pertumbuhan neoklasik dimana pergerakan jangka panjang dalam output seluruhnya disebabkan oleh perubahan secara eksogen dalam input tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Dalam jangka pendek, output mungkin terdeviasi dari nilai steady state jangka panjangnya. Deviasi tersebut mungkin berasal dari guncangan terhadap level permanen input tenaga kerja dan teknologi yang memicu transisi dari satu steady state ke steady state lainnya atau juga bisa berasal dari guncangan permintaan. Sehingga pergerakan output bisa disebabkan oleh tiga sumber yaitu guncangan penawaran berupa guncangan tenaga kerja dan guncangan teknologi serta guncangan permintaan.

Guncangan penawaran tenaga kerja dan teknologi dalam penelitian Shapiro dan Watson didefinisikan sebagai guncangan penawaran dan memiliki efek permanen terhadap level output sedangkan guncangan permintaan memiliki efek

sementara. Variabel yang digunakan dalam model adalah total jam kerja, output, inflasi, suku bunga nominal dan harga minyak riil. Berdasarkan hasil Forecast

Error Variance Decompositions (FEVD) ditemukan bahwa fluktuasi output

utamanya banyak dijelaskan oleh guncangan penawaran tenaga kerja, selain juga dijelaskan oleh guncangan teknologi di seluruh horizon waktu. Guncangan permintaan hanya mampu menjelaskan variabilitas output di jangka pendek. Sedangkan guncangan penawaran lainnya yaitu harga minyak tidak berperan penting dalam fluktuasi output dan variabel makroekonomi lainnya di seluruh horizon waktu. Guncangan permintaan dominan dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga nominal dan riil, harga serta inflasi.

Rapach (1998) menilai relatif pentingnya guncangan pada Aggregat

Demand (AD) dan guncangan pada Aggregat Supply (AS) terhadap fluktuasi

output Amerika Serikat. Variabel yang digunakan adalah real spending, PDB dan

money supply. Rapach menggunakan metode SVAR dimana guncangan

diidentifikasi melalui restriksi struktural jangka panjang berdasar Natural Rate

Hypothesis. Rapach menemukan bahwa guncangan permintaan dan guncangan

penawaran paling berperan terhadap fluktuasi PDB, sedangkan guncangan moneter sedikit peranannya.

Berdasarkan analisis Impulse Response Functions (IRF), Rapach menemukan bahwa guncangan penawaran mampu meningkatkan output di jangka pendek dan jangka panjang. Temuan ini sesuai dengan restriksi yang dibangun bahwa guncangan penawaran adalah satu-satunya guncangan yang memengaruhi output di jangka panjang. Respon variabel lainnya atas guncangan penawaran ditemukan tidak signifikan. Guncangan permintaan (IS) hanya meningkatkan output di jangka pendek, sesuai dengan restriksi bahwa output kembali ke level naturalnya di jangka panjang. Suku bunga nominal dan suku bunga riil merespon guncangan tersebut lebih tinggi dibanding tingkat sebelum guncangan sehingga menurunkan permintaan uang riil. Bank sentral meresponnya dengan menurunkan

money supply di jangka pendek untuk mengendalikan inflasi. Guncangan money demand meningkatkan money supply dan permintaan uang riil.

Dari hasil penelitiannya, Rapach menemukan bahwa respon terhadap guncangan money supply sesuai dengan transmisi moneter yaitu kenaikan money

supply menyebabkan kenaikan ekspektasi inflasi, sedangkan respon suku bunga

nominal tidak signifikan sehingga suku bunga riil menjadi lebih rendah dibanding tingkat sebelum guncangan. Hal ini mendorong peningkatan output. Namun sejalan dengan waktu, suku bunga riil meningkat untuk kembali ke level sebelum guncangan begitu pula output yang menurun responnya menuju level sebelum guncangan (sesuai dengan restriksi). Hal ini menurunkan permintaan uang riil karena meningkatnya opportunity cost memegang uang. Berdasarkan analisis

FEVD ditemukan bahwa fluktuasi output dominan dijelaskan oleh guncangan IS

di jangka pendek dan guncangan penawaran di jangka panjang. Sedangkan guncangan money supply dan money demand tidak berperan penting dalam variabilitas output. Temuan Rapach menolak pandangan monetaris yang mengklaim bahwa guncangan kebijakan moneter menggerakkan fluktuasi output, sekaligus mendukung Keynesian dalam hal peran guncangan IS.

Blanchard dan Quah (1988) mempelajari dinamika output dan pengangguran atas guncangan aggregate demand dan aggregate supply. Menurut mereka, level output di jangka panjang ditentukan oleh guncangan penawaran seperti guncangan teknologi dan guncangan penawaran tenaga kerja. Variabel yang digunakan yaitu PDB, pengangguran, tingkat produktivitas, harga, upah nominal dan money supply. Mereka berpendapat bahwa fluktuasi dalam GNP diakibatkan oleh dua jenis guncangan yaitu guncangan yang memiliki pengaruh permanen terhadap output disebut guncangan penawaran dan guncangan yang memiliki pengaruh tidak permanen terhadap output disebut guncangan permintaan. Karena ada nominal rigidities, guncangan permintaan memiliki efek jangka pendek atau sementara terhadap output dan pengangguran. Efek ini akan menghilang sejalan dengan waktu. Dalam jangka panjang, hanya guncangan penawaran yang memengaruhi output atau memiliki dampak yang permanen.

Berkembangnya debat mengenai apakah model Keynesian dapat menjelaskan perekonomian direspon Gali (1992) dengan mengevaluasi validitas model IS-LM dan Kurva Phillips dalam menjelaskan perekonomian Amerika Serikat setelah Perang Dunia. Gali menggunakan variabel PDB, money supply, suku bunga Amerika Serikat jangka pendek yaitu T-Bills 3 months dan IHK. Dalam studinya, Gali mengkombinasikan restriksi jangka pendek dan jangka

panjang. Guncangan permintaan direstriksi tidak punya efek pada PDB di jangka panjang sama halnya dengan restriksi yang dibangun oleh Blanchard dan Quah (1988). Restriksi jangka pendek digunakan untuk memisahkan guncangan IS dari guncangan moneter dimana guncangan moneter direstriksi tidak memiliki efek

contemporaneous terhadap output. Artinya output tidak merespon guncangan

moneter dalam triwulan yang sama atau ada lag respon.

Berdasarkan analisis FEVD, Gali menemukan bahwa selain guncangan penawaran yang mendominasi fluktuasi PDB di seluruh horizon waktu, ternyata guncangan IS mampu menjelaskan fluktuasi PDB di jangka pendek. Sedangkan guncangan money supply dan money demand tidak berperan penting bagi fluktuasi output di jangka pendek dan jangka panjang. Hasil IRF mengungkap bahwa guncangan IS yang positif hanya sementara efeknya bagi PDB, namun permanen bagi permintaan uang riil, suku bunga nominal (positif), inflasi (positif) dan pertumbuhan uang. Guncangan money supply awalnya menaikkan permintaan uang riil karena harga sulit menyesuaikan. Dengan output yang tetap (karena direstriksi tidak langsung merespon) maka likuiditas yang tinggi menurunkan suku bunga baik nominal maupun riil. Setelah itu output baru merespon rendahnya suku bunga dengan peningkatan output. Seiring dengan kenaikan output maka inflasi dan suku bunga nominal ikut naik (sesuai dengan kurva Phillips dan kurva LM). Di jangka panjang, output dan suku bunga riil turun kembali ke level sebelum guncangan tapi suku bunga nominal, inflasi dan pertumbuhan uang merespon permanen dan mencapai level steady state baru yang lebih tinggi sehingga permintaan uang riil menjadi lebih rendah di jangka panjang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada bukti empiris yang mendukung model IS-LM-Kurva Phillips dapat menjelaskan perekonomian AS setelah perang dunia, dimana respon dinamis perekonomian terhadap berbagai tipe guncangan sesuai dengan prediksi kerangka kerja IS-LM-Kurva Phillips.

Siregar (2001) melakukan penelitian business cycle di New Zealand dengan membandingkan ketiga teori dalam business cycle yaitu Real Business Cycle, New

Keynesian Business Cycle dan Monetary Business Cycle. Siregar menggunakan

SVAR terkointegrasi dan menemukan bahwa New Keynesian Business Cycle adalah yang paling sesuai bagi perekonomian New Zealand, dimana seluruh

estimasi parameternya sesuai dengan arah yang diharapkan dan dinamika respon

IRF konsisten dengan teori New Keynesian. Selain itu, restriksi jangka pendek

yang diterapkan ternyata didukung oleh data. Temuan penelitian ini yaitu guncangan permintaan ditemukan sama pentingnya dengan guncangan penawaran. Guncangan permintaan terpenting adalah guncangan kurs riil yang didefinisikan sebagai guncangan kebijakan fiskal. Selain penting bagi fluktuasi kurs riil, guncangan kebijakan fiskal juga berperan penting dalam fluktuasi permintaan uang dan suku bunga domestik. Guncangan penawaran berupa guncangan teknologi mampu menjelaskan fluktuasi output, kurs riil, suku bunga domestik, jam kerja dan permintaan uang.

Temuan lain dari penelitian Siregar yaitu guncangan permintaan uang hanya penting bagi fluktuasi permintaan uang, sedangkan guncangan kebijakan moneter (suku bunga domestik) penting dalam fluktuasi suku bunga domestik dan permintaan uang. Guncangan eksternal khususnya suku bunga dunia ditemukan penting dalam menjelaskan fluktuasi pengangguran, permintaan uang, kurs riil dan output.

Cheng (2003) mempelajari dampak fluktuasi money supply sebagai ukuran kebijakan moneter, defisit anggaran sebagai ukuran kebijakan fiskal dan pembentukan modal domestik terhadap pertumbuhan ekonomi Malaysia Dalam penelitiannya tersebut, Cheng menggunakan metode VECM. Temuan penelitiannya adalah fluktuasi PDB riil selain dominan dijelaskan oleh guncangannya sendiri juga banyak dijelaskan oleh guncangan kebijakan moneter yang makin mendominasi di jangka panjang. Guncangan kebijakan fiskal ikut berperan dalam menjelaskan fluktuasi PDB namun dengan peran yang lebih kecil, sedangkan guncangan pembentukan modal tetap bruto tidak penting bagi fluktuasi PDB riil Malaysia. Sehingga kebijakan pemerintah utamanya otoritas moneter memainkan peran sangat penting dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi Malaysia. Dari hasil IRF diketahui bahwa guncangan money supply dan pembentukan modal direspon positif oleh pertumbuhan ekonomi sedangkan guncangan defisit anggaran direspon negatif.

Siregar dan Ward (2000) meneliti peran guncangan Aggregat Demand dalam menjelaskan fluktuasi makroekonomi Indonesia. Mereka menggunakan

metode SVAR yang dikombinasikan dengan kointegrasi dan menerapkan restriksi jangka pendek dan jangka panjang. Variabel yang digunakan adalah money

supply, kurs nominal, suku bunga jangka pendek domestik, PDB, IHK Indonesia,

IHK Amerika Serikat serta suku bunga jangka pendek Amerika Serikat. Berdasarkan hasil FEVD ditemukan bahwa guncangan kurs tidak hanya menjadi penentu utama fluktuasi kurs di seluruh horizon waktu namun juga variabilitas output baik di jangka pendek maupun jangka panjang, serta juga dominan dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga domestik dan permintaan uang riil. Sedangkan guncangan penawaran memainkan peran penting dalam variabilitas output di jangka pendek dan jangka panjang serta fluktuasi jangka pendek real money

balance. Selain itu ditemukan bahwa guncangan suku bunga dunia hanya berperan

penting dalam menjelaskan variabilitas jangka panjang permintaan uang riil. Guncangan money supply dan money demand tidak mampu menjelaskan fluktuasi output di seluruh horizon waktu, namun hanya berperan bagi fluktuasi dirinya sendiri masing-masing.

Hasil IRF dalam penelitian Siregar dan Ward menemukan bahwa guncangan eksternal berupa guncangan suku bunga AS tidak berdampak signifikan bagi perekonomian domestik. Guncangan penawaran hanya direspon permanen oleh output. Guncangan yang memperburuk spending balance berdampak permanen bagi turunnya output dan terdepresiasinya kurs riil. Respon permintaan uang riil atas guncangan permintaan uang hanya signifikan dalam jangka pendek sedangkan makroekonomi domestik lainnya tidak merespon guncangan ini secara signifikan. Respon yang sama ditunjukkan oleh makroekonomi domestik atas guncangan suku bunga domestik dimana respon signifikan hanya oleh suku bunga domestik di jangka pendek.

Supriana (2004) mengkaji business cycle Indonesia dari sisi permintaan menggunakan variabel suku bunga jangka pendek Amerika Serikat, PDB, kurs, permintaan uang, defisit anggaran, suku bunga domestik serta investasi. Metode yang digunakan adalah VECM. Supriana menemukan bahwa guncangan yang dapat menjelaskan dinamika business cycle Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah guncangan kurs, sedangkan guncangan output hanya dapat menjelaskan fluktuasi jangka pendek. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa

guncangan fiskal dan moneter tidak mampu menjelaskan variabilitas PDB dan kurs Indonesia.

2.4.2 Studi Fluktuasi Harga Minyak Dunia

Nordhaus (2007) menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia setelah tahun 2000 direspon berbeda oleh perekonomian dibanding respon pada tahun 1970-an. Invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2002 dipercaya mampu menurunkan supply minyak dunia sehingga memicu kenaikan harga minyak dunia. Namun kenaikan harga minyak dunia tersebut ternyata tidak banyak mengkontraksi perekonomian dimana PDB tetap mampu tumbuh positif dan inflasi moderat. Pada era 1970-an, guncangan harga minyak dunia disebabkan oleh konflik di Timur Tengah seperti perang Arab Israel tahun 1973, revolusi Iran di tahun 1978, invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Guncangan-guncangan tersebut mampu memicu resesi perekonomian global, berbeda dengan respon makroekonomi pada era 2000-an.

Hamilton (2009) meneliti kesamaan dan perbedaan guncangan harga minyak pada tahun 2007-2008 dibandingkan dengan guncangan harga minyak era 1970-an dengan melihat penyebab dan dampaknya bagi perekonomian. Guncangan harga minyak era 1970-an lebih banyak dikontribusi oleh gangguan fisik seperti penurunan supply, sedangkan kenaikan harga minyak di tahun 2007-2008 lebih karena kenaikan permintaan padahal produksi tetap. Dampak bagi perekonomian atas guncangan harga minyak pada era 1970-an ternyata buruk yaitu inflasi yang tinggi dan PDB terkontraksi dalam. Namun bagi perekonomian saat ini, guncangan harga minyak pada tahun 2007-2008 lalu tidak menyebabkan resesi perekonomian, dimana inflasi moderat dan pertumbuhan ekonomi tetap positif.

Blanchard dan Gali (2010) berusaha mengungkap alasan mengapa guncangan harga minyak dunia berbeda efeknya bagi perekonomian pada era 1970-an dan 2000-an. Pada era 1970-an, kenaikan harga minyak dunia menyebabkan stagflasi dan tingginya angka pengangguran, sedangkan pada era 2000-an, gucangan harga minyak dunia tidak banyak menjelaskan fluktuasi perekonomian dimana inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga kestabilannya. Mereka membagi periode penelitian menjadi dua periode waktu

yaitu sebelum tahun 1984 dan setelah tahun 1984. Metode SVAR digunakan untuk mengidentifikasi guncangan harga minyak.

Analisis IRF sebelum periode 1984 pada penelitian Blanchard dan Gali menunjukkan bahwa dampak guncangan harga minyak dunia adalah terkontraksinya PDB yang mencapai minus 75% dibanding level sebelum guncangan setelah triwulan ke-11, begitu juga dengan respon tertinggi inflasi yang mencapai 75% melebihi tingkat sebelum ada guncangan. IRF pada periode setelah 1984 menunjukkan bahwa dampak bagi PDB masih negatif namun jauh lebih kecil dibanding respon sebelum 1984. PDB terkontraksi 25% dan stabil setelah triwulan ke-7 setelah guncangan, sedangkan inflasi hanya meningkat 25%. Hal ini disebabkan oleh penurunan kekakuan upah riil sepanjang waktu, meningkatnya kredibilitas otoritas moneter dalam menjaga inflasi serta turunnya kontribusi minyak dalam PDB.

Purwanti (2011) melakukan studi mengenai dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3. Metode analisis yang digunakan adalah First Difference-Generalized

Method of Moments (FD-GMM). Temuannya yaitu kenaikan laju perubahan

harga minyak dunia secara signifikan menyebabkan inflasi karena umumnya negara-negara ASEAN+3 tidak melakukan subsidi harga bahan bakar. Selain itu, ternyata kenaikan laju perubahan harga minyak juga signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Dokumen terkait