BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.2.2. Epidemiologi
Pada penelitian Canadian Study of Health and Aging, didapati angka prevalensi dari MCI sekitar 17%. Angka prevalensi untuk gangguan memori yang berhubungan dengan usia didapati berkisar antara 17% sampai 34% (Graham dkk, 1997).
Seseorang dengan MCI mempunyai resiko untuk menjadi AD dengan kecepatan setiap tahunnya 10-12%, dan semakin cepat progresifitasnya bila MCI ini disertai dengan kelainan pada APOEє4 dan hasil MRI hipokampus (Sjahrir, 1999).
Pada tahun 2000 diperkirakan lebih kurang 4,5 juta individu dengan penyakit Alzheimer’s di Amerika Serikat, dan angka ini akan meningkat sampai 14 juta di tahun 2050 hal ini berkenaan dengan meningkatnya populasi manusia lanjut usia (Fink, 2004).
Fink, (2004) menyatakan bahwa lebih kurang 12-15% individu dengan MCI akan berkembang menjadi AD atau demensia lainnya pertahun dibanding dengan populasi tua normal yang hanya sekitar 1-2% saja. Pengobatan dini pada MCI dapat mencegah atau memperlambat progresifitas menjadi AD.
II.2.3. Patogenese
Jack, dkk (1999) melakukan studi Cross-sectional dan longitudinal dengan memakai modalitas CT Scan, MRI dan PET terhadap 80 penderita MCI selama 36 bulan didapati 27 orang berkembang menjadi demensia, dan juga didapati gambaran atrofi pada daerah hipokampus pada amnestic MCI dibanding kontrol. Atrofi daerah hipokampus tersebut dapat sebagai prediktor kejadian konversi dari MCI ke AD, dan juga mempunyai korelasi dengan bukti autopsi didapati atrofi dan neuronal loss.
Price, dkk (1999) melakukan studi longitudinal dengan mengamati seri patologi terhadap 62 pasien (39 tanpa demensia, 15 dengan nilai CDR 0,5 dan 8 dengan AD), didapati hasil dari semua 15 pasien dengan nilai CDR 0,5 memperlihatkan gambaran neuropatologi sebagai AD. Hasil ini membuktikan bahwa plak senile dapat terlihat pada subjek yang tidak terdeteksi adanya penurunan kognitif dan ini menegaskan bahwa kemungkinan gambaran neuropatologi pada AD sudah ada pada keadaan MCI.
Menurut Attix (2006) bahwa penderita MCI sudah mengalami atrofi hipokampus derajat sedang dibanding kontrol dan penderita AD. Penderita MCI ini juga telah mengalami perubahan pada daerah metabolik serebralnya serta terjadi peningkatan frekuensi Apolipoprotein Alel E4 yang hampir sama dengan penderita AD.
Pada suatu studi longitudinal oleh Sunderland, dkk tahun 1999 menunjukkan bahwa hampir semua subjek dengan MCI yang telah berkonversi menjadi AD mempunyai nilai tau yang tinggi di dalam cairan serebrospinalnya, sementara yang tidak berkonversi (nonprogressive MCI) level dari tau nya masih rendah (Petersen 2001).
II.2.4. Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis Mild cognitive Impairment dibuat apabila pada seseorang ditemukan beberapa kriteria: ada gangguan memori, fungsi memori abnormal untuk usia dan pendidikan, aktivitas sehari-hari normal, fungsi kognisi umum normal dan tidak dijumpai demensia (Kusumoputro, 2001; Fink, 2004).
Menurut Petersen (2004) pada MCI terdapat gangguan fungsi kognitif sebesar 0.5 -1 SD dibandingkan orang normal setelah dilakukan matching
terhadap faktor usia dan pendidikan. Diagnosis MCI dapat dibagi atas 4 subtipe klinis;
Diagnosis MCI dapat dibagi atas 4 subtipe klinis;
1. Amnestic MCI - single domain: terdapat gangguan memori dengan tidak adanya gangguan dari area fungsi kognitif yang lain seperti atensi, orientasi, bahasa dan visuospatial.
2. Amnestic MCI - multiple domain: terdapat gangguan memori ditambah satu atau lebih gangguan dari area fungsi kognitif yang lainnya.
3. Non Amnestic MCI - single domain: terdapat gangguan pada satu area fungsi kognitif tanpa adanya gangguan dari area fungsi memori.
4. Non Amnestic MCI - multiple domain: terdapat gangguan pada dua atau lebih area fungsi kognitif tanpa adanya gangguan dari area fungsi memori. Ke empat subtipe klinis tersebut berbeda dalam hal etiologi dan outcome
nya. Amnestic MCI (single domain lebih baik dari yang multiple domain) mempunyai kemungkinan yang lebih besar mengalami progresifitas menjadi penyakit demensia Alzheimer. Sedangkan subtipe non-Amnestic mempunyai kemungkinan mengalami progresifitas menjadi penyakit demensia non- Alzheimer (Petersen, 2004).
Untuk evaluasi diagnosis dari MCI diperlukan wawancara klinis terhadap pasien dan informan yang dapat dipercaya seperti pengasuh, pasangan hidup ataupun rekan kerja. Selain itu dilakukan pemeriksaan neurologi,
pemeriksaan status mental, test neuropsikologi, tes laboratorium, pemeriksaan imaging dan penilaian kondisi komorbid psikiatri seperti depresi (Fink, 2004).
Komplain dari gangguan memori mungkin dilaporkan sendiri oleh si pasien atau dapat juga dari orang sekitarnya yang disebut sebagai informan. Bila sudah ada komplain dari gangguan memori maka haruslah dilakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan status mental atau pemeriksaan neuropsikologi (Fink, 2004).
Oleh karena MCI ataupun demensia merupakan bagian dari penyakit neurologi, maka diharuskan pemeriksaan neurologi pada penderitanya termasuk saraf-saraf kranial, refleks-refleks, sistem motorik, koordinasi dan pemeriksaan sensorik (Fink, 2004).
Berbagai macam instrumen screening fungsi kognitif dilakukan untuk untuk menilai individu dengan sangkaan mengalami gangguan fungsi kognitif, seperti Mini-Mental Status Examination, Mayo Short Test of Mental Status, Clock Drawing Test, Clinical Dementia Rating dan tes lainnya (Fink, 2004).
Mini-Mental Status Examination (MMSE) merupakan salah satu dari sekian banyak tes yang sering digunakan secara luas untuk mendeteksi gangguan kognitif. Sensitifitas untuk mendeteksi MCI semakin bagus jika nilai
dilakukan adjustment terhadap usia dan pendidikan. Individu dengan skor 26-28 harus di screen lebih lanjut untuk MCI dengan menggunakan pemeriksaan seperti Clinical Dementia Rating ataupun Mayo Short Test of Mental Status (Fink, 2004).
Clinical Dementia Rating digunakan untuk menilai 6 domain yang berhubungan dengan kognitif dan fungsional performa seperti memori, orientasi, judgement dan pemecahan masalah, kegiatan komunitas, pekerjaan rumah dan hobi serta perawatan diri. Clinical Dementia Rating
menggunakan 5 skala keparahan yaitu 0=normal, 0,5=MCI/questionable dementia, 1=mild dementia, 2=moderate dementia, 3=severe dementia (Fink, 2004).
II.3. KERANGKA KONSEPSIONAL
MCI
Resistensi Insulin Hiperinsulinemi Sindrom MetabolikYaffe dkk, 2002 : kadar yang tinggi dari LDL dan kolesterol total berhubungan dengan gangguan kognitif.
Gregg, dkk (2000) diabetes mempunyai hubungan yang signifikan dengan fungsi kognitif pada level yang rendah
Reaven, 1988: Resistensi insulin Æ mendahului onset Diabetes tipe 2 Æ keadaan hiperglikemi.
Dislipidemi Hipertensi
Kuusisto dkk,1993:insulin Æ mengganggu fungsi kognitif menghambat aktifitas sinap, penurunan aktifitas kolinergik dan keterlibatan metabolisme monoamin di otak
Yaffe, 2004: hipertensi dan diabetes telah berperan dalam hal patogenesa dari penyakit Alzheimer terutama dalam perkembangan demensia vaskuler