• Tidak ada hasil yang ditemukan

EPISODE KELIMA

Dalam dokumen Episode Perang Yarmuk | Abu Dzakwan's Blog (Halaman 52-94)

EPISODE KELIMA

Di tepi jalan utama menuju dataran luas yang terletak antara lembah ‘Alan dan lembah Riqad.

Kemah pasukan kaum muslimin yang menjadi pusat komando terletak di pusat kawasan itu. Di belakang sebelah kanannya, terlihat bagian bawah kaki bukit yang merupakan tempat perkemahan para wanita muslimah. Di depan perkemahan itu terdapat tanah lapang yang bersambung dengan medan pertempuran yang terletak di sebelah kiri.

Terlihat Khalid bin Walid sedang berdiri, di sekelilingnya terdapat pula Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan, Sa’id bin Zaid, Syurahbil bin Hasanah, Abu Ubaidah dan Mu’adz bin Jabal.

Khalid : “Katakan apa yang ada di benak kalian, saya akan dengan senang hati mendengarkannya dengan sungguh-sungguh dari kalian.”

Amr : “Anda memberi bagian sepuluh bagian pasukan (detasemen) kepada saya di daerah sayap sebelah kanan. Dan saya sudah mengeceknya ke sana hari ini, tapi ternyata hanya melihat empat detasemen.” Yazid : “Begitu juga dengan saya di sisi sebelah kiri, yang tersisa hanya empat dari sepuluh detasemen yang seharusnya.”

Khalid : “Saya mengirim mereka menuju ke arah timur dan barat.”

Amr : “Bukankah anda dapat meninggalkan kedua sisi itu (tidak menempatkan pasukan dari sayap kanan dan

kiri) dan anda dapat mengambil pasukan langsung dari pusat?”

Khalid : “Beri dia jawaban, wahai Abu Ubaidah. Dia tidak tahu kalau saya juga mengambil dua belas detasemen dari pasukanmu.”

Yazid dan Amr: “Dua belas detasemen?”

Abu Ubaidah : “Ya, di pusat hanya tertinggal delapan detasemen.”

Amr : “Peperangannya berlangsung di sini, wahai Abu Sulaiman, bukan di sana.”

Khalid : “Kita tidak mungkin mengharapkan peperangan terjadi di sini. Kecuali dengan orang-orang (pasukan musuh) yang berada di sana, mengepung di belakang kita.”

Amr : “Dua puluh empat detasemen demi untuk menjaga barisan belakang?”

Khalid : “Demi Allah, saya lebih senang lagi kalau saya dapat menambah jumlahnya.”

Amr : “Demi Allah wahai Khalid, kamu telah menjadi orang yang berlebih-lebihan.”

Khalid : “Apa yang kamu bicarakan wahai Amr bin Ash? bukankah kamu sudah berjanji kepadaku hari ini kalau kamu tidak akan mempertanyakan lagi apa yang akan saya lakukan?”

Amr : “Saya tidak akan diam sebelum kamu menerangkan rencanamu, dengan begitu saya dan orang-orang yang bersama saya akan tenang.”

Khalid : “Wahai Abu Abdullah, bukankah kamu telah menanyakan hal ini sejak awal? kalian semua tahu kalau kita telah mengepung tentara Romawi di dataran luas ini?!”

Khalid : “Pengepungan tidak akan sempurna selama mereka punya jalan yang dapat dilaluinya yaitu yang berada di lembah Riqad untuk menuju ke timur dan jalan yang berada di lembah ‘Alan untuk menuju ke arah barat.”

Yazid : “Apakah kamu khawatir, wahai Abu Sulaiman, kalau datang bala bantuan dari Heraklius untuk mereka, melalui dua jalur itu?”

Khalid : “Bukan bala bantuan yang saya khawatirkan, tetapi justru yang saya khawatirkan adalah kalau mereka melarikan diri.”

Yazid : “Kamu khawatir kalau mereka melarikan diri dari dua celah itu?”

Khalid : “Ya, ketika mereka merasa takut dan terdesak pasti mereka akan melakukan itu. Karena itu, saya tempatkan pasukan di sana. Dengan begitu ketika mereka akan melarikan diri, mereka akan menemukan pasukan kita berada di jalan bagian atas mereka untuk menutup setiap celah yang dapat dipergunakan untuk lari. Dengan begitu mereka tidak akan menemukan jalan keluar selain jaring itu (yang kita pasang) yang mereka anggap gampang untuk melewatinya.”

Amr : “Ini ide yang cemerlang, wahai Abu Sulaiman. Tetapi dua puluh empat detasemen itu sangat banyak.”

Khalid : “Justru itu sedikit sekali Amr. Mereka juga mengepung dan mengancam pasukan garis belakang kita, juga dengan pasukan Jabalah bin Aiham yang berjumlah sekitar enam puluh ribu orang.”

Amr : “Barangkali mereka akan berperang di sini, di tanah lapang ini.”

Khalid : “Bahan sudah mencium adanya perangkap yang dipasang untuknya. Dan tidak ada jalan keluar baginya kecuali dengan mengirimkan pasukan Arab yang tangkas itu untuk mengepung kita dari belakang dan mereka akhirnya akan menyingkirkan kita dari jalan sempit ini. Padahal daerah ini sangat strategis sekali.”

Amr : “Jika dia tidak melakukan hal itu?”

Khalid : “Kita tidak akan rugi apa-apa. Pasukan kita yang berjumlah dua puluh empat detasemen itu dapat dengan mudah menyerang mereka dari belakang dan itu akibatnya akan lebih buruk bagi mereka di sana jika dibandingkan mereka tetap tinggal di sini.” Amr : “Kamu mengirim lebih dari setengah pasukan

berkuda ke sana. Lalu kepada siapa kamu memberikan kendali pasukan kita?”

Khalid : “Saya menetapkan dua bagian yang dipimpin Ubadah bin Shamit dan Umairah bin Sa’ad untuk menempati bagian timur serta Sa’id bin Amir untuk bagian barat.”

Amr : “Mereka bertiga semuanya dari kaum Anshar?”

Khalid : “Ya, karena orang-orang dari suku Ghassan itu dulunya adalah pengikut Jabalah yang mempunyai hubungan nasab dengan suku Aus dan Khazraj. Karena itu, saya mengharapkan mereka dapat menjadi utusan perdamaian bagi pasukan musuh. Nah sekarang, apakah kalian masih punya pertanyaan lagi?”

Para hadirin : “Selamat wahai Abu Sulaiman. Semoga Allah selalu memberi kebaikan yang banyak kepadamu.” Khalid : “Sekarang, silahkan kembali ke tempat kalian

kepada kalian.” (mereka akan beranjak pergi, namun Khalid menghentikannya).

“Tunggu sebentar... Itu ada salah satu pasukan mereka (Romawi) telah datang sambil membawa bendera perdamaian. Itu dia, Jurjah!”

Abu Ubaidah : “Benar....Itu sahabat kita, Jurjah.” Syurahbil : “Lihatlah apa yang dia inginkan?”

Yazid : “Apakah kalian percaya dengan keikhlasannya?” (derap suara kaki kuda yang berlari telah lenyap, lalu muncullah Jurjah)

Abu Ubaidah : “Selamat datang...selamat datang Jurjah!” Jurjah : “Assalamu’alaikum.”

Para hadirin : “Waalaikum salam.”

Jurjah : “Saya adalah utusan Bahan yang dikirim kepada kalian. Apakah saya dapat memberikan suratnya sekarang?”

Khalid : “Berikan saja, Jurjah. Tidak ada rahasia di antara kami.”

Jurjah : (dengan dialek dan nada persahabatan) “Bahan sekarang dalam keadaan yang sangat susah. Lebih-lebih setelah kekalahan pasukan Jabalah bin Aiham di sebelah barat dan timur. Merekapun diusir dan dikeluarkan dari pasukan Romawi. Jabalah sendiripun sampai sekarang belum kembali, tidak diketahui nasibnya apakah dia sudah mati atau masih hidup.”

Abu ubaidah : “Alhamdulillah...ini berita yang menyenangkan, Jurjah.”

Jurjah : “Sekarang Bahan telah yakin kalau semua pasukannya akan binasa jika ia tidak segera keluar dari kepungan ini. Karena itu, dia mengirimku untuk mengajukan genjatan senjata kepada kalian di

mana semua pasukan Romawi akan mundur dari dataran luas ini. Begitu juga dengan pasukan kalian. Mereka akan kembali ke Antokiyah dan Qisariyah sedangkan kalian juga akan kembali ke Damsiq, Hims dan seluruh kota yang telah kalian tinggalkan di sebelah timur.”

Khalid : “(Dengan nada bergurau) dan kamu menasehati kami agar menerima gencatan senjata itu?”

Jurjah : “Kalau itu saya lakukan, lalu dimana rasa keislamanku, Khalid?”

Khalid : “(Tersenyum) saya kira begitu. Oh ya, apakah kamu telah melakukan sesuatu yang telah kita sepakati untuknya (Bahan)?”

Jurjah : “Sudah, aku sudah melakukan dari berbagai sisi. Saya sudah menghasut mereka, antara yang satu dengan yang lain sampai saya juga sudah dapat menghancurkan hubungan antara orang Romawi dan Arab dan antara orang Arab dengan orang-orang Armenia.”

Khalid : “Selamat untukmu, Jurjah. Demi Allah, kamu adalah sebaik-baik pasukan batalyon bagi kami.” Khalid : “Ini semua adalah berkat kamu.”

Khalid : “Kembalilah kepada Bahan dan katakan kepadanya: ”Sekarang, setelah anda dan pasukan anda berada di bawah genggaman kami anda meminta gencatan senjata? Tipulah orang lain selain aku.”

Jurjah : “Jadi bersiaplah kalian semua! Dia akan melakukan serangan besar-besaran di dataran ini supaya dia dan pasukannya dapat keluar dari kepungan ini.”

Khalid : “Sampai ketemu lagi. Semoga keselamatan selalu menyertaimu.”

(Lalu Jurjah keluar).

Amr : “Alangkah hebatnya kamu, Khalid. Tidak ada suatu halpun yang kamu persiapkan kecuali kamu juga telah menyiapkan segala perlengkapannya.”

Syurahbil : “Para pasukan di sana bertempur melawan kaum musyrikin dan mengalahkan mereka. Sedangkan kami di sini mencelamu karena kamu mengirim mereka.” Mu’adz : “Kamu memang benar-benar pedang Allah

sebagaimana yang dikatakan Rasulullah SAW.”

Abu Ubaidah : “(Memeluk Khalid dengan penuh cinta dan penghormatan) hebat... kamu hebat, wahai Abu Sulaiman.”

Khalid : “(Tampak kelembutannya) Wahai kepercayaan umat ini, wahai sahabat Rasulullah, demi Allah saya sangat senang kalau bisa mati dalam peperangan karena dulu aku justru memerangi Nabi dan kaum muslimin di perang Uhud!” (air mata bercucuran di kedua matanya).

Abu Ubaidah : “Tenanglah kamu, sesungguhnya agama Islam telah menghapus segala apa yang kamu lakukan oleh dirimu sebelumnya.”

Khalid : “Benar, tetapi setiap kali saya mengingat peristiwa perang Uhud, tenggorokanku seperti tersendat duri ilalang.”

Khalid : “(Mengusap air matanya) mari, sekarang kembalilah kalian semua ke pos kalian sebelum Bahan menyerang kita dengan tiba-tiba. Kamu Amr, posisimu di sebelah kanan dan akan menghadapi Dranger. Kamu Yazid, posisimu di sebelah kiri dan kamu akan menghadapi Ibnu Qunathir. Dan kamu, Abu

Ubidah, posisimu berada di jantung pertahanan pasukan garis belakang untuk menggempur pasukan yang mundur karena pertempuran yang sangat hebat. Dan kamu, Mu’adz bin Jabal, kamu pergi bersama Abu Ubaidah. Sedangkan Sa’id bin Yazid dan Syurahbil berada di jantung pasukan garis depan untuk menghadapi Bahan dan Jurjair.”

Abu Ubaidah : “Kami akan mentaati perintahmu, wahai Abu Sulaiman.” (mereka keluar).

(Dari sisi lereng gunung sebelah kanan, muncul Ummu Tamim beserta jama’ah kaum wanita dengan dipimpin oleh Asma` binti Abu Bakar).

Ummu Tamim: “Kami utusan kaum wanita, Khalid!”

Khalid : “Selamat datang wahai para mujahid wanita.” Asma` : “Kamu menerima permintaan kami, Abu Sulaiman?” Khalid : “Ya, sekarang lihatlah rencanaku ini. Saya telah

memukul mundur (Bahan) sampai ia berada di tengah jalan yang sempit ini. Karena itu para penyerang dari pasukan Romawi maupun pasukan yang kalah dari pihak kaum muslimin tidak akan dapat melewati daerah ini kecuali setelah melangkahi tubuhku dan tubuh pasukanku. Sedangkan daerah anak bukit, yang menjadi tempat tinggal kalian sekarang, akan menjadi penghalang bagi orang yang akan lari dari daerah jalan yang sempit itu. Karena itu, kalian harus menjaganya sebagaimana aku menjaga jalan daerah sempit ini. Jangan biarkan seorangpun, baik dari pihak tentara Romawi maupun pasukan kaum muslimin, menuju ke arah kalian. Jika mereka akan melewati kalian, maka lemparilah dengan batu atau pukullah dengan kayu dan tongkat. Wahai para wanita muslimah, pada hari yang sulit ini, saya

bergantung dan bersandar pada kalian. Juga jangan sampai kaum muslimin datang dari arah kalian.” Asma` : “Wahai Abu Sulaiman, kamu akan melihat kemampuan

yang kami miliki dan insya Allah itu akan membuatmu gembira.”

Khalid : “Insya Allah, wahai Ummu Tamim, mau kemana kamu?”

Ummu Tamim: “Ke anak bukit itu bersama mereka.”

Khalid : “Tidak, kamu dan Ummu Hakim tetap berada di sini bersamaku untuk menjaga jalan sempit ini.” (para wanita itupun, selain Ummu Tamim dan Ummu Hakim, keluar)

Khalid : “Bukankah lebih baik bagi kalian berdua untuk dekat dengan suami kalian?”

Ummu Hakim: “Mana suamiku paman?” Khalid : “Ikrimah! kemarilah!”

(Ikrimah pun masuk dari sebelah kiri).

Ikrimah : “Apakah kamu ingin menempatkan mereka berdua di sini, Khalid?”

Khalid : “Ya, saya tidak akan meninggalkan mereka berdua terus menerus berada di tenda sampai datang kemenangan dari Allah. Lihatlah Ikrimah, apa itu?” Ikrimah : “Penglihatanku tidak lebih tajam darimu.”

Khalid : “Seorang tentara Romawi telah datang, barangkali dia ingin melakukan mubarazah (pertandingan satu lawan satu).”

Ikrimah : “Lalu, siapa itu yang di belakangnya?”

Khalid : “Kalau mataku tidak salah, itu adalah Abu Basyir. Yah, itu dia.”

Abu Basyir : “(Suaranya) wahai orang-orang muslim, siapa saja dari kalian yang ingin mencicipi rasanya

mati, maka lawanlah Petrik yang tidak pernah terkalahkan ini!”

Suara : “Biarkan saya menghadapinya, Khalid!”

Khalid : “Jangan, wahai Maisarah bin Masruq. Kamu sudah tua sedangkan orang Romawi itu masih muda. Tetaplah di sini bersama kami, di regumu, semoga Allah merahmatimu. Saya tahu kalau kamu adalah orang yang besar penghormatannya terhadap orang lain.”

Suara : “Jika kamu mengizinkan saya, maka saya saja sudah cukup untuk menghadapinya.”

Khalid : “Amr bin Tufail! Jangan, wahai anak saudaraku. Kamu baru beranjak dewasa. Tetaplah bersama kesatuanmu.”

Suara : “Saya saja Khalid. Biarkan saya melawannya.” Khalid : “Siapa kamu?”

Suara : “Saya adalah Harits bin Abdullah al-Azdi.”

Khalid : “Lakukanlah, semoga kamu menang. Pelan-pelan saja Harits!”

Suara : “Apa yang kamu inginkan?”

Khalid : “Apakah kamu pernah bertanding satu lawan satu dengan Petrik sebelumnya?”

Suara : “Tidak.”

Khalid : “Kalau begitu, kamu jangan melawannya, biarkan orang lain selain kamu yang melawannya.” (lalu muncullah Qais bin Hubairah di hadapan Khalid). Qais : “Wahai Khalid, saya kira kamu mengetahui segala

jati diri dan kemampuanku dengan baik.”

Khalid : “Oh ya, demi Allah, kamu adalah Qais bin Hubairah. Kamu pernah bertarung satu lawan satu melawan dua Petrik pada saat perang Jabiyah dan

kamu dapat membunuhnya. Nah sekarang saya harap kamu dapat membunuh Petrik yang ketiga ini!”

Abu Basyir : “(Terdengar suaranya dari jauh) kalian telah menjadikan Petrik ini menunggu lama. Jika kalian tidak ingin melawannya maka dia akan kembali!”

Khalid : “Wahai Qais, saya akan menghadapinya jika kamu tidak mau melakukannya.”

Qais : “Jangan, biarkan kehormatan ini untuk saya, wahai Abu Sulaiman.” (Ia bergegas keluar. Kemudian terdengar suara ringkikan kudanya dan iapun melagukan sebuah sya’ir);

Tanyakanlah kepada wanita desa yang bergelang kaki.

Bukankah pada hari peperangan saya adalah pahlawannya?

Dan yang membunuh para panglimanya (musuh)? Ikrimah : “Mereka saling menyerang.”

Khalid : “Ya Allah, tolonglah Qais bin Hubairah!” Ikrimah : “Apakah kamu mengkhawatirkan Qais?”

Khalid : “Ya, tetapi Allah akan memberikan kemenangan kepadanya.”

Ikrimah : “Menakjubkan, saya kira dia tidak membiarkan Qais untuk bernafas walaupun hanya sesaat.”

Khalid : “Bahkan dia adalah pahlawan yang pemberani dan tidak lemah. Lihatlah pukulan dan ketangkasanya.” Ikrimah : “Apakah kamu telah tahu hal itu sejak awal?” Khalid : “Ya, saya telah memperhatikan dengan seksama

gerakan dan kelincahannya. Ya, barang kali saya harus keluar untuk menghadapinya.”

Ikrimah : “Allahu akbar! orang kafir itu jatuh tersungkur menjadi korban!”

Khalid : “Alhamdulillah!”

Kaum muslimin: “(Dengan suara yang serempak) Allahu akbar....Allahu akbar!”

Khalid : “Wahai kaum muslimin, tidak ada lagi yang dapat kalian lihat setelah ini kecuali kemenangan. Bergembiralah, demi Allah mereka tidak akan merasa senang dengan kejadian ini, terutama tentara ini, yang tergeletak di atas tanah!”

Ikrimah : “Mereka menyerang kita, Khalid!”

Khalid : “Wahai kaum muslimin, tentara Romawi menyerang kalian karena serangan satu orang untuk membebaskan diri mereka dari daerah sempit ini. Karena itu, hadapilah mereka dan jangan menyingkir. Bersabarlah! Bersabarlah! Sesungguhnya kemenangan hari ini akan menjadi bencana bagi salah satu pihak yang kalah.”

(Pertempuran semakin sengit, terdengar pekikan suara perang, dentingan pedang yang beradu dan suara ringkikan kuda).

Ikrimah : “Betapa cepatnya serangan mereka terhadap pasukan kita, barangkali sebaiknya aku ikut berperang, Khalid. Saya jangan sampai tetap di sini, hanya menjadi penonton saja.”

Khalid : “Celaka kamu Ikrimah, kamu memang harus bertempur di sini, di jalan sempit ini karena tempat inilah tujuan serangan mereka!”

Dhirar : “(Suaranya) wahai Abu Sulaiman!” Khalid : “Berita apa yang kamu bawa, Dhirar?”

Dihrar : “Serangan mereka di sisi sebelah kanan semakin hebat sehingga sebagian besar pasukan musuh dapat memasuki daerah tersebut.”

Khalid : “Pergilah dan katakan kepada Amr bin Ash untuk tetap di tempatnya dan terus berusaha menghalang-halangi mereka yang ingin masuk kawasan tersebut. Kami akan mencegah pasukan musuh yang berada di depannya dari sebelah kiri. Wahai Qais bin Hubairah!”

Suara : “Ya.”

Khalid : “Tolonglah pasukan yang berada di sebelah kanan dan tahan pasukan musuh yang berada di depan mereka. Wahai Qais, jika kamu mampu untuk membunuh Dranger, maka lakukanlah!”

Qais : “(Suaranya) saya akan membunuhnya, insya Allah.” Suara : “Wahai Abu Sulaiman!”

Khalid : “Berita apa yang kamu bawa, Dhahak bin Qais?” Suara : “Daerah sisi sebelah kiri sudah terbuka tetapi

pertempuran masih tetap berlangsung. Para pemegang bendera masih tetap di tempatnya, begitu juga dengan para pasukan yang menjaga daerah itu. Sedangkan para pasukan Romawi sendiri menaiki punggung (untuk meloncat) pasukan kita yang kalah.”

Khalid : “Ambilkan peciku, wahai Ummu Tamim! Dan kamu Ikrimah, kamu harus tetap di sini sampai aku kembali dari menolong mereka.”

(Ummu Tamim mengambil pecinya dan iapun bergegas untuk keluar) Wahai Qa’qa’ bin Amr dan Rafi’ bin Umaiarah, kemarilah. Pergilah bersamaku!”

(Amr bin Ikrimah masuk dan berhenti di samping ayahnya).

Amr : “Lihatlah ayah, orang-orang yang kalah (dari pihak kaum muslimin) itu melarikan diri menuju

anak bukit itu dan di belakang mereka ada pasukan musuh yang mengejarnya.”

Ikrimah : “Hai anakku, kamu mempunyai badan yang ringan. Karena itu naiklah dari sisi ini dan peringatkan para wanita serta tolonglah mereka.”

Amr : “Saya akan naik bagaikan kilat, ayah.” (keluar dari sisi anak bukit).

Ummu Hakim: “Semoga Allah menjagamu, wahai anakku.” Suara : “Wahai Abu Sulaiman!”

Ikrimah : “Dhirar bin Azwar...berita apa yang kamu bawa?” Suara : “Mana Khalid?”

Ikrimah : “Keluar untuk membantu pasukan yang berada di sayap kiri dan saya menggantikan posisinya. Jadi berita apa yang kamu bawa?”

Suara : “Pasukan sayap kanan kita telah menutup semua jalur keluar bagi pasukan musuh yang memasuki medan tersebut sehingga tidak ada seorangpun dari mereka yang selamat.”

Ikrimah : “ Alhamdulillah.”

Ummu Tamim: “Perintahkan dia, wahai Ikrimah, untuk menyusul Khalid dan memberitahukan berita gembira ini.” Ikrimah : “Sekarang pergilah kamu kepada Khalid yang

berada di sayap kiri untuk memberikan kabar gembira ini.”

Suara : “Baiklah Ikrimah.”

Ummu Hakim: “Lihatlah, wahai Ummu Tamim! Lihatlah orang-orang yang menaiki bukit itu, mereka semua turun sambil melarikan diri.”

Ummu Tamim: “Dan wajah-wajah mereka berlumuran darah.” Ikrimah : “Betapa hebatnya para wanita muslimah itu.”

Ummu Hakim: “Nah lihatlah, para wanita itu menghalau mereka!.”

Ummu Tamim: “Dan anakmu, Amr, bersama mereka sambil mengibas-ngibaskan pedangnya!”

Ummu Hakim: “Mari kita ke sana untuk bisa melakukan itu bersama mereka!”

Ummu Tamim: “Saudaramu yang memerintahkan?”

Suara : “(Dari arah bukit) Allah mencela orang-orang yang lari dari isterinya dan orang-orang yang lari dari suaminya.”

Suara yang lain: “Wahai para wanita Arab! Ayo kita halangi mereka. Kita halangi orang-orang yang lari dari medan perang. Orang yang lari dari wanita yang bertaqwa.”

Suara lain : “Wahai orang-orang yang lari dari para wanita yang bertaqwa (karena melarikan diri)!” Ummu Tamim: “Itu Khaulah binti Tsa’labah.”

Suara : “Kamu akan dilempari anak panah dan kematian.” Suara : “Kamu akan dilempari anak panah dan kematian.” Suara : “Apakah kamu rela melihat kami menjadi tawanan?” Suara : “Apakah kamu rela melihat kami menjadi tawanan?” Suara : “Tanpa penghargaan dan kebahagiaan.”

Serempak : “Tanpa penghargaan dan kerelaan.”

Suara : “Wahai para wanita muslimah, Khalid bin Walid memerintahkan kalian untuk kembali ke tempat kalian di atas bukit.”

Ummu Tamim: “Itu adalah suara Dhirar bin Azwar, dia telah menyusul Khalid.”

Ummu Hakim: “Dan itu pamanku, dia telah kembali.”

Ummu Tamim: “Dia terluka.” (dia masuk ke dalam tenda dan keluar lagi sambil membawa kain lap dan perban) (Khalid masuk).

Khalid : “Saya habis menyemangati pasukan kita yang berada di sayap kiri dan untuk kembali lagi ke barisannya. Saya juga mencari Ibnu Qunathir, tetapi tidak menemukannya. Padahal saya sudah mengitari pasukannya. Kalau bukan karena jalan sempit ini, tentu aku sudah berspekulasi untuk mencarinya ke segala arah dan menahannya.”

(Ia mendekat kepada Ummu Tamim dan membuka lukanya yang berada di lengannya. Kemudian Ummu Tamim pun mengobati dan mengikat luka itu dengan perban). Ikrimah : “Justru kamu telah melakukan suatu hal yang

tepat, Khalid. Sebab tidak baik kamu menyelinap dan berspekulasi demi satu orang, padahal di sisi lain kamu adalah pemimpin tentara ini.”

Khalid : “Kamu betul, Ikrimah.” (Amr bin Ikrimah masuk).

Amr : “Apa yang terjadi denganmu paman? apakah kamu terluka?”

Khalid : “Ah, hanya luka kecil. Beri tahu aku, apa yang telah dilakukan para wanita itu di atas bukit?” Amr : “Mereka mengayunkan pedang, tongkat dan

melempari dengan batu sehingga ada empat belas tentara muslim yang terluka dan salah satunya meninggal. Mereka juga membunuh tiga orang tentara

Dalam dokumen Episode Perang Yarmuk | Abu Dzakwan's Blog (Halaman 52-94)

Dokumen terkait