• Tidak ada hasil yang ditemukan

EPISODE KETIGA

Dalam dokumen Episode Perang Yarmuk | Abu Dzakwan's Blog (Halaman 28-37)

Di pintu masuk utama daerah yang datar itu, yang terletak di antara lembah Ghulan dan lembah Riqad, terdapat tempat terbuka yang luas. Di sebelah kanannya, terdapat sebagian perkemahan kaum muslimin.

Tampak Khalid bin Walid, Abu Ubaidah, Amr bin Ash dan Syurahbil bin Hasanah sedang berdiri di depan kemah Abu Ubaidah.

Khalid : (Memanggil) “Wahai ‘Ayyad bin Ghanam!” Suara : “Siap tuanku!”

Khalid : “Kamu memimpin pasukan kavaleri (pasukan berkuda) yang ketiga puluh tujuh, wahai Abu al-A’war al-Silmy!”

Suara : “Siap tuanku!”

Khalid : “Kamu memimpin pasukan kavaleri yang ketiga puluh delapan, wahai pemberani (yang mempunyai kuda liar)!”

Suara : “Siap tuanku!”

Khalid : “Kamu memimpin pasukan kavaleri yang ketiga puluh sembilan, wahai Fadhl bin Abbas bin Abdul Muthalib!”

Suara : “Siap tuanku!”

Khalid : “Kamu memimpin pasukan kavaleri yang keempat puluh, wahai anak paman Nabi. Wahai kaum muslimin...! Saya telah membagi kalian menjadi beberapa bagian pasukan berkuda supaya kalian berlomba-lomba dalam berperang melawan musuh. Dan supaya kalian semua tahu resiko akibat kelalaian yang kalian lakukan. Dan setiap anggota pasukan kavaleri harus mematuhi komandan regunya dan setiap komandan regu harus patuh kepada komandan yang lebih tinggi. Jika dia menyuruh kalian untuk ke kanan atau ke kiri atau berbalik maka taatilah perintah itu! Nah sekarang bubarlah kalian semua untuk menempati pos-pos yang telah ditentukan, semoga Allah merahmati kalian semua!”

(terdengar suara langkah kaki mereka yang bubar, keramaianpun berkurang sedikit demi sedikit sampai akhirnya keadaan benar-benar sunyi).

Khalid : (Menoleh kearah para komandan regu tentara) “Apakah kalian tahu di mana posisi kita dan di mana posisi tentara Romawi sekarang? posisi tentara Romawi sekarang berada di tanah datar yang terletak diantara lembah Nahar dan Buhairah. Sedangkan kita berada di pintu masuk daerah tersebut. Jadi tidak ada jalan keluar bagi mereka untuk melarikan diri kecuali dari arah kita dan jaring ini.”

Amr : “Ya, demi Allah pasukan Romawi telah terkepung dan itu pertanda baik bagi kita.”

Khalid : “Itu adalah tipu muslihat, wahai Amr bin ‘Ash.” Amr : “Kamu hebat wahai Abu Sulaiman. Demi Allah saya

tidak akan menentang pendapatmu dalam hal ini selamanya.”

Khalid : “Kemarilah kalian semua bersamaku, untuk melihat keadaan dari arah sini supaya kita lebih tahu. Kemarilah!”

Abu Ubaidah : “Dan saya wahai Abu Sulaiman, mungkinkah saya pergi bersama kalian?”

Khalid : “Jangan, kamu harus tetap di sini, di kemahmu untuk melayani segala kebutuhan orang-orang di sini!”

Abu Ubaidah : “Saya akan mentaati perintahmu wahai Abu Sulaiman.”

(Khalid, Amr, dan Syurahbil keluar)

(Abu Ubaidah duduk di atas tanah, di depan kemahnya sambil menggosok-gosok pedang,

membolik-balikkan dan memperbaikinya. Duduk di sampingnya Mu’adz bin Jabal)

(Rumanus masuk bersama tentara Romawi)

Abu Ubaidah : “Siapa orang yang bersamamu Rumanus?”

Mu’adz : “Dialah utusan Bahan, panglima pasukan tentara Romawi.”

Abu Ubaidah : “Apakah dia dapat berbicara bahasa Arab?” Jurjah : “(Dengan tergagap) ya, saya dapat berbicara

bahasa Arab.”

Abu Ubaidah : “(Berdiri dari tempat duduknya dengan wajah ceria) selamat datang wahai saudaraku dari Romawi.”

Jurjah : “Nama saya Jurjah dan saya bukan dari Romawi tetapi dari Armenia.”

Abu Ubaidah : “Apakah kamu tidak ingin duduk, Jurjah?” Jurjah : “Di mana saya duduk?”

Abu Ubaidah : “Di sini, di mana aku duduk.”

Jurjah : “Apakah benar kamu adalah pemimpin mereka?” Rumanus : “Celaka kamu, apa kamu kira saya menipumu?”

Abu Ubaidah : “Biarkan dia menanyakan apa saja. Ya, saya adalah pemimpin mereka, wahai Jurjah!”

Jurjah : “Abu Ubaidah?”

Abu Ubaidah : “Ya, saya adalah Abu Ubaidah.”

Jurjah : “Bukankah kamu mempunyai tempat duduk (singgasana) yang lebih baik dari ini?”

Abu Ubaidah : “Dalam keadaan panas begini, tidak ada tempat yang lebih baik dari tempat berteduh ini.” Jurjah : “Dengan duduk di atas tanah seperti ini? tanpa

alas permadani ataupun bantal?”

Abu Ubaidah : “Wahai Jurjah, kita adalah hamba Allah. Kita berjalan, duduk, makan dan tidur di atas bumi ini dan itu semua tidak menurunkan posisi kita di

sisi Allah. Bahkan dengan seperti itu, pahala kita akan semakin bertamabah dan derajat kita akan semakin tinggi.”

Jurjah : “Tetapi kamu adalah pemimpin mereka. Kebiasaan di kita, tempat seperti ini hanya diperuntukkan untuk para budak.”

Abu Ubaidah : “Di kita, kedudukan pemimpin dan budak sama saja. Semuanya adalah hamba Allah. Tidak ada yang lebih utama di antara kita kecuali dengan ketaqwaan dan perbuatan baik.”

Jurjah : “Bagaimana pendapatmu jika kamu duduk dengan beralaskan bantal atau permadani, apakah hal seperti itu dilarang dan diharamkan menurut agama kamu?”

Abu Ubaidah : “Tidak, Allah menghalalkan semua hal-hal yang baik itu bagi kita.”

Jurjah : “Lalu apa yang mencegahmu untuk duduk dengan beralaskan permadani dan bantal?”

Abu Ubaidah : “Saya tidak punya bantal maupun permadani.” Jurjah : “Jadi bagaimana kamu tidur?”

Abu Ubaidah : “Saya tidur dengan berbantalkan pelana kudaku dan berselimutkan mantelku.”

Jurjah : “Apakah kamu miskin?”

Abu Ubaidah : “Hanya Allahlah yang Maha kaya. Kemarin untuk memberi nafkah isteri saya, saya telah meminjamnya dari sahabatku ini (menunjuk kepada Mu’adz).”

Jurjah : “Apakah dia lebih kaya dari kamu?”

Abu Ubaidah : “Di antara kita tidak ada orang yang lebih kaya jika dibandingkan dengan yang lainnya. Tetapi terkadang salah satu dari kita hari ini memiliki sesuatu yang tidak dimiliki saudaranya. Kemudian,

mungkin besok saudaranya memiliki apa yang tidak ia miliki. Jadi kita satu sama lain saling pinjam meminjam.”

Jurjah : “Jadi kalau kamu mempunyai bantal dan permadani maka kamu akan menjadikannya sebagai alas tempat dudukmu?”

Abu Ubaidah : “Tidak, saya tidak akan menjadikan bantal dan permadani seperti itu. Semua kaum muslimin yang bersama saya di sini menjadikan bumi sebagai tempat tidur mereka.”

Jurjah : “Apakah mereka akan mengingkari dan melarangmu jika kamu melakukan hal seperti itu?”

Abu Ubaidah : “Saya melarang diri saya sendiri sebelum mereka melarang saya.”

Jurjah : “Tetapi kamu adalah pemimpin mereka!?”

Abu Ubaidah : “Justru itulah yang menjadikan saya untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan kasak-kusuk bahan omongan dan berpengaruh pada diri mereka.”

(Jurjah terdiam sambil merasa heran dan kagum). Mu’adz : “Wahai saudaraku dari Armenia, bukankah kamu

melarang pemimpin kami untuk duduk, karena kamu tidak ingin duduk sampai akhirnya kami duduk bersama kamu?”

Abu Ubaidah : “(Mencopot mantel dari punggungnya dan menggelarnya di atas tanah) duduklah, wahai saudaraku, di atas mantel ini supaya kami dapat duduk denganmu.”

Jurjah : “(Sangat terkesima) tidak, demi tuhan, saya tidak akan duduk kecuali di atas tanah ini bersama kalian.”

(Dia menyingkap kembali mantel itu dan duduk di atas tanah. Di sisi lain, Abu Ubaidah dan Mu’adz melihat tingkah lakunya dengan takjub).

Abu Ubaidah : “Sungguh, saya harap Allah memberinya cahaya iman dalam hatinya.”

Rumanus : “Firasat kamu benar wahai Abu Ubaidah. Dia tidak datang kecuali untuk mengikrarkan ke-islamannya di hadapan kalian.”

Abu Ubaidah dan Mu’adz: (Tampak gembira sekali) “Alhamdulillah. Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.” Rumanus : “Itu dia Khalid bin Walid telah datang.”

Abu Ubaidah : “Kemarilah, wahai Abu Sulaiman.”

Khalid : (Muncul) “Telah sampai berita kepada saya kalau utusan Bahan ada bersamamu.”

Abu Ubaidah : “Ya... dan bergembiralah wahai Abu Sulaiman.”

Khalid : “Gembira untuk apa?”

Abu Ubaidah : “Dia telah masuk Islam.” Khalid : “Siapa?”

Abu Ubaidah : (Menepuk punggung Jurjah) utusan Bahan yang ada dihadapanmu itu!”

Khalid : “Beri tahu saya, wahai utusan Bahan.” Jurjah : “Nama saya Jurjah.”

Khalid : “Beri tahu saya Jurjah, apakah Bahan mengirim kamu kepada kami demi memberi kesempatan kepadamu untuk mengikrarkan keislamanmu?”

Jurjah : (Tersenyum) “Tidak tuanku. Seandainya dia tahu apa sebenarnya yang ada di hatiku, tentu dia akan membunuhku.”

Jurjah : “Sekarang Bahan tidak memperhatikan aku lagi, juga surat-suratnya. Saya tidak akan pernah kembali lagi padanya. Saya akan di sini saja bersama kalian dan berperang dengan kalian.”

Khalid : “Bukankah Bahan mempercayaimu, Jurjah?”

Jurjah : “Ya tuanku. Itu semua karena saya adalah orang Armenia seperti dia.”

Khalid : “Supaya peperanganmu dengan kami lebih sempurna, maka kembalilah kepadanya.”

Jurjah : (Menatapnya dengan penuh takjub) “Anda benar...anda benar.”

Khalid : “Apakah kamu tahu Abu Basyir al-Tanukhi?”

Jurjah : “Ya, saya mengenalnya. Dan berhati-hatilah kalian jika dia datang lagi karena dia bekerja sebagai mata-mata untuk Bahan.”

Mu’adz : “Mata-mata untuk Bahan?” Jurjah : “Ya.”

Mu’adz : “Dan bagaimana petani dari Damaskus yang bersamanya itu? yang mengadukan kesewenang-wenangan tentara Romawi?”

Jurjah : “Mereka telah membunuhnya.” Mu’adz : “Membunuhnya?”

Jurjah : “Itulah hukuman bagi orang yang berhubungan dan mengadukan kesewenang-wenangan mereka kepada kalian.”

Mu’adz : “Dan mereka meninggalkan sahabatnya yang dari Tanukh itu?”

Jurjah : “Orang Tanukh itu adalah mata-mata mereka. Dia telah melakukan pendekatan persuasif terhadap petani itu sehingga dapat menemaninya untuk menemui kamu supaya tidak timbul keraguan dalam hati kalian tentang apa yang diadukannya.”

Mu’adz : “La haula wala quwwata illa billah. Jadi orang Arab dari Tanukh itu telah memata-matai kita. Semoga Allah melaknatinya dan melaknati orang yang mengirimnya.”

Khalid : “Jangan, jangan mencacinya Mu’adz. Dia bermanfa’at bagi kita.”

Mu’adz : “Bermanfa’at apa.”

Khalid : “Dia telah mengirimkan berita kepada Bahan, dan itulah yang kita inginkan yaitu mengirimkan berita yang sebenarnya tidak diketahuinya.”

Abu Ubaidah : “ Seakan-akan kamu tahu kalau dia adalah mata-mata?”

Khalid : “Seperti saya tahu kalau kamu adalah kepercayaan umat ini.”

Jurjah : “(Menatap takjub) saya ingin bersamamu, wahai tuanku dan berperang denganmu.”

Khalid : “Itulah yang menjadikan aku gembira atas dirimu Jurjah. Kamu adalah sahabat yang terpercaya tetapi kamu tidak memberitahu aku kenapa Bahan mengutusmu kemari?”

Abu Ubaidah : “Benar, kamu tidak memberitahu kita tentang surat dari Bahan.”

Jurjah : “Wahai tuanku, itu adalah surat yang tidak layak untuk dibaca.”

Khalid : “Tidak ada kewajiban bagi pembawa surat kecuali untuk menyampaikannya.”

Jurjah : “(Menatap khalid) ini berkaitan denganmu.” Khalid : “Berkaitan denganku? apa yang terjadi?”

Jurjah : “Telah sampai berita kepadanya kalau kamu mempunyai sarung pedang berwarna merah yang terbuat dari kulit dan kuda hebat yang

menakjubkan, serta tidak ada yang dapat mengalahkannya.”

Khalid : “Ya, saya punya itu. Lalu apa yang dia inginkan?”

Jurjah : “Dia menginginkan sarung pedang dan kuda tersebut untuk diberikan kepada Heraklius sebagai hadiah yang berharga pada hari kemenangan mereka nanti.”

Khalid : “Kembali kepadanya, Jurjah. Dan bawalah sarung pedang dan kuda itu.”

Mu’adz : “Apa-apaan ini Khalid? apakah demi keinginannnya memperoleh sarung tangan dan kudamu itu kamu menghirimkan kedua benda itu kepadanya?”

Khalid : “Saya akan mengambilnya kembali dalam waktu dekat pada peperangan ini. (menoleh ke arah Jurjah). Katakan kepadanya, Jurjah: “Jika anda ingin menmghadiahkan sarung pedang dan kuda itu kepada Heraklius, maka kirimkanlah sekarang. Sebab anda tidak akan hidup lebih lama lagi sampai anda mempunyai kesempatan untuk mengantarkan hadiah itu sendiri kepada Heraklius.”

Jurjah : “Kamu telah menantang Bahan. Dan ini adalah jawaban yang terbaik untuk tantangannya.”

Dalam dokumen Episode Perang Yarmuk | Abu Dzakwan's Blog (Halaman 28-37)

Dokumen terkait