• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Laju Erosi

Pengukuran laju erosi pada PT. Austral Byna dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu metode tongkat dan metode bak erosi. Metode bak erosi memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan

pengukuran metode tongkat erosi, namun untuk membuat satu bak erosi diperlukan investasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan metode tongkat. Untuk mencakup beberapa areal yang akan diteliti, maka pengukuran laju erosi di PT. Austral Byna dikombinasikan antara metode tongkat dengan metode bak erosi.

Pengukuran laju erosi dengan menggunakan metode bak erosi dilakukan pada lima tempat, antara lain blok RKT 2008 TPTI, blok RKT 2007 TPTI di bawah tegakan, blok RKT 2007 TPTI bekas TPN, jalur tanam RKT 2007 TPTII, dan kawasan lindung.

Pengukuran laju erosi dengan menggunakan metode tongkat dilakukan di jalan sarad dan dibawah tegakan pada RKT 2007 dan 2008 TPTI, kemudian pada jalur tanam dan jalur antara pada RKT 2007 TPTII/Silin, Kawasan lindung (KPPN), kawasancovercrop, dancrossdrain di RKT 2008 TPTI.

Jalan sarad dapat mewakili kegiatan pemanenan, karena jalan sarad merupakan salah satu penghubung antara kegiatan penebangan dengan TPN. Untuk mengetahui keadaan diluar jalan sarad, maka dilakukan pengukuran di bawah tegakan. Pengukuran erosi dengan metode tongkat juga dilakukan pada jalur tanam dan jalur antara pada RKT 2007 TPTII. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui perbedaan besar erosi yang disebabkan oleh perbedaan sistem silvikultur. Pengukuran erosi di kawasan lindung dilakukan sebagai kontrol dari tegakan-tegakan hutan lainnya yang sedang atau telah dilakukan kegiatan pemanenan kayu. Sedangkan pada kawasan covercrop dan crossdrain dilakukan untuk dijadikan referensi erosi jika kawasan ini telah tertutupi oleh tumbuhan bawah ataupun telah dilakukan kegiatan konservasi tanah.

5.2.1. Laju Erosi di RKT 2008 TPTI

Pada RKT 2008 TPTI dilakukan dengan dua metode pengukuran erosi, yaitu pengukuran dengan menggunakan metode bak erosi dan metode tongkat. Pengukuran metode bak erosi dilakukan di bawah tegakan yang baru saja ditinggalkan kegiatan pemanenan kayu. Pengukuran metode tongkat dilakukan untuk mendukung data metode pengukuran bak erosi, adapun pengukuran metode tongkat dilakukan pada bekas jalan sarad dan di bawah tegakan.

Hasil metode bak erosi menunjukkan bahwa laju erosi di RKT 2008 TPTI sebesar 27,81 ton/ha/tahun masih berada dibawah ambang batas toleransi erosi

yang diperbolehkan. Dalam mendukung hasil dari pengukuran metode tongkat di RKT 2008 TPTI maka telah diketahui bahwa laju erosi di RKT 2008 TPTI adalah 244,87 ton/ha/tahun untuk lokasi di bawah tegakan, dan 169,32 ton/ha/tahun untuk lokasi di bekas jalan sarad akibatnya pengukuran metode tongkat berada diatas ambang toleransi erosi yang diperbolehkan.

Dari hasil tersebut diketahui bahwa berdasarkan indeks bahaya erosi (IBE) RKT 2008 TPTI masuk ke dalam kategori erosirendah. Berdasarkan kelas bahaya erosi (KBE) RKT 2008 TPTI masuk ke dalam kategoriringan.

Laju erosi di RKT 2008 TPTI mengakibatkan beberapa sungai yang melalui lokasi ini terancam kualitas dan keberadaannya. Hal ini dapat dibuktikan melalui pengukuran sedimen sungai Pari dan sungai Membung yang melewati lokasi ini. Rata-rata konsentrasi sedimen yang ada di sungai Pari adalah 229,17 g/liter atau 0,23 kg/liter dan di sungai Membung sebesar 145,83 g/liter atau sekitar 0,15 kg/liter. Mengetahui besar sedimen yang ada di sungai-sungai ini, maka perlu dilakukan upaya penanganan laju erosi yang serius agar sungai-sungai ini terjamin kelestariannya.

5.2.2. Laju Erosi di RKT 2007 TPTI

Pada Laju erosi di RKT 2007 TPTI dilakukan dua metode pengukuran erosi, yaitu pengukuran dengan menggunakan metode bak erosi dan metode tongkat. Pengukuran metode bak erosi dilakukan dibawah tegakan yang telah ditinggalkan kegiatan pemanenan kayu dan di bekas TPN. Pengukuran metode tongkat dilakukan untuk mendukung data metode pengukuran bak erosi, pengukuran metode tongkat dilakukan pada bekas jalan sarad dan di bawah tegakan.

Hasil metode bak erosi menunjukkan bahwa laju erosi di RKT 2007 TPTI yang berada dibawah tegakan sebesar 1,7 ton/ha/tahun dan bak erosi yang berada di bekas TPN adalah 16,75 ton/ha/tahun. Laju erosi dari pengukuran metode tongkat di RKT 2007 TPTI adalah 293,07 ton/ha/tahun untuk lokasi di bawah tegakan, dan 188,55 ton/ha/tahun untuk lokasi di bekas jalan sarad.

Dari hasil tersebut diketahui bahwa laju erosi pada RKT 2007 TPTI berada dibawah ambang batas toleransi erosi yang diperbolehkan, yaitu 97,006 ton/ha/tahun. Berdasarkan indeks bahaya erosi (IBE) RKT 2007 TPTI masuk ke

dalam kategori rendah, sedangkan berdasarkan kelas bahaya erosi (KBE) RKT 2007 TPTI masuk ke dalam kategoriringan.

Akibat laju erosi di RKT 2007 TPTI, sungai Mahang yang melalui lokasi ini dapat terancam kualitas dan keberadaannya. Hal ini dapat dibuktikan melalui pengukuran sedimen pada sungai Mahang. Rata-rata konsentrasi sedimen yang ada di sungai Mahang 125 g/liter atau 0,125 kg/liter. Mengetahui besar sedimen yang ada di sungai ini, maka perlu dilakukan upaya penanganan laju erosi yang cukup serius agar sungai Mahang dapat dilestarikan.

5.2.3. Laju Erosi di RKT 2007 TPTII

Laju erosi di RKT 2007 TPTII juga dilakukan dua metode pengukuran erosi, yaitu pengukuran dengan menggunakan metode bak erosi dan metode tongkat. Pengukuran metode bak erosi dilakukan di jalur tanam dan untuk mendukung data metode bak erosi, maka dilakukan pengukuran metode tongkat pada dua kategori, yaitu di jalur tanam dan jalur antara.

Hasil pengukuran metode bak erosi menunjukkan bahwa laju erosi di RKT 2007 TPTII sebesar 4,76 ton/ha/tahun dan laju erosi dari pengukuran metode tongkat di RKT 2007 TPTII adalah 457,31 ton/ha/tahun untuk lokasi di jalur antara dan 383,05 ton/ha/tahun di jalur tanam.

Dari hasil tersebut diketahui bahwa laju erosi pada RKT 2007 TPTII berada dibawah ambang batas toleransi erosi yang diperbolehkan. Berdasarkan indeks bahaya erosi (IBE) RKT 2007 TPTII masuk ke dalam kategori erosi yang

rendah. Berdasarkan kelas bahaya erosi (KBE) RKT 2007 TPTII masuk ke dalam kategorisangat ringan.

Dampak dari laju erosi di RKT 2007 TPTII mengakibatkan sungai Jupoi yang melalui lokasi ini dapat terancam kualitas dan keberadaannya. Hal ini dapat dibuktikan melalui pengukuran sedimen pada sungai Jupoi. Rata-rata konsentrasi sedimen yang ada di sungai Jupoi adalah 104,17 g/liter atau 0,1 kg/liter. Mengetahui besar sedimen yang ada di sungai ini, maka perlu dilakukan upaya penanganan laju erosi yang serius agar sungai Jupoi terjamin kelestariannya.

5.2.4. Laju Erosi di Kawasan Lindung

Laju erosi di kawasan lindung juga dilakukan dua metode pengukuran erosi, yaitu pengukuran dengan menggunakan metode bak erosi dan metode

tongkat. Pengukuran metode bak erosi dan metode tongkat sama-sama dilakukan di bawah tegakan.

Berdasarkan metode bak erosi, laju erosi di kawasan lindung sebesar 1,19 ton/ha/tahun dan laju erosi dari pengukuran metode tongkat di kawasan lindung adalah 167,93 ton/ha/tahun.

Dari hasil tersebut diketahui bahwa laju erosi di kawasan lindung belum melewati ambang batas toleransi erosi yang diizinkan. Berdasarkan indeks bahaya erosi (IBE) kawasan lindung masuk ke dalam kategori erosi yang rendah.

Berdasarkan kelas bahaya erosi (KBE) kawasan lindung masuk ke dalam kategori

sangat ringan.

5.2.5. Laju Erosi Pada Areal Bekas Pemanenan Hutan

Dari dua metode pengukuran laju erosi dihasilkan data seperti pada Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8. Laju erosi pada RKT 2008 TPTI menjadi yang terbesar pada metode pengukuran bak erosi yaitu 27,81 ton/ha/tahun, sedangkan RKT 2007 TPTII menjadi yang terbesar pada pengukuran metode tongkat sebesar 457,31 ton/ha/tahun.

Gambar 6 Laju erosi pada metode pengukuran bak erosi.

Gambar 6 menunjukkan laju erosi di berbagai tempat berdasarkan tahun kegiatan pemanenan. Pada keadaan normal semakin baru kegiatan pemanenan kayu maka laju erosi juga semakin besar. Hal ini disebabkan oleh keterbukaan areal hutan akibat kegiatan penebangan. Menurut Kurniawan (2009), satu batang pohon yang dipanen pada RKT 2008 TPTI di PT. Austral Byna dapat membuka areal hutan seluas 196,85 m²/pohon, sehingga semakin banyak pohon yang

1,19 4,76 1,70 16,75 27,81 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 Kawasan Lindung RKT 2007 TPTII RKT 2007 TPTI Di Bawah Tegakan RKT 2007 TPTI Di Bekas TPN RKT 2008 TPTI

ditebang maka semakin luas pula hutan yang terbuka. Keterbukaan areal ini menyebabkan tanah tidak terlindungi oleh vegetasi, akibatnya air hujan dapat dengan mudah jatuh ke permukaan tanah. Air hujan yang jatuh tanpa terhalang oleh daun dan batang pohon mempunyai energi kinetik yang besar sehingga ketika tanah terkena air hujan maka tanah dengan mudah terpecah dan proses terjadinya erosi pun dimulai.

Ketidak normalan data terjadi pada lokasi RKT 2007 TPTII, dimana laju erosi pada RKT 2007 TPTII lebih besar dibandingkan RKT 2007 TPTI. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan sistem silvikultur yang digunakan di lokasi ini. Sistem silvikultur TPTII terdiri dari dua jalur yang membentang dari utara hingga selatan, yaitu jalur tanam dan jalur antara. Jalur tanam merupakan suatu bentuk rekayasa lingkungan dimana pada jalur tersebut memiliki lebar 3 meter dan harus terkena cahaya matahari penuh, sehingga jalur tersebut harus bersih dari tumbuh-tumbuhan. Jalur antara adalah jalur yang dibiarkan tumbuh normal disamping jalur tanam dan memiliki lebar 17 meter.

Bak erosi RKT 2007 TPTII berada pada jalur tanam. Jalur yang telah bersih dari tumbuh-tumbuhan menyebabkan tanah tidak terlindungi dari besarnya energi kinetik air hujan, akibatnya tanah lebih mudah terpecah dan tererosi.

Gambar 7 Laju erosi pada metode tongkat di jalan sarad dan jalur tanam.

Gambar 7 menunjukkan laju erosi pada pengukuran tongkat di jalan sarad dan jalur tanam, kemudian dibandingkan dengan laju erosi di kawasan lindung. Berdasarkan tata waktu kegiatan pemanenan kayu seharusnya RKT 2008 TPTI memiliki laju erosi yang lebih besar dibandingkan pada lokasi RKT 2007 TPTII

167,93 383,05 188,55 169,32 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Kawasan Lindung RKT 2007 TPTII Jalur Tanam

RKT 2007 TPTI Di Jalan Sarad

RKT 2008 TPTI Di Jalan Sarad

dan RKT 2007 TPTI. Pertama, hal ini dapat disebabkan pada lokasi RKT 2007 TPTII memiiki sistem silvikultur yang berbeda dengan sisitem silvikultur TPTI. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa sistem silvikultur TPTII terdiri dari dua jalur yang membentang dari utara hingga selatan, yaitu jalur tanam dan jalur antara sehingga erosi yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan sistem tebang pilih. Kedua, jalan sarad di PT. Austral Byna tidak terlalu terbuka penutupan tajuknya, sehingga air hujan yang jatuh tidak langsung menyentuh tanah melainkan menyentuh daun dan batang terlebih dahulu akibatnya kekuatan air dalam menumbuk tanah menjadi jauh berkurang. Ketiga, jalan sarad di PT. Austral Byna sudah terlalu padat, sehingga laju erosi menjadi lebih kecil namun aliran permukaan menjadi lebih besar dibandingkan saat jalan sarad pertama ditinggalkan.

Dibandingkan dengan RKT 2008 TPTI seharusnya RKT 2007 TPTI memiliki laju erosi yang lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor kelerengan yang ada pada kedua lokasi pengukuran. Meskipun sama-sama berada di jalan sarad, namun dinilai panjang lereng di RKT 2007 TPTI lebih besar dibandingkan dengan lokasi pada RKT 2008 TPTI sehingga erosi yang terjadi pun semakin besar.

Gambar 8 Laju erosi pada metode tongkat di bawah tegakan dan jalur antara.

Sama seperti pada lokasi di jalur tanam dan jalan sarad, lokasi pengukuran di jalur antara dan di bawah tegakan juga memiliki bentuk grafik yang mirip. Umumnya perbedaan laju erosi di atas disebabkan oleh perbedaan sistem silvikultur. Sistem TPTII memiliki limit diameter yang dapat ditebang diatas 40

167,93 457,31 293,07 244,87 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Kawasan Lindung RKT 2007 TPTII Jalur Ant ara

RKT 2007 TPTI Di bawah Tegakan

RKT 2008 TPTI Di bawah Tegakan

cm, sedangkan pada TPTI memiliki limit diameter diatas 60 cm untuk hutan produksi terbatas dan limit diameter diatas 50 cm untuk hutan produksi tetap sehingga sistem TPTII memiliki lebih banyak kesempatan untuk memanen kayu akibatnya keterbukaan pada sistem TPTII menjadi lebih besar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin besar hutan yang terbuka maka laju erosi akan semakin besar.

Sama seperti laju erosi di jalan sarad, laju erosi pada lokasi di bawah tegakan juga ternyata banyak dipengaruhi oleh faktor kelerengan. Meskipun sama-sama berada di bawah tegakan, namun dapat dinilai bahwa RKT 2007 TPTI memiliki panjang lereng yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi pada RKT 2008 TPTI sehingga erosi yang terjadi pun semakin besar.

Gambar 9 Laju erosi pada metode pengukuran tongkat.

Gambar 9 menunjukkan laju erosi pada pengukuran tongkat disetiap lokasi pengukuran metode tongkat. Ternyata laju erosi pada RKT 2007 TPTII jalur antara lebih besar dibandingkan dengan di jalur tanamnya. Hal ini dapat disebabkan oleh kepadatan pada jalur tanam dan terdapat banyak serasah pada jalur tanam. Kepadatan tanah pada jalur tanam diakibatkan oleh manusia saat melakuan kegiatan penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman silin. Serasah yang menutupi tanah dihasilkan dari pohon-pohon yang berada disekitar jalur tanam akibat dari kedua faktor ini adalah air hujan yang jatuh sulit untuk memecah agregat-agregat tanah, akibatnya proses erosi tidak banyak terjadi.

457,31 383,05 293,07 244,87 188,55 169,32 167,93 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 RKT 2007 TPTII Jalur Ant ara RKT 2007 TPTII Jalur Tanam RKT 2007 TPTI Di bawah Tegakan RKT 2008 TPTI Di bawah Tegakan RKT 2007 TPTI Di Jalan Sarad RKT 2008 TPTI Di Jalan Sarad Kawasan Lindung Ton/ ha/ t ahun

5.3. Faktor yang Mempengaruhi Laju Erosi

Dalam dokumen Laju Erosi Pada Areal Bekas Pemanenan Hutan (Halaman 52-60)

Dokumen terkait