• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV IMPLIKASI PEMIKIRAN AGUS PURWANTO TERHADAP

A. Esensi Pendidikan Agama Islam

terhadap Pendidikan Agama Islam, c) kelemahan dan kekuatan konsep.

BAB II

BIOGRAFI AGUS PURWANTO

A. Sejarah Kelahiran dan Pendidikan Agus Purwanto

Agus Purwanto dilahirkan pada tahun 1964 di kota Jember, Jawa Timur. Masa kecilnya dihabiskan di kota tersebut, bahkan menyelesaikan pendidikan untuk jenjang SD, SMP, sekaligus SMA juga sama. Meski demikian untuk jenjang lanjutan beliau memilih untuk meraih impian-impiannya yang sejak dulu dicita-citakan yaitu masuk di Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB). Di sana beliau melanjutkan sampai jenjang S2 atau Master (1993). Karena begitu besarnya keinginan belajarnya lantas melanjutkan studi S2 dan S3 nya di Jurusan Fisika Hiroshima University, Jepang. Di sanalah beliau mendapatkan gelar akademik Agus Purwanto, D.Sc (Doctor of Science). Gelar akademik yang sangat langka karena hanya sebagian orang saja khususnya di Indonesia yang memiliki gelar kehormatan tersebut. Dari data yang ada terdapat kurang dari 30 orang yang mendapatkan gelar kehormatan doktor di bidang fisika teori.

Beliau sangat menyukai dunia baca, mulai dari buku-buku yang beliau geluti sampai filsafat. Bagi beliau, jalan ilmu sesungguhnya adalah jalan para nabi dan auliya, manusia pilihan yang diberi tugas membimbing, memandu, dan mencerahkan umat. Menempuh jalan ilmu berarti menempuh jalan kemuliaan juga untuk tujuan mulia. Perkembangan ilmu yang demikian pesat membutuhkan ilmuwan yang mewadai bagi setiap penjuru negeri termasuk

Indonesia. Tanpa sains, suatu bangsa akan bertransformasi menjadi bangsa kuli yang lemah, tidak berdaulat dan bergantung pada negara lain.

B. Karier Agus Purwanto

Agus Purwanto pernah menjadi asisten Laboratorium Fisika Dasar, mata Kuliah Fisika Dasar, Fisika Matematik, Gelombang dan Mekanika Kuantum. Dan semenjak 1989 beliau menjadi staf pengajar di Jurusan FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Beliau juga menjadi Kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam ITS dan menjadi anggota Himpunan Fisika Indonesia dan Physical Society of Japan. Pada awal 2006 menjadi Visiting Proffessor di Hiroshima University, Visiting Fellow di ISTAC, International Islamic University Malaysia.

C. Jurnal atau Publikasi Ilmiah Agus Purwanto

Beliau sangat aktif menulis dan meneliti semenjak kuliah S1 sampai S3. Tulisan-tulisannya dipublikasikan di beberapa jurnal dan media masa mulai dari Modern Physics Letter, Progress of Theoritical Physics, Physical Review, Nuclear Physics, Europan Journal Physics, Journal of Modern Physics, dan Open Journal of Microphysics. Tulisannya yang lain seperti di Paradigma, Kuntum, Suara Muhammadiyah, Mekatronika, Kharisma, Simponi, Surya, Republika, dan Kompas.

D. Buku-buku Karya Agus Purwanto

Selain artikel-artikel yang telah dipublikasikan di berbagai penjuru jurnal nasional maupun internasional termasuk di beberapa media nasional, beliau juga masih menyempatkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk menyelesaikan karya-karyanya dalam bentuk buku. Adapun judul buku-bukunya adalah Pengantar Fisika Kuantum (1997), Metode Hikari: Arab Gundul Siapa Takut? (2005), Fisika Kuantum (2006), Fisika Statistik (2007), Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Quran yang Terlupakan (2008), Pengantar Kosmologi (2009), Pintar Membaca Ayat Gundul dengan Metode Hikari (2010), Teori Relativitas Khusus (2011), dan Nalar Ayat-Ayat Semesta (2012).

BAB III

INTEGRASI-INTERKONEKSI SAINS DAN AGAMA

PEMIKIRAN AGUS PURWANTO

A. Integrasi-Interkoneksi Sains dan Agama

Secara bahasa integrasi berasal dari kata integrated yang memiliki arti pertama keseluruhan atau utuh, yang kedua berarti bersatunya antar bagian menjadi satu, yang ketiga berarti menghilangkan hambatan.20 Sedangkan interkoneksi berasal dari kata interconnection yang berarti menghubungkan yang satu dengan yang lain.21 Dengan demikian penyatuan dan keterhubungan dalam hal ini adalah sains dengan agama. Amin Abdullah mengibaratkan integrasi-interkoneksi seperti halnya mata uang yang memiliki dua bagian yang tidak bisa dipisahkan. Ada tiga kata kunci yang diinspirasi dari Ian G Barbour dan Holmes Rolston dalam integrasi-interkoneksi sains dan agama, yaitu:22

1. Semipermeable (saling menembus)

Hubungan antara ilmu/sains dengan agama tidaklah dibatasi dengan tembok/dinding tebal yang tidak memungkinkan untuk berkomunikasi, tersekat atau terpisah sedemikian ketat, melainkan saling menembus. Masih tampak garis batas demarkasi antar bidang disiplin ilmu, namun ilmuan antar bidang saling membuka diri untuk saling berkomunikasi dan saling menerima masukan dari disiplin luar bidangnya. Dan hubungan

20Webster’s New World Dictionary, 337. 21Webster’s New World Dictionary, 338.

22Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan, Naskah Inaugurasi Amin Abdullah menjadi salah satu anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Yogyakarta, 17 Agustus 2013, 10-21.

saling menembus ini dapat bercorak klarifikatif, komplementatif, alternative, korektif, verifikatif maupun transformatif.

2. Intersubjektive Testibility (keterujian intersubjektif)

Pemahaman mengenai subyek dan obyek selalu menjadi perdebatan dalam pengambilan sebuah kesimpulan. Ada objektif dan subjektif, dan bagaimanapun pula objek selalu dikonstruk oleh subjek. Oleh karena itu, pemahaman tentang apa yang disebut objektif harus disempurnakan menjadi intersubjective testability, yakni semua komunitas keilmuan turut serta secara bersama-sama menguji penafsiran dan pemahaman data yang diperoleh dari seorang peneliti.

Dalam hal ini beliau menekankan bahwasannya dalam agama akan sangat susah untuk melihat apakah sujektif atau objektif. Untuk itulah ada dua kemungkinan pemahaman dalam agama yaitu objective-cum-subjective atau subjective-cum-objective dan klaster yang terakhir adalah intersubjektif. Untuk menghindarkan diri dari pemahaman subjektif yang akut, agamawan perlu mengenal adanya unsur-unsur objektif dalam agama melalui penelitian empiris. Sehingga intersubjektif ini dapat dipahami sebagai kondisi mentalitas keilmuan seseorang yang dengan cerdas mendialogkan antara dunia objektif dan subjektif dalam menghadapi kompleksitas kehidupan secara umum, tidak hanya sekedar sains dan agama.23

3. Creative Imagination (imajinasi kreatif)

Membuat teori baru tidaklah mudah karena dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh dan keberanian yang kuat dalam menggabungkan berbagai gagasan, ide-ide yang telah ada sebelumnya. Oleh karenanya imajinasi kreatif sangatlah ditekankan dalam rangka pencarian dan penggalian teori baru, yakni berani mengaitkan dan mendialogkan uraian dalam satu bidang ilmu agama dalam kaitan, diskusi dan perjumpaannya dengan disiplin keilmuan yang lainnya.24

Ketiga kata kunci di atas mendasari paradigma integrasi-interkoneksi sains dan agama. Keutuhan yang didasarkan dari saling dialog antar bidang keilmuan, ditambah dengan mentalitas seorang peneliti dalam mendialogkan subjektifitas dan objektifitas data yang ada disertai dengan imajinasi berfikir kreatif menjadikan paradigma keilmuan terlihat utuh dan kokoh. Kehadiran agama di mata sains menjadikannya memiliki sudut pandang yang lebih luas sekaligus ada prinsip-prinsip yang memang harus ada batasnya. Begitu juga kehadiran sains di mata agama menjadikannya lebih mudah dipahami secara empiris.

B. Integrasi-Interkoneksi Sains dan Agama Pemikiran Agus Purwanto

Secara umum pemikiran sains dan agama Agus Purwanto dituangkan dalam dua buku yang berjudul Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta. Kedua buku tersebut ditulis dan diterbitkan belum lama, yaitu sekitar 2008, dan 2011 yang lalu. Tidak terlalu jauh dari masa perhatian intelektual

sebelumnya seperti Seyyed Hossein Nasr, Ziauddin Sardar, Mehdi Ghosani, Abdus Salam, Naquib Al-Attas yang berada pada kisaran 1990 an. Meski begitu tema sains dan agama masih sangat minim mendapat perhatian di kalangan para intelektual khususnya dunia Islam dibandingkan dengan periode zaman keemasan Islam yaitu pada Dinasti Abbasiyah.

Kegagalan dunia Islam dalam membangun peradaban melalui sains dan agama menjadi momok terbesar. Saat ini umat Islam terperangkap dalam jaring laba-laba kepentingan pro status quo yang melarang adanya pemahaman baru atas Al-Qur`an yakni dengan memandang bahwa penafsiran lama terhadap Qur`an mempunyai nilai skralitas yang lebih besar dari Al-Qur`an itu sendiri.25 Problem besar yang dari dulu masih terus berlanjut sampai sekarang meski pintu ijtihad telah dibuka lebar-lebar pada abad 13 M.

Menjelang abad 20 masehi, umat Islam sangatlah beruntung karena kehadiran para intelektual terus mencoba memberanikan diri untuk merubah cara pandang tersebut. Pemikiran-pemikiran sains yang telah lama terkubur mulai dihidupkan lagi. Dan khususnya melalui dua buku karya Agus Purwanto ini, umat Islam dapat menengok kembali tema-tema sains yang terkandung dalam Al-Qur`an terlebih dapat dijadikan inspirasi dalam meningkatkan cakrawala berfikir yang lebih luas demi kebangkitan peradaban Islam.

Secara keseluruhan kedua buku tersebut berisi tema-tema yang sangat menarik dan menginspirasi khususnya bagi umat Islam. Beliau menemukan secara riilnya di dalam Al-Qur`an memuat 800 ayat yang mengandung kata

25Asghar Ali Engineer, Islam Masa Kini, Terjemahan Tim Forstudia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, 34.

bagian dari alam seperti air, awan, besi, bintang, burung, cahaya, darah, emas, atau fenomena alam melebihi ayat-ayat yang mengandung hukum.26 Pada dasarnya alam diciptakan dengan tujuan yang tidak sia-sia dan benar-benar memiliki hakikat. Dasar kosmopolitanisme Islam masa lalu yang melihat perbendaharaan kultural umat manusia sebagai milik sendiri sehingga tak segan-segan mengambil serta mengembangkannya yaitu melalui kreatifitas ilmiah.27

Grafik. 3.1

Grafik di atas menjadi pondasi pokok integrasi-interkoneksi pemikiran Agus Purwanto dalam dua bukunya tersebut. Untuk mencapai hipotesis yang tepat khususnya dalam menafsirkan fenomena alam, terlebih dahulu melihat pondasi dasarnya yaitu melalui Al-Qur`an. Dari sanalah kemudian berlanjut

26Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta, Bandung:Mizan, 2015, 90.

27Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, 2009, 31.

Al‐Qur`an

Bahasa 

Arab Kitab Tafsir

Fenomena 

Alam Semesta

Penelitian 

pada tahap penafsiran para ulama mengenai fenomena alam, ditambah lagi dengan aspek kebahasaan/bahasa Arab, dan hasil-hasil penelitian ilmiah dari sejak zaman Sebelum Masehi sampai sekarang.

1. Fenomena Alam Semesta

Alam semesta adalah fana. Ada berbagai proses di dalamnya mulai dari ketiadaan sama sekali kemudian tercipta, yang pada akhirnya juga akan hancur. Di antaranya juga terdapat peciptaan manusia, dan makhluk lainnya yang menghuni di dalamnya. Bersamaan itu pula terdapat berjuta-juta proses fisika, kimia, biologi dan proses-proses lainnya yang tidak diketahui.28 Sambil menunjuk pada Q.S Al-Baqarah ayat 117:

“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia.”29

Penciptaan alam semesta pada dasarnya memuat proses yang sangat panjang. Kata kun berarti fi’il amr yang berarti perintah, lantas terdapat proses yang kedua yaitu fayakun yang berupa fi’il mudhari’ terjadilah namun dalam sudut pandang proses (sedang berlangsung).30

Alam semesta kian meluas. Imajinasi masa silam membawa manusia pada alam semesta yang lebih kecil sampai pada awal, nol.31 Senada dengan hal di atas bahwa alam semesta telah meluas dan hampir dipastikan akan mengalami percepatan karena adanya energi gelap yang

28Moedji Raharto (ed), Harun Yahya: Penciptaan Alam Semesta, Gramedia-Buku Online, 6.

29Muhammad Taufiq, Quran in Word Versi 1,3. 30Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 270-272. 31Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 273.

membentangkan ruang dan waktu. Saat meluas, alam semesta menghasilkan partikel, inti, atom dan struktur-struktur yang lainnya.32

Kehadiran alam semesta yang sebelumnya dari ketiadaan, kemudian awal penciptaan sampai pada proses perluasan tentu di dalamnya terdapat sangat banyak proses meneguhkan pada manusia agar mereka bisa mempelajari, memahami dan berdialog akan ciptaan-Nya. Alam semesta sungguh menakjubkan karena terdapat banyak sekali unsur-unsur yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Tiga inti dari alam semesta yaitu materi, ruang dan waktu. Ketiganya terbagi menjadi berjuta-juta bagian dan sub-bagian, mulai dari atom, partikel, planet, tatasurya, galaksi, black-hole, dark energy, dark matter.

2. Al-Qur`an

Secara bahasa Al-Qur`an bermakna bacaan, sedang secara istilah adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tertulis dalam mushaf, diturunkan secara berangsur-angsur, orang yang membacanya dianggap sebagai ibadah dan setiap dari suratnya adalah mukjizat.33 Karena Al-Qur`an juga berarti bacaan, dengan begitu menegaskan bahwa ia merupakan salah satu sumber ilmu yang pada dasarnya harus dibaca, dieksplorasi dan dielaborasi. Sampai akhirnya manusia mampu merasakan mukjizat keagungan darinya.

Al-Qur`an turun bukan pada ruang hampa, juga bukan pada awal sejarah kelahiran manusia. Ia turun ketika beberapa peradaban telah

32Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern,..,352

berlangsung dan beberapa pemikiran mengenai alam semesta telah berkembang. Artinya mereka telah mempunyai pandangan, pendapat bahkan teori mengenai fenomena alam semesta. Dan untuk menangkap pesan fenomena alam serta mengambil pelajaran darinya dibutuhkan peran akal. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa sumber ilmu adalah indera dan akal, lalu gabungan antar keduanya yaitu berita suci (wahyu).34

Untuk itu, pesan awal pada tahap ini adalah Al-Qur`an menegaskan akan pentingnya penggunaan akal. Al-Qur`an menyebut kata aql sebanyak 49 kali dengan 48 kata dalam bentuk kata kerja sedang atau fi’il mudhari’ dan satu kata kerja lampau atau fi’il madhi. Setiap pola mempunyai karakteristik pesan tersendiri.35

Setelah itu, 800 ayat-ayat yang berhubungan dengan fenomena alam semesta (ayat-ayat kauniyah) beserta isinya dikelompokkan sesuai dengan temanya sebanyak 134, sebagai contoh: Tema Air: dari batu terbelah (Q.S Al-Baqarah ayat 74, Al-A’raf ayat 160), dari langit (Al-Baqarah ayat 164, Al-Furqan ayat 48, Luqman ayat 10). Tema Besi: menjadi batu (Al-Isra’ ayat 50), mendidih seperti air (Al-Kahfi ayat 29). Tema Bintang: waktu malam dan tenggelam (Al-An’am ayat 76), dan lain sebagainya sampai 800 ayat.36

Tema-tema yang telah dipaparkan secara jelas berikut dengan ayat-ayat yang melandasinya dengan tujuan agar dilakukan penelitian lanjutan secara maksimal dan mendalam. Darinya akan menghasilkan

34Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam,.., 51. 35Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 69. 36Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 90-126.

penemuan yang benar-benar mengagumkan dan menjadi konsep-konsep yang pada dasarnya Al-Qur`an berbanding lurus dengan kaidah alam semesta.

3. Penafsiran Ulama/Kitab Tafsir

Dalam memahami Al-Qur`an diperlukan berbagai kumpulan sudut pandang para ulama-ulama ahli tafsir. Dengan demikian agar tidak terjadi kesalahan yang fatal dalam mengimplementasikan teks Al-Qur`an kepada penyimpulan bahkan tindakan nyata. Kedua buku tersebut memuat beberapa kitab tafsir seperti Tafsir Qur`an Perkata, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilailil Qur’an, dan lain-lain. Setiap dari teks ayat Al-Qur`an diberi penjelasan secara jelas tentang makna yang dimaksud.

Meski demikian apa yang telah diambil kemudian dianalisis ke dalam dua buku tersebut masih mendapatkan kritikan dan catatan khusus dari salah satu ahli bahwa masih butuh tafsir yang lebih banyak lagi khususnya tafsir-tafsir terbaru seperti Al-Mizan, Kasyfu al-Asrar, Al-Islam wa al-Thibb, dll.37

4. Kebahasaan/Bahasa Arab

Al-Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab. Oleh karenanya, setiap ilmuan muslim harus mengerti, memahami dan medalami bahasa Arab. Dalam hal ini Agus Purwanto benar-benar menekankan pentingnya belajar bahasa Arab. Karena pada dasarnya setiap pengkajian Qur`an, secara langsung berhadapan dengan bahasa Arab. Ia harus dikaji dan dipahami

seluk-beluknya, rahasia, dan keistimewaannya dibandingkan bahasa lainnya.

Dengan pemahaman bahasa Arab yang benar dan tepat akan menghasilkan temuan menuju kesimpulan yang tepat pula. Dalam hal ini Beliau memberi contoh dalam Q.S Yunus ayat 34:

ö≅è%

ö≅yδ

⎯ÏΒ

/ä3Í←!%x.uà°

⎯¨Β

(

#äτy‰ö7tƒ

t

,ù=sƒø:$#

§ΝèO

…çν߉‹Ïèãƒ

4

È≅è%

ª

!$#

(

#äτy‰ö7tƒ

t

,ù=sƒø:$#

§ΝèO

…çν߉‹Ïèãƒ

(

4

’¯Τr'sù

t

βθä3sù÷σè?

∩⊂⊆∪

“Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali?" Katakanlah: "Allah-lah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali; Maka Bagaimanakah kamu dipalingkan (kepada menyembah yang selain Allah)?”

Kata

أدبي

yabda`u merupakan fi’il mudhari’ atau termasuk kata kerja sedang. Dengan demikian Allah sedang mencipta atau akan mencipta. Artinya proses penciptaan masih terus berlangsung.38 Sebagaimana diketahui juga bahwa bintang pun juga musnah dan muncul bintang yang lain. Berbeda dengan para ilmuwan yang selama ini meyakini bahwa tidak akan lagi ada penciptaan setelah ledakan besar.

Contoh lainnya adalah ayat yang Al-Qur`an yang berisi bahwa Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan. Dalam hal ini terdapat penemuan mutakhir pasangan elektron yaitu positron yang ketika keduanya saling bertemu, maka yang terjadi adalah musnah.39 Hal ini juga mengindikasikan bahwa ternyata partikel di alam semesta ini bisa musnah.

38Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,..,474. 39Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,..,66-67.

Dengan begitu klaim yang menyatakan alam semesta abadi tertolak dengan teori ilmiah sekaligus penegasan Qur`an tersebut. Demikian aspek bahasa Arab mengungkapkan penemuan terbaru dan mempermudah para ahli-ahli dalam memahami fenomena alam semesta yang selama ini belum terungkap atau masih samar-samar.

5. Penelitian Ilmiah

Sejak zaman dahulu alam semesta selalu menjadi bahan kajian untuk dipikirkan, dipahami bagi manusia dan sebagai sarana untuk mengerti keagungan Allah khususnya umat Islam. Para filosof telah banyak meluangkan waktunya dalam mengkaji alam semesta ini. Mulai dari filosof Yunani seperti Thales (625-545 SM), Anaximandros (610-547 SM), Anaximenes (585-526 SM), Herakleitos (540-480 SM), Empedokles (490-430 SM), Democritus (460-370 SM), Socrates (470-399 SM), Plato (422-347 SM), Aristoteles (384-322 SM). Kemudian dilanjutkan di Alexandria seperti Euclid (330-275 SM), Archimides (287-212 SM), Apollonius (262-160 SM), Claudius Ptolomeus (100-170 M). Meski begitu sampai pertengahan abad ke-7 tidak ada kemajuan yang signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.40

Setelah Islam datang, ilmu-ilmu yang terdahulu mulai diterjemahkan besar-besaran dan dikritisi, dieksplorasi, dielaborasi oleh para ulama seperti Kawarizmi, Ibnu Sina, Biruni, Ibnu Haitsam, Jahiz, Al-Battani, At-Thusi dan masih banyak lainnya yang kemudian muncullah

penemuan-penemuan baru khususnya di bidang sains dan terus dikembangkan sampai runtuhnya dinasti Abbasiyah di Baghdad.41 Pembuktian asal muasal, eksistensi, sifat-sifat dan segala isi alam semesta masih terus berlanjut sampai sekarang.

Berbeda dengan dunia Timur semenjak peradaban Islam runtuh sekitar abad 12 M, beberapa dekade berikutnya dunia Barat mulai bangun dengan menerjemahkan banyak buku-buku karya umat Islam dan kemudian terpacu untuk melakukan percobaan-percobaan dalam bidang sains.42 Beberapa tokoh ternama seperti Roger Bacon (1220-1297), Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo (1564-1642), James Bradley (1693-1762), Robert Boyle (1627-1691). Pada periode inilah diumumkan bahwa bumi mengelilingi matahari (heliosentris) berbeda dengan pandangan sebelumnya yaitu bumi menjadi pusat tatasurya (geosentris).

Selama Hari Kiamat belum terjadi, fenomena alam masih terus berlanjut dan memberikan banyak sekali pelajaran bagi mereka yang mau menggunakan akal pikirnya. Terlebih lagi fenomena alam juga selalu memberikan kejutan-kejutan bagi manusia agar mereka lebih banyak mengerti dan memahami keagungan Allah lantas banyak-banyak bersyukur kepada-Nya. Tahapan-tahapan penyimpulan mengenai alam semesta dan isinya terus berlanjut dan tidak akan pernah habis.

41Akhmad Alim, Sains dan Teknologi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, 66. 42Wisnu Arya Wardhana, Hadiah Nobel dan Sains Modern dalam Al-Qur`an, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2016, 88.

Gagasan integrasi sains dan Agama telah berlangsung cukup lama, terlebih pada pengembangan sains berbasis Agama (theistic science) yang kini sudah sampai pada bentuk paradigma ilmiah.43 Hubungan sains dan Agama secara integral sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Ian G Barbour ternyata masih mengalami perkembangan di dalamnya.

Secara umum telah jelas bahwa pemikiran Agus Purwanto mengenai sains dan Agama mengarah kepada semangat untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi fenomena alam semesta yang berdasar pada Al-Qur`an. Untuk itulah diberi penekanan terkait Sains Islam yakni sains yang premis dasarnya diambil langsung dari wahyu atau ayat-ayat Al-Qur`an. Senada dengannya bahwa Al-Qur`an merupakan bukti otentik yang di dalamnya memuat kebenaran yang dapat diterima secara objektif dan sains, bahkan sesuai dengan data atau penemuan-penemuan modern.44

Secara tegas tiga pilar Sains Islam harus dibangun berdasarkan ketauhidan, mulai dari ontologi, yakni yang menjadi subjek ilmu adalah penerimaan terhadap realitas material dan non-materi. Aksiologi Sains Islam yakni dikenalnya Sang Pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya dan dikatahuinya watak sejati segala sesuatu. Dan epistimologi Sains Islam yakni berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunah.

Pada hakekatnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara Islamisasi Sains, Sains Islam bahkan Sains Teistik yaitu sama-sama menginginkan

43Mohammad Muslih, Al-Qur`an dan Lahirnya Sains Teistik, Tsaqofah Jurnal Peradaban Islam, vol 12 no 2 (November 2016), 257.

44Maurice Bucaille, The Bible, The Qur`an dan Science: The Holy Scripture Examined in The Light of Modern Knowledge, New York: Martin’s Press Pubhliser, 1993, 178.

tegaknya visi Ilahiah, terbangunnya ilmu pengetahuan berdasarkan kebenaran wahyu. Dalam hal ini Zainal Abidin Bagir juga menyamakan antara Islamisasi Pengetahuan, Sains Islam dan Sains Teistik.45 Meski begitu Mehdi Golshani tidak mengharapkan bahwa Sains Islam atau Sains Teistik dapat menghasilkan metode ilmiah yang baru atau rujukan dari Kitab Suci atau Sunnah Nabi untuk riset fisika dan kimia.46Menanggapi hal tersebut Nidhal Guessoum menyatakan penolakannya terhadap semua perspektif ekstrem

Dokumen terkait