• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III INTEGRASI-INTERKONEKSI SAINS DAN AGAMA

B. Integrasi-Interkoneksi Pemikiran Agus Purwanto

5. Penelitian Ilmiah

Sejak zaman dahulu alam semesta selalu menjadi bahan kajian untuk dipikirkan, dipahami bagi manusia dan sebagai sarana untuk mengerti keagungan Allah khususnya umat Islam. Para filosof telah banyak meluangkan waktunya dalam mengkaji alam semesta ini. Mulai dari filosof Yunani seperti Thales (625-545 SM), Anaximandros (610-547 SM), Anaximenes (585-526 SM), Herakleitos (540-480 SM), Empedokles (490-430 SM), Democritus (460-370 SM), Socrates (470-399 SM), Plato (422-347 SM), Aristoteles (384-322 SM). Kemudian dilanjutkan di Alexandria seperti Euclid (330-275 SM), Archimides (287-212 SM), Apollonius (262-160 SM), Claudius Ptolomeus (100-170 M). Meski begitu sampai pertengahan abad ke-7 tidak ada kemajuan yang signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.40

Setelah Islam datang, ilmu-ilmu yang terdahulu mulai diterjemahkan besar-besaran dan dikritisi, dieksplorasi, dielaborasi oleh para ulama seperti Al-Kawarizmi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Haitsam, Al-Jahiz, Al- Battani, At-Thusi dan masih banyak lainnya yang kemudian muncullah

penemuan-penemuan baru khususnya di bidang sains dan terus dikembangkan sampai runtuhnya dinasti Abbasiyah di Baghdad.41 Pembuktian asal muasal, eksistensi, sifat-sifat dan segala isi alam semesta masih terus berlanjut sampai sekarang.

Berbeda dengan dunia Timur semenjak peradaban Islam runtuh sekitar abad 12 M, beberapa dekade berikutnya dunia Barat mulai bangun dengan menerjemahkan banyak buku-buku karya umat Islam dan kemudian terpacu untuk melakukan percobaan-percobaan dalam bidang sains.42 Beberapa tokoh ternama seperti Roger Bacon (1220-1297),

Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo (1564-1642), James Bradley (1693-1762), Robert Boyle (1627-1691). Pada periode inilah diumumkan bahwa bumi mengelilingi matahari (heliosentris) berbeda dengan pandangan sebelumnya yaitu bumi menjadi pusat tatasurya (geosentris).

Selama Hari Kiamat belum terjadi, fenomena alam masih terus berlanjut dan memberikan banyak sekali pelajaran bagi mereka yang mau menggunakan akal pikirnya. Terlebih lagi fenomena alam juga selalu memberikan kejutan-kejutan bagi manusia agar mereka lebih banyak mengerti dan memahami keagungan Allah lantas banyak-banyak bersyukur kepada-Nya. Tahapan-tahapan penyimpulan mengenai alam semesta dan isinya terus berlanjut dan tidak akan pernah habis.

41Akhmad Alim, Sains dan Teknologi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, 66. 42Wisnu Arya Wardhana, Hadiah Nobel dan Sains Modern dalam Al-Qur`an, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2016, 88.

Gagasan integrasi sains dan Agama telah berlangsung cukup lama, terlebih pada pengembangan sains berbasis Agama (theistic science) yang kini sudah sampai pada bentuk paradigma ilmiah.43 Hubungan sains dan Agama secara integral sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Ian G Barbour ternyata masih mengalami perkembangan di dalamnya.

Secara umum telah jelas bahwa pemikiran Agus Purwanto mengenai sains dan Agama mengarah kepada semangat untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi fenomena alam semesta yang berdasar pada Al-Qur`an. Untuk itulah diberi penekanan terkait Sains Islam yakni sains yang premis dasarnya diambil langsung dari wahyu atau ayat-ayat Al-Qur`an. Senada dengannya bahwa Al-Qur`an merupakan bukti otentik yang di dalamnya memuat kebenaran yang dapat diterima secara objektif dan sains, bahkan sesuai dengan data atau penemuan-penemuan modern.44

Secara tegas tiga pilar Sains Islam harus dibangun berdasarkan ketauhidan, mulai dari ontologi, yakni yang menjadi subjek ilmu adalah penerimaan terhadap realitas material dan non-materi. Aksiologi Sains Islam yakni dikenalnya Sang Pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya dan dikatahuinya watak sejati segala sesuatu. Dan epistimologi Sains Islam yakni berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunah.

Pada hakekatnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara Islamisasi Sains, Sains Islam bahkan Sains Teistik yaitu sama-sama menginginkan

43Mohammad Muslih, Al-Qur`an dan Lahirnya Sains Teistik, Tsaqofah Jurnal Peradaban

Islam, vol 12 no 2 (November 2016), 257.

44Maurice Bucaille, The Bible, The Qur`an dan Science: The Holy Scripture Examined in

tegaknya visi Ilahiah, terbangunnya ilmu pengetahuan berdasarkan kebenaran wahyu. Dalam hal ini Zainal Abidin Bagir juga menyamakan antara Islamisasi Pengetahuan, Sains Islam dan Sains Teistik.45 Meski begitu Mehdi Golshani tidak mengharapkan bahwa Sains Islam atau Sains Teistik dapat menghasilkan metode ilmiah yang baru atau rujukan dari Kitab Suci atau Sunnah Nabi untuk riset fisika dan kimia.46Menanggapi hal tersebut Nidhal

Guessoum menyatakan penolakannya terhadap semua perspektif ekstrem yang di dalamnya ada Sains Sakral sampai Sains Islami.47

Beliau menekankan dan mempromosikan pembacaan berlapis dengan nuansa dan petunjuk multilevel terhadap sebagian besar atau bagian Al- Qur`an. Baginya Al-Qur`an tidak dapat diubah menjadi sebuah ensiklopedi apa pun termasuk semua jenis sains. Yang perlu diperhatikan adalah Al- Qur`an harus dibaca dan dikaji dengan serius dan penuh hormat. Sebagai contoh dengan meyakinkan masyarakat Muslim mengenai gagasan tertentu misalnya teori evolusi Biologi bukan dengan membuktikan bahwa teori tersebut dapat ditemukan dalam Al-Qur`an, melainkan dengan mengajak mereka melakukan pembacaan dan penafsiran yang cerdas terhadap beberapa bagian Al-Qur`an yang benar-benar konsisten dengan teori tersebut.48

Kekawatiran beberapa ilmuan nampak bahwa mereka tidak setuju Al- Qur`an kian dijadikan kitab sains atau ensiklopedi sains karena hal ini

45Zainal Abidin Bagir, Science, Religion in a Post-Colonial World: Interfaith Perspectives, Australia: ATF Press Adelaide, 2005, 40.

46Mehdi Golshani, From Seculer Science to Thesitic Science in Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern, Terjemah Maufur, Bandung: Mizan, 2011, 182.

47Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern,..,299. 48Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern,..,300-301.

mengurangi derajat martabat kemukjizatan Al-Qur`an. Dalam pandangannya Masdar Hilmy juga tidak setuju akan Al-Qur`an yang diperlakukan sebagai kitab ilmiah dan sumber bagi ilmu-ilmu modern dikarenakan keduanya (Al- Qur`an dan Sains) dibangun di atas fondasi epistimologi yang berbeda. Al- Qur`an merupakan kalam Allah yang diwahyukan secara deduktif, sedangkan sains merupakan hasil pola pikir manusia yang dilakukan secara induktif. Yang diperlukan umat Muslim terhadap Al-Qur`an adalah mengimani isinya secara totalitas bukan menguji kebenarannya secara induktif, karena bisa saja bertentangan dengan temuan sains modern.49

Dari berbagai pergulatan pemikiran atas, Agus Purwanto pada dasarnya menginginkan pengkajian dari teks (Al-Qur`an) menuju konteks kerja ilmiah yaitu menekankan adanya pengkajian yang mendalam melalui riset-riset ilmiah pada ayat-ayat kauniyah yang sudah ditemakan secara rinci dan sistematis. Oleh sebab itu setiap bidang khususnya yang termasuk kategori pengkajian alam semesta (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi) wajib mengembangkan riset ilmiah sesuai dengan ayat-ayat kauniyah yang telah dijabarkan.

Penggambaran riil Sains Islam pemikiran Agus Purwanto menitikberatkan ayat-ayat kauniyah yang berjumlah 800 harus menjadi salah satu landasan pengembangan keilmuan kealaman pada khususnya. Terlebih ayat-ayat tersebut masih sangat minim mendapat perhatian untuk dieksplorasi secara ilmiah. Fenomena alam semesta, kebahasaan/bahasa Arab, tafsir Al-

Qur`an, penelitian ilmiah, menjadi sesuatu yang integral dan interkoneksi dalam menjadikan Al-Qur`an sebagai premis dasar Sains Islam.

Agus Purwanto dalam hal ini tidak pernah menyimpulkan bahwa Al- Qur`an merupakan kitab sains atau dapat dianggap sebagai ensiklopedi sains. Sejauh ini beliau tertarik untuk meneliti dan bukan untuk menguji kebenaran Al-Qur`an dari ranah sains, melainkan mengeksplorasi, mengelaborasi ayat- ayat kauniyah yang jumlahnya cukup banyak dalam Al-Qur`an. Di sisi lain bahwa perkembangan penelitian beserta hasil-hasilnya senada dengan yang teks Al-Qur`an khususnya ayat-ayat kauniyah.

Bagaimanapun juga Al-Qur`an adalah petunjuk kebenaran bagi manusia dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Ia tidak hanya berisi tentang hal-hal yang bersifat syari`at namun juga tentang alam semesta dan isinya. Dalam kajian beliau yang mendalam dari berbagai sisi yaitu fenomena alam, kebahasaan, tafsir, dan hasil-hasil penelitian ilmiah menghasilkan penyingkapan yang sangat luar biasa yaitu kesesuaiannya Al-Qur`an dengan fenomena alam semesta.

Kebanyakan para saintis lebih dominan memegang teori-teori ilmiah, sedangkan para ulama lebih dominan pada pembacaan teks-teks wahyu yaitu Al-Qur`an dan Al-Hadits. Namun Agus Purwanto merupakan salah satu dari kebanyakan saintis yang mencoba mengkaji, meneliti dan mengeksplorasi dari keduanya, sampai akhirnya ditemukanlah kecocokan (fenomena alam semsta dan Al-Qur`an) dalam arti yang sebenarnya. Dan dari hal inilah beliau menekankan akan pentingnya melakukan penelitian yang mendalam dari

sinyal-sinyal ayat kauniyah yang selama ini belum tergali secara mendalam dengan perangkat, melihat fenomena alam, dan pembacaan teks Al-Qur`an melalui (kebahasaan, kitab-kitab tafsir dan hasil-hasil penelitian ilmiah dari terdahulu sampai kontemporer). Dari berbagai bidang tersebut bekerja sama secara integral-interkonektif.

Dokumen terkait