• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estetika Sesudah Kant

Dalam dokumen Estetika barat Pendidikan seni rupa UNNE (Halaman 37-42)

POKOK BAHASAN IV (PERTEMUAN KE-7&8) ESTETIKA KRITISISME (KANTIANISME)

2. Materi Perkuliahan

2.3 Estetika Sesudah Kant

Pengikut Kant banyak dan hampir semua sepakat bahwa buku “ Kritik der Urtheiskraft” adalah karya terbaik di antara ketiga karya kritiknya. Di antara mereka yag menonjol adalah Schiller, Schelling, Hegel, dan Schoupenhouer. Berikut dikemukakan secara singkat pemikiran mereka.

Menurut Schiller seni adalah kegiatan dan permainan dan letak keindahan ialah pada pertemuan antara ruh dan alam, atau antara materi dan forma, karena keindahan ialah hidup, atau juga gambar yang hidup rahasia seniman besar karena ia dapat menyembunyikan materi dengan perantaraan forma. Menurutnya, bidang estetika sajalah bidang yang luas dan mencakupi bidang-bidang yang lain. Ia, berbeda dari segala bentuk kegiatan kemanusiaan lainnya, tidak memberikan arah tertentu dan pengalaman estetis sajalah yang membawa kita kepada alam yang tak terbatas.

Schelling, mengusulkan mulai dengan menyelidiki filsafat alam dan kritik putusan estetis teleologis sebagai kelanjutan dari penyelidikan putusan estetis. Yang terpenting ialah tercapainya titik pertemuan antara filsafat praktis dan kesatuan esensial antara kedua-duanya itu dalam ruh. Benarkah di dalam lubuk jiwa terdapat kegiatan yang mengandung kesadaran dan non-kesadaran kegiatan tak sadar seperti ruh?. Schelling menjawab ya, dan menyatakan bahwa hal itu terdapat di dalam kegiatan estetis yang dianggapnya sebagai pembuka kunci filsafat.

Ada dua jalan yang dapat dipakai untuk keluar dari kenyataan sehari-hari, jalan puisi, yaitu pelarian ke dunia idea dan jalan filsafat yaitu penghancuran dunia kenyataan. Schelling menegaskan pula bahwa seni adalah bukan sekadar alat filsafat,

tapi sumber yang sesungguhnya. Filsafat dilahirkan dari syair, maka akan tiba satu saat di mana ia akan kembali ke induk yang pernah ia lepaskan.

Menurut Hegel, keindahan adalah idea yang terwujud dalam indera. Materi seni tak lain adalah idea, sedang formanya terdapat dalam gambaran inderawi dan khayalinya. Agar dua hal ini tergabung dalam seni, materi itu harus sesuai untuk berubah menjadi objek seni , karena Hegel selalu berusaha untuk menyelami dengan akal batin segala objek kenyataan.

Pikiran seniman tidaklah tetap bersifat abstrak. Taraf kehidupan rohani tertinggi ialah apa yang disebut oleh Hegel dengan “ruh mutlak”, dan apabila ruh mencapai tingkat ini, maka ia akan berubah menjadi kesadaran yang memahami idealisme objek kenyataan, idealisasi segala sesuatu dengan ruh mutlak tadi. Di sinilah kesadaran berpadu menjadi satu dengan perantara subjektivitas kesadaran dan tercerminlah di dalamnya ruh mutlak yang merata di segala hal yang terdapat di dalam kehidupan yang tak terbatas.

Tiga tahap perjalanan jiwa kemanusiaan dalam mencari ruh mutlak ialah seni, agama, dan filsafat. Dikatakan oleh Hegel bahwa bila seni mencapai tujuan terakhirnya, maka ia akan ikut serta bersama-sama agama dan filsafat dalam menafsirkan dan menjelaskan unsur ketuhanan yang sangat mendalam dan luas sekali. Akan tetapi ia akan mencapai kesempurnaannya di dalam ilmu pengetahuan.

Setelah menerangkan bagaimana seni menampakkan dirinya pada manusia, Hegel mencoba mengemukakan tahap-tahap perjalanan seni yang terpenting dan periode-periode sejarah di mana ia pernah berkembang pesat. Menurut Hegel seni adalah hubungan yang terdapat antara idea dan gambaran indera. Ia menyebutnya simbolis dalam tahap permualaan, karena hubungan itu tidak mencapai idealisme. Kemudian tahap klasik ketika seni merupakan realisasi dari idea, telah membentuk kesatuan inderawi yang hidup antara dua pihak tadi dan kesatuan ini terealisasi dalam kesatuan yang terbatas. Akhirnya tahap romantik, yaitu ketika hubungan dialektik yang terdapat antara dua tahap tadi mencapai tingkat di mana idea yang tak terbatas tidak terealisasi kecuali dalam infinitasnya intuisi didalam gerak yang selalu menyerang dan membubarkan segala bentuk inderawi. Tiga tahap perkembangan seni ini sesuai dengan tiga periode sejarah seni, periode ketimuran, periode Yunani, dan periode modern yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk peradaban tertentu. Hegel menyusun pelbagai macam berdasar dialektika ketiga tahap; seni pahat mewakili tahap klasik, dan seni lukis, musik, serta puisi mewakili tahap romantik. Akan tetapi,

puisi atau syair dapat dibagi menjadi dua bagian, pertama mempunyai bentuk seni rupa atau lukis (seperti puisi yang bersanjak) kedua, mempunyai bentuk sugesti, dan musik seperti syair yang dilagukan. Semua bentuk yang berbeda-beda ini berpadu menjadi satu dalam drama.

Hegel, selanjutnya, telah menegaskan bentuk seni yang rasional atau teoretis, akan tetapi ia telah mendapatkan kesulitan besar yang dielakkan oleh orang-orang sebelumnya. Filsafat Hegel menghadapi kesulitan itu, dan ia berusaha mengatasi dengan memadukan seni, agama, dan filsafat. Seni dan agama memiliki fungsi yang berlainan dari filsafat, dan agaknya berada di bawah tingkatan filsafat, akan tetapi tidak dapat dibuang jauh dari usaha untuk mengenal ruh (geist) . Mana yang lebih besar nilainya antara filsafat di satu pihak dan seni serta agama di pihak lain. Menurut Croce, sistem filsafat Hegel pada hakikatnya adalah bertentangan dengan seni sebagaimana juga karena terlalu rasional bertentangan dengan agama. Croce menambahkan di sini kita akan menjumpai simpulan yang ganjil dan tidak dapat diterima dari seseorang yang berusaha menciptakan estetika dan dianggap penggemar seni amatir seperti Hegel. Hal itu disebabkan ia menempuh jalan buruk seperti yang ditempuh oleh Plato dan kesalahan-kesalahan lain yang pernah dialami Plato. Plato dahulu terlalu mengikuti akal dan membuang seni imitasi dan syair-syair Homer karena tidak dimengertinya, maka Hegel demikian pula terlalu tunduk pada keharusan sistem filsafatnya sehingga ia mengumumkan musnahnya seni.

Hegel mengemukakan bahwa kita telah memberikan kepada seni kedudukan yang sangat tinggi, akan tetapi perlu diingat bahwa seni baik materinya maupun dalam formanya adalah bukan jalan mulia untuk mengembalikan kesadaran ruh mengenai instinknya yang sesungguhnya. Seni karena formanya maka terkurung di dalam materi yang sempit, karya seni hanya menyodorkan kebenaran secara terbatas dan sempit. Sedangkan jiwa dunia modern kita, khususnya jiwa agama dan perkembangan akal kita agaknya melampaui titik di mana seni dianggap merupakan alat untuk mencapai Zat Yang Mutlak. Hasil seni dan karya seni belum memuaskan hajat kita yang tertinggi. Selanjutnya Hegel menutup pembicaraannya dengan mengemukakan bahwa pikiran dan renungan mempunyai peranan besar di dalam seni.

Tokoh berikutnya yang akan dibicarakan dalam kaiatan dengan estetika sesudah Kant dan yang merupakan penutup dari periode Kritika adalah Schopenhouer. Schopenhouer selalu menyebut-nyebut filasafat Kant sebagai sumber dari filsafatnya

dan Plato sebagai orang yang digemarinya. Segala seni memiliki tempat tertentu di dalam idea yang dibentangkan dalam bukunya “World as Will and Idea” . Keindahan barang yang indah, menurut Schopenhouer, memiliki dua segi, yaitu membebaskan kita dari kemauan, dan dengan demikian dari seluruh potensi yang menyebabkan kejahatan dan kesengsaraan kita terbesar, kemauan untuk hidup di satu segi, dan di segi lain mengisi pikiran kita dengan suatu “gagasan”, suatu objektivasi kemauan hingga mencapai suatu tingkat di mana kita melihat objek khusus dari pengamatan estetis kita. Sebagaimana segala sesuatu pada taraf tertentu merupakan suatu objektivikasi dari kemauan, maka segala sesuatu adalah karakteristik dan dalam taraf tertentu indah. Tidaklah ada perbedaan yang lebih jauh antara seni dan alam selain bahwa di dalam seni, seniman meminjamkan matanya kepada kita untuk melihat; karena geninya dapat memahami bahasa alam yang diucapkan setengah-tengah, sehingga ia dapat melahirkan apa yang diinginkan oleh alam tapi belum berhasil.

Menurut Schopenhouer, seni yang tertnggi ialah musik. Alam adalah musik yang terjelma di dalam barang-barang. Musik adalah seni yang terselinap di dalam dunia ini. Ia merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan tapi tidak dapat dinyatakan; ia mirip dengan sorga yang telah kita kenal tapi tak penah diketahui, sangat masuk akal tapi tidak dapat sama sekali diterangkan.

Arsitektur, menurut Schopenhouer, adalah seni yang paling rendah, setingkat dengan seni mencangkul kebun karena sangat dekat dengan hajat jasmani manusia. Seni lukis dan seni rupa datang berikutnya, kemudian lebih tinggi dari itu seni sastra (puisi) dan menyusul seni drama, tragedia, dan komedia. Tragedia dapat membawa kita untuk mengikuti perasaan “manusia mutlak”. Hal itu terjadi dengan perantaraan rasa belas kasihan. Belas kasihan adalah indera yang keenam, karena manusia tidak akan dapat mengatahui barang-barang kecuali bila ia bisa menaruh simpati kepada mereka dan menaruh rasa belas kasihan kepada kemanusiaan. Rasa impati adalah tujuan terakhir dari semua filsafat.

Menurut Schopenhauer seni adalah jalan yang terbagus untuk mencapai pengetahuan murni tentang dunia, karena seni adalah “mekarnya segala yang ada”. Kalau kemauan itu memilukan atau kemauan untuk hidup itu menyedihkan maka seni adalah hiburan yang terbaik, dan merupakan tempat istirahat yang terjamin. Di satu pihak, seni membangkitkan kekuatan dan menghilangkan rasa lelah tapi di pihak lain ia juga mendatangkan semangat keindahan yang menghapuskan krisis-krisis dalam hidup.

Schopenhauer memiliki pandangan mengenai kecantikan yang berlainan dengan kita. Kalau Kant menganggap lelaki bersifat agung dan wanita bersifat cantik, maka Scopenhauer memandang kedua-duanya adalah cantik. Akan tetapi, lelaki justru lebih cantik daripada wanita. Kelebihan pada jenis lelaki ini tidak terbatas pada manusia, tapi bahkan dibuktikan oleh jenis binatang-binatang. Ayam jantan lebih cantik dari ayam betina; bulunya, potongan tubuhnya, geraknya dan sebagainya. Kuda jantan lebih cantik dari kuda betina, burung, ikan, dan binatang-binatang lainnya yang berjenis kelamin, semua yang lelaki lebih cantik dari betina.

Selanjunya dikemukakan bahwa seni tidaklah merupakan sorga yang penghabisan karena kesenangan yang terdalam menghendaki ketenangan mutlak, dan keindahan yang mutlak adalah mirip dengan kemusnahan. Di sini estetika berubah menjadi mistika. Orang yang mencapai pemusnahan kemauanlah yang dapat tenggelam di dalam kemusnahan dirinya, dan inilah nirvana. Terlihat di sini Schopenhauer terpengaruh oleh filsafat India.

Meskipun mempunyai pengaruh besar di belakang hari, namun hasil pemikiran Schopenhauer lebih mirip dengan karya pujangga daripada karya seorang ahli filsafat. Pemikiran Scopenhauer ini agaknya menjadi pengakhir warisan sumbangan pikiran para pengikut Kant. Jaman baru dewasa ini adalah kelanjutan dari jaman filsafat kritika.

3. Tugas

Diskusikan materi pokok bahasan tersebut sesuai dengan kelompok Saudara kemudian buatlah laporan hasil diskusi tersebut dalam resume yang singkat dan padat.

POKOK BAHASAN V (PERTEMUAN KE-9-11)

Dalam dokumen Estetika barat Pendidikan seni rupa UNNE (Halaman 37-42)

Dokumen terkait