• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERANG

C. Etika Dalam Perang

1. Perintah Perang

Khalifah, secara hukum, merupakan pimpinan yang membawahi kekuasaan sipil dan militer. Ahli hukum berpendapat, kekuatan militer sebagai kekuatan dasar kekuasaan, suatu sudut pandang yang mencerminkan kecenderungan terhadap pengaturan lembaga diserahkan kepada seorang komandan militer. Perintah militer ada dua jenis, khusus dan umum. Penggolongan pertama, hanya berkaitan dengan kebijakan militer angkatan perang, sedangkan yang lain berhubungan dengan aspek diiplomatik yang juga menyangkut aspek militer.

Berikut jabaran secara umum mengenai kewajiban yang berhubungan dengan perintah khusus:

a) Memimpin angkatan perang, termasuk didalamnya

memperhatikan kepribadian prajuritnya, pemeriksaan pasukan berkuda, dan perlengkapan persenjataan.

b) Mengatur jalannya peperangan serta memberi dukungan semangat

tempur kepada para prajurit.

c) Menerapkan kemampuan dan teknik militer, sesuai dengan sabda

nabi yang berbunyi, “Perang adalah usaha tipu daya”, untuk melindungi pasukan dari serangan mendadak dan meraih

18

kemenangan. Dan seorang komandan juga harus memilih posisi yang strategis dan terbaik yang memungkinkan untuk menyerang.

d) Tugas observasi militer seperti melihat aspek ketabahan, daya

juang dalam melawan musuh dan mengontrol para prajurit apabila ada yang meninggalkan pasukan. Di pihak lain, prajurit jihad ini berkewajiban mematuhi perintah komandan serta menerima

keputusannya dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi.19

Perang dimulai dengan dikeluarkannya perintah dari komandan angkatan perang. Perintah tersebut diikuti dengan takbir (Allahu Akbar) atau do’a sebagai pertanda baik sebelum peperangan di mulai. Sebagian khalifah dan para komandan perang dinasehatkan unutk menjauhkan diri dari peperangan pada hari-hari tertentu atau saat terjadi musibah, sekaligus

memilih waktu yang lebih baik.20 Oleh karenanya, tidak diperkenankan

memasuki wilayah peperangan kecuali setelah adanya

pengumuman/pernyataan perang di dalam rentan waktu yang memungkinkan sampainya berita itu kepada musuh. Walaupun, peperangan tidak bisa dielakkan lagi, maka diberi tiga pilihan:

a) Masuk Islam.

19

Majid Khadduri, War and Peace in the Law of Islam, Yogyakarta, Tarawang Press, 2002, h. 71

20

b) Mengadakan perjanjian agar damai dan dapat mengamankan dakwah.

c) Berperang, pernyataan perang untuk memilih, ini merupakan

pengumuman, agar tidak ada serangan tiba-tiba sebelum perang dimulai. Dengan tidak bermaksud menjajah atau memperbudak tapi hanya sekeradar memberikan pilihan kebebasan kepada

manusia untuk memilih kepercayaannya.21

Berikut ayat-ayat yang memerintahkan kaum Muslimin untuk berperang, dan ini terbagi dalam 2 (dua) tahap, pertama melancarkan perang terhadap orang-orang yang lebih dulu menyerang dan memerangi mereka:

/

"

$!'

0

# "

$

1 "

2 '

Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas ”

Al-Ustadz Sayyid Quthb mengatakan bahwa menurut sebagian riwayat, ayat ini merupakan ayat awal yang diturunkannya perintah berperang – kepada kaum Muslimin – setelah sebelumnya turun ayat yang memuat izin dari Allah kepada mereka untuk memerangi orang-orang kafir karena mereka telah dianiaya (dizhalimi) dan kaum Muslimin pun telah mengetahui bahwa

21

Prof. H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslhatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syariah, Jakarta, Kencana, 2003, Cet. 3, h. 146

izin tersebut merupakan pendahuluan (muqaddimah) bagi kewajiban berjihad atas mereka yang bertujuan untuk memantapkan kedudukan mereka di muka

bumi. (Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an juz I hlm. 265).22

Kemudian firman Allah dalam surah At-Taubah ayat (36):

!"#

$% &'"( )* "+% ,-./$% "01%23)+

,-./

-4 5

6

Artinya: “… dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya…”.

Menurut sebagian ulama, perintah dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang musyrik bangsa Arab karena mereka selalu memusuhi kaum Muslimin. Allah SWT. memerintahkan Rasul untuk memerangi mereka agar dapat menolak kejahatan, memusnahkan kejuwudan dan sikap keras kepala mereka di dalam mempertahankan tradisi nenek moyang serta kecurangan yang melampaui batas.

Sejarah telah membuktikan bahwa kaum Muslimin tidak pernah menggunakan kekuatan senjata untuk memerangi kelompok lain yang menghalangi. Apalagi memaksa seseorang atau kelompok untuk memeluk agama islam. Seperti yang dinyatakan tegas dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah

ayat 256, bahwa tidak ada paksaan dalam agama:23

22

Debby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam dan Peranannya pada Masa Rasulullah saw., Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2002, cet. 1, h. 21.

23

3 4

" %

&

/

-'

('

() )

*

0

* +

5 6

#

+

) ,"

7

-8 .

9:

,/!;0

-<=$

&(>

7

6

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”.

2. Etika dan Aturan Perang

Dalam teori hukum Islam, perang tidak bertujuan untuk mencapai kemenangan atau merampas harta kekayaan musuh. Perang lebih bertujuan

untuk menjalankan kewajiban jihad di jalan Allah dengan cara penyebaran

agama Islam. Orang-orang yang melakukan jihad diminta untuk menahan diri dari pertumpahan darah atau penghancuran kekayaan yang tidak perlu dilakukan demi mencapai tujuan. Aturan ini didasarkan pada ucapan Abu Bakar yang diucapkan pada ekspedisi pertama perbatasan Syria dan juga

dilakukan oleh khalifah sesudahnya.24

Sebelum berperang, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pasukan. Ini dimaksudkan supaya taktik dan strategi yang direncanakan dalam peperangan berjalan efektif dan tentara muslim berhasil memenangkan

peperangan. Menurut Ali Wahbah, pertama, percaya sepenuhnya pada

24

Majid Khadduri, War and Peace in the Law of Islam, Yogyakarta, Tarawang Press, 2002, h. 83.

komando pimpinan perang. Prajurit muslim harus mempercayakan segala

keputusan dan tindakan di tangan komandan perang. Kedua, bersabar

menghadapi musuh. Ini penting, Karena bersabar merupakan kunci untuk

meningkatkan moral dan semangat prajurit dalam pertempuran. Ketiga, tetap

konsekuen dan teguh pendirian dalam menghadapi musuh di medan

pertempuran. Keempat, taat pada komando komandan pasukan. Komandan

adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap pasukan muslim. Karena itu, bila komandan telah memutuskan suatu sikap dan perintah, wajib hukumnya bagi tentara untuk mematuhinya. Hal ini didasarkan pada al-Quran surat al-Nisa (4) ayat (58), “…taatilah Allah, taatilah Rasul dan para pemimpin di antara kamu….”. Kelima, mempersiapkan bekal yang cukup.25

Berikut 10 (sepuluh) perilaku mulia yang dipegang oleh Islam di dalam peperangan, antara lain:

a) Dilarang membunuh anak-anak, dalam kasus ini pernah sahabat

bertanya kenapa dilarang membunuh anak-anak musyrik? Nabi menjawab: bukanlah di antara kamu juga dahulu anak-anak orang-orang musyrik.

b) Dilarang juga membunuh wanita-wanita yang tidak ikut berperang

juga dilarang memperkosa, apabila memperkosa di waktu perang, maka orang yang memperkosa tersebut harus bertanggung jawab

25

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2001, Cet. II, h. 257.

secara pidana; artinya mendapat sanksi zina bahkan ditambah dengan sanksi takzir.

c) Dilarang membunuh orang yang sudah tua apabila orang-orang tua

tersebut tidak ikut berperang, anak kecil, perempuan dan orang-orang tua dilarang dibunuh adalah menunjukkan ajaran Islam penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan yaitu penghormatan kepada nilai kemanusiaannya.

d) Tidak memotong dan merusak pohon-pohon, sawah, dan ladang.

Hal ini semakna dengan al-Quran:

!

"

#

$

!%

&'(

Artinya: “Dan apabila berpaling dia berusaha di muka bumi untuk membuat kerusakan dan menghancurkan tanaman dan binatang ternak.”.

e) Tidak merusak binatang ternak baik sapi, domba dan lain-lain

kecuali untuk dimakan.

f) Tidak menghancurkan gereja, biara, dan rumah-rumah ibadat. Hal

ini tersirat dari firman-Nya:

/

1 ?

.

@2"

/3"%

4 091:

/ A 5

2/!

3*A 5

6

Artinya: “Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia terhadap yang lain, pasti telah dirobohkan, biara-biara, gereja-gereja, dan masjid-masjid”.

g) Dilarang pula mencincang-cincang mayat musuh, bahkan bangkai

binatang pun tidak boleh dicincang.

h) Dilarang membunuh pendeta dan para pekerja yang tidak ikut

berperang, karena para pekerja itu adalah orang-orang yang lemah yang ada di bawah tindasan dan pemerasan penguasa-penguasa yang rakus;juga dilarang membunuh tentara yang luka dan tidak melawan.

i) Bersikap sabar, berani dan ikhlas di dalam melakukan peperangan,

membersihkan niat dari mencari keuntungan duniawi.

j) Tidak melampaui batas, dalam arti batas-batas aturan hukum dan

moral di dalam peperangan, karena Allah di dalam al-Quran berulang kali menyatakan bahwa: “Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.26

Selain perihal pengaturan mengenai larangan-larangan dalam peperangan, Altaf Gaufar dalam bukunya yang berjudul “The Challenge Of Islam” menegaskan mengenai peraturan-peraturan hukum Islam yang mengizinkan tindakan-tindakan berikut di medan perang, diantaranya:

26

a) Kaum muslimin boleh membunuh, melukai, mengejar, dan melawan musuh. Namun dalam keadaan terpaksa dan dalam usaha membela diri maka diperbolehkan membunuh musuh yang bukan tentara.

b) Kaum muslimin boleh menggunakan tipu muslihat atau kid’ah di

medan perang untuk memperoleh kemenangan.

c) Kaum muslimin boleh melakukan peperangan terhadap musuh

pada malam hari dengan memakai segala macam persenjataan. Dan dimungkinkan juga untuk mengadakan serangan-serangan kepada pihak musuh dari jarak jauh asalkan tidak diarahkan kepada penduduk sipil/bukan tentara.

d) Dalam keadaan tentara musuh membaurkan diri dengan penduduk

sipil bahkan berlindung dibelakang perempuan-perempuan atau anak-anak ataupun orang-orang Islam yang mereka tawan, disamping itu tentara Islam harus melancarkan serangan-serangan dari jarak jauh maka dalam situasi seperti ini dapat diperintahkan untuk tidak membidik kan senjata kepada pihak yang netral atau pihak musuh bukan tentara.

e) Harta kekayaan musuh boleh dirampas atau dihancurkan bahkan

perbekalan-perbekalan musuh boleh dilumpuhkan dengan berbagai cara dan bahan pangan dan ternak boleh diambil dengan dibeli

secara paksa atau kekerasan apabila rakyat di negeri musuh itu

berkeberatan.27

Dokumen terkait