• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Islam terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Mengenai Kejahatan Perang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Islam terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Mengenai Kejahatan Perang"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Dian Kemala Sari 106045201525

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

▸ Baca selengkapnya: bagaimana reaksi bangsa barat terhadap ekspansi jepang

(2)

Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada t anggal 20 Juni 2011. Skripsi telah diterima sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah

Siyasah Konsentrasi Ketatanegaran Islam (Siyasah Syari’iyyah). Jakarta, 22 Juni 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM NIP. 19550505 198203 1 012

Panitia Ujian Munaqasyah

1. Ketua : Dr. Asmawi, M. Ag (………..…)

NIP. 19721010 199703 1 008

2. Sekretaris : Afwan Faizin, MA (…….……….…)

NIP. 19721026 200312 1 008

3. Pembimbing I : Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA (………..…)

NIP. 19691216 199603 1 001

4. Penguji I : Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah (…………..……)

NIP. 19581222 198903 1 001

5. Penguji II : Nahrowi, SH, MH (………….…….)

(3)

i

Segala puji bagi Allah Dzat yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan banyak nikmat dan senantiasa memberikan hidayahnya kepada setiap makhluk ciptaan -Nya. Sehingga dengan izinnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa -Bangsa Mengenai Kejahatan Perang”. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya minadzulumati illa nur dan kesejahtraan semoga selalu tercurahkan kepada keluarga besar beliau, sahabat -sahabatnya-Nya, tabi’in -tabi’uttabiin, dan kita sebagai umatnya semoga mendapatkan syafaatnya kelak.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna baik dalam proses maupun isinya. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak -pihak yang telah membimbing, membantu dan memotivasi penul is, antara lain:

1. Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum, dan beserta staf -staf nya.

(4)

ii

3. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya disela -sela kesibukan untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Kepada orangtuaku tercinta, Papa Burhanudin dan Mama Yarniati, yang sangat berperan dalam mendidik, mengasuh dan membimbing penulis dengan kesabaran dan pengertian serta tiada henti memberikan dukungan secara moril maupun materil. Terimakasih yang teramat sangat atas cinta dan kasih sayangnya.

5. Kepada seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membekali penulis dengan ilmu yang berharga, nasehat -nasehat penyemangat yang memberikan motivasi kepada penulis, kesabaran dalam mendidik penulis selama penulis melakukan studi.

(5)

iii

semangat untuk belajar terus menerus, jangan pernah bosan mendengar nasehat plus omelan dari Mama-Papa, Kakak, Guru-guru kalian, tunjukan prestasi kalian dan jangan kecewakan Papa-Mama dan Kakak. Kalian bisa lebih dari Kakak dan harus! Dan untuk keluarga besarku di Jakarta, Padang, Lombok dan Sampit, terimakasih dukungan dari kalian,. Love ya!

8. Mein Schatzi, Trisna Piliandy. Terimakasih atas dukungannya, motivasinya,

omelannya dan marahnya supaya terus bersemangat untuk menyelesaikan skrispsi ini. Insya Allah yang kita impikan dan cita -citakan tercapai karena kita sedang berusaha. Lakukan yang terbaik da n bertawakal, Insya Allah, kita mendapat restu-Nya. Amiin.

9. Para sahabatku Siyayah Syar’iyyah angkatan 2006, Esha, Rifko, Uthi, Yudha,

(6)

iv

senior-senior serta teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah mencurahkan perhatian dan pengajaran baik tentang kuliah, berorganisasi di FORSA maupun teknik voli di lapangan. 11. Para sahabatku di SMAN 1 Sampit, Yunis Triana, Harliana, Annisa Soraya,

Puspita Sari, Danny Sundari, Herli Agustina, yang memberi semangat dan doa untuk proses tugas akhir. Terimakasih telah memberi warna dalam usia remajaku, sangat berharap bisa bertemu kalian lagi. Para sahabatku di SMAN 1 Ciputat, Nur Fadhila Juwita , Wansri Handayani, Ayu Inggar Reswari, Windy, Gita. Terimakasih doa dan semangatnya.

Demikianlah beberapa pihak yang mendukung skripsi ini, teri ma kasih penulis ucapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat besar bagi keperluan pengembangan ilmu syariah dan hukum khususnya ketatanegaraan Islam.

Depok, 13 Juni 2011

(7)

v

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...v

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...8

D. Tinjauan Kajian Terdahulu ...9

E. Metode Penelitian ...11

F. Sistematika Penulisan ...14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERANG ...16

A. Perang Dalam Hukum Humaniter Internasional ... 16

B. Pengertian Perang Dalam Islam ...19

C. Etika Dalam Perang ...25

D. Perdamaian Pasca Perang ...34

BAB III KEJAHATAN PERANG DALAM ISLAM DAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) ...41

(8)

vi

D. Sanksi Kejahatan Perang ...65 BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM MENGENAI KEJAHATAN PERANG

DALAM KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA -BANGSA (PBB) A. Hak-Hak Asasi Manusia...71 B. Analisa Kejahatan Perang Menurut Hukum Islam ... 81

BAB V KESIMPULAN

(9)

1

A. Latar Belakang Masalah

Peperangan yang marak terjadi dalam beberapa tahun ter akhir yang menimpa beberapa negara bagian di belahan dunia, banyak sekali menimbulkan kerugian baik fisik maupun mental. Tujuan peperangan umumnya sebagai upaya pencaplokan suatu wilayah, memperluas kekuasaan dengan mengerahkan kekuatan militer yang dilengkapi persenjataan yang lengkap dan canggih. Perang mengakibatkan kejahatan kemanusiaan bagi generasi saati ini dan akan datang.

Sejarah mencatat perang m erupakan fenomena yang mempengaruhi nilai-nilai kemanusiaan, karena selama berlangsungnya perang sering terjadi pelanggaran hak -hak individu dan masyarakat. Sehing ga manusia yang mulia menjadi sosok yang tidak bernilai. Perang seperti apapun bentuknya selalu men datangkan kerugian dan penderitaan bagi kedua belah pihak yang berperang. Baik yang menang maupun yang kalah selalu dirugikan oleh kekejaman dan kebengisan senjata dan kekerasan selama perang berlangsung.1 Setidaknya ada beberapa akibat yang disebabkan oleh perang. Selain kerugian materi seperti mengakibatkan kelaparan, kekurangan pangan dan mewabahnya penyakit dan jiwa, perang juga senantiasa melahirkan dendam . Ekses

1

(10)

sosiologinya mengakibatkan kemiskinan massal, kebodohan dan mewariskan permusuhan. Lebih jauh peperangan juga melahirkan resesi dunia dan krisis ekonomi dunia.2

Sejarah Islam mencatat, perang yang terjadi sepanjang sejarah Islam bukanlah perang untuk memperlua s wilayah dan mencari harta rampasan. Namun, perang yang terjadi ialah memerangi orang-orang musyrik dan penganut paganisme3. Walaupun demikian, Islam sangat menjunjung tinggi hak -hak asasi manusia, hak-hak minoritas dan non-Islam. Contohnya, memberikan perlindungan terhadap kaum Harbi dan

Kaum Musta’min yang sedang berada di wilayah dar al-islam.4

Tidak dapat disangkal be sarnya jumlah korban dan dampak dari perang terutama Perang Dunia II yang banyak sekali memakan korban. Selain korban dari pasukan perang (combatant) yang ditawan dan ditahan bahkan dieksekusi, banyak diungkap pengalaman pa hit dan penderitaan yang dialami oleh kelompok masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam perang. E tnis Yahudi, Polandia, Swiss dan Yugoslavia di Eropa sebagai penduduk sipil yang menjadi korban peperangan, termasuk pula harta benda mereka yang dirampas , hilang, hangus dan musnah.5 Bentuk tindakan pelanggaran inilah yang disebut dengan kejahatan perang, dalam

2

Ratno Lukito,Saddam dalam Hukum Internasional, Kompas, (Jakarta), Rabu, 17 Desember 2003, hal. 4.

3

Sebuah kepercayaan/praktek spiritual penyembahan terhadap berhala yang pengikutnya disebut Pagan. Pagan pada zaman kuno percaya bahwa terdapat lebih dari satu dewa dan dewi dan untuk menyembahnya mereka menyembah patung, contoh Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan lain-lain. Istilah ini telah meluas, meliputi semua Agama Abrahamik, Yahudi, Kristen, dan Islam.

4

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Alih Bahasa: Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka al -Kautsar,2000), cet.I, hal. 19.

5

(11)

cakupan hukum internasional, ialah pelanggaran terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara, belum tentu bisa dianggap kejahatan perang. Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil, pembunuhan massal dan genosida kadang dianggap juga sebagai suatu kejahatan perang . 6 Dan tidak sesuai dengan prinsip dasar Hukum Humaniter bahwa pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk

menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan

yang tidak perlu.7

Dalam konvensi dinyatakan bahwa kejahatan-kejahatan perang dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan merupakan kejahatan -kejahatan yang paling gawat dalam hukum internasiona l. Dan pelaku kejahatan perang dimungkinkan untuk dituntut dan dipidana di forum mahkamah militer nasional maupun mahkamah kejahatan internasional.8 Di pasal 3 dari empat Konvensi Jenewa tentang hukum humaniter 1949 menyatakan bahwa pada masa pertikaian be rsenjata seseorang yang dilindungi konvensi “dalam kondisi apapun diperlakukan secara manusiawi, tanpa

pembedaan yang merugikan berdasarkan ras, warna kulit, agama atau kepercayaan,

6

Di akses pada tanggal 3 Februari 2010 , http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_perang 7

Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Penyunting/Editor), Hukum Hak Asasi Manusia/Rhona K. M. Smith, at.al.---Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008 , h. 377

8

(12)

jenis kelamin, keturunan atau kejayaan, atau kriteria sejenis lainnya”.9 PBB telah menetapkan peraturan bagi kerja sama Internasional untuk pencegahan dan hukuman tindak kejahatan terhadap perdamaian, tindak kejahatan dalam perang dan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan. Konvensi sepakat bahwa genosida, baik yang dilakukan pada saat damai maupun perang, merupakan tindak kejahatan berdasarkan hukum Internasional yang mesti dicegah dan dihukum Negara Pihak.10 Dan merupakan kejahatan yang mencapai status jus cogens11 atau hukum yang harus ditaati (compelling law). Artinya, menurut pendapat kebanyakan pengadilan di dunia, kejahatan tersebut dianggap sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional. Juga dari fakta bahwa kebanyakan negara telah meratifikasi perjanjian -perjanjian yang berkaitan dengan kejahatan ini; dan telah dijalankan nya pengadilan internasional ad hocterhadap pelaku kejahatan -kejahatan tersebut.12

Untuk kejahatan perang, Hukum humaniter mengatur perilaku Negara pada saat konflik. Awalnya hanya pada situasi konflik internasional (antara sedikitnya 2 negara), tetapi akhirnya mencakup konflik internal (Common Article 3, Konvensi Jenewa 1949), pertanggungjawaban individu atas tindakan pelanggaran berat (grave

9

Jurnal Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia, Hukum Humaniter Internasi onal dan Hak Asasi Manusia; Lembar Fakta No.13, h. 2.

10

Ibid., h. 11. 11

Serangkaian prinsip atau norma yang tidak dapat diubah yang tidak boleh diabaikan,dan dapat berlaku membatalkan suatu traktat atau perjanjian antar negara -negara,dalam hal perjanjian tersebut tidak sesuai dengan salah satu prinsip tersebut.

12

Komisi Nasional Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan; Sebuah

(13)

breaches), dan kewajiban Negara untuk mencari, mengekstradisi atau mengadili pelaku pelanggaran berat.13

Begitu pula dalam hukum Islam, ada beberapa hak -hak yang ditetapkan Islam sebagai perlindungan terhadap korban perang dan konflik bersenjata antara lain para korban yang luka dan cidera dari pihak musuh harus segera diamankan dari segala bentuk tindakan pelanggaran, harus dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi. Kemudian, Islam memberikan perhatian istimewa bagi tawanan dimana kehormatan dan hak-hak tawanan terjaga dan terhindar dari segala bentuk tindakan pelanggaran. Serta Islam memberikan hak pada tawanan untu k melaksanakan ritual agama yang dianut selama menjadi tawanan.14

Islam menekankan pentingnya menghormati tawanan. Dalam al-Quran, pemberian pangan untuk para tawanan merupakan salah satu dari kebajikan, dan terhitung sebagai salah satu sifat mu'min yang ba ik. Islam menekankan pentingnya menghormati tawanan. Allah swt . berfirman mengenai sifat -sifat mu'min yang merdeka: "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,

anak yatim dan orang yang ditawan" (QS. Al-Insan: 8). Dalam ayat ini mem berikan

suatu gambaran langsung bahwa seorang tawanan seakan disambut layaknya seorang tamu, bukan sebagai tawanan yang lantas dijadikan budak. Pimpinan perang dibawah naungan panji Islam, tawanan diperlakukan secara terhormat dan manusiawi, tidak membuat mereka haus dan lapar.

13

Ibid., h. 9. 14

Prof. Dr. Zayyid bin Abdel K arim al-Zayyid, Pengantar Hukum Humaniter Internasional

(14)

Sholahuddin Al-Ayyubi menorehkan sejarah dengan tinta emas: saat berperang, Sholahuddin menangkap pasukan Salib yang berjumlah sangat besar sedangkan makanan yang tersedia tidak cukup buat mereka. Dengan lapang dada, akhirnya Sholahuddin membebaskan mereka tanpa syarat. Muhammad Abu Zahrah, dalam bukunya "nazariyat al-harb fi al-Islam" (Teori Perang dalam Islam) menulis: "motivasi perang dalam Islam itu reagresi, atau membalas serangan lawan ".15 Sejumlah perang yang terukir dalam seja rah Islam bukan perang melawan rakyat, melainkan perang menghadapi prajurit yang menindas rakyat dan orang -orang yang memiliki otoritas mengambil kekuatan senjata sebagai alat untuk memusuhi kebenaran. Berdasarkan itu, simpul -simpul ukhuwah umat Islam deng an pemimpin wilayah tidak terputus jika komunikasi tetap prospektif dan memungkinkan. Sedangkan perang yang menimpa umat Islam seperti terjadi sekarang ini tidak demikian, karena hanya invasi atau agresi antarnegara, sebab pertama kali yang dilakukan sang agresor itu kini tidak segan -segan menangkap para pemimpin negara yang ia perangi, serta men yita habis harta mereka.

Dalam Islam tidak menghendaki tindakan sewenang-wenang terhadap pihak musuh. Bahkan Islam menganjurkan bahwa , contohnya, dalam hubungan dagang antarnegara tidak bisa diputuskan hanya oleh perang, hubungan dagang antar -pebisnis itu akan masih tetap terjalin. Karena itu para pengusaha yang memasuki dar

al-islam akan merasa aman, sebab mereka diberikan 'transaksi' kontrak keamanan

(15)

yang memadai. Dengan cara pandang ini, jika dilihat apa yang terjadi dengan para tawanan di Irak, atau berbagai macam barisan perlawanan Irak yang ada di sana, atau operasi penculikan terhadap orang yang tidak berkaitan langsung dengan perang, itu sama sekali tidak relevan dengan kesepakatan Jenewa mengenai hak -hak perlindungan tawanan, terlebih lagi dengan prinsip dan nilai -nilai ajaran Islam.16

Untuk itu, baik dalam hukum Islam dan hukum internasional, khususnya konvensi-konvensi Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB), mengatur bagaimana cara berperang yang sesuai dengan peraturan yang dibuat dan cara memperlakukan tawanan perang maupun penduduk sipil . Merupakan suatu keharusan bagi pihak yang berperang untuk melindungi dan menjaga keselamatan tawanan perang dan penduduk sipil yang tidak terlibat langsung maupun yang terlibat langsung dalam peperangan. Karena tawanan perang dan penduduk sipil mempunyai hak untuk hidup dalam keadaan aman dan tentram. Sungguh sangat menarik hal -hal yang berkaitan dengan peperangan termasuk keja hatan perang. Dan hal ini menarik untuk diteliti, sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa -Bangsa Mengenai Kejahatan Perang

16

(16)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan akan difokuskan pada kejahatan perang dalam perspektif Islam. Oleh kar ena itu, masalah pokok dalam pem bahasan ini adalah Bagaimana Pandangan Hukum Islam Mengenai Kejahatan Perang Dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Perumusan Masalah

Mengingat tema skripsi maka penulis perlu membuat rumusan masalah yang dianggap penting dan berkesinambungan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini. Maka berdasarkan paparan dalam latar belakang diatas, maka d iantara rumusan masalahnya yaitu:

a) Apa yang dimaksud dengan kejahatan perang?

b) Bagaimana pandangan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai kejahatan perang?

c) Bagaimana tinjauan hukum Islam mengenai kejahatan perang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(17)

a) Untuk mengetahui dan me njelaskan bentuk-bentuk kejahatan perang menurut konvensi.

b) Menjawab pertanyaan pokok diatas untuk mengetahui ketentuan mengenai peraturan perang dalam konvensi.

c) Mengetahui ketentuan hukum Islam tentang perang dan kejahatan perang. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan penelitian ini sebagai berikut: a) Untuk memberikan jawaban yang relevansi dan aktual.

b) Untuk menambah khasanah pengetahuan dan wawasan terutama mengenai hukum Islam tentang perang dan pengaturan dan etika berperang dalam konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

c) Bisa menjadi acuan bagi peneliti berikutnya.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

(18)

1. Konvensi tentang Pencegahan d an Penghukuman Kejahatan Genosida. Temuan pokok dalam konvensi ini ialah kejahatan genosida yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan merusak begitu saja, dalam keseluruhan ataupun sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, rasial atau agama. Dari semua periode sejarah kejahatan genosida membawa kerugian -kerugian besar bagi manusia , baik itu dilakukan pada masa damai maupun pada masa perang, dan menurut hukum internasional, kejahatan ini perlu dicegah dan menghukum pelakunya.

2. Karya Majid Khadduri dalam bukunya yang berjudul War and Peace in the

Law of Islam. Temuan pokok dalam karya ini menyatakan bahwa Allah telah

mengatur jihad yang boleh dilakukan oleh umat Islam dan tata cara berjihad. Perdamaian tetap menjadi tujuan utama, walaupun peperangan se dang berlangsung tetapi Islam memperlakukan para tawanan dan jenasah secara baik-baik. Bahkan dalam pembagian rampasan perang, Islam memberikan aturan yang jelas dan adil bagi seluruh umat.

(19)

terhadap korban luka, karena tindakan tersebut sama sekali bukan termasuk etika berperang yang baik.

4. Judul: “Sanksi Kejahatan Perang (Tinjauan Huku m Islam dan Hukum

Humaniter Internasional)

Penulis: Ahmad Maulana /PMH/2005

Sesungguhnya Islam selalu ingin m enghindarkan diri dari peperangan karena perang akan menimbulkan penjajahan, perbudakan dan berbagai sikap negatif serta ambisi buruk dari negara -negara penakluk, dengan cara pemanfaatan situasi seperti mencari keuntungan pribadi, menciptakan pasar -pasar baru, merampas sumber bahan baku dan memperbudak sesama manusia.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang a kan diteliti maka tentunya penulis harus mengumpulkan data -data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Secara tipologis, penelitian penulis ini menggunakan studi kepustakaan yaitu memperoleh dan mengumpulkan data untuk mendapatkan data sesu ai harapan penulis dan seperti yang digambarkan dalam data kepustakaan.

(20)

secara mendalam agar dapat memberikan informasi kepada pembaca secara optimal.

Dalam pendekatan ini peneliti menggunakan metode kualitatif. Analisis ini digunakan untuk mengetahui secara kualitatif tentang penghapusan kejahatan perang sehingga dapat membantu memecahkan dan menemukan solusi terhadap persoalan yang diteliti dalam skripsi ini. Ditinjau dari sudut metodologi penelitian hukum pada umumnya, studi ini merupakan studi hukum Islam dengan menggunakan pendekatan normat if doktriner yaitu menurut undang -undang, konvensi dan pemikiran para ulama.

2. Sumber Penelitian Hukum

Dalam penelitian hukum tidak mengenal data. Untuk memecahkan isu hukum maka diperlukan sumber -sumber penelitian diantaranya sumber penelitian hukum yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dibawah ini akan dirinci satu yang termasuk ke dalam data primer dan data sekunder.

a. Bahan Primer

(21)

b. Bahan Sekunder

Bahan sekunder merupakan bahan yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi dokumen yang berhubungan dengan masa lah yang dikaji, seperti paparan pendapat-pendapat para ahli.

3. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan -bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Karena didalam penelitian penulis menyebutkan pendekatan terhadap konven si maka peneliti harus mencari beberapa konvensi-konvensi atau yang berkaitan dengan isu kejahatan perang. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu isu kejahatan perang peneliti harus menelusuri sekian banyak berbagai konvensi-konvensi yang bersangkutan dengan kejahatan perang.

Maka dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan teknik studi dokumen dengan mengumpulkan bahan dari sumber -sumber bahan primer, sekunder, dan tersier seperti yang telah dijelaskan diatas.

4. Analisis Data

(22)

Penulis menginterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.

Sementara untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009.”

F. Sistematika Penulisan

Sebagaimana layaknya laporan hasil ilmiah yang standar dalam bentuk skripsi, maka laporan ini menjelaskan secara teknis prosedural. Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai berikut :

Bab pertama yaitu pendahuluan. Dalam bab ini dikemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisa n.

[image:22.612.109.538.130.439.2]
(23)

Bab ketiga yaitu kejahatan perang dalam Islam dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penulis memberikan uraian mengenai apa itu yang disebut dengan kejahatan perang, bentuk -bentuknya seperti apa, hak -hak tawanan yang seperti apa yang harus dilindungi.

Bab keempat yaitu analisa hukum Islam mengenai kejahatan perang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB). Bab ini merupakan hasil penelitian yang akan menjelaskan penghapusan kejahatan perang dalam konvensi PBB dalam kacamata hukum Islam. Serta bagaimana seharusnya pengaturan yang baik untuk berperang.

(24)

16

A. Perang dalam Hukum Humaniter Internasional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perang adalah suatu permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dan sebagainya) atau

pertempuran bersenjata antara dua pasukan tentara dan laskar.1 Dalam pasal 3

Konvensi Jenewa 1949 dijelaskan bahwa perang adalah kekerasan terhadap kehidupan orang, khususnya pembunuhan dari segala jenis, pemotongan anggota tubuh, perlakuan kejam, dan penyiksaan. Perang juga bisa diartikan suatu kesengajaan melakukan serangan terhadap penduduk sipil atau serangan terhadap

gedung material, satuan, angkutan dan lain-lain.2

Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba dimaknai sebagai pertikaian bersenjata, di era modern, perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri, hal ini tercermin dari doktrin angkatan

1

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, cet. 1, h. 323. 2

(25)

perangnya seperti "Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia", hal

ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi.3

Manusia telah mengenal konflik sejak lama, yaitu sejak manusia mengenal manusia lainnya pada saat interaksi inidividu satu dengan kelompok masyarakat

sosial lainnya, sebagaimana teori kontrak sosial (social contract).4 Konflik adalah

suatu pertentangan, perselisihan, percekcokan. Dan pada fase tertentu akan muncul tarik-menarik kepentingan (vasted interest) antar individu dan pada titik yang paling pasif terhadap tarik-menarik kepentingan yang akan menyebabkan peperangan yang terjadi dalam berbagai ragam dan bentuk. Perang menurut Jean Jacques Rosseau bukanlah hubungan antara manusia dengan manusia, tetapi antar negara dan negara dimana orang-orang yang terlibat permusuhannya didalamnya hanyalah bersifat kebetulan (by accident). Orang-orang yang terlibat dalam perang itu tidak bertindak sebagai manusia (human), bukan pula sebagai warga negara (citizen), melainkan sebagai tentara (soldier) sebagai kekuatan negara.

Oleh karena itu, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dengan perang adalah menghancurkan lawan atau musuh, yaitu negara yang satu menyerang dengan senjata dengan maksud menghancurkan atau melumpuhkan, dan yang lain bertahan juga dengan cara berusaha menghancurkan atau melumpuhkan lawan atau musuh. Dengan demikian, sah bagi para pihak untuk saling berusaha membunuh karena mereka menggunakan senjata yang memamg mematikan. Akan tetapi, apabila mereka

3

www.wikipedia.com, diakses pada tanggal, 10 Maret 2010. 4

(26)

menyerah atau meletakkan senjata, segera sesudah itu, mereka bukan lagi berstatus sebagai musuh atau agen dari musuh. Mereka secara serta-merta berubah statusnya menjadi manusia biasa dan tidak terdapat lagi dasar legitimasi untuk membunuh mereka. Jika mereka dibunuh, menurut ketentuan hukum yang berlaku saat ini, hal itu termasuk kategori kejahatan perang yang harus ditindak menurut hukum

internasional.5 Dan di dalam U.S. Army Field Manual of the law of Landwarfare

dijelaskan pula beberapa tujuan perang, yaitu:

1. Melindungi baik kombat maupun noncombat dari penderitaan yang tidak

perlu.

2. Menjamin hak-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ke tangan musuh.

3. Memungkinkan dikembalikannya perdamaian.

4. Membatasi kekuasaan pihak yang berperang.6

Hak asasi manusia adalah hak dimana setiap orang/manusia sejak lahir memiliki hak utama yang melekat dan suci, yaitu hak hidup dari Tuhan dan hak-hak lainnya demi pemenuhan kebutuhan lahir batinnya. Oleh karena itu, tidak seorangpun yang berhak mengambil dan mencabutnya. Hanya dengan landasan hukum dan kontitusional, adil dan benar dengan melalui proses yang legal, pencabutan baik untuk waktu sementara ataupun seterusnya dapat dibenarkan. Dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan tegas memasukkan unsur penghormatan hak asasi manusia dan mengakui iindividu sebagai subjek Hukum Internasional.

5

Jimly Assiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta, Rajawali Press, 2007, cet. 1, h. 197 6

(27)

Piagam PBB juga memberikan kewenangan kepada Majelis Umum untuk memprakarsai kajian dan membuat rekomendasi bagi terpacunya perkembangan progresif terhadap Hukum Internasional dan kodifikasinya serta untuk membantu pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua orang tanpa pandang

ras, jenis kelamin, bahasa maupun bangsa.7

Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dicetuskan tiga tahun setelah PBB terbentuk dan disahkan oleh Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948, telah dianggap deklarasi HAM Universal. Pada hakekatnya, Deklarasi HAM Universal ini dimunculkan sebagai akibat dari porak porandanya kehidupan kemanusiaan setelah Perang Dunia II. Sebelumnya konsep mengenai HAM ini sudah tercantum dalam beberapa pasal dari Piagam PBB serta preamble Piagam itu. Meskipun rekomendasi PBB tidak mengikat negara-negara anggota tetapi negara anggota wajib mengkaji rekomendasi secara sungguh-sungguh, sehingga bagi negara yang menolaknya dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap

piagam PBB.8

B. Pengertian Perang dalam Islam

Kata jihad sudah tidak asing lagi di telinga kita, apalagi akhir-akhir ini Islam sedang menjadi sorotan dunia dengan tuduhan aksi terorismenya yang

mengatasnamakan jihad. Jihad berasal dari kata jahada yang berarti berusaha,

7

Lihat Pasal 13 Piagam PBB 8

(28)

berusaha sekuat tenaga di jalan Allah untuk menyebarkan keimanan dan firman Allah

ke seluruh dunia.9 Menurut bahasa, al-Jihad berasal dari kata jahada-yajhadu-jahda

atau juhdan, yaitu keluasan atau kekuatan.10 Dalam Islam, Allah mewajibkan manusia

untuk menyebarkan ajaran-Nya ke seluruh penjuru dunia. Ketika penyebaran ini menemui berbagai hambatan berupa penolakan terhadap masuknya ajaran agama Islam di tanah mereka, dengan kondisi ini jihad pun diperlukan. Jihad, dalam arti luas, tidak selalu bermakna perang atau mengobarkan peperangan, sebab melangkah di jalan Allah bisa dicapai dengan cara damai ataupun tindak kekerasan. Jihad dianggap sebagai suatu propaganda religius yang dilakukan persuasif ataupun

pedang.11

Islam tidak membenarkan peperangan yang bertujuan menaklukan suatu negara, atau perluasan wilayah, dan mendiktekan kehendak (offensive war), perang yang diajarkan oleh ajaran Islam (masyru’iyah/legal) adalah perang untuk menolak serangan musuh, atau mempertahankan hak yang sah yang dilanggar oleh musuh atau

untuk melindungi keamanan dakwah (depensive war).12 Artinya, dakwah kepada

kebenaran dan keadilan serta kepada prinsip-prinsip yang mulia tidak boleh dihalangi dan ditindas oleh penguasa manapun. Dan perang yang sah di dalam Islam ialah perang pembelaan diri yakni untuk membalas serangan yang benar-benar telah terjadi

9

Majid Khadduri, War and Peace in the Law of Islam, Yogyakarta, Tarawang Press, 2002, h. 46.

10

Dr. Abdullah Azzam, Perang Jihad Di Jaman Modern, (Jakarta: Gema Insani Press), 1992, hal. 11

11

Khadduri, War and Peace, Yogyakarta, Tarawang Press, 2002, h. 46. 12

(29)

terhadap kaum muslimin. Dan perang yang tidak sah ialah perang yang bermaksud

merampas, atau menduduki, atau membuat kerusakan.13

Para ahli hukum membedakan 4 (empat) cara bagi umat untuk memenuhi panggilan jihad yaitu: dengan hati, dengan lidah, dengan panggilan dan dengan pedang. Cara pertama (hati) berkenaan dengan perintah melawan setan dan berusaha menghindari bujuk rayu setan dan jihad ini bagi nabi Muhammad dianggap sebagai jihad terbesar. Cara kedua (lidah) dan ketiga (tangan) dilakukan untuk penegakan kebenaran serta mengoreksi kesalahan. Cara keempat (pedang) setara dengan makna perang dan dititikberatkan pada peperangan melawan orang kafir serta musuh Islam

atas nama iman.14

Berikut ayat-ayat al-Qur’an mengenai perintah perang:

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampong halaman mereka tanpa alas an yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”… ”

Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali diturunkan Allah berkenaan dengan peperangan. Menurut al-Sarakhi, sebelum memerintahkan perang, Allah lebih dulu memberikan beberapa tuntutan menghadapi orang-orang yang menganggu Islam

13

Ibid., h. 144 14

(30)

dan umatnya. Pertama, Allah memerintahkan kepada Nabi untuk membuat pernyataan sikap dan menarik diri dari mereka (kaum musyrik), jika mereka masih melakukan penolakan terhadap Islam dan menggangu umat Islam. Hal ini dinyatakan Allah dalam surat al-Hijr ayat 94, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari

orang-orang yang musyrik.”. Kedua, Allah memerintahkan Nabi untuk mengadakan

perdebatan-perdebatan dengan baik, seperti yang dijelaskan dalam surat an-Nahl,”…

(kalau kamu berdebat) bantahlah mereka dengan cara-cara yang baik pula.”. Ketiga,

apabila mereka (kaum musyrik) tidak mau menerima dan menggangu umat Islam, maka Allah mengizinkan Nabi dan orang mukmin untuk mempertahankan diri,

seperti halnya dimaksudkan dalam surat al-Hajj di atas.15

!

"

#

$

!

%

&'(

Artinya: “Dan apabila ia berpaling darimu ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan, menghancurkan tanaman-tanaman dan binatang ternak,

sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan.”

15

(31)

#

) *

"#

+

$

,

%

"

-

!&

.

Artinya: “Kampung akhirat itu akan dijadikan bagi orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan akhir yang baik

adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”

Sejarah peperangan Nabi Muhammad merupakan awal dari kehormatan dari sebuah perikemanusiaan karena Nabi Muhammad mengajarkan etika perang yang beradab dan berperikemanusiaan. Agenda perjanjian gencatan senjata, pengiriman delegasi keluar negeri, dan strategi Nabi di medan perang itu mempunyai pengertian yuridis yang secara tidak langsung sama dan mendukung Hukum Internasional, yaitu meminimalisir jatuhnya korban dan menghindari kerusakan-kerusakan. Pada dasarnya peperangan Nabi Muhammad merupakan respon terhadap tindakan-tindakan resisten yang dilakukan oleh lawan-lawan politiknya atau tindakan untuk

mempertahankan diri (self defence) dari segala bentuk serangan.16 Rasulullah saw.

tidak akan memerangi suatu kaum kecuali berdakwah dan menyerukan agama Islam. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi, ”Bisyr bin As-Sirry menceritakan dari Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari ayahnya dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah SAW tidak

16

(32)

akan memerangi suatu kaum melainkan terlebih dahulu ia berdakwah mengajak

mereka kepada Islam. (HR. Ahmad).”17

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah ibn Abi Awfa, Nabi menyatakan, “Janganlah kalian berharap bertemu musuh, dan berdoalah kepada Allah untuk perdamaian. Namun bila kalian bertemu musuh,

hadapilah dengan kesabaran.” Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa damai adalah

prinsip utama dalam Islam, sedangkan penggunaan kekuatan senjata dikarenakan keadaan yang sangat terpaksa untuk mempertahankan kedamaian tersebut.

Seperti yang dijelaskan di atas tujuan perang dalam Islam ialah untuk memelihara perdamaian, keamanan dan kesejahteraan umat serta untuk melindungi kemerdekaan penyiaran dakwah islamiyah. Selain tujuan tersebut, adapun tujuan yang lainnya, yaitu:

1. Untuk menolak permusuhan kepada Islam dan kaum Muslimin, yang

dilakukan oleh kaum musyrik, kafir, pembangkangan dan orang-orang yang dendam terhadap Islam.

2. Untuk mengokohkan dakwah Islam agar bisa sampai kepada orang-orang

yang berhak mengetahuinya.

3. Untuk menawarkan Islam kepada kaum musrikin, kaum kafirin, orang-orang

yang zhalim dan orang-orang yang mempunyai prasangka buruk kepada Allah.

4. Untuk mengokohkan agama dan syariat Allah.18

17

(33)

C. Etika dalam Perang

1. Perintah Perang

Khalifah, secara hukum, merupakan pimpinan yang membawahi kekuasaan sipil dan militer. Ahli hukum berpendapat, kekuatan militer sebagai kekuatan dasar kekuasaan, suatu sudut pandang yang mencerminkan kecenderungan terhadap pengaturan lembaga diserahkan kepada seorang komandan militer. Perintah militer ada dua jenis, khusus dan umum. Penggolongan pertama, hanya berkaitan dengan kebijakan militer angkatan perang, sedangkan yang lain berhubungan dengan aspek diiplomatik yang juga menyangkut aspek militer.

Berikut jabaran secara umum mengenai kewajiban yang berhubungan dengan perintah khusus:

a) Memimpin angkatan perang, termasuk didalamnya

memperhatikan kepribadian prajuritnya, pemeriksaan pasukan berkuda, dan perlengkapan persenjataan.

b) Mengatur jalannya peperangan serta memberi dukungan semangat

tempur kepada para prajurit.

c) Menerapkan kemampuan dan teknik militer, sesuai dengan sabda

nabi yang berbunyi, “Perang adalah usaha tipu daya”, untuk melindungi pasukan dari serangan mendadak dan meraih

18

(34)

kemenangan. Dan seorang komandan juga harus memilih posisi yang strategis dan terbaik yang memungkinkan untuk menyerang.

d) Tugas observasi militer seperti melihat aspek ketabahan, daya

juang dalam melawan musuh dan mengontrol para prajurit apabila ada yang meninggalkan pasukan. Di pihak lain, prajurit jihad ini berkewajiban mematuhi perintah komandan serta menerima

keputusannya dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi.19

Perang dimulai dengan dikeluarkannya perintah dari komandan angkatan perang. Perintah tersebut diikuti dengan takbir (Allahu Akbar) atau do’a sebagai pertanda baik sebelum peperangan di mulai. Sebagian khalifah dan para komandan perang dinasehatkan unutk menjauhkan diri dari peperangan pada hari-hari tertentu atau saat terjadi musibah, sekaligus

memilih waktu yang lebih baik.20 Oleh karenanya, tidak diperkenankan

memasuki wilayah peperangan kecuali setelah adanya

pengumuman/pernyataan perang di dalam rentan waktu yang memungkinkan sampainya berita itu kepada musuh. Walaupun, peperangan tidak bisa dielakkan lagi, maka diberi tiga pilihan:

a) Masuk Islam.

19

Majid Khadduri, War and Peace in the Law of Islam, Yogyakarta, Tarawang Press, 2002, h. 71

20

(35)

b) Mengadakan perjanjian agar damai dan dapat mengamankan dakwah.

c) Berperang, pernyataan perang untuk memilih, ini merupakan

pengumuman, agar tidak ada serangan tiba-tiba sebelum perang dimulai. Dengan tidak bermaksud menjajah atau memperbudak tapi hanya sekeradar memberikan pilihan kebebasan kepada

manusia untuk memilih kepercayaannya.21

Berikut ayat-ayat yang memerintahkan kaum Muslimin untuk berperang, dan ini terbagi dalam 2 (dua) tahap, pertama melancarkan perang terhadap orang-orang yang lebih dulu menyerang dan memerangi mereka:

/

"

$!

'

0

#

"

$

1

"

2 '

Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas ”

Al-Ustadz Sayyid Quthb mengatakan bahwa menurut sebagian riwayat, ayat ini merupakan ayat awal yang diturunkannya perintah berperang – kepada kaum Muslimin – setelah sebelumnya turun ayat yang memuat izin dari Allah kepada mereka untuk memerangi orang-orang kafir karena mereka telah dianiaya (dizhalimi) dan kaum Muslimin pun telah mengetahui bahwa

21

(36)

izin tersebut merupakan pendahuluan (muqaddimah) bagi kewajiban berjihad atas mereka yang bertujuan untuk memantapkan kedudukan mereka di muka

bumi. (Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an juz I hlm. 265).22

Kemudian firman Allah dalam surah At-Taubah ayat (36):

!"#

$% &'"( )* "+% ,-./$% "01%23)+

,-./

-4 5

6

Artinya: “… dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya…”.

Menurut sebagian ulama, perintah dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang musyrik bangsa Arab karena mereka selalu memusuhi kaum Muslimin. Allah SWT. memerintahkan Rasul untuk memerangi mereka agar dapat menolak kejahatan, memusnahkan kejuwudan dan sikap keras kepala mereka di dalam mempertahankan tradisi nenek moyang serta kecurangan yang melampaui batas.

Sejarah telah membuktikan bahwa kaum Muslimin tidak pernah menggunakan kekuatan senjata untuk memerangi kelompok lain yang menghalangi. Apalagi memaksa seseorang atau kelompok untuk memeluk agama islam. Seperti yang dinyatakan tegas dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah

ayat 256, bahwa tidak ada paksaan dalam agama:23

22

Debby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam dan Peranannya pada Masa Rasulullah saw., Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2002, cet. 1, h. 21.

23

(37)

3 4

" %

&

/

-

'

('

()

)

*

0

* +

5 6

#

+

)

,"

7

-8

.

9:

,/

!;

0

-<=

$

&(>

7

6

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”.

2. Etika dan Aturan Perang

Dalam teori hukum Islam, perang tidak bertujuan untuk mencapai kemenangan atau merampas harta kekayaan musuh. Perang lebih bertujuan

untuk menjalankan kewajiban jihad di jalan Allah dengan cara penyebaran

agama Islam. Orang-orang yang melakukan jihad diminta untuk menahan diri dari pertumpahan darah atau penghancuran kekayaan yang tidak perlu dilakukan demi mencapai tujuan. Aturan ini didasarkan pada ucapan Abu Bakar yang diucapkan pada ekspedisi pertama perbatasan Syria dan juga

dilakukan oleh khalifah sesudahnya.24

Sebelum berperang, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pasukan. Ini dimaksudkan supaya taktik dan strategi yang direncanakan dalam peperangan berjalan efektif dan tentara muslim berhasil memenangkan

peperangan. Menurut Ali Wahbah, pertama, percaya sepenuhnya pada

24

(38)

komando pimpinan perang. Prajurit muslim harus mempercayakan segala

keputusan dan tindakan di tangan komandan perang. Kedua, bersabar

menghadapi musuh. Ini penting, Karena bersabar merupakan kunci untuk

meningkatkan moral dan semangat prajurit dalam pertempuran. Ketiga, tetap

konsekuen dan teguh pendirian dalam menghadapi musuh di medan

pertempuran. Keempat, taat pada komando komandan pasukan. Komandan

adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap pasukan muslim. Karena itu, bila komandan telah memutuskan suatu sikap dan perintah, wajib hukumnya bagi tentara untuk mematuhinya. Hal ini didasarkan pada al-Quran surat al-Nisa (4) ayat (58), “…taatilah Allah, taatilah Rasul dan para pemimpin di antara kamu….”. Kelima, mempersiapkan bekal yang cukup.25

Berikut 10 (sepuluh) perilaku mulia yang dipegang oleh Islam di dalam peperangan, antara lain:

a) Dilarang membunuh anak-anak, dalam kasus ini pernah sahabat

bertanya kenapa dilarang membunuh anak-anak musyrik? Nabi menjawab: bukanlah di antara kamu juga dahulu anak-anak orang-orang musyrik.

b) Dilarang juga membunuh wanita-wanita yang tidak ikut berperang

juga dilarang memperkosa, apabila memperkosa di waktu perang, maka orang yang memperkosa tersebut harus bertanggung jawab

25

(39)

secara pidana; artinya mendapat sanksi zina bahkan ditambah dengan sanksi takzir.

c) Dilarang membunuh orang yang sudah tua apabila orang-orang tua

tersebut tidak ikut berperang, anak kecil, perempuan dan orang-orang tua dilarang dibunuh adalah menunjukkan ajaran Islam penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan yaitu penghormatan kepada nilai kemanusiaannya.

d) Tidak memotong dan merusak pohon-pohon, sawah, dan ladang.

Hal ini semakna dengan al-Quran:

!

"

#

$

!

%

&'(

Artinya: “Dan apabila berpaling dia berusaha di muka bumi untuk membuat kerusakan dan menghancurkan tanaman dan binatang ternak.”.

e) Tidak merusak binatang ternak baik sapi, domba dan lain-lain

kecuali untuk dimakan.

f) Tidak menghancurkan gereja, biara, dan rumah-rumah ibadat. Hal

ini tersirat dari firman-Nya:

/

1

?

.

@

2"

/3"%

4

0

9

1

:

/

A

5

2/

!

3*

A

5

(40)

Artinya: “Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia terhadap yang lain, pasti telah dirobohkan, biara-biara, gereja-gereja, dan masjid-masjid”.

g) Dilarang pula mencincang-cincang mayat musuh, bahkan bangkai

binatang pun tidak boleh dicincang.

h) Dilarang membunuh pendeta dan para pekerja yang tidak ikut

berperang, karena para pekerja itu adalah orang-orang yang lemah yang ada di bawah tindasan dan pemerasan penguasa-penguasa yang rakus;juga dilarang membunuh tentara yang luka dan tidak melawan.

i) Bersikap sabar, berani dan ikhlas di dalam melakukan peperangan,

membersihkan niat dari mencari keuntungan duniawi.

j) Tidak melampaui batas, dalam arti batas-batas aturan hukum dan

moral di dalam peperangan, karena Allah di dalam al-Quran berulang kali menyatakan bahwa: “Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.26

Selain perihal pengaturan mengenai larangan-larangan dalam peperangan, Altaf Gaufar dalam bukunya yang berjudul “The Challenge Of Islam” menegaskan mengenai peraturan-peraturan hukum Islam yang mengizinkan tindakan-tindakan berikut di medan perang, diantaranya:

26

(41)

a) Kaum muslimin boleh membunuh, melukai, mengejar, dan melawan musuh. Namun dalam keadaan terpaksa dan dalam usaha membela diri maka diperbolehkan membunuh musuh yang bukan tentara.

b) Kaum muslimin boleh menggunakan tipu muslihat atau kid’ah di

medan perang untuk memperoleh kemenangan.

c) Kaum muslimin boleh melakukan peperangan terhadap musuh

pada malam hari dengan memakai segala macam persenjataan. Dan dimungkinkan juga untuk mengadakan serangan-serangan kepada pihak musuh dari jarak jauh asalkan tidak diarahkan kepada penduduk sipil/bukan tentara.

d) Dalam keadaan tentara musuh membaurkan diri dengan penduduk

sipil bahkan berlindung dibelakang perempuan-perempuan atau anak-anak ataupun orang-orang Islam yang mereka tawan, disamping itu tentara Islam harus melancarkan serangan-serangan dari jarak jauh maka dalam situasi seperti ini dapat diperintahkan untuk tidak membidik kan senjata kepada pihak yang netral atau pihak musuh bukan tentara.

e) Harta kekayaan musuh boleh dirampas atau dihancurkan bahkan

(42)

secara paksa atau kekerasan apabila rakyat di negeri musuh itu

berkeberatan.27

D. Perdamaian Pasca Perang

Dalam siyasah dauliyah, diyakini bahwa peperangan terjadi karena sistem

politik yang ada sudah tidak mampu lagi menyerap dan memecahkan masalah ketegangan yang timbul di antara dua negara atau lebih. Konsekuensi dari asas bahwa hubungan internasional dalam Islam adalah perdamaian saling membantu dalam kebaikan, maka:

1. Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan

persyaratan darurat, hanya dilakukan seperlunya (tuqadaru biqadariha).

2. Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh.

3. Segera menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung kepada

damai.

4. Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.

Peperangan dapat berakhir dengan menyerahnya musuh dan perjanjian damai atau genjatan senjata. Apabila musuh telah menyerah, maka tidak diperkenankan

untuk diserang lagi dan mereka diberikan pilihan. Pertama, ajak mereka masuk

Islam. Apabila diterima, ajak mereka untuk pindah ke negeri Islam dengan status dan

27

(43)

kedudukan sama dengan umat Islam lainnya, dan mereka berhak mendapatkan harta rampasan. Tapi kalau mereka enggan untuk hijrah maka mereka tidak berhak mendapat rampasan perang, kecuali mereka ikut berperang bersama tentara muslim. Atau kedua, mereka membayar jizyah. Jiwa dan harta benda mereka wajib dilindungi

bila mereka telah membayar jizyah.28

Dalam hukum internasional sekarang pakta perdamaian merupakan hasil persetujuan internasional di antara negara-negara yang menciptakan hak-hak dan kewajiban yang legal bagi semua pihak yang bersifat mengikat. Dulu pakta perdamaian sebagian besar terdiri dari peraturan-peraturan hukum kebiasaan internasional yang tertulis (convention) berdasar hasil konferensi Wina tanggal 22 Mei 1969, yang sekarang dikenal dengan Konvensi Wina. Dalam Islam pakta

perdamaian (muhadana atau muwada’a) merupakan suatu prinsip ikatan atau

semacam hubungan kemasyarakatan yang bersifat internal dan universal yang sangat didambakan. Muwadana’a semacam aqad (secara harfiah, yaitu sebuah ikatan atau hubungan yang ditandai dengan sebuah persetujuan adanya tindakan-tindakan nyata

dengan maksud menciptakan konsekuensi dan kepastian hukum29) hubungan antara

kaum muslimin dengan orang-orang non muslimin yang dibolehkan sebagai suatu bentuk persetujuan bersama antara kedua belah pihak mengenai suatu perbuatan

28

Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 261. 29

(44)

tertentu yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu secara

legal.30

Dari fakta sejarah telah dapat kita saksikan bahwa Rasulullah SAW tidak sedikit telah merealisasikan berbagai pakta prinsip perdamaian dalam segala bentuk perjanjian damai sesuai dengan tujuan-tujuan politik dan faktor-faktor situasi serta kondisi yang menjadi penentu. Sebagai contoh:

1. Pakta perdamaian yang diadakan antara suku Auz dengan suku Khajraj yang

kemudian diabadikan dalam “Piagam Nabi”, sehingga ditaati oleh orang Yahudi di Madinah.

2. Perjanjian Hudaibiyah yang merupakan perjanjian damai (sementara) antara

segenap kaum muslimin di Madinah dengan para kaum politisi Quraisy di Mekah.

3. Berbagai bentuk perjanjian yang diadakan antara Nabi Muhammad SAW

dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadi warga negara Islam seperti yang kemudian diabadikan pada bagian pasal dari “Piagam

Madinah”.31

Kewenangan untuk membuat perjanjian terletak di tangan Nabi Muhammad dan para penggantinya, tetapi kekuasaan dan kewenangan ini secara berkala diberikan kepada para komandan di lapangan yang diberi wewenangan untuk merundingkan perjanjian dengan lawan, apabila musuh akan mengadakan hubungan dengan Islam.

30

Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, h. 107. 31

(45)

Meskipun demikian, nabi dan para penggantinya selalu menyiapkan dasar hukum untuk membatalkan perjanjian atau rencana-rencana yang menurut pertimbangan akan berbahaya bagi umat Islam, dimana persetujuan atau ratifikasi yang mereka buat merupakan prasyarat agar membuat kaum Muslimin terikat dalam sebuah

masyarakat, yaitu masyarakat Islam.32

Allah lebih menyukai jika kaum muslimin berdamai dengan musuh, seperti dijelaskan dalam al-Quran surat al-Anfal (8) ayat 61, “Jika mereka (musuh) itu cenderung kepada perdamaian, maka berdamailah dan tawakallah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.33 Di dalam Islam, perjanjian terjadi karena adanya penawaran dan persetujuan, tidak terlalu terikat pada bentuk atau prosedur apapun. Setiap ketetapan perjanjian disetujui, perjanjian menjadi sesuatu yang mengikat kedua belah pihak. Jika perjanjian telah ditandatangani oleh penguasa Islam, berarti perjanjian tersebut harus dilaksanakan dalam kehidupan sesuai denga pasal-pasal yang disetujui. Al-Qur’an memerintahkan

umat Islam agar “jangan melanggar sumpah setelah membuatnya”34 dan apabila

kaum non-Islam juga mematuhinya, maka “penuhilah janjinya sampai batas waktunya.”35.36

Dalam perjanjian, menurut Abu Zahrah, masing-masing pihak berada pada posisi yang sama. Tidak boleh ada pihak yang mensyaratkan perjanjian yang

32

Khadduri, War and Peace, h. 167. 33

Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 261. 34

Q.S. An-Nahl ayat 91. 35

Q.S. At-Taubah ayat 4. 36

(46)

memberatkan bagi pihak lain, seperti menuntut ganti rugi kepada rakyat, menahan pasokan bahan makanan atau syarat-syarat lain yang tidak adil. Umat Islam wajib menerima dan mematuhi perdamaian tersebut. Karena dengan perjanjian genjatan senjata ini, maka berakhirlah pertumpahan darah di kedua belah pihak. Di samping

itu juga akan menahan terjadinya kerusakan yang lebih parah akibat perang.37 Berikut

minimal 3 syarat dalam memenuhi pakta perdamaian dalam Islam:

1. Perjanjian diadakan dasar persetujuan antara kedua belah pihak tanpa adanya

unsur pemaksaan dan initimidasi, unsur kerelaan merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi.

2. Perjanjian diselenggarakan dengan tujuan dan cara-cara yang jelas. Harus

jelas tujuannya untuk mengusahakan terwujudnya perdamaian abadi. Dan harus jelas batas-batas komitmen dan hak-haknya untuk menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak asasi kemanusiaan yang sangat didambakan oleh seluruh bangsa didunia.

3. Isi perjanjian tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan jiwa syariat Islam,

sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan musuh-musuh Islam

mempunyai kesempatan untuk menerobos kubu-kubu pertahanan Islam.38

Namun dalam suasana damai, Allah juga mengingatkan dan mengisyaratkan supaya umat Islam tetap waspada dan siaga, kalau-kalau perjanjian damai ini hanya menjadi siasat musuh untuk memukul kembali tentara muslim. Dalam surah

37

Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 262. 38

(47)

Anfaal ayat 62, Allah menegaskan jika mereka bermaksud menjadikan gencatan senjata sebagai kedok untuk menipu umat Islam, maka untuk umat Islam agar meminta perlindungan kepada Allah untuk menghadapi mereka. Artinya, apabila mereka mengingkari perjanjian gencatan senjata tersebut, maka tidak ada artinya lagi umat Islam mempertahankan isi perjanjian. Umat Islam harus bangkit melawan

mereka yang mengingkari perjanjian tersebut.39 Sebagai contoh, dari sirah Nabi, fakta

sejarah menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menyerang Mekkah walaupun telah mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Mekkah. Karena penduduk Mekkah telah melanggar janji damai dengan tindakan mereka mengirimkan bantuan militer meraka kepada Bani Kinanah untuk menyerbu Bani Khazi’ah yang notabene ialah

sekutu Rasulullah SAW.40

Islam sangat mengedepankan sebuah perdamaian, Islam adalah agama dunia, berlaku universal, dan untuk kebaikan semua manusia dan alam. Karena itu, setiap Muslim memandang hubungan antar sesama manusia adalah atas dasar cinta, persahabatan, kerjasama untuk kebaikan dan perdamaian. Hanya mereka yang dangkal imannya, sempit ilmunya, perasaan benci dan dendam, serta mereka yang tidak sabarlah yang cenderung membuat permusuhan dan perperangan sesama manusia. Islam yang suci, sering dinodai oleh segelintir kelompok yang memaksakan keyakinannya kepada pihak lain dengan menebar teror dan kekerasan dengan dalih

39

Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 262. 40

(48)

agama. Mereka harus kembali pada prinsip Islam dalam menata hubungan dengan

sesama manusia yang berbeda keyakinan dan agama.41

Ada tiga karamah (kemuliaan) yang dianugerahkan Allah kepada manusia

terlepas dari latar belakang etnik, agama dan politik, yaitu:

1. Karamah fardiyyah (kemuliaan individual) yang berarti bahwa Islam melindungi aspek-aspek kehidupan manusia baik aspek spiritual maupun aspek material

2. Karamah ijtima’iyyah (kemuliaan kolektif) yaitu Islam menjamin sepenuhnya persamaan di antara individu-individu.

3. Karamah siyasiyyah (kemuliaan secara politis) yaitu Islam memberi hak politik pada individu-individu untuk memilih atau dipilih pada posisi-posisi

politik, karena mereka adalah wakil Allah.42

Karena itu, golongan nonMuslim di tengah masyarakat Muslim secara sosial diperlakukan sama dengan orang-orang Muslim sendiri. Antara mereka dibolehkan untuk melakukan interaksi dalam berbagai bidang kehidupan, seperti perdagangan, perkawinan dan belajar mengajar.

.

41

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3260_0_3_0_M, di akses pada tanggal 21 Juni 2011 pukul. 22.56 WIB

42

(49)

41

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB

)

A. Pengertian Kejahatan Perang

1. Kejahatan Perang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah disahkan

oleh hukum tertulis (hukum pidana).1 Perkataan kejahatan menurut pengertian tata

bahasa adalah suatu tindakan atau perbuatan yang jahat adalah pembunuhan, pencurian, perampokan, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh manusia. Para pakar ilmu kriminologi banyak membuat rumusan tentang kejahatan. Antara lain seperti yang diungkap oleh W.A. Bonger (1963), seperti yang dikutip oleh Soedjono mengemukakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari rumusan-rumusan hukum mengenai kejahatan. Pengertian ini sama dengan yang diutarakan oleh Sutherland yang menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan ialah perilaku yang dilarang oleh negara dan perbuatan tersebut dapat

1

(50)

menimbulkan reaksi dari negara, yaitu dengan hukuman sebagai suatu upaya yang

ampuh.2

Kejahatan perang adalah segala pelanggaran terhadap hukum-hukum perang atau hukum humaniter internasional yang mendatangkan tanggung jawab kriminal individu. Pengadilan Militer Internasional di Nuremberg mendefinisikan kejahatan perang sebagai “pelanggaran terhadap hukum atau kebiasaan hukum”, termasuk pembunuhan, perlakuan buruk, atau deportasi penduduk sipil dalam wilayah yang telah diduduki, pembunuhan atau perlakuan buruk terhadap tahanan perang, pembunuhan sandera; perampasan barang-barang publik atau harta milik pribadi;

perusakan tanpa alasan atas kota-kota; dan penghancuran tanpa kepentingan militer.3

Bagi tujuannya sendiri, Mahkamah Kejahatan Internasional bagi Bekas negara

Yugoslavia (ICTY atau Internasional Criminal Tribunal for the former Yugoslavia)

mendefinisikan sebagai sesuatu yang berkonsekuensi berat bagi korbannya dan melanggar aturan yang melindungi nilai-nilai penting. Contoh kecilnya, membakar hasil panen sebuah desa merupakan sebuah pelanggaran serius, tetapi mencuri

sepotong roti bukanlah sebuah pelanggaran serius.4

Tindakan ilegal yang paling serius adalah pelanggaran-pelanggaran berat atas Konvensi-Konvensi Jenewa tahun 1949. Tindakan ilegal mencakup: penggunaan cara

2

Soedjono D. Soekamto, Kriminologi Suatu Pengantar, Bandung, Ghalia Indonesia, 1986, cet. Ke-11, h. 21

3

Steven R.Ratner, Kategori Kejahatan Perang, dalam Roy Gutman dan David Reff, ed.,

Kejahatan Perang yang Harus Diketahui Publik, t.t., Program Pelatihan Jurnalistik Televisi, 2004, h. 462.

4

(51)

dan metode peperangan yang dilarang, termasuk racun atau senjata lain yang terhitung menyebabkan pernderitaan yang tidak seharusnya; serangan curang yang tidak melibatkan penyalahgunaan lambang yang dilindungi atau lambang maupun seragam negara-negara netral; gagal mengenakan suatu seragam untuk mengidentifikasi diri sendiri sebagai kombatan yang sah; penjarahan; terorisme; campur tangan dalam kiriman kapal untuk bantuan kemanusiaan; perusakan serius, yang tidak dibenarkan terhadap harta milik; serangan atau pembombardiran terhadap kota yang tidak dipertahankan, pemikiman, atau bangunan-bangunan; tindakan perusakan sengaja dilakukan terhadap lembaga-lembaga kebudayaan tertentu, seperti bangunan yang diperuntukkan untuk keagamaan, pendidikan, amal, seni, ilmu pengetahuan, atau monument sejarah dan karya seni; tindakan balasa terhadap orang atau objek yang dilindungi; dan tiap bentuk pelanggaran kesepakatan gencatan senjata.

Protokol Tambahan I tahun 1977 memperluas wilayah proteksi Konvensi Jenewa untuk konflik internasional dengan memasukkan hal-hal berikut sebagai pelanggaran perang antara lain, eksperimen medis tertentu, membuat penduduk sipil atau suatu tempat sebagai obyek atau korban serangan yang tidak dapat dihindarkan, berlaku curang dalam penggunaan lambang Palang Merah Internasional, apartheid,

dan mencabut hak seorang yang dilindungi dari pengadilan yang adil.5

5

Steven R.Ratner, Kategori Kejahatan Perang, dalam Roy Gutman & David Reff, ed.,

(52)

Kejahatan perang terbagi menjadi empat kategori, yang merefleksikan evolusi historis dari subjek dengan membedakan antara kejahatan yang dilakukan pada saat konflik internasional dan pada saat konflik bersenjata internal. Kategori pertama – pasal 8 (2) (a) – meliputi semua ‘pelanggaran berat’ Konvensi Jenewa, 1949. Kategori kedua – pasal 8 (2) (b) – meliputi ‘pelanggaran yang berat terhadap hukum dalam kerangka hukum internasional’. Kategori ini meliputi serangan atas pasukan penjaga perdamaian atau mereka yang memberikan bantuan kemanusiaan di bawah naungan PBB; serangan yang dilakukan dengan sengaja dan mengetahui bahwa serangan tersebut dapat menimbulkan kematian atau cidera terhadap penduduk sipil; serangan secara sengaja terhadap target non-militer seperti tempat ibadah, museum, rumah sakit, dan tempat-tempat bersejarah atau yang memiliki nilai kebudayaan. Kategori ketiga – pasal 8 (2) (c) – memperluas yuridiksi atas konflik bersenjata internasional yaitu serangan tidak manusiawi kepada warga sipil atau orng yang sedang sakit atau prajurit yang sudah menyerah. Dan kategori keempat – pasal 8 (2) (e) – kejahatan yang mencakup penggunaan anak-anak sebagai tentara atau keterlibatan dalam kejahatan seksual.

2. Kejahatan Perang dalam Hukum Islam

(53)

!

"#

"#

$

!

%

$

&

#'

#

!

(

)

"

*

#

+

%

$

,#

-../

Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa Engkau wajibkan berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”

Oleh karena itu, al-Quran melarang umat Islam menyerang suatu bangsa yang tidak menunjukkan sikap permusuhan terhadap Islam. Di samping dapat memberikan jaminan keselamatan, umat Islam harus selalu bersikap adil dan penuh hormat, belas kasihan serta menjunjung harga diri. Seperti yang ditegaskan oleh Allah dalam al-Quran bahwa tujuan mulia dari jihad atau perang yaitu menolak keganasan manusia serta pemeliharaan hak-hak hidup agama samawi lainnya serta perlindungan terhadap

rumah-rumah ibadah.6

Prof. Dr. Marcel A. Boisard dalam bukunya “L’Humanisme De L’Islam” menegaskan beberapa prinsip-prinsip fundamental dan sistem hukum Islam yang

6

(54)

dapat diterapkan sebagai kaedah-kaedah dalam sengketa bersenjata antar negara atau dalam suatu negara, secara ringkas dikemukakan sebagai berikut:

a) Dalam peperangan dilarang membuat ekses, pengkhianatan dan

ketidakadilan dalan segala bidang.

b) Dalam peperangan dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

menyebabkan musuh menderita secara berlebihan seperti memberikan hukuman-hukuman yang keji. Dan melakukan perbuatan penghancuran yang sia-sia, khususnya pengrusakan tanaman-tanaman dan lain sebagainya.

c) Dalam peperangan harus memberikan perlakuan yang berperikemanusiaan

terhadap tawanan-tawanan perang yang akan ditukar atau dibebaskan secara sepihak, apabila perang sudah selesai dan tidak ada lagi tawanan perang muslim di pihak musuh.

d) Dalam peperangan harus memberi perlindungan kepada penduduk sipil

dengan menghormati agama dan kebudayaan mereka. Untuk syariah Islam membenarkan untuk menghukum orang yang melakukan pembunuhan terhadap penduduk sipil.

e) Syariat Islam melarang segala bentuk tindakan yang dilakukan

(55)

dibuat. Pakta perdamaian harus dipegang teguh sejauh pihak musuh masih

menghormati isi perjanjian damai tersebut.7

B. Bentuk-Bentuk Kejahatan Perang

1. Bentuk-bentuk Kejahatan Perang dalam Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa

Suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai tindakan ilegal atau dilarang berdasarkan aturan-aturan hukum humaniter yang dilanggar atau berdasarkan konsekuensinya bagi si pelaku. Beberapa tindakan tersebut melibatkan cara atau metode peperangan yang dilarang (menurut “hukum Den Haag,” yaitu, hukum yang berasal dari Konvensi-Konvensi Den Haag tahun 1899 dan 1907). Tindakan lainnya adalah tindakan yang menyakiti orang-orang yang dilindungi—yang sakit dan terluka, korban kapal karam atau rakyat sipil (menurut “hukum jenewa”, yaitu hukum yang berasal dari Konvensi-Konvensi Jenewa).

Berikut bentuk-bentuk kejahatan perang:

a) Kejahatan perang pada jiwa dan raga, seperti pembunuhan; perlakuan

kejam dan penganiayaan kepada tawanan perang (termasuk eksperimen medis); perkosaan; tindakan sengaja yang menyebabkan penderitaan berat atau luka serius pada tubuh atau kesehatan; dan mutilasi.

7

(56)

b) Kejahatan perang pada harta dan benda, seperti membakar hasil panen; perampasan barang-barang publik atau harta milik pribadi; perusakan pada kota-kota tanpa ada alasan; penghancuran tanpa kepentingan militer; serangan atau pembombardiran terhadap kota yang tidak dipertahankan, pemukiman, atau bangunan-bangunan; tindakan perusakan sengaja dilakukan terhadap lembaga-lembaga kebudayaan tertentu.

Gambar

gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian 5 (41,7%) responden menjawab tidak pernah menggunakan metode pembelajaran bervariasi, dengan alasan penggunaan metode pembelajaran bervariasi tidak efektif

Nilai indeks keragaman (H’) pada daerah penelitian tergolong sedang, nilai indeks dominansi (C) menunjukkan tidak terdapat spesies yang mendominasi, nilai indeks keseragaman

Masukkan adaptor sekat pada kabel pemasangan bagian depan yang disediakan melalui lubang-lubang pada setiap siku dan kunci dari depan dengan menggunakan perangkat keras yang

69 Maimunah, Guru Ekstra Kurikuler Kerajinan Tangan Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita Lebo, Interview 3Desember 2012.. Setelah guru mengetahui tentang banyaknya siswa yang

Sebab dasar dari moral adalah kepemilikan seseorang akan tubuh, akal, dan dirinya, serta kebebasan tanpa adanya penjagaan dari orang lain, 30 sehingga baik perempuan maupun

Setelah mengetahui jumlah tiang pondasi yang di perlukan, tahapan selanjutnya yaitu merencanakan dimensi atau ukuran bored pile dihitung berdasarkan beban

4) Pembelajaran dilanjutnya dengan memberikan ilustrasi mengenai masalah kontekstual yang terjemahannya berbentuk sistem persamaan linear dan penyelesaiannya. 5) Guru

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor internal, eksternal serta merumuskan kebijakan karantina ikan, dan menetapkan prioritas kebijakan karantina ikan