UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM
NASIONAL DI BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
SKRIPSI
Disusun da n Dia juka n Seba ga i Sa la h Sa tu Sya ra t Untuk Memperoleh Gela r
Sa rja na Hukum Pa da Fa kulta s Hukum Universita s Suma tera Uta ra
Oleh: Holy Apriliani
110200090
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM
NASIONAL DI BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
H O L Y A P R I L I A N I 110200090
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Internasional
DR. Chairul Bariah, S.H., M.Hum NIP : 1956121019860120001
Pembimbing I Pembimbing II
DR. Chairul Bariah, S.H., M.Hum DR. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum NIP : 1956121019860120001 NIP : 197302202002121001
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas
berkat dan kasih karunia Nya penulis bisa ada sampai saat ini dan masih
dimampukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul: “UNITED
NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DALAM
KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL DI
BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI” sebagai tugas
akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan sungguh hanya karena kasih
Nya lah penulis bisa ada sampai dalam tahap ini, semua hanya karena kebaikan
Nya semata.
Dalam proses penulisan skripsi ini penulis mengakui bahwa penulis sering
mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta
petunjuk dari Bapak dan Ibu dosen pembimbing, maka penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang membuat penulis merasa menjadi anak yang
paling beruntung di dunia, yang penulis kasihi sepenuh hati Bapak yg luar
biasa Drs. Agus Kembaren, MM dan Mam yg juga luar biasa Nita
Herawati Tarigan, Amd. Terimakasih Pak, Mam untuk semua doa, kasih,
nasihat, dukungan moril dan materil, repetan, dan segala kebaikan kalian
mendapat gelar Sarjana Hukum ku. Tanpa doa kalian aku bukan apa -apa.
Semua ini aku persembahkan untuk kalian dengan sepenuh hati;
2. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH.MH.DFM selaku Pembantu
Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Dr. O. K. Saidin, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku
Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam
penulisan skripsi ini, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta
waktunya untuk membimbing penulis dalam pelaksanaan penulisan skripsi
ini;
7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II
yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan,
arahan-arahan, serta waktu untuk membimbing penulis dalam pelaksanaan
8. Ibu Afrita, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang
telah membimbing penulis dan memberi pengarahan dari segi akademis
kepada penulis dari awal sampai saat ini;
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing serta memberikan
ilmu yang sangat bernilai kepada penulis;
10. Kedua adik penulis yang terkasih, Richman Sukada Kembaren, (c)S.An
dan Salsaly Angelika Yokhebed Kembaren. Terimakasih buat doa,
dukungan, kasih yang kalian tunjukkan melalui cara kalian
masing-masing, aku bangga dan bersyukur karena punya kalian dalam hidupku;
11. Keluarga besar Sembiring Kembaren dan Tarigan Tendang. Terimakasih
untuk doa, dukungan moril juga materil serta nasihat-nasihat yang sangat
luar biasa untuk ku. Biarlah Tuhan saja yang membalas kebaikan kalian
semua..;
12. Kelompok kecil Janet dan Elora yaitu Kristina Simbolon, SH, Sarah
Siagian, SH, Roulinta Sinaga, SH, Sri Nita Pagit Tarigan, SH, Sabrina
Gultom, dan Royanti Tampubolon untuk semua kasih, dukungan, doa, dan
kebaikan yg luar biasa yang kalian tunjukkan kepada ku. Aku sungguh
bersyukur karena boleh mengenal kalian dan menjadi bagian dari kalian;
13. Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL), adik-adik penulis dari stambuk
2012-2014 dan terkhusus untuk G11 yang begitu banyak membantu,
skripsi ini. Terimakasih sahabat! Aku bangga boleh mengenal kalian
semua dan menjadi bagian dari Perkumpulan yang sangat luar biasa ini;
14. Resimen Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yon A K/P. Terimakasih
untuk persahabatan yang luar biasa walaupun aku sudah tidak lagi
tergabung di dalamnya. Dan juga kepada KMK USU UP FH. Terimakasih
juga untuk pengalaman yang luar biasa yang boleh aku dapatkan dari
kalian;
15. Sahabat-sahabat penulis yang luar biasa, Bintari Oktora, Chatrine
Sihombing, Fitri F. Tanjung, Stella, SH, Maisyarah Miraza, SH, Ricky
Sidabutar, Tri Yanto Yeremia Siagian, SH, Samitha Andimas, Elfrina
Ritonga, Olivya Tambunan, Amd. Terimakasih untuk doa, kasih, dan
dukungan kalian untuk ku. Terimakasih juga atas kesabaran kalian dalam
menghadapi ku yang super negatif ini. Aku mengasihi kalian ;
16. Teman seperjuangan dan satu asal, Daniel Christian D. Aritonang, Nathan
Lumban Raja dan terkhusus soulmate penulis Daniel Bernadus yang
membuat penulis percaya bahwa soulmate bisa juga berlaku pada sahabat.
Terimakasih dan semoga sukses untuk kalian!;
17. Abang-abang dan kakak-kakak yang sampai saat ini masih meberikan hati
untuk mendukung penulis, kak Lusiana Pangaribuan, SH.M.H, kak
Rischelly Ritonga, SH, kak Yessica Situmorang, SH, kak Kristina
Sitanggang, SH, kak Sherly Sembiring, SH, kak Susanti Nababan, SH,
untuk saran, doa, dukungan kalian untuk ku. Sangat beruntung boleh
mengenal kalian semua kak,bang;
18. Seluruh guru-guru di SDK.Pamardi Yuwana Bhakti, SMPN 148 Jakarta,
SMPN 157 Jakarta, dan SMAN 67 Jakarta. Terimakasih Bapak dan Ibu,
berkat kalian saya bisa sampai di tahap ini. Terimakasih untuk ilmu dan
didikan yang luar biasa!;
19. Sahabat penulis yang luar biasa Almh.Henny Febrina Purnamasari
Harahap dan Alm.Olan Fernandus Lumban Toruan. Walaupun kalian udah
disamping Bapa di Surga, kenangan bersama kalian dan kebaikan kalian
masih aku ingat sampai detik ini. Terimakasih banyak..;
20. Teman-teman ILSA Stambuk 2011, teman-teman Grup B 2011, serta
Panitia Natal Keluarga Besar Fakultas Hukum USU 2014 terkhusus Seksi
Acara : Rika Sitompul, Christin Tobing, Stephani Situmorang, Via
Situmorang, Novi Sihaloho, Imelda Sinurat, SH, Kartika Manurung, SH,
Tulus Nababan, SH, Alexandro Simanjuntak, SH, Asido Malau, Guntur
Gultom, SH Terimakasih untuk kalian semua! Sangat bersyukur boleh
mengenal kalian dan boleh bekerjasama dengan kalian. Aku mengasihi
kalian ;
21. Keluarga besar Anak Kost Berdikari 48 (AKB 48), Kakak, Bapak, Biring,
dan Bulang. Terimakasih untuk kesabaran kalian selama ini, juga untuk
22. Semua pihak yang mengenal dan telah membantu penulis yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk kalian semua. Aku
mengasihi kalian .
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak
kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya
masukan dan saran yang bersifat membangun untuk di masa yang akan datang.
Demikian lah yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan,Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
ABSTRAKSI ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penulisan ... 6
D. Manfaat Penulisan ... 7
E. Keaslian Penulisan ... 7
F. Tinjauan Kepustakaan ... 8
G .Metode Penelitian ... 17
1. Jenis Penelitian ... 17
2. Sumber Data ... 18
3. Teknik Pengumpulan Data ... 19
4. Analisis Data ... 20
H. Sistematika Penulisan ... 20
A. Sejarah terbentuknya Konvensi United Nations Convention
Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 ... 23
B. Kedudukan Konvensi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) ... 35
1. Defenisi dan ruang lingkup ... 37
2. Tahap pembuatan UNCAC 2003 ... 44
C. Kekuatan mengikat Konvensi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003... 47
D. Pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan Konvensi United
Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 ... 53
1. Jenis-jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam Konvensi
United Na tions Convention Aga isnt Corruption (UNCAC) 2003 .... 53
2.Negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi
United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 .... 57
E. Kerjasama internasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 66
BAB III HUBUNGAN KONVENSI UNITED NATIONS CONVENTION
AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DENGAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DI INDONESIA ... 100
A.Ratifikasi Konvensi United Nations Convention Against Corruption .
(UNCAC) 2003 oleh Indonesia dan negara lainnya ... 100
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
Konvensi UNCAC ... 102
a. Latar belakang dan tujuan pembentukan ... 104
b. Istilah-istilah penting ... 106
c. Pembekuan, penyitaan, dan perampasan aset ... 108
d. Perlindungan saksi, ahli, dan korban ... 110
e. Perlindungan pelapor ... 111
B Akibat hukum dari ratifikasi Konvensi United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 ... 112
C. Pengaruh Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 terhadap pembentukan hukum anti korupsi di Indonesia ... 129
D.Pengaruh Konvensi United Nations Convention Agaisnt Corruption (UNCAC) 2003 terhadap proses pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia ... 130
BAB IV SINKRONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN KONVENSI UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 ... 133
B. Ketentuan-ketentuan Konvensi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003 yang belum diadopsi dalam hukum
nasional ... 151
BAB V PENUTUP ... 156
A.Kesimpulan ... 156
B.Saran ... 162
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
GAMBAR I Bagan Prosedur Pembuatan Perjanjian Internasional
Dibawah Wibawa PBB 43
GAMBAR II Negara-negara yang telah menandatangani UNCAC 2003
dan status ratifikasinya sampai dengan
12 November 2014 59
TABEL I Daftar negara yang telah menandatangani dan
meratifikasi UNCAC 2003, beserta tanggal nya 60
TABEL II Perjanjian-perjanjian ekstradisi Indonesia dengan
Beberapa negara 69
TABEL III Perjanjian-perjanjian MLA Indonesia dengan
DAFTAR SINGKATAN A.
AMLA : ASEAN Mutual Legal Assistance
Ampres : Amanat Presiden
Art : Article
ACCH : Anti Corruption Clearing House
ACCT : ASEAN Convention on Counter Terrorism
ASEAN : Assosiation of South East Asia Nation
C.
CoSP : Conference of the State Parties
CTC : Certified True Copy
D.
DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
H.
HAM : Hak Asasi Manusia
I.
ICJ : International Court of Justice
ICW : Indonesian Corruption Watch
ILO : International Labour Organization
J.
Jo. : Juncto
K.
KA : Kereta Api
Kapolri : Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Kemenkumham : Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi
KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
L.
LBB : Liga Bangsa-Bangsa
M.
Menkumham : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Menlu : Menteri Luar Negeri
MLA : Mutual Legal Assistance
N.
NGO : Non Government Organization
No. : Nomor
P.
PAK : Panitia Antar Kementrian
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
Perpu : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
PPERPRES : Pengesahan Peraturan Presiden
PPTM : Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri
Prolegnas : Program legislasi nasional
R.
RAK : Rapat Antar Kementrian
RI : Republik Indonesia
RPERPRES : Rancangan Peraturan Presiden
RRT : Republik Rakyat Tiongkok
RUU : Rancangan Undang-Undang
T.
TCP : Transfer of Criminal Proceeding
TSP : Transfer of Sentenced Person
U.
UN : United Nations
UNCAC : United Nations Convention Against Corruption
UNESCO : United Nations Economic Social Cultural Organization
UNODC : United Nations Office on Drugs and Crime
UNTOC : United Nations Convention of International Organized Crime
ABSTRAK
UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CONVENTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL DI
BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
*) Holy Apriliani **) Chairul Bariah ***) Mahmul Siregar
Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, karena itu lah tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Pemberantasan korupsi secara global kini sudah merupakan komitmen pemerintah di seluruh negara. Hal ini terbukti dengan telah disahkannya konvensi internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang menentang korupsi yang berjudul United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) pada tahun 2003.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang tindak pidana korupsi, untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama internasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut Konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi, dan untuk mengetahui bagaimana hubungan konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia
Konvensi UNCAC 2003 merupakan sebuah perjanjian internasional (treaty ba sed crimes) yang mengutamakan prinsip-prinsip kesamaan kedaulatan, prinsip integritas nasional dan prinsip non intervensi. .Main point dari konvensi ini adalah kriminalisasi, asset recovery,dan kerjasama internasional. Indonesia ikut menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 18 Desember 2003 dan Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Sebagai konsekuensi bagi negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut, Indonesia akan ikut mendukung sesuai dengan wilayah kedaulatan yang dimiliki. Selain itu Indonesia bisa memanfaatkan konvensi UNCAC 2003 untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia yang sudah melintas batas negara (cross border).
Kata Kunci: Tindak pidana korupsi, UNCAC 2003, perjanjian internasional *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CONVENTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL DI
BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
*) Holy Apriliani **) Chairul Bariah ***) Mahmul Siregar
Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, karena itu lah tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Pemberantasan korupsi secara global kini sudah merupakan komitmen pemerintah di seluruh negara. Hal ini terbukti dengan telah disahkannya konvensi internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang menentang korupsi yang berjudul United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) pada tahun 2003.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang tindak pidana korupsi, untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama internasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut Konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi, dan untuk mengetahui bagaimana hubungan konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia
Konvensi UNCAC 2003 merupakan sebuah perjanjian internasional (treaty ba sed crimes) yang mengutamakan prinsip-prinsip kesamaan kedaulatan, prinsip integritas nasional dan prinsip non intervensi. .Main point dari konvensi ini adalah kriminalisasi, asset recovery,dan kerjasama internasional. Indonesia ikut menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 18 Desember 2003 dan Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Sebagai konsekuensi bagi negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut, Indonesia akan ikut mendukung sesuai dengan wilayah kedaulatan yang dimiliki. Selain itu Indonesia bisa memanfaatkan konvensi UNCAC 2003 untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia yang sudah melintas batas negara (cross border).
Kata Kunci: Tindak pidana korupsi, UNCAC 2003, perjanjian internasional *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masyarakat Indonesia berasal dan terbentuk dari masyarakat adat yang
bersifat multi etnik. Keragaman etnik dan dengan sendirinya keragaman budaya
merupakan mutiara terpendam yang memerlukan penanganan yang sangat
hati-hati, terutama dalam memilih indikator untuk menetapkan jati diri bangsa
Indonesia. Kelangkaan pakar dan pengamat serta tenaga ahli bangsa Indonesia
yang memusatkan perhatian mereka pada budaya Indonesia yang bersifat multi
etnik ini, sesungguhnya turut bertanggung jawab terhadap kenyataan yang ada
sekarang ini, yakni kurang atau tidak dipahaminya secara benar dan tepat
mengenai karakteristik budaya Indonesia tersebut oleh generasi penerus.
Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang
tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada
umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan
kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun
dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi
dituntut cara-cara yang luar biasa sehingga tuntutan akan ketersediaan perangkat
hukum yang sangat luar biasa dan canggih serta kelembagaan yang benar-benar
mampu menangani setiap kasus tindak pidana korupsi tidak dapat dielakkan lagi1.
Seluruh rakyat Indonesia sepakat bahwa tindak pidana korupsi harus dicegah dan
dibasmi dari tanah air, karena korupsi sudah terbukti sangat menyengsarakan
rakyat bahkan sudah sampai tahap sebagai pelanggaran hak ekonomi dan hak
sosial rakyat Indonesia.
Persoalan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia bukan hanya
merupakan persoalan dan penegakan hukum semata-mata, tetapi juga merupakan
persoalan sosial dan psikologi sosial yang sama-sama sangat parahnya dengan
persoalan hukum, sehingga harus segera dibenahi secara simultan. Alasan
mengapa tindak pidana korupsi harus dianggap sebagai sebuah persoalan sosial
adalah karena korupsi telah mengakibatkan tidak adanya pemerataan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tindak pidana korupsi pun harus
dianggap sebagai persoalan psikologi sosial, karena tindak pidana korupsi
merupakan penyakit sosial yang sulit untuk disembuhkan.2
Pemberantasan korupsi secara global kini sudah merupakan komitmen
pemerintah di seluruh negara. Hal ini terbukti dengan telah disahkannya konvensi
internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang menentang
1
Diakses dari http://www.jurnal.usu.ac.id, diakses tanggal 5 Maret 2015
2
korupsi yang berjudul United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
pada tahun 2003.
Akibat tindak pidana korupsi dan dampak yang di timbulkan, tercermin pula
dalam pembukaan (preambule) konvensi UNCAC 2003. Konvensi yang telah di
ratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, dalam pembukaannya
menyatakan bahwa:
“ Concerned a bout the seriousness of problems a nd threa ts posed by corruption to the sta bility a nd security of societies, undermining the institutions a nd va lues of democra cy, ethica l va lues a nd justice a nd jeopa rdizing susta ina ble development a nd the rule of la w;”
("Khawatir tentang keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh
korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga dan
nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta membahayakan
pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum;")
Pernyataan undang-undang tersebut di atas tentunya bukan tanpa alasan,
apalagi sejumlah fakta menunjukkan masih tingginya tingkat korupsi di Indonesia.
Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Menentang
Korupsi (United Nations Convention Against Corruption / UNCAC 2003) yang
diikuti oleh Indonesia pada tanggal 9 Desember 2003 di Merida, Meksiko
bersama 137 negara lainnya menjadi bukti awal komitmen Indonesia untuk
memperbaiki diri melalui pemberantasan korupsi. Dengan ikut sertanya Indonesia
meratifikasi konvensi ini pada tanggal 21 maret 2006 yang kemudian diikuti
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006, menunjukkan
Adanya dukungan internasional yang kuat melalui konvensi ini diharapkan oleh
pemerintah Indonesia dapat mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Selama ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan khusus yang
berlaku sejak tahun 1957 dan telah berubah sebanyak 5 kali, akan tetapi peraturan
perundang-undangan tersebut dianggap tidak memadai karena belum secara
khusus membahas tentang kerjasama internasional dalam hal pengembalian aset3.
Disahkannya UNCAC 2003 juga tidak begitu saja sanggup mengatasi masalah
korupsi yang menggerogoti bangsa ini. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan banyak
usaha dan kesungguhan tidak hanya dari institusi penegak hukum namun juga dari
seluruh elemen masyarakat, karena pelaksanaan UNCAC 2003 tidak hanya
merupakan tanggung jawab pemerintah namun juga menuntut peran aktif dari
sektor swasta dan masyarakat madani (civil society).
Pemberantasan korupsi sebenarnya telah menjadi perhatian Indonesia
terutama setelah berakhirnya era orde baru yang jatuh karena rasa
ketidakpercayaan masyarakat atas pemerintah yang korup. Telah banyak
terobosan yang dilakukan terutama dengan disahkannya Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang pembentukan KPK
(Korupsi Pemberantasan Korupsi) sebagai “sta te a uxilia ry body” yang khusus
menangani korupsi. Dibentuknya KPK sebagai jalan keluar untuk mempercepat
pemberantasan korupsi yang dianggap masih berjalan tersendat selama ini.
3
Sebagai institusi yang mempunyai peran penting dalam upaya
pemberantasan korupsi ini, maka KPK mempunyai kewajiban untuk memastikan
terimplementasinya UNCAC 2003 tersebut. Langkah awal untuk implementasi
UNCAC 2003 adalah menyelaraskan undang-undang tindak pidana korupsi dan
peraturan perundang-undangan yang lain dengan sejumlah ketentuan yang
tercantum dalam UNCAC 2003. Tentunya implementasi UNCAC 2003 tidak
harus menunggu hingga seluruh peraturan perundangan terharmonisasi dengan
UNCAC 2003, karena sebenarnya telah banyak peraturan perundang-undangan
yang mengarah pada pemberantasan dan pencegahan korupsi secara masif seperti
halnya yang diperintahkan oleh konvensi.
Program atau kegiatan yang berhubungan dengan ranah pemberantasan
korupsi tidak hanya berpusat pada kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan
penindakan (penyidikan dan penuntutan) namun termasuk kegiatan yang
berhubungan dengan ranah pencegahan korupsi. Luasnya pemberantasan korupsi
yang diharapkan oleh UNCAC 2003 ini mengandung arti pentingnya peran serta
semua pihak, terutama pemerintah untuk mensukseskan pemberantasan korupsi.
Komitmen pemerintah menjadi penting mengingat pemerintah adalah subyek dan
obyek dalam UNCAC 2003 ini. Terkait dengan UNCAC 2003, komitmen
pemerintah seharusnya dititikberatkan pada usaha pengembalian aset dan bantuan
timbal balik. Karena konvensi ini mengikat banyak negara untuk secara aktif
membuka peluang dalam pengembalian hasil kejahatan korupsi yang tentunya
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk kerjasama internasional dalam hal pemberantasan
tindak pidana korupsi menurut United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003?
2. Bagaimana hubungan United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) 2003 dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia?
3. Bagaimana bentuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan nasional
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan United Nations
Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003?
C.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama internasional dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi menurut Konvensi PBB mengenai
tindak pidana korupsi;
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan konvensi PBB mengenai tindak
pidana korupsi dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di
3. Untuk mengetahui bentuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan
nasional tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan United
Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003.
D.Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat teoritis, yakni untuk menambah bahan penelitian bagi literatur
yang berkenaan dengan tindak pidana korupsi, serta sebagai dasar
penelitian selanjutnya pada bidang yang sama.
2. Manfaat praktis, yakni sebagai pengingat bagi pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia agar tidak melanggar ketentuan yang ada
yang berkenaan dengan tindak pidana korupsi, baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
E.Keaslian Penulisan
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka
penelitian ini mengangkat suatu materi dari mata kuliah pilihan, yaitu hukum
pidana internasional, khususnya yang membahas mengenai tindak pidana korupsi
yang dituangkan dalam sebuah judul penelitian “United Na tions Convention
Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Dalam Kaitannya dengan Pembentukan
Hukum Nasional di Bidang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.
Dalam rangka pengajuan judul penelitian ini, maka harus terlebih dahulu
diperiksa pada arsip bagian departemen Hukum Internasional. Judul yang
diangkat dinyatakan disetujui oleh departemen Hukum Internasional pada tanggal
13 November 2014.
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan pada bagian departemen Hukum
Internasional pada khususnya dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
pada umumnya, diketahui bahwa belum ada penelitian yang secara khusus
membahas tentang United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
2003 Dalam Kaitannya dengan Pembentukan Hukum Nasional di Bidang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga keaslian penulisan yang
dituangkan dapat dipertanggungjawabkan penulisannya.
F. Tinjauan Kepustakaan
Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku,
laporan-laporan, dan informasi dari internet. Untuk itu, diberikan penegasan dan
pengertian dari judul penelitian, yakni yang diambil dari sumber-sumber buku
yang memberikan pengertian terhadap judul penelitian ini, ditinjau dari sudut
etimologi (arti kata) dan pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum
maupun pendapat dari para sarjana sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.
1. Pengertian perjanjian internasional menurut Prof.Mochtar
Kusumaatmadja4
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat
hukum tertentu.
4
Dari batasan di atas jelaslah bahwa untuk dapat dinamakan perjanjian
internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh subjek hukum
internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional.
2. Organisasi dan Organisasi Internasional
Beberapa pengertian organisasi menurut para ahli, yaitu5 :
a. Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola
hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan
atasan mengejar tujuan bersama
b. James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk
setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama
c. Chester I. Bernard berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan
suatu sistem aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih
d. Stephen P. Robbins menyatakan bahwa organisasi adalah kesatuan
(entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah
batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang
relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau
sekelompok tujuan
Sedangkan pengertian organisasi internasional menurut para ahli antara lain6
a. Bowwet D.W. : “....tidak ada suatu batasan mengenai organisasi
publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada
umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen (sebagai
5
Diakses dari, http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi, diakses pada tanggal 4 Maret 2015
6
Diakses dari,
contoh, jawatan pos atau KA) yang didirikan berdasarkan perjanjian
internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral
daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu
mengenai tujuannya”
b. Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta
wewenang dari lembaga internasional dengan negara yang modern.
Starke berpendapat : “Pada awalnya seperti fungsi suatu negara
modern mempunyai hak, kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki
beserta alat perlengkapannya, semua itu diatur oleh hukum nasional
yang dinamakan hukum tata negara sehingga dengan demikian
organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara
modern yang diatur oleh hukum konstitusi nasional”
c. Sumaryo Suryokusumo berpendapat bahwa organisasi internasional
adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek
-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada
waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka
kerja sama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan
kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi
pertikaian yang timbul
d. T. Sugeng Susanto menjelaskan yang dimaksud dengan organisasi
internasional dalam pengertian luas adalah bentuk kerjasama antar
pihak-pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat
orang-perorangan, badan-badan bukan negara yang berada di berbagai
negara atau pemerintah negara. Adapun yang dimaksud dengan tujuan
internasional ialah tujuan bersama yang menyangkut kepentingan
berbagai negara
e. Boer Mauna menyebutkan bahwa pengertian organisasi internasional
menurut Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian
Internasional, yang mana dalam pasal itu disebutkan bahwa organisasi
internasional adalah organisasi antar pemerintah. Menurut Boer
Mauna, pengertian yang diberikan konvensi ini sangat sempit karena
hanya membatasi diri pada hubungan antar pemerintah. Menurutnya,
defenisi inimendapat tantangan dari para penganut defenisi yang luas
menurut NGO’s7
3. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations/UN/PBB)8
Tujuan Berdirinya PBB :
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) didirikan pada tanggal 24 Oktober
1945 Oleh negara-negara Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina
(sekarang Republik Rakyat Tiongkok), Perancis, Uni Soviet (sekarang
Rusia), dan Inggris.
PBB didirikan dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan
keamanan, untuk mengembangkan hubungan persahabatan dan
kerjasama antar bangsa dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi,
7
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, 2008, PT. Alumni, Bandung, hal.459
8
sosial, kebudayaan, dan kemanusiaan, serta memajukan penghormatan
terhadap hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar.
Disamping itu PBB juga bertujuan untuk menjadi pusat dalam
merukunkan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan-tujuan bersama
diatas.
4. Pengertian korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, maka Tindak Pidana Korupsi
itu dapat dilihat dari 2 (dua) segi yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif9.
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah sebagai berikut :
a) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009);10
b) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);
c) Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
9
Prinst Darwan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hal.2
10
pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2009);
d) Percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan
Tindak Pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999);
e) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999);
f) Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal
5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);
g) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999);
h) Pemborong ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
perang (Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001)11;
i) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001);
j) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c (Pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001);
k) Pegawai negeri atau orang lain selain Pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat
berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang,
atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain,
atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
Sedangkan korupsi pasif adalah sebagai berikut :
a) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian
atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
11
yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
b) Hakim atau Advokat yang menerima pemberian atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili atau untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
c) Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara
Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
membiarkan perbuatan curang sebagaimana disebut dalam ayat (1)
huruf a dan huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 7
ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
d) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah
atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaannya atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001);
e) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
kewajibannya; atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf a dan huruf b
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
f) Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui itu patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili (Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
g) Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 12 huruf d
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);
h) Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 13
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
5. Sedangkan yang dimaksud dengan United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) 200312 adalah :
United Na tions Convention a ga inst Corruption (UNCAC) is a multila tera l convention negotia ted by members of the United Na tions. It is the first globa l lega lly binding interna tiona l a nti-corruption instrument. In its 71 Articles divided into 8 Cha pters, UNCAC requires tha t Sta tes Pa rties implement severa l a nti-corruption mea sures which
12
Diakses dari,
ma y a ffect their la ws, institutions a nd pra ctices. These mea sures a im a t preventing corruption, crimina lizing certa in conducts, strengthening interna tiona l la w enforcement a nd judicia l coopera tion, providing effective lega l mecha nisms for asset recovery, technica l a ssista nce a nd informa tion excha nge, a nd mecha nisms for implementa tion of the Convention, including the Conference of the Sta tes Pa rties to the United Na tions Convention aga inst Corruption (CoSP).
Konvensi UNCAC 2003 merupakan konvensi multilateral yang
dinegosiasikan oleh anggota PBB. Konvensi ini merupakan instrumen hukum
intenasional pertama tentang anti - korupsi yang mengikat secara global.
Konvensi ini terdiri atas 71 artikel yang terbagi menjadi 8 bab. Dalam konvensi
UNCAC 2003 disebutkan bahwa Negara-negara Pihak menerapkan beberapa
langkah-langkah anti - korupsi yang dapat mempengaruhi hukum mereka baik
secara institusi maupun praktik. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mencegah
korupsi, kriminalisasi perilaku tertentu, memperkuat penegakan hukum
internasional dan kerjasama yudisial, menyediakan mekanisme hukum yang
efektif untuk pemulihan aset, bantuan teknis dan pertukaran informasi, dan
mekanisme pelaksanaan Konvensi, termasuk Konferensi Negara-Negara Pihak
pada konvensi PBB melawan Korupsi ( CoSP ) .13
G.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
menganalisis norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
13
undangan dan putusan-putusan hakim. Menurut Prof. Soerjono Soekanto14,
penelitian hukum normatif mencakup : penelitian terhadap azas-azas hukum;
penelitian terhadap sistematika hukum; penelitian terhadap taraf sinkronisasi
hukum; penelitian sejarah hukum; dan penelitian perbandingan hukum.
2. Sumber Data
Penelitian hukum pada umumnya membedakan sumber data ke dalam 2
(dua) bagian, yaitu data primer yang diperoleh secara langsung dari masyarakat
dan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Sumber data dalam
penelitian ini merupakan data sekunder, yakni terdiri dari15 :
a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan, dalam hal ini berupa :
1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana
Korupsi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001
2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana
Korupsi
3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Ratifikasi United
Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003
4) Unied Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003
5) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2008, hal.51
15
b) Bahan hukum sekunder adalah bahan acuan yang bersumber dari
buku-buku, surat kabar, media internet serta media massa lainnya
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, seperti karya ilmiah
sarjana, jurnal-jurnal hukum, dan hasil penelitian.
c) Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
seperti kamus-kamus dan ensiklopedia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Studi Dokumen
atau bahan pustaka merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan
melalui data tertulis dengan mempergunakan content analysis.16 Analisis isi
(content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap
isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis isi dapat
digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita
radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir
semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode
penelitian.17 Pengertian lain, menyatakan bahwa Studi Kepustakaan (Library
Resea rch), yaitu studi dokumen dengan mengumpulkan dan mempelajari
buku-buku hukum, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan
bacaan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
16
Soerjono Soekanto, op.cit, hal.21
17
Andre Yuris, Berkenalan dengan Analisis Isi (Content Analysis),
4. Analisis Data
Menurut Berndl Berson, ”Content a na lysis is a resea rch technique for
the objective, systema tic a nd quantita tive description of the manifest content of
communica tion.”18 (kajian isi adalah teknik penelitian untuk keperluan
mendeskripsikan secara obyektif, sistematik dan kuantitatif dari suatu bentuk
komunikasi). Teknik analisis data dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Teknik analisis data kuantitatif yaitu menganalisis dengan pengukuran
data statistik secara obyektif belalui perhitungan ilmiah berasal dari
sampel yang menghubungkan antara pengamatan empiris dan ekspresi
matematis
b. Teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data,
mengkualifikasikan berupa huruf, kemudian menghubungkan teori
yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan
untuk menentukan hasil yang mempergunakan pendekatan yuridis dan
sosiologis.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif,
karena lebih cenderung menggunakan pendekatan teoritis yang lebih
mengutamakan dalamnya data daripada jumlahnya.
H.Sistematika Penulisan
Penelitian skripsi harus mempermudah dalam pemahaman mulai dari
awal permasalahan hingga pembahasan. Sistematika skripsi ini adalah sebagai
berikut :
18
Bab pertama dimulai dari memaparkan latar belakang lahirnya
permasalahan hingga mampu dirumuskan ke dalam 3 (tiga) inti masalah, serta
menguraikan tujuan, manfaat, keaslian penelitian, dan menjabarkan kerangka teori
dan konsep serta metode penelitian.
Bab kedua mulai membahas permasalahan yang pertama yaitu bentuk
kerjasama internasional dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi menurut
konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003. Bab
ini terdiri dari Sejarah Terbentuknya konvensi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003 ; Kedudukan konvensi United Nations Convention
Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Sebagai Sebuah Perjanjian
Internasional;Kekuatan Mengikat konvensi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003; Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan
konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang
kemudian terbagi lagi atas : Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi yang Diatur
Dalam konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003;
Negara-Negara yang Telah Meratifikasi konvensi United Nations Convention
Aga inst Corruption (UNCAC) 2003;dan poin terakhir: Kerjasama Internasional
dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bab ketiga berisi tentang hubungan konvensi United Nations Convention
Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 dengan pemberantasan tindak pidana korupsi
di Indonesia. Bab ini menjelaskan tentang: Ratifikasi konvensi United Nations
Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Oleh Indonesia dan Negara
Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Terhadap Indonesia; Pengaruh konvensi
United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Terhadap
Pembentukan Hukum Anti Korupsi di Indonesia; Pengaruh konvensi United
Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Terhadap Proses
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Bab keempat membahas permasalahan akhir, yaitu bentuk sinkronisasi
peraturan perundang-undangan nasional tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi dengan konvensi United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) 2003. Bab ini akan memaparkan lebih jelas tentang Ketentuan –
Ketentuan konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
2003 yang Diadopsi dalam Hukum Nasional; dan Ketentuan-Ketentuan konvensi
United Na ions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 yang Belum
Diadopsi dalam Hukum Nasional.
Bab kelima merupakan bab penutup dari skripsi ini. Bab ini berisi
kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran
BAB II
KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN KONVENSI UNITED
NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 A.Sejarah Terbentuknya Konvensi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003
Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003
sendiri dibentuk dan dilatarbelakangi oleh suatu realitas bahwa korupsi telah
menimbulkan masalah dan ancaman yang serius bagi stabilitas dan keamanan
masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai
etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan
penegakan hukum. Kondisi ini diperparah oleh sifat dari korupsi yang memiliki
hubungan yang sangat erat dengan bentuk-bentuk kejahatan lain, khususnya
kejahatan terorganisir dan kejahatan ekonomi, termasuk pencucian uang, sehingga
dalam banyak kasus korupsi melibatkan jumlah aset yang merupakan bagian
penting sumber daya negara, dan yang mengancam stabilitas politik dan
pembangunan yang berkelanjutan negara tersebut19
Korupsi juga tidak lagi merupakan masalah lokal, tetapi merupakan
fenomena internasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi,
yang menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan mengendalikannya
sangat penting. Oleh karenanya, suatu pendekatan yang komprehensif dan
multidisipliner diperlukan untuk mencegah dan memberantas korupsi secara
19
efektif. Pendekatan dimaksud salah satunya adalah keberadaan bantuan teknis
yang dapat memainkan peranan penting dalam meningkatkan kemampuan negara,
termasuk dengan memperkuat kapasitas dan dengan peningkatan kemampuan
lembaga untuk mencegah dan memberantas korupsi secara efektif.20
Perubahan fokus internasional terhadap isu korupsi awalnya dipicu oleh
beberapa tindak korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin negara. Tindak
korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin negara seringkali menimbulkan
dampak buruk khususnya bagi negara berkembang. Hal ini dikarenakan tindak
kejahatan korupsi yang dilakukan pemerintah melebihi kekayaan negara yang
telah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.21 Diawali dengan terungkapnya
beberapa kasus tindakan korupsi oleh Transparency International yang dilakukan
oleh Presiden Filipina Ferdinan Marcos pada tahun 1986 yang menyalahgunakan
kekuasaannya sebagai seorang presiden dengan melakukan pencurian penerimaan
negara dan sebagian diinvestasikan dalam bentuk emas batangan. Terhitung mulai
awal Ferdinan Marcos menjabat sebagai Presiden Filipina pada tahun 1965 hingga
1986 Ferdinan Marcos telah mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$5
miliar hingga US$10 miliar. Dikarenakan besarnya jumlah kekayaan negara yang
dikorupsi oleh Ferdinan Marcos, Guinnes book of record memasukkannya sebagai
salah satu pencuri kekayaan negara terbesar sepanjang sejarah.22
Tindak korupsi yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya dilakukan oleh
Ferdinan Marcos, Mobutu Seseseko yang merupakan Presiden dari Zaire telah
20
Mahrus Ali, Asas,Teori, dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, UII Press,Yogyakarta, 2013, hal. 32-33
21
Budi Winarno, Isu-Isu Global Kontemporer , Cetakan Pertama, Caps: Yogyakarta, Yogyakarta, 2013.
22Beberapa Pemimpin Terkorup di Dunia
mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$5 miliar. Selain itu ada Presiden
Nigeria yakni Sani Abacha yang mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$2
miliar hingga US$5 miliar, Presiden Yugoslavia Slobodan yang mengkorupsi
kekayaan negaranya sebesar US$1 miliar, Presiden Haiti J.C. Duvailer yang
melakukan korupsi sebesar US$300 juta hingga US$800 juta, Presiden Peru
Alberto Fujimori sebesar US$600 juta, Presiden Ukraina Pavlo Lazarenko yang
mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$114 juta hingga US$ 200 juta, dan
Presiden Nikaragua Arnoldo Aleman yang melakukan korupsi kekayaan
negaranya sebesar US$100 juta.23
Adapun dampak yang ditimbulkan dari korupsi yang pertama adalah the
ca pture sta te, yang mana korupsi menjadi penghambat dari proses demokrasi dan
dapat menjadi penghambat tercapainya good governance karena korupsi dapat
melemahkan birokrasi sebuah pemerintahan suatu negara, dampak korupsi
berikutnya adalah pada sektor perekonomian. Dalam segi ekonomi negara akan
merasakan secara langsung dampak buruk dari korupsi seperti perkembangan laju
ekonomi negara menjadi terhambat dalam upaya memulihkan perekonomian
negaranya dan jika semua negara memiliki tingkat korupsi yang tinggi maka dapat
mengganggu pemulihan perekonomian global pasca krisis.
Selanjutnya dampak dari tindak korupsi yang dilakukan para pejabat publik
seperti pemerintah berpengaruh terhadap kesejahteraan warganya. Akibat tindak
korupsi yang dilakukan oleh para pejabat publik dapat menggagalkan program
pembangunan yang ditujukan untuk mensejahterakan rakyatnya. Besarnya dana
23
yang dikeluarkan untuk sebuah program pembangunan pada kenyataannya tidak
sesuai dengan wujud dari program tersebut.24 Berdasarkan dari beberapa
penjelasan diatas mengenai besarnya dampak korupsi yang dilakukan oleh pejabat
publik diberbagai aspek membuktikan jika korupsi merupakan permasalahan yang
sangat menghambat bagi kemajuan negara. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat
publik negara dapat menghambat proses demokrasi suatu negara, dalam segi
ekonomi korupsi dapat membuat negara terjebak dalam krisis, sedangkan dalam
segi kesejahteraan warga negara korupsi dapat menyengsarakan rakyat akibat dari
gagalnya program pembangunan yang tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Dalam kaitannya dengan besarnya dampak negatif korupsi dan
permasalahan korupsi, maka dari itu untuk dapat menanggapi permasalahan
korupsi pada saat ini yang masuk dalam kategori isu kontemporer dipicu dari
tindak korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik, pada akhirnya untuk pertama
kali isu korupsi di angkat kedalam ranah internasional dengan mendapat perhatian
dunia sebagai dari salah satu jenis crime pada tahun 2000.25
Masuknya korupsi kedalam ranah internasional dibuktikan dengan
dikeluarkannya resolusi pada tanggal 4 desember 2000 oleh Majelis Umum PBB
yang menyatakan perlunya peraturan dalam menanggulangi permasalahan korupsi
dalam taraf internasional. Sehingga pada akhirnya berdasarkan usulan tersebut
didirikanlah sebuah Panitia Ad Hoc untuk melakukan negosiasi instrumen a gainst
24
http://jurnal-libre.com/pdf, Ibid.
25
corruption di Wina markas kantor Organisasi Internasional United Nations Office
on Drug a nd Crime (UNODC).26
Naskah Konvensi United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) 2003 telah dinegosiasikan selama tujuh sesi oleh Komite Ad Hoc yang
diselenggarakan antara tanggal 21 Januari 2002 dan tanggal 1 Oktober 2003 dan
pada akhirnya setelah melewati negosiasi yang cukup panjang konvensi United
Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 mulai diberlakukan oleh
organisasi internasional UNODC pada tanggal 14 Desember 2005. Konvensi
UNCAC 2003 disini sebagai perjanjian internasional yang berfungsi untuk
memperkuat hukum nasional masing-masing negara dalam hal pemberantasan
korupsi.
Komitmen masyarakat internasional untuk menentang korupsi ditandai
dengan berhasil ditandatanganinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Melawan Korupsi (konvensi United Nations Convention Againts Corruption/
UNCAC 2003) oleh 140 negara di Merida, Meksiko, pada tanggal 9 sampai
dengan tanggal 11 Desember 2003. Sehingga tanggal 9 Desember ditetapkan
sebagai hari Anti Korupsi Sedunia. Konvensi ini sendiri telah diterima secara
resmi oleh Majelis Umum PBB berdasarkan resolusi No. 57/169. Setelah
diratifikasi sekurangnya oleh 30 negara, ia berlaku efektif 14 Desember 2005.
Jumlah negara yang meratifikasi konvensi UNCAC 2003 sampai saat ini adalah
129 negara.27
26Background of United Nation ConventioncAgainst Corruption
, Ibid.
27
Memasuki abad 21 ini, salah satu visi masyarakat internasional adalah
semakin kuatnya kesepakatan untuk saling bekerjasama dalam pemberantasan
praktek-praktek korupsi. Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya deklarasi
untuk memberantas korupsi dalam Konvensi UNCAC 2003 yang diadakan oleh
PBB. Konvensi UNCAC 2003 ini digelar karena korupsi telah menggoyahkan
sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di suatu negara dan
memberikan implikasi pula terhadap masyarakat internasional. Selain itu, korupsi
berpotensi mengganggu stabilitas dan keamanan masyarakat serta dapat
memperlemah nilai-nilai demokrasi, etika, keadilan, dan kepastian hukum.
Melemahnya nilai-nilai ini, akan dapat membahayakan kelangsungan dan
keberlanjutan pembangunan (jeopardizing sustainable development). Dalam
praktiknya, korupsi dapat menjadi mata rantai kejahatan yang terorganisasi (crime
orga nized), pencucian uang (money laundering), dan kejahatan ekonomi
(economic crime) lainnya. Bentuk-bentuk kejahatan besar yang muncul sebagai
akibat dari korupsi ini dapat merusak prinsip-prinsip persaingan sehat (fair
competition) dan menyuburkan persaingan tidak sehat (unfair competition) di
dunia bisnis.28
Sebelum konvensi UNCAC 2003 terbentuk, ada beberapa Konvensi Anti
Korupsi tingkat internasional29 yaitu:
28
Diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105/15/0801.htm, diakses pada tanggal 23 Maret 2015
29
Diakses dari
1. 1977: The United States Congress oleh Perusahaan-perusahaan yang ada
di Amerika Serikat. Kongres ini mengangkat masalah praktek korupsi
berupa kriminalisasi suap oleh pejabat asing.
2. 1980: Cold War security mempromosikan konvensi anti korupsi tingkat
internasional.
3. 1996: The Inter-American Convention against Corruption yang
merupakan Konvensi Anti Korupsi tingkat regional pertama kali.
4. 1997: The OECD Convention dalam memberantas Suap oleh pejabat
asing (Bribery of Foreign Public Officials).
5. 1998-1999: The Council of Europe yang menghasilkan 2 kesepakatan
anti korupsi yaitu : Hukum Kriminal (Criminal La w); Konvensi Hukum
Sipil (Civil La w Convention)
6. 2000: The UN Convention dalam memberantas Transnational Organized
Crime
7. 2003: The African Union Convention yang membahas masalah
pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Konvensi UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption) 2003
adalah konvensi anti korupsi pertama tingkat global yang mengambil pendekatan
komprehensif dalam menyelesaikan masalah korupsi. Konvensi UNCAC 2003
terdiri dari delapan bab dengan 71 pasal yang mengharuskan negara-negara
peratifikasi mengimplementasikan isi dari konvensi tersebut. Adapun tujuan
umum dari Konvensi UNCAC 2003 adalah30:
30
a. Memajukan dan mengambil langkah-langkah tegas dalam pencegahan
(strenghthen measures to prevent and combat corruption more efficiently
a nd effectively).
b. Memajukan, memfasilitasi, dan mendukung kerja sama internasional dan
bantuan teknik dalam mencegah dan memerangi perbuatan korupsi,
termasuk pengembalian aset (to promote, facilitate and support
interna tiona l coopera tion a nd technica l a ssista nce in the prevention of
a nd fight a ga inst corruption, including in a sset recovery).
c. Memajukan integritas, pertanggungjawaban, dan hubungan manajemen
publik yang sesuai dengan kepemilikan umum (to promote integrity,
a ccounta bility a nd proper ma nagement of public a ffa irs a nd public
property).
Lingkup Konvensi UNCAC 2003, pembukaan dan batang tubuh yang terdiri
atas 8 (delapan) bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal dengan sistematika sebagai
berikut31:
a. BAB I : Ketentuan umum, memuat pernyataan tujuan; penggunaan
istilah-istilah; ruang lingkup pemberlakuan; dan perlindungan
kedaulatan.
b. BAB II : Tindakan-tindakan pencegahan, memuat kebijakan dan praktek
pencegahan korupsi; badan atau badan-badan pencegahan korupsi; sektor
publik; aturan perilaku bagi pejabat publik; pengadaan umum dan
pengelolaan keuangan publik; pelaporan publik; tindakan-tindakan yang
31
berhubungan dengan jasa-jasa peradilan dan penuntutan; sektor swasta;
partisipasi masyarakat; dan tindakan-tindakan untuk mencegah pencucian
uang.
c. BAB III : Kriminalitas dan penegakan hukum, memuat penyuapan
pejabat-pejabat publik nasional, penyuapan pejabat-pejabat publik asing
dan pejabat-pejabat organisasi-organisasi internasional publik;
penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain kekayaan oleh
pejabat publik; memperdagangkan pengaruh; penyalahgunaan fungsi;
memperkaya diri secara tidak sah; penyuapan di sektor swasta;
penggelapan kekayaan di sektor swasta; pencucian hasil-hasil kejahatan;
penyembunyian; penghalangan jalannya proses pengadilan; tanggung
jawab badan-badan hukum; keikutsertaan dan percobaan; pengetahuan,
maksud dan tujuan sebagai unsur kejahatan; aturan pembatasan;
penuntutan dan pengadilan, dan saksi-saksi; pembekuan, penyitaan dan
perampasan; perlindungan para saksi, ahli dan korban; perlindungan bagi
orang-orang yang melaporkan; akibat-akibat tindakan korupsi;
kompensasi atas kerugian; badan-badan berwenang khusus; kerja sama
dengan badan-badan penegak hukum; kerjasama antar badan-badan
berwenang nasional; kerjasama antara badan-badan berwenang nasional
dan sektor swasta; kerahasian bank; catatan kejahatan; dan yurisdiksi.
d. BAB IV : Kerjasama internasional. memuat ekstradisi; transfer
kerjasama penegakan hukum; penyidikan bersama; dan teknik-teknik
penyidikan khusus.
e. BAB V : Pengembalian aset, memuat pencegahan dan deteksi transfer
hasil-hasil kejahatan; tindakan-tindakan untuk pengembalian langsung
atas kekayaan; mekanisme untuk pengembalian kekayaan melalui
kerjasama internasional dalam perampasan; kerjasama internasional
untuk tujuan perampasan; kerjasama khusus; pengembalian dan
penyerahan aset; unit intelejen keuangan; dan perjanjian-perjanjian dan
pengaturan-pengaturan bilateral dan multilateral.
f. BAB VI : Bantuan teknis dan pertukaran informasi, memuat pelatihan
dan bantuan teknis; pengumpulan, pertukaran, dan analisis informasi
tentang korupsi; dan tindakan-tindakan lain; pelaksanaan konvensi
melalui pembangunan ekonomi dan bantuan teknis.
g. BAB VII : Mekanisme-mekanisme pelaksanaan, memuat konferensi
negara-negara pihak pada konvensi; dan sekretariat. dan pemberantasan
korupsi secara efektif dan efisien.
h. BAB VIII : Ketentuan-ketentuan akhir, memuat pelaksanaan konvensi;
penyelesaian sengketa; penandatanganan, pengesahan, penerimaan,
persetujuan, dan aksesi; pemberlakuan; amandemen; penarikan diri;
penyimpanan dan bahasa-bahasa.
Konvensi UNCAC 2003 adalah Konvensi Anti Korupsi yang berlaku secara
global, yang dirancang untuk mencegah dan memerangi korupsi secara