• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Auditor

1. Etika

a. Pengertian Etika

Etika dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu: etos

berarti kebiasaan atau adat, dan ethiokos berarti perasaan batin atau kecenderungan batin mendorong manusia dalam bertingkah laku. ”Etika sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Etika (ethics) menurut Arens (2008:98) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral.

Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Ludigdo (2006) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku tidak etis akuntan.

Penelitian etika (akuntan) di Indonesia telah banyak dilakukan. Namun penelitian ini masih terbatas pada aspek kognitif akuntan (berkaitan dengan pengambilan keputusan etis). Penelitian ditekankan pada aspek kognitif tersebut referensi utamanya adalah Theory of

21

Moral Reasoning yang dikembangkan oleh Kohlberg dan Defining Issues Test (DIT) yang dikembangkan oleh Rest. Mendasarkan pada kedua model ini, penelitian etika pada umumnya mengembangkan instrumen yang berisi situasi pengambilan keputusan etis dan pendekatannya positivistik.

Diskusi tentang etika telah berlangsung selama berabad-abad semenjak jaman Yunani Kuno. Berbagai aliran pemikiran etika dalam mengkaji moralitas suatu tindakan telah berkembang sedemikian luasnya. Berdasarkan historisnya, pemikiran-pemikiran etika berkembang meliputi aliran-aliran etika klasik yang berasal dari pemikiran para filosof Yunani, etika kontemporer dari pemikiran Eropa abad pertengahan sampai abad 20-an, serta aliran etika dari pemikiran kalangan agamawan Islam yang selalu mengacu pada Al-Qur’an dan As-Sunah (Ludigdo, 2006).

Di Indonesia, etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus. Selain kaidah etika, masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah professional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena merupakan konsensus, maka etika dinyatakan secara tertulis atau formal yang selanjutnya disebut sebagai ”kode etik”. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu dikucilkan atau diasingkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan (Desriani,1993) dalam Aini (2009).

22 Untuk kalangan profesional, dimana pengaturan etika dibuat untuk menghasilkan kinerja etis yang memadai maka kemudian asosiasi profesi merumuskan suatu kode etik. Kode etik profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat karena dengan mematuhi kode etik, akuntan diharapkan dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling baik bagi masyarakat (Baidaie, 2000 dalam Ludigdo, 2006). Dalam kerangka inilah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merumuskan suatu kode etik yang meliputi mukadimah dan delapan prinsip etika yang harus dipedomani oleh semua anggota, serta aturan etika dan interpretasi aturan etika yang wajib dipatuhi oleh masing-masing anggota kompartemen.

b. Prinsip Dasar Etika Profesi

Menurut Kode Etik Profesi Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI, 2009:4-5) ada lima jenis Prinsip Dasar Etika Profesi yaitu Prinsip Integritas, Prinsip Objektivitas, Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional (professional competence and due care), Prinsip Kerahasiaan, dan Prinsip Perilaku Profesional. Berikut adalah penjelasan dari kelima jenis prinsip, yaitu: 1) Prinsip Integritas.

Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.

23 2) Prinsip Objektivitas.

Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan professional atau pertimbangan bisnisnya.

3) Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional (professional competence and due care).

Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etikprofesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

4) Prinsip Kerahasiaan.

Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku.

24 Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.

5) Prinsip Perilaku Profesional.

Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Menurut Joseph Institute For Advancement of Ethics (Arens, 2008:99) yang merupakan sebuah organisasi nirlaba bagi pengembangan kualitas etika masyarakat di Amerika, Prinsip-prinsip etika ada enam, yaitu Dapat dipercaya (trustworthiness), Penghargaan (respect), Pertanggungjawaban (responsibility), Kelayakan (fairness), Perhatian (caring), dan Kewarganegaraan (citizenship).

1) Dapat dipercaya (trustworthiness).

Mencakup kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyalitas. Kejujuran menuntut itikad baik untuk mengemukakan kebenaran. Integritas berarti bahwa seseorang bertindak sesuai dengan kesadaran yang tinggi, dalam situasi apapun. Reliabilitas berarti melakukan semua usaha yang masuk akal untuk memenuhi komitmennya. Loyalitas adalah tanggungjawab untuk mengutamakan dan melindungi berbagai kepentingan masyarakat dan organisasi tertentu.

25 2) Penghargaan (respect).

Mencakup gagasan seperti kepantasan (civility), kesopansantunan (courtesy), kehormatan, toleransi, dan penerimaan. Seseorang yang terhormat akan memperlakukan pihak lainnya dengan penuh pertimbangan dan menerima perbedaan serta keyakinan pribadi tanpa berprasangka buruk.

3) Pertanggungjawaban (responsibility).

Berarti bertanggungjawab atas tindakan seseorang serta dapat menahan diri. Pertanggungjawaban juga berarti berusaha sebaik mungkin dan memberi teladan dengan contoh, mencakup juga ketekunan serta upaya untuk terus melakukan perbaikan.

4) Kelayakan (fairness).

Kelayakan dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan. Perlakuan yang layak berarti bahwa situasi yang serupa akan ditangani dengan cara yang serupa pula.

5) Perhatian (caring).

Berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan sesama serta memperlihatkan perbuatan baik.

6) Kewarganegaraan (citizenship).

Kewarganegaran termasuk kepatuhan pada undang-undang serta melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses

26 dalam masyarakat berjalan dengan baik, antara lain pemungutan suara, bertindak sebagai juri pengadilan di Amerika Serikat, dan melindungi sumber daya alam yang ada.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa persamaan antara Prinsip etika menurut IAPI di Indonesia dengan Prinsip etika menurut Josephson Institute for Ethics

di Amerika yaitu setiap Praktisi harus memiliki Prinsip Integritas, Objektivitas, Kejujuran, Kompetensi, Kerahasiaan, Loyalitas, Tanggung jawab, serta Patuh terhadap peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip-prinsip etika tersebut harus dijunjung tinggi oleh seorang Auditor agar mencerminkan perilaku profesional dalam menjalankan tugasnya.

c. Dilema Etika

Menurut Arens (2008:100) Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat. Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka. Auditor yang menghadapi klien yang mengancam akan mencari auditor baru kecuali bersedia menerbitkan suatu pendapat wajar tanpa pengecualian, akan mengalami dilema etika bila pendapat wajar tanpa pengecualian itu tidak tepat.

Dalam tahun-tahun terakhir, telah dikembangkan kerangka kerja formal untuk membantu orang-orang menyelesaikan dilema

Dokumen terkait