• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Pemerintahan di Indonesia

Dalam dokumen MEMAHAMI SISTEM PEMERINTAH PUSAT p1 (Halaman 56-62)

Karena ilmu pemerintahan itu sama sebagaimana ilmu-ilmu kenegaraan lainnya yang banyak berkonotasi pada masalah

kekuasaan, maka dikhawatirkan timbul kecenderungan pada kesewenang-wenangan, oleh karena itu diperlukan etika yang berakhir dari moral dan norma agama. Kebanyakan orang merasa bahwa norma-norma dan hukum-hukum mempunyai peranan yang besar dalam bidang etika. Karena kalau tidak demikian apapun yang diatur akan menemukan kesewenang-wenangan, dan akhirnya gilirannya menjadi ketiranian. Etika artinya sama dengan kata

Indonesia „Kesusilaan , kata dasarnya adalah, susila kemudian diberi‟ awalan ke dan akhiran an. „Susila berasal dari bahasa Sansekerta, ‟ „Su berarti baik, dan „Sila berarti norma kehidupan. Jadi „Etika ‟ ‟ ‟ berarti menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma

kehidupan yang baik. Asal kata „etika itu sendiri sebenarnya berasal‟ dari perkataan Yunani „Ethos yang berarti watak atau adat. Kata ini ‟ identik dengan asal kata „Moral dari bahasa Latin „Mos (bentuk ‟ ‟ jamaknya adalah „Mores ) yang berarti adat atau moral hidup. Jadi ‟ kedua kata tersebut (etika dan moral) menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia.

Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai suatu atau setiap kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa taat dan patuh kepada seperangkat peraturan-peraturan kesusilaan. Berbagai kasus yang non etis (tidak beretika) terjadi di sekililing kita, beberapa diantaranya yang dapat tercatat antara lain sebagai berikut:

i) Seorang tukang becak yang matanya terasa sedikit gatal berobat ke rumah sakit. Oleh dokter serta merta mata tersebut dioperasi, dengan catatan setelah pulang jangan dibuka balutnya sampai kemudian datang lagi untuk diperiksa dalam berobat jalan. Sayang, di rumah balut mata tersebut terbuka dan sang istri

menyaksikan sendiri rongga mata suaminya bolong berlubang. Rupanya sang dokter lebih butuh uang hasil penjualan kornea mata yang melekat pada mata pasiennya, daripada menghargai organ tubuh terpenting pasiennya itu.

ii) Masih dari segi medis, seorang perawat menjawab dengan tegas permintaan seorang ibu yang datang menggendong anaknya karena demam panas. “Ibu tidak disiplin, mengapa datang jam begini, besok saja kembali lagi.” Sang ibu dengan berhiba

menjawab: “Bukankah besok hari Minggu”. Dengan gamblang petugas yang disiplin ini menangkis: “Kalau begitu ibu kembali lagi hari

Senin, sekarang saya harus mengerjakan tugas lain, saya bukan hanya melayani ibu saja, banyak tugas yang harus diselesaikan”.

iii) Kejadian perampokan, pencurian, pencolongan dan penodongan di suatu kota sulit sekali dideteksi, karena pelakunya selalu tidak diketahui ke mana larinya dan di mana tempat

tinggalnya. Tetapi ketika suatu kali seseorang berhasil melacaknya, orang tersebut menjadi terperangah karena menyaksikan sang perampok dengan mulus lari dari penjara tempat tinggalnya. Ia memang sengaja dilepas oleh petugas penjara, untuk mencari

tambahan penghasilan mereka bersama, sudah barang tentu hasilnya dibagi-bagi.

iv) Seorang wakil rakyat yang duduk di majelis, mewakili kaum buruh yang diperjuangkan haknya agar tidak senantiasa

ditekan dan dirugikan. Tetapi yang bersangkutan pada kenyataannya sehari-hari terlibat kasus penyiksaan pada pembantu rumah

tangganya sendiri. Betapa memprihatinkan seorang pembantu yang lugu ternyata mendapat perlakuan yang sangat menyedihkan, gajinya tidak dibayarkan, ia juga mendapat siksaan berat sekujur tubuhnya penuh dengan bekas tindakan kekerasaan. Seperangkat perlakuan yang dilakukan majikannya antara lain menyiram dengan air panas, menyetrika punggung, menendang, menembak kakinya dengan senapan angin, memborgol, tidak memberi makan, tidak

membayarkan gaji, serta memperkosa.

v) Beberapa orang petugas keamanan dan ketertiban, mengejar sekelompok anak muda yang baru saja dilaporkan habis memperkosa seorang gadis belia. Tetapi sewaktu gerombolan anak- anak muda itu masuk ke rumah ayahnya yang menjadi pejabat teras daerah pemerintah setempat, para petugas keamanan dan ketertiban tersebut tidak lagi melanjutkan pengejaran buruannya, mereka hanya berputar- putar saja sekeliling rumah, gentar untuk masuk ke dalam. Kejadian itu kemudian hanya hilang begitu saja.

vi) Para pejabat keuangan dan kebendaharawan berusaha untuk ikut melakukan pembelian, yang seharusnya dipesan bagian

pengadaan perlengkapan dan pembelian. Sehingga pemborong dan toko yang merasa dijadikan langganan, untuk melancarkan

perdagangannya memberikan komisi pada sang pejabat.

Pada giliranya terjadi kerancuan, barang yang dipesan tidak lagi memenuhi target permintaan, asal jadi dan merugikan negara, karena sang pejabat yang disogok tidak mempunyai keberanian untuk membantah, tender telak dimenangkan secara kolega atau bahkan primordial. Seluruh kejadian di atas dilakukan oleh aparat pemerintah yang sempat disajikan oleh berbagai media massa.

Sepertinya kasus-kasus non etis di atas sudah menjadi hal yang tidak asing lagi di dekitar kita. Sudah seharusnya kita membenahi diri masing- masing di saat aparat pemerintah pun tidak lagi bisa dijadikan sebagai acuan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan makalah ini, kami dapat simpulkan bahwa sistem pemerintahan negara Indonesia menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan

penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, lembaga-lembaga negara berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis. Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu

disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.

Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala

pemerintahan.

Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem

pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan

presidensial. Sistem pemerintahan negara Indonesia berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di negara lain. Namun,

terdapat juga beberapa persamaan antarsistem pemerintahan negara. Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan yang sama. Perubahan pemerintah di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara. Perubahan pemerintahan di Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi.

Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem

pemerintahan. Pada tahun 1945-1949 Indonesia menganut sistem

pemerintahan parlementer. Kemudian pada tahun 1949-1950 Indonesia menganut sistem parlementer kabinet semu yang

didasarkan pada konnstitusi RIS. Pada tahun 1950-1959 Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer kabinet dengan

demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Indonesia pernah menganut sistem pemerintahan demokrasi terpimpin pada tahun 1959-1966. Setelah itu, Indonesia dibawah kepemimpinan Soeharto dari tahun 1968-1988 menjalankan sistem pemerintahan orde baru. Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi Pancasila hingga sekarang. Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa

pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya

kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945

tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem

pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada

keuntungan yang didapatkanya. Memasuki masa Reformasi ini,

bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang

konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Dalam menjalankan sistem pemerintahan perlu memperhatikan asas pemerintahan. Asas adalah dasar, pedoman atau sesuatu yang

dianggap kebenaraannya, yang menjadi tujuan berpikir dan prinsip yang menjadi pegangan. Jadi dengan demikian yang menjadi asas ilmu pemerintahan adalah dasar dari suatu sistem pemerintahan seperti ideologi suatu bangsa, filsafah hidup dan konstitusi yang membentuk sistem pemerintahannya.

B. Saran

Sudah saatnya, kita bersama-sama bergerak untuk mencapai angan demokrasi yang telah dicita-citakan oleh para pemimpin- pemimpin dan tokoh-tokoh Indonesia. Unsur-unsur demokrasi yang kadang menjadi akar permasalahan harus bisa diselesaikan dan diperbaiki, karena konsep demokrasi bukan hak paten yang tidak bisa diubah. Ia harus bersifat dinamis dan bisa mengikuti kultur sosial- politik-budaya Negara yang menggunakannya sebagai asas negara. Usaha perubahan tersebutsebenarnya telah sering dilakukan dan sayangnya malah menjadi ancaman bukan kenyamanan. Rakyat perlu diperkuat kembali bahwa mereka bukan alat kekuasaan yang dengan mudah diatur kesana ke mari. Elit penguasa dan rakyat harus bisa bekerja sama selama tujuan demokrasi menjadi patokan utama bernegara yang baik.

Dalam dokumen MEMAHAMI SISTEM PEMERINTAH PUSAT p1 (Halaman 56-62)

Dokumen terkait