• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TENTANG NOTARIS, AKTA NOTARIS, MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DAN PENGAWASAN TERHADAP NOTARIS

3. Etika Pengawasan

69

patokan, kaidah atau ukuran yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang yang harus diikuti dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan agar dicapai mutu pengawasan yang dikehendaki.83

3. Etika Pengawasan

Kata “etika “ atau “etik” diperoleh dari bahasa asing. Dalam bahasa

Belanda dikenal kata “ethiek atau ethica” yang artinya dijelaskan sebagai

“falsafah tenang moral, ilmu moral, etika”.84

Arti kata ethics dalam bahasa Inggris ada baiknya diambil dari The Harper Dictionary of Modern Thought yang dikutip oleh Sujamto dalam bukunya berjudul “Norma dan Etika Pengawasan” menyatakan : The branch of Philosophy that investigate morality and particular, the varities of thinking by whom human conduct is guided and may be appraised. Its spesial concern is with the Meaning and justification of utterencas about the rightness or wrongnes of actions, the virtue or vice of the motives which prompt them, the praiseworthness or blame worthiness of the agents who perform them, and the goodness or badness of the consequneces to which they give rise. Terjemahannya: Suatu Cabang Filsafat yang menyelidiki moralis dan khususnya, keragamaan pemikiran dengan mana perilaku manusia dituntun dan dinilai. Perhatian utamanya adalah tentang Makna dan pertimbangan akan pertanyaan-pertanyaan tentang benar atau salahnya tindaka-tindakan, kemuliaan atau kenistaan motif-motif yang mendasari tindakan-tindakan tersebut, kepatutan dan ketidakpatutan para

83

Sujamto, 1989, Norma dan Etika Pengawasan, Sinar Grafika, Jakarta, hal 18

84

70

pelaku tindakan tersebut, serta kebaikan atau keburukan akibat-akibat yang timbul dari tindakantindakantersebut.85

Secara etimologis, kata ethics dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin ethicus dan kata Yunani ethikos, yang berarti moral. Jadi pada dasarnya, etika adalah suatu cabang filsafat yang obyek penyelidikannya adalah moral atau tingkah laku manusia.

Kedudukan etika dalam filsafat, secara singkat dijelaskan oleh Poedjawijatna sebagai berikut :

“Etika merupakan bagian dari filsafat. Sebagai ilmu etika mencari

kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan (benar) yang sedalam-dalamnnya. Sebagai tugas tertentu bagi Etika, ia mencari ukuran baik-buruk bagi tingkah laku manusia. Ada yang menyebut Etika itu filsafat kesusilaan, ini sama, karena Etika hendak mencari ukuran, mana yang susila itu, artinya, tindakan manusia manakah

yang baik”.86 2.4.4 Kode Etik Notaris

Etika berasal dari kata ”ethos” sebuah kata dari Yunani, yang diartikan identik dengan moral atau moralitas.87 Istilah ini dijadikan sebagai pedoman atau ukuran bagi tindakan manusia dengan penilaian baik atau buruk dan benar atau salah. Etika melibatkan analisis kritis mengenai tindakan manusia untuk menentukan suatu nilai benar dan salah dari segi kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu istilah etika sering juga diartikan dengan tata krama, sopan santun, pedoman moral, dan norma susila.

85

Sujamto, Op.Cit., hal. 18

86 Poedjawijatna, 1984, Etika Filsafat Tingkath Laku, Bina Aksara, Jakarta, hal 6

87

H. Budi Untung, 2001, Visi Global Notaris, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal. 65

71

Etika merupakan cabang filsafat yang membahas tentang nilai dan norma moral yang mengatur perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dan institusi di dalam masyarakat. Oleh karena itu etika merupakan ilmu yang memberikan pedoman norma tentang bagaimana hidup manusia diatur secara harmonis, agar tercapai keselarasan dan keserasian dalam kehidupan baik antar sesama manusia maupun antar manusia dengan lingkungannya, juga mengatur tata hubungan antara institusi di dalam masyarakat dengan institusi lain dalam sistem masyarakat dan environment (lingkungannya).88 Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dipergunakannya etika dalam pergaulan antar masyarakat pada hakikatnya agar tercipta suatu hubungan yang harmonis, serasi dan saling menguntungkan.

Notaris sebagai salah satu element manusia harus memperhatikan etika dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya, sehingga Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik oleh Notaris juga memerlukan suatu Kode Etik Notaris.89

Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Kode Etik Notaris 2015, hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia, Banten, 29-30 Mei 2015, pengertian Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan

88

Ibid, hal. 66 89

Putri A.R., 2015, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Sofmedia, Jakarta, hal.5.

72

disebut ”perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti pada saat menjalankan jabatan.

Hardjo Gunawan berpendapat bahwa ada beberapa alasan diperlukannya kode etik profesi, yaitu :

1. Kode etik profesi dipakai sebagai sarana kontrol sosial

2. Kode etik profesi mencegah pengawasan ataupun campur tangan dari luar terhadap intern perilaku anggota-anggota kelompok profesi tersebut, karena nilai-nilai etika;

3. Kode etik profesi penting untuk pengembangan patokan kehendak yang tinggi dari para anggota kelompok profesi tersebut yakni meningkatkan tingkat profesioanlismenya guna peningkatan mutu pelayanan yang baik dan bermutu kepada masyarakat umum yang membutuhkan jasa pelayanan mereka.90

Adanya Kode Etik dalam kalangan Notaris, pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu perlu dilakukan dengan cara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 Kode Etik dalam Kongres Luar Biasa INI Tahun 2015, yaitu :

1. Pada tingkat Kabupaten/Kota oleh Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.

2. Pada tingkat Propinsi oleh Pengurus Wilayah dan Dewan Kehormatan Wilayah.

90

73

3. Pada tingkat Nasional oleh Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat. Berdasarkan Pasal 9 Kode Etik dalam Kongres Luar Biasa INI Tahun 2015, dalam rangka penegakan Kode Etik dilakukan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam hal :

1. Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah/Dewan Kehormatan Pusat setelah menemukan fakta dugaan Pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 di atas, selambat-Iambatnya dalam waktu 14 (empat belas) han kerja Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib memanggil secara tertulis anggota yang bersangkutan untuk memastikan terjadinya Pelanggaran Kode Etik oleh anggota perkumpulan dan membenikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk membenikan penjelasan dan pembelaan. Pemanggilan tersebut dikinimkan selambat-Iambatnya 14 (empat belas) han kerja sebelum tanggal pemeniksaan.

2. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada tanggal yang telah ditentukan, maka Dewan Kehonmatan yang memeniksa akan memanggil kembali untuk yang kedua kali selambat-Iambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pemanggilan pertama.

3. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada pemanggilan Kehormatan yang memeriksa akan memanggil kembali untuk yang lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pemanggilan kedua.

4. Apabila setelah pemanggilan ketiga (3) ternyata masih juga tidak hadir, maka Dewan Kehormatan yang memeriksa tetap bersidang dan

74

menentukan keputusan dan/atau penjatuhan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Kode Etik.

5. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dibuat berita ditandatangani oleh anggota yang bersangkutan dan Dewan Dalam hal anggota yang bersangkutan tidak bersedia pemeriksaan, maka berita acara pemeriksaan cukup ditandatangani oleh Dewan Kehormatan yang memeriksa.

6. Dewan Kehormatan yang memeriksa, selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal sidang terakhir, diwajibkan untuk mengambil keputusan atas hasil pemeriksaan tersebut sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya apabila yang terbukti ada pelanggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 Kode Etik dituangkan dalam Surat Keputusan.

7. Apabila anggota yang bersangkutan tidak terbukti melakukan Pelanggaran, maka anggota tersebut dipulihkan namanya dengan Surat Keputusan Dewan Kehormatan yang memeriksa.

8. Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib mengirimkan Surat Keputusan tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.

9. Dalam hal keputusan Sanksi diputuskan oleh dan dalam Kongres, waib diberitahukan oleh Kongres kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan

75

Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.

10.Pemeriksaan dan pengambilan keputusan sdang, Dewan Kehormatan yang memeriksa harus:

a. Tetap menghormati dan menjunjung tinggi martabat anggota yang bersangkutan;

b. Selalu menjaga suasana kekeluargaan; dan c. Merahasiakan segala hal yang ditemukannya.

11.Sidang pemeriksaan dilakukan secara tertutup, sedangkan pembacaan keputusan dilakukan secara terbuka.

12.Sidang Dewan Kehormatan yang memeriksa sah jika dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota. Apabila pada pembukaan sidang jumlah korum tidak tercapai, maka sidang diundur selama 30 (tiga puluh) menit. Apabila setelah pengunduran waktu tersebut korum belum juga tercapai, maka sidang dianggap sah dan dapat mengambil keputusan yang sah.

13.Setiap anggota Dewan Kehormatan yang memeriksa mempunyai hak untuk mengeluarkan satu suara.

14.Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka tugas dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dilimpahkan kepada Dewan Kehormatan Wilayah.

Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan. Dewan kehormatan Daerah kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dari tempat kedudukan

76

atau tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang dihadapinya.

Terhadap hal tersebut di atas, berdasarkan Pasal 6 Kode Etik dalam Kongres Luar Biasa I.N.I Tahun 2015 maka sanksi yang dapat dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa :

1. Teguran; 2. Peringatan;

3. Pemberhentian sementara dan keanggotaan Perkumpulan;

4. Pemberhentian dengan hormat clan keanggotaan Perkumpulan; dan 5. Pemberhentian dengan tidak hormat dan keanggotaan Perkumpulan.

Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.