• Tidak ada hasil yang ditemukan

c) Surah An-Nisā’ Ayat 36

G. Etika Takziah

Abu Bakar Jabir dalam Halimang mengatakan bahwa, takziah adalah suatu kegiatan menghibur dan menyabarkan, yang dilakukan oleh seseorang terhadap seseorang yang lain yang sedang tertimpa musibah (ditinggal wafat keluarganya), dengan menggunakan kata-kata yang lembut, dengan tujuan agar seseorang yang tertimpa musibah tersebut bisa berkurang bebannya atau berkurang kesedihannya.

Takziah merupakan suatu perkara sunnah, yang diajarkan oleh Rasulullah, yang bagus untuk kita amalkan dalam kehidupan bermasyarakat, yang mana dengan melakukan hal tersebut, dari sisi agama, kita akan mendapatkan suatu balasan kemuliaan dari Allah sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Rasulullah yang bunyinya sebagai berikut.

َّلَج َو َّزَع ُالله ُهاَسَك َّلِا ِهِتَبْي ِصُمِب ُهاَخَا ْي ِّزَعُي ٍنِمْؤُم ْنِم اَم

ِةَما َرَكْلا ِلَلُح ْنِم

“Tidaklah seorang mukmin yang bertakziah kepada saudaranya atas musibah yang menimpanya, kecuali Allah l akan memakaikan pakaian kemuliaan kepadanya.” (HR. Baihaqi dan Ibnu Majah).238 Subhānallāh.

Imam an-Nawawi mengatakan, kalimat lembut yang digunakan untuk menghibur saudara yang tertimpa musibah, boleh dengan menggunakan kalimat apa saja, selama kalimat tersebut tidak melanggar baik “norma insani” maupun “norma Qur’ani”. Namun kata beliau (Imam Nawawi) ada satu kalimat yang beliau sukai, yang bagus untuk diucapkan oleh seorang muslim kepada muslim lainnya, pada saat ia sedang bertakziah. Adapun kalimat tersebut, bunyinya adalah sebagai berikut.

َكِتِّيَمِل َرَفَغ َو ،َكَءاَزَع َنَسْحَا َو ،َكَرْجَأ ُالله َمَظْعَا

“Semoga Allah menjadikan besar pahalamu, memperbagus kesabaranmu, dan mengampuni dosa si mayit.”239

Etika (adab) yang lain yang bagus juga dilakukan pada saat bertakziah, di samping menghibur dengan kalimat lembut sebagaimana disebutkan di atas, juga bisa dilakukan dengan menunjukkan sikap rasa belasungkawa kepada keluarga yang bersedih atau yang tertimpa musibah. Sikap belasungkawa ini, salahsatunya bisa dengan mendoakan almarhum(ah) agar mendapat rahmat dari Allah, menampakkan kesedihan, dan menyebutkan kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh almarhum(ah) semasa hidupnya.

Abdullah bin Amr bin Ash, dalam suatu riwayat mengatakan, Rasulullah berkata kepada Fatimah, wahai Fatimah, apa yang menyebabkan engkau keluar? Fatimah menjawab, saya mendatangi keluarga yang ditinggal meninggal, lalu saya 239 Ibid., h. 391.

mengucapkan doa agar si mayit mendapatkan rahmat kepada mereka, atau menghibur mereka.240 Māsyā’allāh.

Demikan paparan sederhana terkait pendidikan Muamalah (Sosial) yang dapat penulis sajikan. Pendidikan Muamalah (Sosial) adalah suatu upaya mendidik (membina, membimbing, dan membangun) individu, yang dilakukan secara sengaja, dengan tujuan agar individu tersebut menjadi individu yang bertanggungjawab, individu yang dapat mendorong terjadinya perubahan dan kemajuan di masyarakat.

Jika dilihat dari makna pendidikan yang dikemukakan oleh Joesef dan ‘Ulwan di atas, maka sedikitnya ada tiga belas nilai Muamalah (Sosial) yang diajarkan dalam ajaran Islam. Diantaranya, ajaran tentang ketakwaan, ajaran untuk tidak membeda-bedakan (dari segi kemanusiaan), saling mengenal (silsilah keturunan) antara satu sama lain, saling tolong menolong (At-Taʻāwun) atau solidaritas sosial antar orang beriman, berbuat baik (peduli) terhadap sesama yang dimulai dari terhadap kedua orang tua sampai kepada ‘ibnu sabil’, saling berdamai (Aṣ-Ṣulḥu) dalam hal yang baik atau halal, tidak berdebat yang dapat menimbulkan sifat tercela atau penyakit batin, memperkuat tali silaturahim, persaudaraan, kasih sayang, saling memaafkan, menjaga hak orang lain, dan menjaga etika di masyarakat.

Ada dua strategi yang dapat digunakan dalam menghadapi permasalahan kecemburuan sosial. Pertama, strategi secara Islam berupa Musyawarah. Dan kedua, strategi secara Barat (kajian ilmu sosial) berupa teori Keadilan Sosial. Musyawarah 240 Ibid., h. 392.

mengedepankan hak berpendapat setiap individu, sehingga dianggap dapat menghindari kecemburuan sosial dalam hal berpendapat, dan berpotensi memberikan suatu putusan yang non kontroversial. Sedangkan teori Keadilan Sosial mengedepankan prinsip egaliter, sosial, dan liberal dalam memandang keadilan, sehingga teori ini juga dianggap mampu menghindari kecemburuan sosial di masyarkat, terutama dalam hal keadilan distributif.

Dalam hal pendidikan Muamalah (Sosial) anak dalam keluarga, sedikitnya ada enam pendidikan Muamalah (Sosial) yang bagus untuk diajarkan kepada anak sejak dini, agar kelak anak tersebut memiliki sikap bijaksana dan adab pergaulan di masyarakat yang baik, diantaranya seperti takwa )ى َوــْقَّتلا(, persaudaraan )ُة َوــْخُ ْلأا(, kasih sayang )ُةــَمْحَّرلا(, memaafkan ) ُوــْفَعْلا(, menjaga hak orang lain )َنــْي ِرَخ ْلا ِق ْوــُقُح ُةاــَعا َرُم(, dan menjaga etika di masyarakat )ِةــَّماَعْلا ِةــَّيِعاَمِتْجِ ْلا ِباَد ْلا ُما َزــِتْلِا(. Subhānallāh. Allah aʻlam. Insyā’allāh. Amin.

D. Daftar Pustaka

Abdullah, Dudung. “Musyawarah dalam Alquran (Suatu Kajian Tafsir Tematik).” Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 3, no. 2 (December 24, 2014): 242–253. Achwan, Rochman. “ILMU SOSIAL DI INDONESIA: PELUANG,

PERSOALAN DAN TANTANGAN.” Jurnal Masyarakat dan Budaya 12, no. 3 (2010): 189–206.

Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. SYARAH BULUGHUL MARAM. 2nd ed. Vol. Jilid 4. Jakarta, 1410H.

Al-Ghazali, Imam. Iḥyāʼu ʻUlūmi Ad-Dīn. Translated by H. A. Malik Karim Amrullah. 2nd ed. Vol. Jilid 1. Medan: Imballo, 1965. Al-Hilali, Abu Usamah Salim bin ’Ied. Syarah RIYADHUSH

SHALIHIN. Edited by Mubarak BM Bamuallim and Abu Azzam. Translated by M. Abdul Ghoffar. Vol. Jilid 3. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005.

Al-Sheikh, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq. TAFSIR IBNU KATSIR. Translated by M. Abdul Ghoffar. 2nd ed. Vol. Jilid 4. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’, 2003. ———. TAFSIR IBNU KATSIR. Translated by M. Abdul Ghoffar.

1st ed. Vol. Jilid 2. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’, 2003. ———. TAFSIR IBNU KATSIR. Translated by M. Abdul Ghoffar

and Abu Ihsan al-Atsari. 1st ed. Vol. Jilid 7. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005.

An-Nawawi, Imam. SYARAH SHAHIH MUSLIM. 3rd ed. Vol. Jilid 11. Jakarta: Darus Sunnah, t.t.

Darussalam, Darussalam, and Neng Lutfi Maspupah. “ETIKA BERKOMUNIKASI PERSPEKTIF HADIS (Dalam Kutub at-Tis’ah).” Diroyah : Jurnal Studi Ilmu Hadis 4, no. 1 (September 30, 2019). Accessed December 30, 2020. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/ view/6019.

Ginsberg, Morris. Keadilan Dalam Masyarakat. Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2001.

Nurkholis, Nurkholis. “PENETAPAN USIA DEWASA CAKAP HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DAN HUKUM ISLAM.” YUDISIA : Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam 8, no. 1 (April 8, 2018): 75–91.

Russell, Bertrand. SEJARAH FILSAFAT BARAT. Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. 2nd ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Saihu, Saihu. “PENDIDIKAN SOSIAL YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AT-TAUBAH AYAT 71-72.” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 9, no. 01 (February 29, 2020): 127–148.

Sohrah, Sohrah. “Etika Makan dan Minum dalam Pandangan Syariah.” Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 5, no. 1 (July 4, 2016): 21–41. Ujan, Andre Ata. Keadilan Dan Demokrasi. Telaah Filsafat Politik

John Rawls’s. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

’Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan anak dalam Islam. Edited by Junaidi Manik and Andi Wicaksono. Translated by Arif Rahman Hakim. Jawa Tengah: Penerbit Insan Kamil Solo, 2012.

“10. PEDOMAN TRANSLITERASI.Pdf,” n.d. Accessed December 11, 2020. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/ handle/123456789/7099/10.%20PEDOMAN%20 TRANSLITERASI.pdf ?sequence=11&isAllowed=y.