• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mendengarkan dengan Penuh Perhatian, pada saat Guru Menyebutkan Dalil Suatu Hukum, atau Suatu

c) Surah An-Nisā’ Ayat 36

C. Pendidikan Muamalah (Sosial) bagi Anak dalam Keluarga

7) Mendengarkan dengan Penuh Perhatian, pada saat Guru Menyebutkan Dalil Suatu Hukum, atau Suatu

Hal yang Bermanfaat Lainnya.

Seorang murid, pada saat gurunya menyampaikan suatu dalil hukum, atau menceritakan sebuah kisah, atau mendendangkan sebuah syair, atau hal bermanfaat lainnya, hendaknya ia (murid) mendengarkan dengan penuh perhatian, menunjukkan sikap merasa membutuhkan terhadap apa yang disampaikan oleh gurunya tersebut, dan merasa gembira seperti seakan-akan ia belum pernah mendengarkannya sama sekali. 211 Ibid., h. 338.

Di samping itu, seorang murid juga tidak selayaknya mengabaikan apa yang sedang dijelaskan oleh gurunya, menyibukkan diri dengan pekerjaan lainnya, seperti berbicara atau sebagainya, sehingg ia (murid) tidak paham dengan apa yang dijelaskan oleh gurunya, dan meminta penjelasan ulang/kembali kepada gurunya tersebut. Dalam kitab ini, hal demikian dikatakan merupakan suatu akhlak yang buruk.

Atha’ pernah berkata, sungguh aku akan mendengarkan hadis dari seseorang dengan sungguh-sungguh, walau saya sebenarnya lebih paham dari dia. Dan dia juga pernah berkata, ada seorang pemuda yang menyampaikan hadis kepadanya, dan ia mendengarkannya seakan-akan ia belum pernah mendengarnya, walau hadis tersebut sebenarnya sudah diketahuinya sebelum seorang pemuda tersebut dilahirkan. Subhānallāh.

Māsyā’allāh. Subhānallāh. Demikian beberapa ajaran tentang adab, yang perlu diperhatikan dan diajarkan sejak dini oleh pendidik kepada anak didiknya, dengan harapan, dengan adab tersebut kelak si anak didik akan mampu menunaikan kewajibannya kepada orang yang telah mengajari mereka tentang ilmu, dan membimbing mereka dalam membentuk kepribadian atau akhlak yang mulia.

Adapun pendidik atau guru yang dimaksud sebagaimana yang disampaikan dalam hal di atas adalah, yakni guru-guru atau para pendidik yang bertakwa, yang menjalankan syariat agama (Islam),

mengharap rida Allah, mengimani Islam sebagai akidah dan syariat, dan menjadikan al-Qur’ān sebagai pedoman utama dalam menjalani hidupnya.212 e. Hak Teman (ِقْيِفَّرلا ُّقَح)

Dalam kitab Tarbiyatu al-Aulād fī al-Islām ini ‘Ulwan mengatakan, di antara teman yang dapat kita jadikan sebagai teman untuk anak-anak kita adalah teman yang saleh dan beriman, sebab teman yang saleh dan beriman akan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap keistiqamahan, kesalehan, dan kemuliaan akhlak yang anak-anak kita miliki.213

Teman yang saleh dan beriman sebagaimana disebutkan di atas, menurut ‘Ulwan, di samping adalah teman yang bagus untuk dijadikan sebagai teman untuk anak-anak kita, ia juga merupakan seorang teman yang perlu kita perhatikan atau jaga hak-haknya, seperti mengucapkan salam kepadanya pada saat bertemu, menjenguknya ketika ia sakit, mengantarkan jenazahnya jika ia telah wafat, mengunjunginya (bersilaturahim) karena Allah, menolongnya pada saat ia sedang kesusahan, memenuhi undangannya, dan lain sebagainya.214

Berikut beberapa hadis sahih, yang berkaitan dengan hak-hak teman, yang perlu kita tunaikan kepadanya, sebagaimana yang penulis sebutkan di atas, yang perlu 212 Ibid., h. 339.

213 Ibid., h. 340. 214 Ibid., 342.

juga kita tanamkan kepada anak kita sejak dini, terlebih jika anak kita tersebut sudah memasuki masa usia tamyiz.

ْنَم َو َتْفَرَع ْنَم ىَلَع َم َلَّسلا ُّأ ِرْقُت َو ،َماَعَّطلا ُمِعْطُت

ْف ِرْعَت ْمَل

“Engkau memberi makan (kepada yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal maupun orang yang belum engkau kenal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

ُةَضاَيِع َو ِم َلَّسلا ُّدَر ٌسْمَخ ِمِلــْسُمْلا ىَلَع ِمِلــْسُمْلا ُّقَح

ُتْيِمــْشَت َو ِة َوْعَّدلا ُةَباَجِإ َو ِزِئاَنَجْلا ُعاَبِّتلا َو ِضْي ِرَمْلا

ِسِطَعْلا

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

َو َتْبِط ْنَأِب ٍداَنُم ُهاَداَن ِالله ىِف اًخَأ َراَز ْوَأ اًضْي ِرَم َداَع ْنَم

ًل ِزْنَم ِةَّنَجْلا َنِم َتْأَّوَبَت َو ،َكاَشْمِم َباَط

“Barangsiapa yang menjenguk orang sakit dan berkunjung kepada teman karena Allah, akan diserukan kepadanya, Jadilah kamu orang baik dan baik pula perjalananmu, serta kamu telah diberi tempat tinggal di surga.” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Abu Hurairah)

َناَك ْنَم ،)ُهُلُذْخَي( ُهُمِلْسُي َل َو ،ُهُمِلْظَي َل ِمِلْسُمْلا وُخَأ ُمِلْسُمْلا

ٍمِلْسُم ْنَع َجَّرَف ْنَم َو ،ِهِتَجاَح ىِف ُالله َناَك ِهْي ِخَأ ِةَجاَح ىِف

َرَتَس ْنَم َو ،ِةَماَيِقْلا ِم ْوَي ِبَرُك ْنِم ًةَب ْرُك ُهْنَع ُالله َجَّرَف ًةَب ْرُك

ِةَماَيِقْلا َم ْوَي ُالله ُهَرَتَس اًمِلْسُم

“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Tidak boleh menzalimi dan menelantarkannya. Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang meringankan penderitaan saudaranya, Allah akan meringankan penderitaannya di hari akhir. Dan barangsiapa yang menutup aib saudaranya, Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)215

f. Hak Orang yang Lebih Tua ( ِرْيِبَكْلا ُّقَح)

Orang yang lebih tua yang dimaksud dalam bahasan ini adalah orang tua yang lebih tua umurnya, lebih banyak ilmunya, lebih tinggi takwanya, dan lebih tinggi kedudukannya dibanding kita. Orang tua yang apabila secara kriteria, ia sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut, kemudian ia termasuk orang yang ikhlas dan taat dalam menjalankan syariat Allah, maka ‘wajib’ bagi kita untuk menunaikan hak-hak mereka atas kita.

Ada beberapa kewajiban yang harus kita tunaikan terhadap orang yang lebih tua daripada kita sebagaimana yang telah disebutkan di atas, pada saat kita berada di sekitar mereka, atau pada saat bertemu dengan mereka. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain seperti, 215 Ibid., h. 342-344.

mendahulukan mereka dalam segala hal, tidak meremehkan mereka seperti mengata-ngatai mereka dengan perkataan yang tidak sopan, berdiri untuk menyambut kedatangan mereka, dan mencium tangan mereka pada saat bersalaman dengan mereka.216

6. Menjaga Etika di Masyarakat (ِةَّماَعْلا ِةَّيِعاَمِتْجِ ْلا ِباَد ْلا ُماَزِتْلِا)

Sedikitnya ada tujuh etika (adab) di masyarakat, yang perlu kita tanamkan dan biasakan kepada anak-anak kita, agar pada saat mereka sudah dewasa nanti, mereka akan memiliki akhlak dan pergaulan yang baik di masyarakat. Ketujuh etika tersebut antara lain seperti, etika memberi salam, etika makan dan minum, etika bermajlis, etika berbicara, etika membalas kebaikan orang lain, etika menjenguk orang sakit, dan etika takziah.217 Adapun paparan singkat mengenai masing-masing etika tersebut adalah sebagai berikut.

a. Etika Memberi Salam

Ada dua etika memberi salam, yang bagus untuk kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita berada di masyarakat. Yakni, pertama, mengucapkan salam pada saat ingin memasuki rumah orang lain, dan pada saat bertemu dengan orang lain atau masyarakat sekitar. Sebagaimana firman Allah l dan hadis Rasulullah yang bunyinya sebagai berikut.

216 Ibid., h. 347-352. 217 Ibid., 353–354.

ىَّتَح ْمُكِت ْوُيُب َرْيَغ اًت ْوُيُب ا ْوُلُخْدَت َل ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَهُّيَآٰي

... ۚاَهِلْهَأ ىٰٓلَع ا ْوُمِّلَسُت َو ا ْوُسِنْأَتْسَت

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuninya”… (QS. An-Nūr : 27)

ٌرْيَخ ِم َلْسِ ْلإا ُّيَا َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص َّيِبَّنلا َلَأَس ًلُجَر َّنَا

ْمَل ْنَم َو َتْفَرَع ْنَم ىَلَع َم َلَّسلا ُاَرْقَت َو َماَعَّطلا ُمِعْطُت :َلاَق

ْف ِرْعَت

“Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah “bagaimana Islam yang baik? Rasulullah menjawab, engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan yang tidak engkau kenali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dikatakan

ِم َلَّسلاِب ْمُهَأَدَب ْنَم ِللهاِب ِساَّنلا ىَل ْوَا َّنِا

“Orang yang paling mulia di antara manusia di sisi Allah adalah orang yang memulai salam.” (HR. Abu Daud)218

b. Etika Makan dan Minum

Beberapa etika makan dan minum yang perlu diperhatikan dan diajarkan kepada anak pada saat berada di tengah masyarakat antara lain seperti membaca bismillah pada saat mau memulai (makan dan minum) dan 218 Ibid., h. 362.

alhamdulillah pada saat selesai, tidak mencela makanan dan minuman yang dihidangkan, anjuran menggunakan tangan kanan dan memulai dengan mengambil yang di pinggir (lebih dekat) bukan dari tengah, mendahulukan orang yang lebih tua, disunahkan memuji makanan dan minuman yang dihidangkan, disunahkan sambil berduduk, dianjurkan untuk tidak sampai kekenyangan, disunahkan makan dengan tiga jari dan kemudian menjilatinya jika sudah selesai, dan anjuran untuk memulai .

Hal-hal di atas sesuai dengan beberapa hadis Rasulullah yang berbunyi sebagai berikut.

ِهِل َّوَا ىِف َىِّمَسُي ْنَا َيِسَن ْنِاَف ِالله َمْسا ِرُكْذَيْلَف ْمُكُدَحَا َلَكَأ اَذِا

ُه ُر ِخآ َو ُهُل َّوَا ِالله ِمْسِب ْلُقَيْلَف

“Apabila kalian hendak minum, sebutlah nama Allah (bacaan bismillah) dan apabila ia lupa membacanya di awal, bacalah, bismillāhi awwaluhu

wa ākhiruhu (dengan menyebut nama Allah di awal dan diakhirnya). (HR.

Abu Dawud dan Tirmidzi)

ِنِا ُّطَق اًماَعَط َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُل ْوُسَر َباَع اَم

ُهَك َرَت ُهَهَرَك ْنِا َو ُهَلَكَأ ُهاَهَتْشا

“Rasulullah tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila beliau berselera terhadap makanan tersebut, maka beliau makan. Dan apabila tidak menyukainya, beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Umar bin Abi Salamah berkata, saat masih kecil, aku berada dalam pengawasan Rasulullah. Ketika makan,

tanganku bergerak ke semua makanan, maka beliau bersabda, “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan, dan ambillah yang terdekat dengan tanganmu”. (HR. Muslim)219

Dalam hal memulai dari pinggir, dalam riwayat lain dikatakan.

ِّيِبَّنلا ِنَع اَمُهْنَع ُالله َي ِضَر ٍساَّبَع ِنْبا ِنَع َو

َطْس َو ُل ِزْنَت ُةَكَرَبْلا :َلاَق َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص

.ِهِطْس َو ْنِم ُلُكْأَت َل َو ِهْيَتَفاَح ْنِم ا ْوُلُكَف ،ِماَعَّطلا

“Dari Ibnu Abbas h, dari Nabi n bersabda: berkah itu turun di tengah-tengah makanan. Oleh karena itu, makanlah dari bagian pinggirnya dan janganlah kalian makan dari bagian tengahnya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. At-Tirmidzi mengatakan, hadis ini hasan sahih).220

َو ىَنْثَم ا ْوُبَرْشا ْنِكل َو ، ِرْيِعَبْلا ِب ْرُشَك اًد ِحا َو ا ْوُبَرْشَت َل

ْمُتْعَف َر ْمُتْنَا اَذِا ا ْوُدَمْحا َو ،ْمُتْب ِرَش ْمُتْنَا اَذِا ا ْوُّمَس َو ،َث َلُث

“Janganlah salah satu di antara kalian minum (sekali tenggak) seperti unta sedang minum. Akan tetapi, minumlah dengan dua atau tiga tegukan. Bacalah nama Allah ketika minum dan bacalah hamdalah ketika selesai minum. (HR. At-Tirmidzi)

219 Ibid., h. 355.

220 Abu Usamah Salim bin ’Ied Al-Hilali, Syarah RIYADHUSH SHALIHIN, ed. Mubarak BM Bamuallim and Abu Azzam, trans. M. Abdul Ghoffar, vol. Jilid 3 (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005), h. 123-124.

اًمِئاَق ُلُجَّرلا َب َرْشَي ْنَا ىَهَن ُهَّنَا

“Rasulullah melarang seseorang minum sambil berdiri.” (HR. Muslim)

ٌتاَمْيَقُل َمَدآ ِنْبا ِبْسَحِب ،ِهِنْطَب ْنِم اًّرَش اًءاَعِو ٌّيِمَدآ َلَم اَم

ٌثُلُث َو ،ِهِمَعاَطِل ٌثُلُثَف ًلِعاَف َّدُب َل َناَك ْنِاَف ،ُهَبْلُص َنْمِقُي

.ِهِسَفَنِل ٌثُلُث َو ،ِهِباَرَشِل

“Tidaklah manusia (anak Adam) itu memenuhi tempat yang paling buruk daripada perut. Cukup bagi anak Adam beberapa suap sekedar menegakkan tulang punggung. Apabila tidak bisa maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk bernapas.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).221

Dalam hal larangan minum sambil berdiri, dari segi medis, dalam tubuh manusia terdapat salah satu penyaring yang disebut penapis sfringer, penapis sfringer ini akan terbuka jika seseorang dalam keadaan berduduk, dan akan tertutup jika dalam keadaan berdiri. Air yang kita minum, belum tentu 100% steril, jika kita minum dengan posisi berduduk, maka air yang kita minum akan disaring terlebih dahulu oleh penapis sfringer, lalu kemudian diolah oleh badan. Namun sebaliknya, jika kita minum dengan posisi berdiri, maka air yang kita minum tidak akan tersaring oleh penapis sfringer, langsung masuk ke kantung kencing,

yang jika terjadi secara terus menerus, akan menyebabkan terjadinya (penyakit) kristal ginjal.222 Māsyā’allāh.

Selain itu, masih dalam hal makan dan minum berdiri, menurut Abdurrazaq al-Kailani dalam artikel yang ditulis oleh Sorhah yang terindeks Nasional (Sinta 3, dsb.) dan Internasional (Copernicus), dikatakan bahwa,

“Makan dan minum sambil duduk lebih sehat lebih selamat dan lebih sopan. Karena apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun minum sambil berdiri, hal tersebut akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus dan menabraknya dengan keras pula. Jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, dan hal ini dapat menyebabkan disfungsi pencernaan.”223

Māsyā’allāh. Mudah-mudahan kita bisa mengamalkan berbagai etika (adab) makan dan minum sebagaimana yang diajarkan dalam syariat Islam di atas, karena dengan mengamalkan adab tersebut, di samping melaksanakan syariat Islam, juga sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh kita. Subhānallāh. Allah aʻlam. Insyā’allāh. Amin.

c. Etika Bermajelis

Dalam hal bermajelis, ada beberapa etika (adab) dalam Islam, yang perlu diperhatikan oleh pendidik, dan diajarkan kepada anak didik, agar ia (anak didik) memiliki bekal adab 222 Sohrah Sohrah, “Etika Makan dan Minum dalam Pandangan Syariah,” Al

Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 5, no. 1 (July 4, 2016):

h. 24. 223 Ibid., h. 37.

bermajelis yang ideal, yang sesuai dengan kaidah Islam yang ada. Sedikitnya ada enam etika (adab) bermajelis yang diajarkan oleh Islam, antara lain, bersalaman dengan orang yang ada di majelis, duduk sejajar dengan hadirin yang ada (bukan di tengah-tengah), tidak duduk di antara dua orang kecuali atas seizin mereka, tidak berbisik dengan orang ketiga tanpa melibatkan orang kedua, kembali ke tempat duduk semula setelah selesai menunaikan hajat atau keperluan di luar majelis, dan membaca doa kafaratul majelis.224

Berikut paparan singkat dan/atau beberapa hadis Rasulullah terkait dengan keenam etika (adab) bermajelis di atas.