• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Etnis Tionghoa dan Etnis Non Tionghoa

Pengertian etnis adalah suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan yang lain berdasarkan akar dan identitas kebudayaan, terutama bahasa. Dengan kata lain etnis adalah kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas tadi sering kali dikuatkan oleh kesatuan bahasa (Koentjaraningrat, 2007). Dari pendapat diatas dapat dilihat bahwa etnis ditentukan oleh adanya kesadaran kelompok, pengakuan akan kesatuan kebudayaan dan juga persamaan asal-usul.

Wilbinson (Koentjaraningrat, 2007) mengatakan bahwa pengertian etnis mungkin mencakup dari warna kulit sampai asal usul acuan kepercayaan, status kelompok minoritas, kelas stratafikasi, keanggotaan politik bahkan program belajar. Selanjutnya Koentjaraningrat (2007) juga menjelaskan bahwa etnis dapat ditentukan berdasarkan persamaan asal-usul yang merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan suatu ikatan.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa etnis merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat membedakan kesatuan berdasarkan persamaan asal-usul seseorang sehingga dapat dikategorikan dalam status kelompok mana ia dimasukkan. Istilah etnis ini digunakan untuk mengacu pada satu kelompok, atau ketegori sosial yang perbedaannya terletak pada kriteria kebudayaan.

2. Etnis Tionghoa

2.1 Definisi Etnis Tionghoa

Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun 1950-an telah diganti menjadi menjadi

“Tionghoa” (sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk merujuk pada orang Cina

dan “Tiongkok” untuk negara Cina dalam pers Indonesia 1950-an (Liem, 2000). Etnis

Tionghoa menurut Purcell (dalam Liem, 2000) adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka gunakan. Etnis Tionghoa adalah individu yang memandang dirinya sebagai “Tionghoa” atau dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat bersamaan mereka berhubungan dengan etnis Tionghoa perantauan lain atau negara Tiongkok secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bahasa, atau kaitan erat dengan budaya Tiongkok.

Menurut Pan & Lynn (dalam Karsono, 2011) pencampuran budaya Tionghoa dengan budaya masyarakat setempat menghasilkan dua kelompok etnis Tionghoa, yaitu: etnis Tionghoa Totok dan etnis Tionghoa Peranakan. Anggota dari kelompok tersebut biasanya digolongkan melalui penggunaan bahasa dan adaptasi dengan budaya setempat. Tionghoa Totok adalah mereka yang berdarah etnis Tionghoa murni dan etnis Tionghoa yang lahir di Tiongkok (China-born Chinese). Sementara itu Tionghoa Peranakan adalah orang Tionghoa yang kedua orang tuanya berasal dari Tiongkok yang lahir di Indonesia; atau salah satu orang tuanya yaitu ayah dari Tiongkok dan ibu orang Indonesia (seemed not very Chinese or even not Chinese at all).

Dalam perkembangan selanjutnya etnis Tionghoa diartikan sebagai bangsa Indonesia yang orang tuanya berasal dari keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia

dan sudah memiliki kewarganegaraan Indonesia. Mereka dapat kedua orang tuanya berasal dari Tiongkok atau salah satu dari orang tuanya berasal dari Tiongkok (Karsono, 2011)

2.2 Stereotip Etnis Tionghoa

Stereotip etnis Tionghoa biasanya disebutkan sebagai memiliki sikap tertutup, angkuh, egoistis, superior dan materialistis. Tapi kadang-kadang menunjukkan sikap ramah, murah hati, rajin, ulet, memiliki spekulasi tinggi, namun dengan mudah menghambur-hamburkan materi, suka berpesta pora. Sifatnya muncul secara bergantian, tidak menentu, seolah-olah berdiri sendiri-sendiri, sehingga orang yang belum mengenalnya akan sulit menangkap sifat manusia Tionghoa dan akan dengan mudah dilihat sisi negatifnya. Bahkan sementara orang menganggapnya sebagai suatu eksploitasi terhadap lingkungan (sosial) disekitarnya. Padahal sifat itu muncul secara spontan dari alam tidak sadarnya yang secara kultural berasal dari akar budayanya yang tunggal yang memiliki makna tertentu yang akan dapat dipahami. Justru keanekaragaman sifat dan sikap ini yang membedakan ciri khas manusia Tionghoa dengan yang lain (Vasanty dalam Hariyono, 2006).

2.3 Sosial Etnis Tionghoa di Kota Medan

Etnis Tionghoa di kota Medan berasal dari berbagai suku. Menurut data dari penelitian Lubis (1995), Etnis Tionghoa yang paling banyak di kota Medan adalah suku Hokkian (82,11%). Walaupun etnis Tionghoa di kota Medan terdiri dari berbagai suku,

namun dalam kehidupan sehari-hari keberagaman suku tersebut tidak menonjol karena yang tampak hanyalah suatu kesatuan etnik sebagai etnis Tionghoa (Lubis, 1999).

Sekolah dan pusat-pusat rekreasi kelompok etnis Tionghoa lebih banyak didirikan di tengah perkampungan Tionghoa di kota Medan. Gejala segretif ini sangat terlihat terutama dalam kawasan-kawasan pemukiman elit dengan suasana komersial yang pekat dan dengan tingkat homogenitas yang tinggi (Lubis, 1999).

Etnis Tionghoa di kota Medan pada umumnya kurang mampu berbicara bahasa Indonesia, sebab dari kecil mereka hidup di lingkungan etnisnya dan bersekolah di lingkungannya juga (Manurung dan Lina, 2005). Hal ini juga diperkuat dengan data yang diperoleh dalam penelitian Lubis (1995) yang menyebutkan bahwa Etnis Tionghoa di Medan masih dominan menggunakan bahasa Cina (67-77%), baik di rumah maupun di luar rumah dengan sesama etnis Tionghoa.

Hasil penelitian yang ditemukan oleh Lubis (1995) menyebutkan bahwa motif sosial etnik Tionghoa di kota Medan hanya dominan pada motif berprestasi. Jika pun mereka memiliki motif persahabatan itu adalah dalam rangka memenuhi motif berprestasi. Motif persahabatan lebih diarahkan pada sesama etnik Tionghoa sendiri. Hal ini terlihat melalui interaksi etnis Tionghoa di kota Medan. Interaksi etnis Tionghoa hanya berputar pada teman sesama etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa pergi dan mengelompok di tempat duduk tertentu hanya dengan teman-teman sesama etnis Tionghoa, baik di pusat-pusat belajar maupun di keramaian (Lubis, 1995).

3. Etnis Non Tionghoa

Etnis non Tionghoa adalah kelompok etnis yang mempunyai daerah mereka sendiri (Suryadinata, 2003). Menurut Sanjatmiko (1999) membagi masyarakat

Indonesia dalam dua golongan besar yaitu golongan etnis Pribumi dan etnis pendatang (Eropa, India, Cina).

Menurut Arief (1997) golongan Pribumi adalah golongan mayarakat yang berasal dari seluruh suku atau campuran dari suku-suku asli di wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Hal senada diberikan oleh Issamudin (2002), yang menyatakan etnis Pribumi adalah warga negara Indonesia yang tidak berkulit putih, dan bukan merupakan golongan Timur asing atau golongan Eropa.

Dari pengertian etnis non Tionghoa di atas dapat disimpulkan bahwa etnis non Tionghoa di kota Medan adalah kelompok etnis selain etnis Tionghoa dan kelompok etnis yang bukan berasal dari keturunan negara lain yang berdomisili di kota Medan.

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) Propinsi Sumatera Utara tahun 2006, penduduk kota Medan terdiri dari :

Tabel 1.

Persentase Penduduk Kota Medan Tahun 2006

Suku Persentase Melayu 6,59 Karo 4,10 Simalungun 0,69 Tapanuli/Toba 19,21 Mandailing 9,36 Pak-pak 0,34 Nias 0,69 Jawa 33,03 Minang 8,60 Cina 10,65 Aceh 2,78 Lainnya 3,95

Catatan : - Melayu mencakup semua suku Melayu di pulau Sumatera (Melayu Deli, Melayu Langkat, Melayu Asahan, Melayu Riau dll)

- Termasuk dalam suku Jawa adalah suku lain yang ada di pulau Jawa (Betawi, Banten, Sunda, Jawa dan Madura)

- Warga negara asing tercakup dalam lainnya

Berdasarkan tabel 1 (BPS, 2006), dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud etnis Non Tionghoa di kota Medan adalah suku Melayu, Karo, Simalungun, Tapanuli, Mandailing, Jawa, Minang, Aceh, dan Warga Negara asing.

Dokumen terkait