• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survei yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lingkungan perkampungan, kandang dan ikut dalam kegiatan yang berkaitan dengan acara ritual adat bersama informan. Wawancara bebas dilakukan untuk menggali pengetahuan masyarakat tentang keanekaragaman jenis hewan liar dan hewan yang dipelihara.

3.5 Konservasi Sumberdaya Tumbuhan

Metode yang digunakan merupakan kombinanasi perbandingan antara nilai INP dan ICS dari setiap jenis tumbuhan pada setiap satuan lingkungan dengan nilai kombinasi sebagai berikut:

a. INP tinggi dan ICS tinggi berarti jenis tumbuhan dapat dipertahankan karena keberadaan jenis tersebut tinggi dan nilai pemanfaatannya tinggi di tempat/lokasi.

b. INP tinggi dan ICS rendah berarti jenis tumbuhan tersebut harus dimanfaatkan lebih lanjut dan dicari kegunaan yang lainnya karena kehadirannya atau ketersediaannya tinggi di areal tersebut.

c. INP rendah dan ICS rendah berarti jenis tersebut harus tetap ada walaupun kegunaanya belum diketahui, tetapi untuk konservasi jenis perlu dilakukan agar jenis tersebut tidak punah.

d. INP rendah dan ICS tinggi berarti jenis tersebut harus dibudidayakan karena kehadiran atau keberadaannya rendah tetapi kegunaannya tinggi.

4. ETNOEKOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO

TENGGER SEMERU JAWA TIMUR

Abstrak

Penelitian etnoekologi dimaksudkan untuk mengungkap pengetahuan traditional masyarakat Tengger berkaitan dengan lingkungannya di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Penelitian ini meliputi konsepsi, persepsi terhadap pengetahuan lingkungan, berkaitan dengan sistem pengelolaan, pemanfaatan dan dampak pengaruh aktivitas yang ditimbulkannya. Data penelitian di lapangan berupa data etnologi dan ekologi. Data etnologi diperoleh dengan pendekatan bersifat partisipasif atau penilaian etnobotani (participatory ethnobotanical appraisal) dan melalui wawancara terstruktur dan wawancara bebas serta pengamatan langsung, sedangkan data ekologi diperoleh dengan analisa vegetasi. Pengembangan serta pengolahan tanaman budidaya di pekarangan, tegalan, kebun, komplangan, kawasan konservasi berupa Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pura Poten dan gunung Bromo, lahan makam dan terasiring merupakan hasil pengetahuan lokal dan kearifan lokal mereka. Sistem pengetahuan tradisional terutama pertanian di tegal sebagai kunci kelestarian keanekaragaman hayati. Wilayah Tengger dipercayai oleh masyarakat Tengger sebagai lambang kesucian, terhadap keagungan Sang Hyang Widhi Wasa.

Kata Kunci: Bromo Tengger Semeru, etnoekologi, Masyarakat Tengger, pengetahuan tradisional

Abstract

The integrative study of beliefs, traditional knowledge and practice of Tengger society in Bromo Tengger Semeru, East Java was studied using ethnoecological approach for the comprehensive understanding of landscape use and management. This study included the concept and perception on the environment indigenous knowledge correlated to the management system and the impact of their activities. The research data consisted of ethnological and ecological data. Ethnological data was collected using the participatory ethnobotanical appraisal, structured and open ended interview, and also directly observation; while ecological data was collected using vagetation analysis for important value index plant. The development and proccessing of agricultural practices in the yard, field, garden, agroforestry, and conservation area that consisted of Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pura Poten and Bromo mountain, grave area, and terasering was the result of local knowledge and local wisdom of Tengger society. The traditionally knowledge of Tengger people especially in the field agricultural practices is the key of sustanibility of biological diversity. Tengger society believe that Tengger area is the symbol of purity of the Sang Hyang Widhi Wasa.

Keyword: Bromo Tengger Semeru, etnoekologi, Masyarakat Tengger, traditional knowledge

4.1 Pendahuluan

4.1.1 Latar Belakang

Manusia mempunyai kemampuan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang bervariasi sebagai penerapan pengetahuan dan teknologi untuk dapat menyiasati kondisi lingkungan dimana mereka tinggal. Oleh sebab itu setiap kelompok masyarakat atau etnik mempunyai tingkat kemajuan kebudayaan yang berbeda bergantung pada akumulasi pengetahuan dan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pada umumnya masyarakat telah memiliki tatanan yang disepakati yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya dan telah berjalan lama yang dilakukan untuk menjaga keseimbangan kehidupannya.

Etnoekologi merupakan suatu ilmu yang menitik beratkan pada pengetahuan masyarakat tentang hubungan diantara organisme, teknologi adaptasi dan pengelolaan lingkungan serta pengaruh terhadap kualitasnya. Titik awal studi etnoekologi adalah pemahaman terhadap alam, kebudayaan dan aspek produksi, sehingga studi etnoekologi selain memperhatikan aspek alamiah juga mempertimbangkan aspek kebudayaan masyarakat atau etnik dalam melakukan proses produksi. Etnoekologi merupakan cabang ilmu yang kemunculannya relatif masih baru, dimana belum ada terminologi baku yang disepakati oleh para ahli. Ilmu ekologi terus berkembang bersifat holistik antara pengetahuan kelompok masyarakat dengan pengelolaan sumber daya alam beserta lingkungannya.

Jadi etnoekologi merupakan disiplin ilmu yang secara menyeluruh menggabungkan aspek intelektual dan praktis, meletakkan pusat analisisnya pada proses kongkrit secara menyeluruh dari suatu kelompok budaya suatu etnik dalam proses produksi dan mereproduksi material alam. Masyarakat tradisional diketahui memiliki banyak pengetahuan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam secara lestari sesuai dengan kondisi wilayahnya. Etnoekologi merupakan dasar bertumpu pada hubungan kebutuhan praktis bagaimana manusia memanfaatkan alam lingkungannya (Toledo 1992). Menurut Purwanto (2003) etnoekologi berasal dari bidang ilmu agroekologi, etnobiologi, geografi

lingkungan dan antropologi (etnosains), oleh karena itu pelaksanaanya harus melibatkan masyarakat sebagai aktornya. Masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang mempunyai pengaruh terhadap perubahan lingkungan akibat aktivitas dan dampaknya akan dirasakan oleh mereka.

Sebagai makluk sosial manusia senantiasa memerlukan kerja sama dengan orang lain membentuk sosial grouping diantara sesama dalam upaya mempertahankan diri dan mengembangkan kehidupannya. Lingkungan sosial sebagai tempat bemacam-macam interaksi terkait dengan lingkungannya. Manusia sebagai suatu bagian dari alam merupakan bagian utama bagi lingkungan yang komplek. Kegiatannya seperti perkembangan jumlah penduduk, pembangunan sarana prasarana, aktivitas penebangan hutan, penggunaan teknologi di bidang pertanian, peternakan, penggunaan insektisida dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan sumber daya alam akan mempengaruhi perubahan lingkungan. Pada mulanya kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya, namun kegiatan tersebut dapat menjadi bumerang apabila tidak mengindahkan kaidah-kaidah ekologi yang berlaku di kawasan tersebut. Manusia dalam mempertahankan kehidupannya merupakan ekspresi kebudayaannya dalam memenuhi kebutuhan bahan sandang, pangan, papan, kesenian, dan kebutuhan lainnya. Didalam mengekpresikan budayanya tersebut manusia memiliki sifat memilih dan ini merupakan bagian esensial manusia. Meningkatnya jumlah penduduk serta terbatasnya lahan menyebabkan kebutuhan pangan, sandang, papan dan pendidikan meningkat sehingga diperlukan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi dalam bidang pertanian.

Untuk mempertahankan hidup berkelanjutan manusia harus belajar memahami lingkungannya dan mengatur sumber daya alam yang dapat dipertanggungjawabkan demi kelestariannya Setiadi dan Tjondronegoro (1989). Sumber alam hayati merupakan bagian mata rantai tatanan lingkungan ekosistem, sehingga mampu menghidupi manusia. Keanekaragaman hayati merupakan ungkapan pernyataan dari berbagai bentuk seperti variasi, penampilan, jumlah dan sifat yang dapat terlihat maupun tidak pada suatu tingkatan ekosistem, jenis serta tingkatan genetika. Semakin beranekaragam sumber alam hayati semakin stabil tatanan lingkungan (Odum 1971; Sastrapradja & Rifai 1989). Menurut Rugayah et

al. (2004) pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan meliputi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis biota dan ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam beserta ekosistemnya. Oleh sebab itu dibutuhkan pengetahuan luas tentang keanekaragaman flora dan fauna di lingkungannya.

Kawasan gunung Bromo Tengger Semeru memiliki arti penting bagi konservasi, biodiversitas pegunungan dalam melestarikan jenis-jenis langka dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mempunyai keanekaragan jenis tinggi dan khas, di lingkari oleh hutan Perhutani (hutan lindung dan hutan produksi), dimana hutan lindung berfungsi dalam melestarikan tata guna air (hidrologi).Suatu lingkungan berbeda menimbulkan dampak komposisi vegetasi berlainan misalnya, tegalan, lautan pasir, pekarangan, hutan produksi, hutan alam. Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang tersusun atas individu-individu atau kumpulan populasi jenis. Struktur komunitas dengan komposisi keanekaragaman tumbuhan tinggi mempunyai tempat dengan kelembaban tanah tinggi dan drainase baik. Ketersediaan data yang baik di kawasan Bromo Tengger Semeru mempunyai dampak dalam menentukan kebijakan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati berkelanjutan.Keberadaan masyarakat di sekitarnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah mata rantai ekosistem yang saling berkaitan.

Masyarakat Tengger berada di kawasan Bromo Tengger Semeru telah memiliki pengetahuan tradisional dalam pengelolaan lahan tegalan, pekarangan, perumahan, tata air serta lingkungan pegunungan yang dingin, dimana pengetahuan tradisional yang telah diturunkan dari nenek moyang telah menyatu dalam setiap aspek kehidupannya. Pengetahuan tentang tata ruang tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Mereka melakukan aktivitas pengolahan tegalan terutama budidaya sayuran, kebutuhan karbohidrat, obat-obatan, ritual, kayu bakar, bangunan serta kebutuhan konservasi dalam menjaga lingkungannya. Setiap suku mempunyai sistem pemberdayaan sumber daya tersendiri sesuai dengan keadaan alam lingkungannya. Perilaku setiap suku akan berbeda dan hal ini dapat dimaklumi sesuai dengan tingkat stategi adaptasi masyarakat, budaya terhadap

lingkungannya. Pengolahan lahan merupakan hasil pikiran manusia dalam mengelola sumber daya alam dalam menciptakan kesejahteraannya.

Dokumen terkait