• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Evaluasi DRPs

Evaluasi DRPs ini dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan peresepan pada kasus terapi DM tipe 2 di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta. Drug Related Problems yang diamati pada penelitian ini meliputi : Tidak perlu obat, perlu obat, obat salah, dosis kurang, dosis berlebih, serta efek samping dan interaksi obat.. Noncompliance tidak diamati, karena penelitian ini bersifat retrospektif. Penelitian dilakukan dengan menelusuri data rekam medis kasus DM tipe 2 rawat inap di RSUP. Dr. Sardjito dari Maret hingga Desember 2013. Berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi didapatkan 24 kasus untuk dievaluasi.

Berdasarkan hasil penelitian dari 24 kasus yang dievaluasi, ada 17 kasus yang terdapat DRPs. Dari masing-masing kasus yang teridentifikasi DRP tersebut,

ada beberapa yang tiap kasus terdiri dari lebih dari satu DRP. Kasus DRP yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat yaitu sebanyak 9 kasus.

Tabel XVI. Kasus DRP yang Teridentifikasi pada Kasus Terapi DM Tipe 2 Rawat Inap di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta Periode Maret-Desember 2013

No Jenis DRPs Nomor Kasus

(seperti lampiran)

Kasus DRPs (n=24)

1 Tidak perlu obat 9 dan 11 2

2 Perlu obat 16 1

3 Obat salah 0 0

4 Dosis kurang 0 0

5 Dosis berlebih 5, 8, 9, 11 dan 15 5

6 Efek samping dan interaksi obat 3, 4, 5, 6, 9, 13, 17, 20, dan 22

9

Total 17

Drug Related Problems ADR yang terjadi pada kasus terapi DM tipe 2 sebanyak 9 kasus. Hal ini terjadi karena terdapat efek samping yang timbul dari pemberian obat pada kasus serta interaksi antar obat yang diberikan bersamaan yang dapat menimbulkan reaksi pada tubuh atau pada obat itu sendiri.

1. Tidak perlu obat

Pada kasus 9, pasien mendapatkan Novomix® dengan dosis 5 unit/8 jam untuk gula darah <150. Menurut Inzucchi (2011) tidak perlu diberikan Novomix® ada kasus dengan range gula darah <150 mg/dL. Rekomendasi yang diberikan adalah pemberhentian insulin pada kasus ini.

Pada kasus 11, pada tanggal 5, 6, dan 7 kasus mendapatkan insulin dengan dosis 3x14 unit padahal menurut Inzucchi (2011) tidak diperlukan pemberian insulin pada kasus dengan range gula darah <150. Rekomendasi yang diberikan pemberhentian insulin pada tanggal 5, 6, dan 7.

2. Perlu obat

Pada kasus 16, terjadi DRPs perlu obat sebab pada tanggal 17 kasus tidak mendapatkan terapi untuk mengontrol kadar gula darah kasus. Rekomendasi obat yang diberikan adalah memberikan regular insulin dengan dosis yang disesuaikan dengan gula darah kasus.

3. Obat salah

Jenis DRPs obat salah tidak ditemukan pada penatalaksanaan kasus DM tipe 2 rawat inap di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta periode Maret – Desember 2013.

4. Dosis kurang

Jenis DRPs dosis kurang tidak ditemukan pada penatalaksanaan kasus DM tipe 2 rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Maret –

Desember 2013.

5. Dosis Berlebih (dosage too high)

Pemberian dosis berlebih dapat mengakibatkan respon yang diberikan berlebih atau dapat melewati kadar toksik minimum (KTM) dair obat tersebut. Pada kasus 5, pada tanggal 22 kasus mendapatkan dosis insulin aspart 2 x 10 unit untuk GD2JPP : 180, padahal menurut Inzucchi (2011) untuk mengatasi gula darah sebesar 180 diperlukan insulin 1-3 unit. Rekomendasi yang diberikan yaitu penurunan dosis insulin pada tanggal 22 menjadi 1-3 unit.

Pada kasus 8, dan 11, kasus mendapatkan insulin dengan dosis 3x4 unit padahal menurut Inzucchi (2011) untuk mengatasi hiperglikemia dengan GDS

150-199 adalah 1-3 unit. Rekomendai yang diberikan adalah penurunan dosis penurunan dosis insulin menjadi 1-3 unit.

Pada kasus 9, kasus mendapatkan insulin dengan dosis 3x4 unit padahal menurut Inzucchi (2011) untuk mengatasi hiperglikemia dengan GDS 150-199 adalah 1-3 unit. Menurut Berns and Glickman (2014) diperlukan penurunan dosis insulin sebanyak 75% untuk pasien dengan GFR 10-50 ml/menit, dan tidak diperlukan penurunan dosis untuk GFR > 50 ml/menit. Pada kasus ini kadar Creatinine (Cr) pasien pada tanggal 20 sebesar 1.86 mg/dL, tanggal 22 sebesar 1,88 mg/dL, tanggal 29 sebesar 2,2 mg/dL dan pada tanggal 1 sebesar 1.37 mg/dL. Berdasarkan perhitungan MDRD eGFR pasien menurut Levey, Bosch, Lewis, Greene, Rogers, and Roth (2014) pada tanggal 20 sebesar 40,1 ml/menit, tanggal 29 sebesar 3,97 ml/menit, tanggal 29 sebesar 33,1 ml/menit, dan pada tanggal 1 sebesar 57,1 ml/menit. Dengan pengurangan dosis, pada tanggal 20, 22, dan 29 dosis insulin yang diberikan pada kasus menjadi 0,75-2,25 unit. Pada kasus ini pasien mendapatkan dosis insulin sebesar 5 unit. Rekomendasi yang diberikan adalah penurunan dosis Insulin yang diberikan menjadi 0,75 – 2, 25 unit.

Pada kasus 15, kasus mendapatkan insulin dengan dosis 3x8 unit padahal menurut Inzucchi (2011) untuk mengatasi hiperglikemia dengan GDS 200-249 adalah 2-6 unit. Menurut Berns and Glickman (2014) diperlukan penurunan dosis insulin sebanyak 75% untuk pasien dengan GFR 10-50 ml/menit. Pada kasus ini kadar Creatinine (Cr) pasien pada tanggal 31 sebesar 1,71 mg/dL. erdasarkan perhitungan MDRD eGFR pasien menurut Levey, Bosch, Lewis, Greene, Rogers,

and Roth (2014) pada tanggal 31 sebesar 41,2 ml/menit. Dengan penurunan dosis insulin, kasus seharusnya mendapatkan insulin pada tanggal 31 sebanyak 1,5 – 4,5 unit. Insulin aspart diberikan setiap 6 jam, atau sekitar 4 – 6 jam (Inzucchi, 2014). Pada kasus ini, insulin aspart pagi diberikan pada pukul 6.00 kemudian diberikan kembali pada pukul 8.00. Rekomendasi yang diberikan adalah penurunan dosis insulin menjadi 1,5 – 4,5 unit, serta penyesuaian interval pemberian insulin aspart menjadi setiap 4 – 6 jam.

6. Efek samping dan interaksi obat

Interaksi obat terjadi karena pemberian lebih dari satu obat bersamaan, interaksi obat dapat menimbulkan efek yang positif maupun yang negatif. Pada kasus 3, terdapat interaksi antara kaptopril dengan insulin aspart (Novorapid dan Novomix) yang dapat meningkatkan efek dari insulin aspart (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang diberikan adalah perubahan waktu pemberian kaptopril 81 menit setelah kasus pemberian insulin aspart untuk menghindari interaksi yang dapat terjadi antara kedua obat tersebut, monitoring gula darah kasus, agar dapat diketahui apakah terjadi interaksi antara kaptopril dan insulin aspart dalam tubuh kasus atau tidak. Oleh karena itu, jenis DRPs yang terjadi ini merupakan DRPs potensial.

Pada kasus 4, terjadi interaksi anatara insulin aspart (Novorapid) dan aspirin (Aspilet®) serta interaksi antara kaptopril dan insulin aspart, dimana aspirin dan kaptopril dapar meningkatkan efek dari insulin aspart (MedscapeDrug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang diberikan adalah pemberian aspirin pada malam hari, perubahan waktu pemberian kaptopril, dan aspirin 81

menit setelah pemberian insulin aspart, serta dilakukan monitoring gula darah kasus, agar dapat diketahui apakah terjadi interaksi antara kaptopril dan insulin aspart serta aspirin dan insulin aspart dalam tubuh kasus atau tidak. Oleh karena itu, jenis DRPs yang terjadi ini merupakan DRPs potensial.

Pada kasus 5, 6 dan 9, terdapat interaksi antara insulin aspart dan aspirin, dimana aspirin dapat meningkatkan efek dari insulin aspart (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang diberikan adalah pemberian aspirin pada malam hari dengan waktu pemberian 81 menit setelah pemberian insulin aspart, dilakukan monitoring gula darah kasus, agar dapat diketahui apakah terjadi interaksi antara aspirin dan insulin aspart dalam tubuh kasus atau tidak. Oleh karena itu, jenis DRPs yang terjadi ini merupakan DRPs potensial.

Pada kasus 13 terdapat interaksi antara ofloxacin, dexamethasone dan insulin lispro, dimana ofloxacin dapat meningkatkan efek dari insulin sedangkan dexamethasone menurunkan efek dari insulin (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang diberikan adalah pemberian ofloxacin 1 jam setelah pemberian insulin lispro untuk menghindari terjadinya reaksi antara kedua obat tersebut, dilakukan monitoring gula darah kasus, agar dapat diketahui apakah terjadi interaksi antara ofloxacin, dexamethasone dan insulin lispro dalam tubuh kasus atau tidak. Oleh karena itu, jenis DRPs yang terjadi ini merupakan DRPs potensial.

Pada kasus 17, terdapat interaksi antara mesalamine dan insulin glargine (MedscapeDrug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang diberikan adalah merubah waktu pemberian mesalamine menjadi 81 menit setelah pemberian

insulin glargine, monitoring gula darah kasus, agar dapat diketahui apakah terjadi interaksi antara mesalamine dan insulin glargine dalam tubuh kasus atau tidak. Oleh karena itu, jenis DRPs yang terjadi ini merupakan DRPs potensial.

Pada kasus 20, terjadi interaksi antara ko-enzyme Q10 dan insulin aspart, dimana fenofibrat dapat meningkatkan efek dari insulin aspart yang dapat menyebabkan hipoglikemia dan meningkatkan resiko hipoalbuminemia (MedscapeDrug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang diberikan adalah merubah waktu pemberian ko-enzyme Q10 menjadi 81 menit setelah pemberian insulin aspart untuk menghindari interaksi antara kedua obat tersebut, dilakukan monitoring gula darah dan kadar albumin kasus, agar dapat diketahui apakah terjadi interaksi antara fenofibrat dan insulin aspart dalam tubuh kasus atau tidak. Oleh karena itu, jenis DRPs yang terjadi ini merupakan DRPs potensial.

Pada kasus 22, terjadi interaksi antara glimepirid dan aspirin, dimana aspirin dapat meningkatkan efek dari glimepirid yang beresiko menyebabkan hipoglikemia, serta terjadi interaksi antara metilprednisolon dan glimepirid, dimana merilprednisolon menurunkan efek dari glimepirid (Medscape Drug Interaction Checker, 2014). Rekomendasi yang diberikan adalah merubah waktu pemberian Aspirin menjadi malam hari, atau 5-9 jam setelah pemberian glimepirid , dilakukan monitoring gula darah kasus, agar dapat diketahui apakah terjadi interaksi antara glimepirid dengan aspirin dan metilprednisolon dalam tubuh kasus atau tidak. Oleh karena itu, jenis DRPs yang terjadi ini merupakan DRPs potensial.

Dokumen terkait