• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Evaluasi Efektivitas Media Promosi

Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Hasil yang semakin mendekati sasaran berarti derajat efektivitasnya semakin tinggi. Kriteria efektivitas adalah sebagai berikut: (1) Sebuah prestasi kerja, (2) Tercapainya sasaran, tujuan atau keberhasilan, (3) Menggunakan cara kerja yang baik dan benar, (4) Hasil berdasarkan penggunaan sumber daya-sumber daya yang ada, dan (5) Produktivitas dalam bentuk materi atau jasa/pelayanan (Saragih dalam Rahmawati, 2008:36).

Berbagai model telah diciptakan untuk mengukur efektivitas media promosi. Menurut Raymond dalam Durianto dkk. (2003:15), Model adalah penyederhanaan dari sesuatu yang mampu mewakili sejumlah objek atau aktivitas. Secara umum, dikenal tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas media promosi, yaitu pengingatan, persuasi, dan penjualan. Efektivitas media promosi yang berkaitan dengan pengingatan dan persuasi dapat diukur melalui EPIC Model yang dikembangkan oleh AC. Nielsen, salah satu perusahaan peneliti pemasaran terkemuka di dunia, yang mencakup empat dimensi kritis, yaitu: empati, persuasi, dampak, dan komunikasi (Empathy, Persuation, Impact, and Communication) dalam Durianto dkk. (2003:86). Berikut ini dimensi-dimensi dalam EPIC Model adalah sebagai berikut:

1. Dimensi Empati (Empathy)

Istilah empati diperkenalkan pertama kalinya oleh seorang psikolog Jerman bernama Theodore Lipps, sekitar tahun 1880-an dalam istilah “einfuhlung” atau

orang lain (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 87). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Ed.4, arti empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya atau merasa dirinya pada keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:369). Menurut Ensiklopedia Indonesia, empati dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain (Wikipedia, 2010:1).

Definisi empati juga dikemukakan oleh Henry Backrack dalam Suprapto (2008:21-22) sebagai kemampuan komunikator untuk “mengetahui” apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu dari sudut pandang dan kacamata orang lain tersebut. Komunikator yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap serta harapan dan keinginan mereka untuk masa datang. Komunikasi Empati ialah pengetahuan tentang cara-cara untuk memperoleh atau menyerap informasi dari orang lain tentang kebutuhan, keinginan, pemahaman, pengetahuan, dan kondisi afektif dari orang tersebut. Secara non verbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak gerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik, serta sentuhan atau belaian yang sepantasnya. Menurut Kennedy dan Soemanagara (2006:5) menyatakan bahwa penggunaan visualisasi yang kuat, pesan yang tepat, dan konsisten adalah syarat utama keberhasilan empati.

Peter dan Olson (1999) dalam Durianto dkk. (2003:86-87) menyatakan bahwa empati melibatkan afeksi (affect) dan kognisi (cognition) konsumen. Afeksi dan kognisi mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi melibatkan perasaan, sementara kognisi melibatkan pemikiran. Variasi tanggapan afektif dapat berupa penilaian positif, negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Konsumen dapat merasakan empat jenis tanggapan afektif, yaitu emosi, perasaan khusus, suasana hati, dan evaluasi yang berbeda dalam tingkat intensitas dan daya improvisasinya. Suka-tidak suka adalah respons yang muncul pada tahap perubahan afeksi.

Kognisi mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Termasuk juga pengetahuan yang diperoleh seseorang dari pengalaman, serta yang tertanam dalam ingatan mereka. Proses psikologis berkaitan dengan pemberian perhatian pada aspek-aspek lingkungan, pemahaman terhadap aspek-aspek lingkungan, memori di masa lalu, pembentukan evaluasi dan pembuatan keputusan pembelian. Aspek kognisi meliputi proses berpikir sadar, tak sadar, dan otomatis.

2. Dimensi Persuasi (Persuation)

Menurut Setiadi (2003:244), persuasi adalah usaha untuk mendorong target konsumen agar merubah perilaku, keyakinan, dan sikapnya atas kemauan sendiri yang dapat dicapai dengan memanfaatkan pengaruh verbal dan non verbal. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Ed.4, arti persuasi

adalah ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:1062).

Kata persuasi berasal dari bahasa latin “per sua dere” berarti menggerakkan seseorang melakukan sesuatu dengan senang hati dengan kehendak sendiri tanpa merasa dipaksa oleh orang lain. Persuasi merupakan salah satu metode komunikasi sosial dan dalam penerapannya menggunakan teknik atau cara tertentu sehingga dapat menyebabkan orang bersedia melakukan sesuatu dengan senang hati, dengan sukarela dan tanpa merasa dipaksa oleh siapapun. Kesediaan itu timbul dari dalam dirinya sebagai akibat terdapatnya dorongan atau rangsangan tertentu yang menyenangkan (Sastropoetro, 2008:246).

Menurut Peter dan Olson (1999) dalam Durianto dkk. (2003:87-88), persuasi adalah perubahan kepercayaan, sikap, dan keinginan berperilaku yang disebabkan suatu komunikasi promosi. Komunikasi promosi yang dapat mempengaruhi konsumen dapat menggunakan dua proses kognitif, yaitu “jalur sentral” dan “jalur periferal” menuju persuasi. Jalur sentral menuju persuasi cenderung muncul ketika tingkat keterlibatan konsumen meningkat. Konsumen “memfokuskan diri pada pesan produk” dalam promosi. Konsumen menerjemahkan pesan produk dalam promosi tersebut, lalu membentuk kepercayaan tentang ciri-ciri dan konsekuensi produk, serta mengintegrasikan makna tersebut untuk membentuk sikap dan keinginan. Jalur periferal menuju persuasi cenderung muncul ketika tingkat keterlibatan konsumen lebih rendah. Konsumen tidak memfokuskan diri pada pesan produk dalam sebuah promosi

tetapi pada perangsang “periferal”, seperti selebriti atau musik yang popular dan menarik.

Menurut Aristoteles dalam Cangara (2009: 91) untuk mencapai komunikasi yang mengena, seorang komunikator harus memiliki kredibilitas (kepercayaan) dan daya tarik. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan- kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima atau diikuti oleh khalayak. Kredibilitas dapat diperoleh jika seorang komunikator memiliki ethos, pathos, dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya, seperti kepribadian yang hangat, bersahabat, percaya diri, sikap toleran terhadap prinsip, dan dinamis sehingga upacan-upacannya dapat dipercaya. Pathos adalah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya, dan logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui argumentasinya. Miil dan Anderson dalam Cangara (2009:94) menemukan dalam penelitiannya bahwa komunikator yang memiliki fisik yang menarik, dikenal baik, disukai, dan adanya kesamaan demografis seperti bahasa, agama, suku, dan daerah asal dapat lebih mudah menggugah pendapat dan sikap seseorang.

3. Dimensi Dampak (Impact) Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Ed.4, arti dampak (impact) adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:290). Menurut Cangara (2009:166), pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan (P) yang terjadi pada penerima

sama dengan tujuan (T) yang diinginkan oleh komunikator (P=T). Pengaruh (P) sangat ditentukan oleh sumber, pesan, media, dan penerima. Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku (behavior).

Pada tingkat pengetahuan, pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pendapat. Khalayak yang terpapar pada pesan promosi akan melakukan tindakan setelah melalui tahap awareness, dimana khalayak telah menyadari keberadaan sebuah produk dan layanan, serta memperoleh informasi penting mengenai kelebihan dan fungsi sebuah produk dan layanan. Menurut Durianto dkk. (2003:88-89), dampak (impact) promosi yang diinginkan dari tingkat pengetahuan adalah jumlah pengetahuan produk (product knowledge) yang dicapai konsumen melalui tingkat keterlibatan (involvement) konsumen dengan produk dan atau proses pemilihan. Konsumen dapat memiliki tiga jenis pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang ciri atau karakter produk, konsekuensi atau manfaat positif menggunakan produk, dan nilai yang akan dipuaskan atau dicapai suatu produk. Keterlibataan (involvement) mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian, atau aktivitas.

Menurut Kennedy dan Soemanagara (2006:120), perubahan sikap terjadi karena adanya perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisasi dalam bentuk prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek baik yang terdapat di dalam maupun diluar dirinya. Perubahan sikap bertujuan untuk mengubah sikap khalayak terhadap produk dan layanan, di mana tindakan

yang diharapkan adalah terjadinya sebuah pembelian yang merupakan hasil dari perubahan perilaku dan pencapaian sebuah loyalitas terhadap produk dan layanan. Menurut Cangara (2009:167), dampak dari media non personal cenderung lebih banyak mempengaruhi pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang, sedangkan dampak dari media antar pribadi (personal) cenderung berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang.

4. Dimensi Komunikasi (Communication)

Prisgunanto (2006:1) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses transfer pesan dalam penyaluran informasi atau message melalui sarana atau saluran komunikasi kepada komunikan yang tertuju. Menurut Ensiklopedia Indonesia, arti komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan bahasa verbal (kata- kata lisan), dan bahasa non verbal seperti tersenyum, menggelengkan kepala, dan sebagainya (Wikipedia, 2009:1). Komunikasi terjadi jika kedua pihak sama-sama dapat mengolah dengan baik simbol yang disampaikan. Simbol itu dapat disebut pesan, dimana proses penyampaiannya dilakukan dengan media, dan terjadi perubahan atau respon terhadap pesan yang disampaikan (Kennedy dan Soemanagara, 2006:2).

Menurut Durianto dkk. (2003:89-90), dimensi komunikasi memberikan informasi tentang kemampuan konsumen dalam mengingat pesan utama yang disampaikan, pemahaman konsumen, serta kekuatan kesan yang ditinggalkan pesan tersebut. Bovee dan Thill dalam Kennedy dan Soemanagara (2006: 143)

memberikan empat pedoman untuk menyusun pesan dalam bentuk tulisan: (1) Subjek dan tujuan harus jelas, (2) Informasi harus menunjukkan adanya hubungan antara subjek pesan dengan tujuan penyampaian pesan, (3) Gagasan pesan dikelompokkan dan ditampilkan secara logis, dan (4) Seluruh tulisan harus mencakup informasi yang akan disampaikan.

Menurut Kennedy dan Soemanagara (2006:125) bahwa pesan yang ditujukan pada khalayak dipengaruhi oleh intensitas yang dihasilkannya. Jika memiliki daya tarik besar, objek atau stimulus itu dapat langsung memasuki pikiran khalayak melalui berbagai jalan (pancaindera). Kebutuhan, nilai-nilai, dan ekspektasi merupakan langkah berikut, ketika sebuah stimulus diseleksi dan memasuki pikiran. Dari pengolahan inilah akan dihasilkan respon berupa perubahan atau penguatan sikap suka-tidak suka, setuju-tidak setuju, dan lakukan- hindari. Intensitas adalah kemampuan pesan dalam menghasilkan perhatian yang besar terhadap objek. Kennedy dan Soemanagara (2006:127) juga menyatakan bahwa intensitas yang cukup tinggi dalam pemaparan informasi dengan penggunaan efek warna, teks, dan figur dalam promosi dapat menarik perhatian besar dari khalayak.

Pada pembuatan efek visual iklan atau promosi, warna sangat penting diperhatikan dalam penggabungannya dengan maksud pesan dan bagaimana cara memposisikan warna itu dalam grafis atau visual sehingga menghasilkan persepsi yang tepat. Warna merupakan simbol, dan simbol adalah pesan. Schiffman dan Kanuk dalam Kennedy dan Soemanagara (2006:142) membagi warna berdasarkan kepribadian (personality) sebagai berikut:

Tabel 2. Pembagian Warna Berdasarkan Kepribadian

Warna Kepribadian Biru Komando hormat, Kewenangan.

Kuning Hati-hati, Kebaruan, Sementara, Kehangatan. Hijau Aman, Alami, Rileks atau Santai, Makhluk Hidup. Merah Humoris, Menarik, Panas, Bersemangat, Kuat. Jingga Kuat, Terjangkau, Informal.

Coklat Informal dan Santai, Maskulin, Alam.

Putih Kebaikan, Kemurnian, Kebersihan, Kelezatan, Perbaikan, Formalitas.

Hitam Kecanggihan, Kekuasaan, Otoritas, Misteri. Perak,Emas,

Platinum

Agung, Kekayaan, Megah.

Sumber: Schiffman dan Kanuk dalam Kennedy dan Soemanagara (2006:142)

Dokumen terkait