• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

8. Evaluasi

Menurut suhasimi Arikunto dan Cepi (2009:2) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang kerjanya sesuatu,

yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

Weiss (1972) memandang, evaluasi meliputi berbagai jenis atau gradasi makna judgment (penentuan nilai). Suatu gejala tunggal (orang, benda, idea atau pemikiran) dicermati dan ditimbang dengan menggunakan semacam ukuran atau kriteria baik yang bersifat eksplisit maupun implisit. Menurut Hadi (2011 : 13) evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi mengenai suatu objek, menilai suatu objek, dan membandingkannya dengan kriteria, standar dan indikator.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian evaluasi sebagai suatu kegiatan mendiskripsikan, mengumpulkan data, menyajikan suatu informasi yang terrencana untuk mengetahui keadaan suatu objek. Pengumpulan informasi dilakukan dengan menggunakan instrument yang hasilnya dibandingkan dengan suatu acuan (standar) untuk memperoleh suatu kesimpulan yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Setiap pelaksanaan suatu kegiatan evaluasi tentunya memiliki suatu tujuan tertentu. Evaluasi sendiri memiliki tujuan yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai suatu program yang digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Menurut Weiss (1972 :4) bahwa tujuan evaluasi adalah :

The purpose of evaluation research is to measure the effect of program against the goals it set out accomplish as means of vontributing to subsuquest decision making about the program end improving future programming.

Pernyataan sebut dapat diartikan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengukur dampak atau pengaruh sebuah program dengan membandingkan dengan sasaran atau tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya hasil dari perbandingan akan dijadikan pertimbangan untuk pengambilan keputusan tentang program tersebut untuk peningkatan program dimasa yang akan datang

Menurut Arikunto (2010:292) evaluasi program juga berarti upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektifitas masing-masing komponennya, berikut beberapa komponen tersebut :

a) Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut kurang bermanfaat atau dalam pelaksanaanya sangat banyak hambatan

b) Memodifikasi Program, berdasarkan dari data yang terkumpul dapat diketahui bahwa hasil dari program tersebut kurang tinggi sehingga diperlukan penyusunan perencanaan program kembali secara lebih baik.

c) Merevisi program, karena ada yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kelemahan pada program tetapi hanya sedikit)

d) Melanjutkan program, karena pelaksanaan program sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat

Uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi program

adalah jawaban atas pernyataan apakah program dilanjutkan atau dihentikan. Dilanjutkan dalam arti perlu perbaikan atau revisi agar program

lebih efektif pada masa yang akan datang. Evaluasi perlu dihentikan apabila program tidak banyak memberikan manfaat justru menimbulkan banyak resiko.

Terdapat beberapa model evaluasi, model evaluasi sendiri merupakan rancangan yang akan digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap suatu program. Desain evaluasi dikembangkan oleh para ahli evaluasi, yang biasanya sering dinamakan dengan nama pembuat atau tahap evaluasinya. Para ahli evaluasi telah merancang model evaluasi yang dapat digunakan oleh para evaluator. Tayibnapis (2008: 13-21) dalam bukunya evaluasi progam, menyebutkan beberapa evaluasi yang terkenal antara lain: model CIPP, UCLA, model Stake atau model counternances. Model-model yang satu dengan yang lainnya memang nampak bervariasi namun semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu sehubungan dengan pengambilan keputusan. Ada banyak model evaluasi program tersebut antara lain:

a) Model Evaluasi CIPP

Evaluasi model CIPP dikembangkan pertama kali oleh Daniel

Stufflebean pada tahun 1960-an. CIPP merupakan singkatan dari Context, Input, Procees, and Product yang berarti evaluasi model ini menilai dari segi konteks, input, proses, dan keluaran yang dihasilkan. CIPP adalah pendekatan pengambilan keputusan yang difokuskan untuk evaluasi dan menekankan penyediaan informasi yag sistematis berdasarkan program dan

pelaksanaanya. Informasi dipandang sebagai suatu nilai yang palin berharga ketika suatu program akan dilaksanakan (Robinson, 2002 : 1).

Menurut Patton (Robinson, 2002 : 1), CIPP merupakan kumpulan dari informasi yang terangkum secara sistematis mengenai aktivitas, karakteristik dan keluaran dari program yang digunakan oleh orang-orang tertentu. CIPP bertujuan mengevaluasi dan mengurangi kegagalan, meningkatkan tingkat efektifitas dan membuat keputusan mengenai program yang akan dilaksanakan beserta dampak yang menyertainya.

Olds dan militer dikutip dari Kuo-Hung Tseng (2010: 3) menyatakan bahwa untuk melakukan evaluasi dengan CIPP, maka langkah-langkah yang dibutuhkan untuk perencanaan penilaian adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi keserasian tujuan dari program yang dilaksanakan dengan tujuan dari institusi dan badan akreditasi sekolah yang ditunjuk; (2) mengembangkan objektivitas program dan kriteria performa pada tiap-tiap tujuan; (3) menentukan metode yang terbaik untuk menilai dan mengevaluasi tiap-tiap hasil dan mengumpulkannya; (4) melaporkan hasil kepada instansi yang ditunjuk sebagai penanggung jawab dan memberikan perbaikan terhadap program tersebut.

Tahap model evaluasi CIPP yang dikemukakan Kaufman dan Thomas (2009: 116-117) adalah sebagai berikut :

1) Evaluasi Konteks (Context Evaluation)

Evaluasi konteks adalah fase awal dalam pengembangan program yang

meliputi identifikasi kebutuhan dan desain program. Fase ini juga merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel penelitian dan tujuan program. Evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan perkiraan kebutuhan dan tujuan program, menentukan sasaran program dan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang sudah diidentifikasi.

2) Evaluasi Masukan (Input Evaluation)

Evaluasi input digunakan untuk mengidentifikasi apa yang benar-benar

diperlukan untuk menentukan definisi tentang tujuan evaluasi yang sedang dilakukan. Masukan (input) merupakan model yang digunakan untuk menentukan bagaimana cara penggunaan sumber daya yang ada bisa mencapai tujuan serta secara essential memberikan informasi tentang apakah perlu mencari bantuan dari pihak lain atau tidak. Aspek input juga membantu menentukan prosedur dan desain untuk mengimplementasi program.

3) Evaluasi Proses (Procees Evaluation)

Evaluasi proses secara khusus digunakan untuk mendeteksi,

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu program yang terjadi selama

implementasi suatu program. Evaluas proses digunakan sebagai rekaman impelemntasi riil suatu program.

4) Evaluasi Produk (Product Evaluation)

Evaluasi produk terjadi ketika suatu program sudah berlangsung dengan penekanan pada pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk suatu keputusan yang dibuat berkenaan dengan suatu program. Evaluasi produk meliputi penentuan (penilaian) dampak umum dan khusus suatu program, mengukur dampak terantisipasi, mengidentifikasi dampak yang tidak terantisipasi, memperkirakan kebaikan program, serta mengukur efektifitas program.

Berdasarkan berbagai jenis pemamaparan mengenai model CIPP diatas, maka dapat didefinisikan bahwa model CIPP merupakan model evaluasi yang mengevaluasi suatu pelaksanaan program dilihat dari empat aspek yaitu konteks, masukan, proses dan keluaran informasi yang diperoleh dalam model ini merupakan data yang sangat berharga. Data tersebut digunakan untuk mengevaluasi dan mengurangi kegagalan.

b) Model Evaluasi Kesenjangan ( Discrepancy Model )

Kata discrepancy adalah istilah bahasa inggris yang dapat diartikan kedalam bahasa Indonesia yang berarti “kesenjangan”. Model yang di kembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model evaluasi yang berangkat dari asumsi bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan apa yang seharusnya dan diharapkan

terjadi dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dari kegiatan membandingkan tersebut dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan antara keduanya yaitu standar yang ditetapkan dengan kinerja sesungguhnya ( Kaufman dan Thomas, 2009: 127).

Model evaluasi ini bertujuan untuk menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan apakah suatau program layak ditentukan, ditingkatkan, atau sebaliknya dihentikan dengan mementingkan terdefinisikannya standar, performance, dan discrepancy secara terperinsi dan terukur. Evaluasi program yang dilaksanakan oleh evaluator bertujuan mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen program. Dengan terjabarnya setiap komponen program maka langkah-langkah perbaikan dapat di lakukan.

c) Model Evaluasi Scriven

Model ini dikembangkan oleh Michael Scriven dengan tujuan utama pada waktu itu adalah evaluasi kurikulum. Akan tetapi evaluasi yang dikemukakanya dapat dialihkan kepada evaluasi proses, dan evaluasi produk, maupun evaluasi program. Dengan kata lain model scriven dapat diaplikasikan pada berbagai kegiatan dan program pendidikan. Scriven menenkankan bahwa evaluasi menginterprestasi-kan evaluator sebagai pengambil keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Dengan demikian ia membedakan antara “god of evaluation dan role of evaluation” berhubungan dengan proses pendidikan, antara lain proses pengembangan kurikulum dan

proses pembelajaran. Scriven memberikan kontribusi dan evaluasi pendidikan antara lain:

1) Evaluasi berdasarkan kenyataan ( Goal Free Evaluation )

Scriven menekankan bahwa evaluasi program dan produk hendaklah menilai efek nyata dari suatu kegiatan. Ini berarti bahwa evaluasi tidak terikat hanya pada tujuan yang dirumuskan pada permulaan program, akan tetapi juga memperhatikan efek nyatanya. Dengan cara ini semua hasil kegiatan dapat diketahui termasuk didalamnya efek samping yang ditimbukan pada suatu kegiatan.

2) Evaluasi Formatif ( Formative Evaluation )

Model ini juga pada awalnya dirancang oleh Scriven dalam hubungan pengembangan kurikulum. Ia menyatakan suatu kurikulum mempunyai bentuk yang siap. Evaluasi formatif merupakan pengumpulan data atau bukti selama penyusunan dan uji coba kurikulum baru. Revisi atau perbaikan dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan melalui

evaluasi formatif. Evaluator dapat melihat kekurangan dalam pelaksanaan program / kegiatan dan dapat memantau proses pelaksanaan sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan kelengkapan produk yang dikembangkan. Oleh karena itu, evaluasi formatif dapat juga disebut dengan evaluasi internal (Internal-evaluation atau intrinsic evaluation) karena evaluasi formatif

menyangkut isi, tujuan, prosedur/proses, sikap guru, sikap siswa, fasilitas, dan sebagainnya.

3) Evaluasi Summatif ( Summative Evaluation )

Berbeda dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif lebih diarahkan untuk menguji efek dari komponen-komponen pendidikan atau pembelajaran terhadap para siswa, atau dapat diarahkan untuk menguji efek dari komponen-komponen pendidikan/pembelajaran terhadap para siswa. Evaluasi sumatif dirancang untuk mengetahui seberapa jauh kurikulum yang telah disusun sebelumnya memberikan hasil kepada siswa antara lain mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal itu dapat dilihat pada hasil pre test dan post test antara kelompok eksperimen dan kontrol. Walaupun Scriven tidak mengarahkan model ini pada evaluasi pada proses belajar dan mengajar, namun pelaksanaan kurikulum tidaklah dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan.

d) Model Evaluasi Kirkpatrick

Model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick ini dikenal dengan evaluating traning program : the four level evaluation model. Evaluasi terhadap program training mencangkun empat level evaluasi yaitu : reaction, learning, behavior, dan result.

1) Evaluasi Reaksi (Reaction Evaluation)

Evaluasi terhdap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Kepuasan peserta training dapat dikaji dalam beberapa aspek, yaitu : materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyempaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.

2) Evaluasi Belajar (Learning Evaluation)

Evaluasi belajar menurut Kirkpatrick adalah membandingkan perkembangan antara kelompok yang mengikuti pelatihan dalam waktu tertentu atau dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre test dan post test, tes tertulis, maupun tes kinerja (performance test).

3) Evaluasi Perilaku (Behavior Evaluation)

Menurut Widoyoko (2009: 178) evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok control dengan perilaku peserta training atau dengan membandingkan perilaku sebelum dan setelah mengikuti training maupun melalui survey dan wawancara dengan pelatih, atasan, atau bawahan peserta training setelah kembali ketempat kerja. Dengan demikian evaluasi perilaku lebih memfokuskan pada peserta training.

Evaluasi hasil ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta training, mengukur kinerja sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. e) Model Evaluasi Stake (Countenance Model)

Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu

description dan judgement, membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu : antercedents (input), transaction (proses), dan outcomes (hasil). Model Stake sama dengan CIPP dimana keduanya cenderung komprehensif (menyeluruh) dan mulai dari evaluasi selama tahap perencanaan dari pengembangan program. Stake mengidentifikasi dari tiga tahap evaluasi program pendidikan dan faktor yang mempengharuhinya (Kaufman and Thomas, 2009 : 123), yaitu : 1) Antecedents Phase; sebelum program diimplementasikan

kondisi/kejadian apa yang ada sebelum implementasi program? Apakah kondisi/kejadian ini akan mempengaruhi program?

2) Transaction Phase; pelaksanaan program; Apakah yang sebenarnya terjadi selama program dilaksanakan? Apakah program yang sedang dilaksanakan itu sesuai dengan rencana program?

3) Outcomes Phase; mengetahui dampak/hasil implementasi pada akhir program. Apakah Program itu dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan?

Setiap tahapan tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu description dan judgment. Model evaluasi Stake melakukan perbandingan antara standar tertentu dengan pelaksanaan nyata suatu program yang nantinya digunakan untuk memberikan keputusan dari sebuah program ( Judgement ). Model Stake akan dapat memberikan gambaran pelaksanaan program secara mendalam dan mendetail. Presepsi orang-orang yang terlihat dalam system pendidikan seperti perilaku siswa, peran guru, ketersediaan sarana dan prasarana, dan situasi proses belajar mengajar disekolah adalah kenyataan yang harus diperhatikan.

Aspek penting dari evaluasi program dikemukakan oleh Conrad & Wilson (1985:19) yaitu Model evaluasi tidak hanya menyediakan kerangka keseluruhan untuk evaluasi tetapi juga member bentuk pada pertanyaan penelitian, mengantur dan fokus evaluasi, dan menginformasikan proses penelitian. Sehingga berdasarkan pemaparan berbagai jenis evaluasi di atas, dalam penelitian ini model CIPP merupakan model yang paling sesuai. Hal ini didasarkan karena model jenis ini mengevaluasi suatu program secara lengkap yakni aspek konteks, input, proses, dan produk. Maka dalam penelitian ini, peneliti memutuskan menggunakan model evaluasi CIPP dalam melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Uji Kompetensi Siswa Keahlian Multimedia di SMK Piri 3 Yogyakarta.

Dokumen terkait