• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Kejuruan

Pendidikan merupakan sebuah usaha sadar dari individu yang bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan yang berguna bagi pengembangan potensi dirinya dan kelangsungan hidupnya baik untuk saat ini maupun masa mendatang. Hal ini sama dengan yang tertuang pada Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1).

Menurut beberapa ahli pendidikan dalam Thompson (1973:105-115) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan program pendidikan yang dirancang oleh pemerintah untuk menghasilkan pekerja berdasarkan kesesuaian kebutuhan masyarakat dan mempersiapkan siswa untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan kemampuan.

Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja. Pendapat yang demikian akan membawa kepada pemikiran selanjutnya yaitu pendidikan kejuruan harus dekat dan berjalan berkesinambungan dengan dunia kerja. Sejalan dengan pemikiran di atas Thompson (1973:111) mendefinisikan pendidikan vokasi atau pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang dirancang untuk

mengembangkan keterampilan, kemampuan, pemahaman, sikap, kebiasaan

kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja dalam memasuki pekerjaan dan membuat kemajuan dalam pekerjaan yang bermakna produktif. Sedangkan menurut Sudira (2012:13) bahwa pendidikan kejuruan selain harus menguatkan keterampilan keras (hard skill), juga harus memiliki keterampilan yang mumpuni dalam hal keterampilan lunak (soft skill). Bahkan mengenai keterampilan lunak atau soft skill saat ini dan ke masa yang akan depan akan semakin kuat prosentasenya dalam proses pengembangan karir seseorang, karena sebagai jenis hard skill semakin mudah dibuat menggunakan berbagai software komputer.

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15, menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan berperan penting dalam menyiapkan peserta didik untuk siap dan mampu memasuki dunia kerja dengan bekal ilmu dan keterampilan yang telah didapatkan di sekolah kejuruan.

Menurut Evans (dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain. Sebelumnya, Hamalik (2001:24) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan

keterampilan. Lebih lanjut, Djohar (2007:1285) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu program pendidikan yang menyiapkan individu peserta didik menjadi tenaga kerja profesional dan siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karakteristik pendidikan kejuruan menurut Djohar (2007:1295-1297) adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki sifat untuk menyiapkan penyediaan tenaga kerja. Oleh karena itu orientasi pendidikan kejuruan tersebut mengarah pada lulusan yang dapat dipasarkan di dunia kerja.

b. Justifikasi pendidikan kejuruan mengacu pada kebutuhan nyata tenaga kerja di dunia usaha dan industri.

c. Pengalaman belajar yang didapatkan melalui pendidikan kejuruan meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik yang diterapkan baik pada situasi simulasi kerja melalui proses belajar mengajar, maupun situasi kerja yang nyata dan sebenarnya.

d. Keberhasilan pendidikan kejuruan diukur dari dua kriteria, yaitu keberhasilan siswa di sekolah (in-school success), dan keberhasilan siswa di luar sekolah (out-of school success). Kriteria pertama meliputi keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler, sedangkan kriteria kedua ditunjukkan oleh keberhasilan atau kinerja lulusan setelah berada di dunia kerja yang nyata dan sebenarnya.

e. Pendidikan kejuruan memiliki kepekaan/daya (responsiveness) terhadap perkembangan dunia kerja. Oleh karena itu pendidikan kejuruan harus dapat responsif dan proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan menekankan pada upaya adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir anak didik dalam jangka panjang.

f. Bengkel kerja dan laboratorium merupakan kelengkapan utama dalam pendidikan kejuruan, untuk dapat mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif.

g. Hubungan kerjasama antara lembaga pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dan industri merupakan suatu keharusan, seiring dengan tingginya tuntutan relevansi program pendidikan kejuruan dengan tuntutan dunia usaha dan industri.

Djojonegoro (dalam Sudira, 2009) menjelaskan pendidikan kejuruan

memiliki multi-fungsi yang jika dilaksanakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi tersebut mencakup: (a) Sosialisasi yaitu transmisi dan konkritisasi nilai-nilai ekonomi, solidaritas, religi, seni, dan jasa; (b) kontrol sosial yaitu kontrol perilaku dengan norma-norma kerjasama, keteraturan, kebersihan, kedisiplinan, kejujuran, keterbukaan; (c) Seleksi dan alokasi yaitu mempersiapkan, memilih, dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai dengan permintaan pasar kerja; (d) Asimilasi dan Konservasi

budaya yaitu absorbsi antar budaya masyarakat serta pemeliharaan budaya lokal; (e)

Mempromosikan perubahan demi perbaikan. Pendidikan kejuruan tidak hanya mendidik dan melatih keterampilan yang ada, tetapi juga harus berfungsi sebagai pendorong perubahan. Pendidikan kejuruan berfungsi sebagai proses akulturasi atau penyesuaian diri dengan perubahan dan enkulturasi atau pembawa perubahan bagi masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan diharapkan tidak hanya adaptif tetapi juga harus antisipatif.

Selain fungsi di atas, Sudira (2009) juga mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan juga memiliki tiga manfaat utama yaitu: (a) bagi peserta didik, manfaat yang didapatkan adalah sebagai peningkatan kualitas diri, peningkatan peluang mendapatkan pekerjaan, peningkatan peluang berwirausaha, peningkatan penghasilan, penyiapan bekal pendidikan lebih lanjut, penyiapan diri bermasyarakat, berbangsa, bernegara, penyesuaian diri terhadap perubahan dan lingkungan; (b) bagi dunia kerja, mereka dapat memperoleh tenaga kerja berkualitas tinggi, meringankan biaya usaha, membantu memajukan dan mengembangkan usaha; (c) bagi masyarakat secara keseluruhan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan produktivitas nasional, meningkatkan penghasilan negara, mengurangi pengangguran.

Terdapat tiga model penyelenggaraan pendidikan kejuruan, sebagaimana dikemukakan oleh Hadi (dalam Muliaty, 2007:8-9).

a. Model 1. Dalam model 1 ini, pemerintah tidak memiliki peran, atau perannya hanya bersifat marginal dalam proses kualifikasi pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya liberal, namun model ini juga berorientasi pada pasar (market-oriented model)

permintaan tenaga kerja. Perusahaan-perusahaan sebagai pemeran utama juga dapat menciptakan desain pendidikan kejuruan yang tidak harus berdasarkan pada prinsip pendidikan yang bersifat umum, dan pemerintah dalam hal ini tidak

memiliki pengaruh kuat dalam melakukan intervensi terhadap perusahaan karena dalam hal ini perusahaan adalah sebagai sponsor dan pendukung dana. Negara-negara yang menganut model ini adalah Inggris, Amerika Serikat dan Jepang.

b. Model 2. Model ini sifatnya birokrat, pemerintah dalam hal ini yang menentukan jenis pendidikan apa yang harus

dilaksanakan di perusahaan, bagaimana desain silabusnya, begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan oleh perusahaan tidak selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan saat itu. Dalam hal ini, pemerintah sendiri yang melakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian pendidikan kejuruan. Walaupun model ini disebut juga model sekolah (school model), pelatihan dapat dilaksanakan sepenuhnya di perusahaan. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia serta banyak dunia ketiga juga melaksanakan model ini.

c. Model 3. Pemerintah menyiapkan dan memberikan kondisi yang relatif terpadu dalam pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan sponsor swasta lainnya. Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled market). Model ini disebut model sistem ganda (dual system) yang sistem pembelajarannya dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di sekolah kejuruan dan di mitra kerja (dunia usaha dan industri) yang keduanya saling membantu dalam menciptakan kemampuan kerja lulusan yang handal. Negara yang menggunakan sistem ini diantaranya Swiss, Austria, Jerman dan Indonesia.

Kecenderungan yang digunakan di Indonesia adalah “Model 3”, yang pelaksanaan pendidikan sistem ganda tersebut dilaksanakan di dua lokasi yaitu di sekolah dan di industri sebagai mitra kerja sekolah kejuruan. Menurut Djojonegoro (dalam Muliaty, 2007:9) pendidikan sistem ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh.

Dokumen terkait