4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Evaluasi Program
4.3.2. Evaluasi kesiapan pelaksanaan program
Efektivitas pelaksanaan program menurut Nugroho (2002) sangat ditentukan oleh ketepatan kebijakan atau program dengan permasalahan yang ada, tepat pelaksananya, tepat target dan tepat lingkungan. Kesiapan pelaksanaan program mutlak di butuhkan agar pelaksanaanya sesuai dengan yang diharapkan.
Evaluasi kesiapan pelaksanaan program rasionalisasi yang dilakukan menggunakan pendekatan teori dari penilaian efektivitas implementasi suatu program yaitu 4 tepat. Ke-empat tepat tersebut yaitu ketepatan kebijakan dengan permasalahan yang ada, tepat pelaksananya, tepat targetnya dan tepat lingkungannya.
Hasil evaluasi kesiapan pelaksanaan yang dilakukan dapat dilihat perbandingan antara kondisi ideal atau yang sebaiknya dilakukan dengan kondisi faktual atau yang sudah dilakukan seperti terlihat pada Tabel 24.
Dari hasil analisis kesiapan pelaksanaan program rasionalisasi terlihat bahwa untuk poin tentang ketepatan kebijakan dengan permasalahan mendapat skor tertinggi 100%. Hal ini menjelaskan bahwa program rasionalisasi sudah dibuat dengan mengacu pada kondisi faktual yang ada. Sementara itu dari sisi ketepatan pelaksana dan ketepatan target menunjukkan nilai 33,3 % sehingga dua hal tersebut masih harus disiapkan lebih matang.
Tabel 24. Hasil Analisis Kondisi Ideal dan Faktual untuk Kesiapan Implementasi Program Rasionalisasi Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu
Kondisi ideal Kondisi faktual Skor
(0-1) (1) Ketepatan kebijakan dengan permasalahan
1) Apakah sudah sesuai masalah yang ingin dipecahkan
2) Sudah dirumuskan sesuai masalahnya
3) Apakah program sudah dirumuskan oleh lembaga yang tepat
Sesuai Sesuai Tidak sesuai 1 1 1 Persentase kesesuaian 100% (2) Ketepatan pelaksana 1) Pemerintah
2) Swasta dan pemerintah 3) Swasta Tepat Tidak Tidak 1 0 0 Persentase kesesuaian 33,3% (3) Ketepatan Target
1) Target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan
2) Apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain
3) Apakah tidak bertentangan dengan kebijakan lain Tidak Ya Tidak 0 1 0 Persentase kesesuaian 33,3% (4) Tepat Lingkungan
1) Lingkungan kebijakan (perumus, pelaksana dan lembaga lain tekait)
2) Lingkungan eksternal kebijakan
Iya Tidak
1 0
82 Penjelasan untuk masing-masing poin kesiapan pelaksanaan antara kondisi ideal dan faktual di atas sebagai berikut:
(1) Ketepatan kebijakan dengan permasalahan
1) Apakah sudah sesuai masalah yang ingin dipecahkan
Menurut Islamy (2002), kegiatan mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan atau mendefinisikan masalah merupakan kegiatan penting dalam proses pembuatan keputusan, sehingga keberhasilan atau kegagalan merumuskan masalah secara benar akan berpengaruh pada proses pembuatan kebijakan seterusnya.
Hasil identifikasi potensi dan permasalahan dari sisi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat di sepanjang pesisir Kabupaten Indramayu menunjukkan beberapa indikasi yang terkait dengan sektor perikanan yaitu (Dinas Perikanan, 2004).
[1] Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap sudah melebihi potensi sumberdaya yang dimiliki. Dominasi penggunaan armada dan alat tangkap skala tradisional semakin memperburuk kondisi usaha yang ada;
[2] Pemanfaatan sumberdaya perikanan budidaya masih berada jauh di bawah potensi sumberdaya yang dimiliki;
[3] Tingkat pendidikan masyarakat pesisir umumnya masih rendah. Akibatnya, rata-rata angkatan kerja yang tersedia merupakan tenaga kerja untuk pekerjaan yang tidak berdasarkan pada keterampilan. Diperlukan upaya untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan upaya pengembangan sektor perikanan; dan
[4] Kualitas lingkungan; mencakup laut, pantai dan wilayah pesisir, secara signifikan mengalami penurunan. Tekanan berupa pencemaran perairan (industri pengilangan minyak), sedimentasi sungai dan abrasi pantai secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan dampak buruk terhadap usaha-usaha di sektor perikanan.
Dari hasil analisis permasalahan yang ada tersebut menunjukkan bahwa terdapat kompleksitas permasalahan yang tinggi di Kabupaten Indramayu khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang sudah melebihi potensi sumberdayanya mengakibatkan usaha dibidang itu tidak akan memberikan penghidupan yang layak bagi pelakunya. Ditambah kerusakan lingkungan perairan yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan akan mengakibatkan rusaknya habitat ikan sehingga sumberdaya ikan akan berkurang. Pendidikan sebagian besar pelaku usaha/nelayan yang masih rendah menyebabkan inovasi teknologi dalam usaha tersebut akan berjalan lama.
Hasil riset yang mendukung pernyataan bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan perairan diketahui dari hasil riset tentang karakterisasi mutu kualitas air di Kabupaten Indramayu. Dari kajian tersebut diketahui bahwa mutu kualitas air di aliran irigasi bahwa perairan mengandung kandungan fosfat dan kandungan TOS dan conductivity yang kurang baik. (Satria, 2004)
Beberapa permasalahan yang dominan di Kabupaten Indramayu dari hasil analisis yang dilakukan oleh Satria (2002) yaitu :
[1] kerusakan fisik akibat ekosistem pesisir dan pantai; [2] over eksploitasi sebagaian sumberdaya;
[3] tingkat pencemaran berada pada posisi yang memprihatinkan; [4] lemahnya penegakan hukum;
[5] kurangnya koordinasi dan kerjasama antar pemangku kepentingan dibidang kelautan dan perikanan; dan
[6] keamanan yang masih rentan dan ekonomi yang belum stabil.
Beberapa usulan upaya untuk mengatasi permasalahan dalam perikanan tangkap tersebut salah satunya yaitu meningkatkan permodalan untuk mengembangkan armada dan modal bakul. Selain itu dilakukan modernisasi penangkapan ikan, penanaman mangrove dan terumbu karang buatan serta memperkuat modal usaha mikro dan menengah.
Selanjutnya Taryono (2003) melalui analisis Multi Dimension Criteria, melakukan kajian tentang analisis ekonomi kelestarian sumberdaya perikanan laut di Pantai Utara Jawa. Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah yang dijadikan sampel untuk dianalisis tingkat kelestarian sumberdaya perikanannya. Hasil analisis kelestarian berbasis wilayah pendaratan pada dimensi ekonomi,
84 dan ekologis berada pada level sedang. Dari kenyataan tersebut pemerintah dihimbau untuk mengambil intervensi kebijakan dalam jangka pendek yaitu berupa pengaturan input, penanganan output serta diversifikasi alternatif pendapatan keluarga nelayan melalui program yang tidak hanya berbasis penangkapan. Sedangkan kebijakan jangka panjang diarahkan pada pengaturan input secara keseluruhan yang bersifat restriksi terhadap aksesibilitas sumberdaya maupun pembatasan usaha penangkapan (baik fishing power maupun jumlah unit alat tangkap).
Berdasarkan kompleksitas masalah yang ada, tampak bahwa program rasionalisasi (Tabel 19) telah disusun dengan berlandaskan permasalahan yang sebenarnya terjadi seperti yang telah diuraikan di atas. Isu dan permasalahan yang ada tersebut khususnya pada usaha perikanan tangkap telah diupayakan penanganannya melalui kegiatan-kegiatan yang bertujuan diantaranya mengurangi jumlah armada dari yang kecil menjadi armada besar, alih usaha ke budidaya serta perbaikan ekosistem. Dengan perubahan armada penangkapan, diharapkan lokasi tangkap nelayan akan lebih jauh dan karenanya akan mengurangi eksploitasi sumberdaya di perairan pantai yang kondisinya sudah padat tangkap. Namun demikian kegiatan perubahan armada harus dilakukan dengan penuh kehati- hatian, karena dalam jangka pendek mungkin saja dampaknya akan positif tapi justru yang harus diperhitungkan adalah dampak jangka panjangnya.
Kegiatan alih usaha ke budidaya lebih memungkinkan mendapatkan hasil lebih baik. Alih usaha tersebut dapat memanfaatkan peluang usaha dan pemanfaatan sumberdaya yang masih tersedia. Namun demikian merubah kondisi sosial budaya nelayan bukan hal yang mudah. Karakteristik kehidupan sebagai nelayan menjadi petani ikan akan merubah sosial budaya nelayan karena perbedaan pola usaha yang dilakukan. Perubahan pola usaha tersebut harus didampingi dengan pemberian pelatihan-pelatihan tentang teknologi budidaya ikan karena sifat usaha budidaya yang berbeda dengan nelayan. Sesuai dengan sifat usahanya yang open access, nelayan akan menangkap ikan secara maksimal yang mereka mampu. Lain halnya dengan usaha budidaya dimana output yang dihasilkan sangat tergantung pada input usaha yang digunakan. Perubahan yang sangat mendasar tersebut seharusnya nelayan sebelum dialihusahakan diberi
pelatihan terkait dengan usaha barunya. Namun demikian, dalam perencanaan program belum terlihat adanya kegiatan yang menyangkut tentang pelatihan nelayan.
Pernyataan yang mendukung diantaranya menurut Adrianto (2005), menyarankan bahwa untuk mengatasi kebijakan yang umum lainnya dalam rangka rasionalisasi dilakukan melalui transformasi nelayan. Kebijakan ini pada intinya bertujuan untuk memindahkan (transform) mata pencaharian nelayan baik secara vertikal misalnya dari nelayan menjadi pembudidaya ikan, pedagang perikanan atau pengolah ikan, jadi masih tetap dalam koridor sistem perikanan, atau dilakukan secara horisontal yaitu mengalihkan profesi nelayan menjadi kegiatan lain di luar sistem perikanan.
Secara teoritis, transformasi vertikal lebih dipilih sebagai salah satu alternatif kebijakan mengingat bahwa karakteristik komunitas perikanan pada umumnya bersifat artisanal sehingga tidak jarang kegiatan perikanan merupakan satu-satunya pilihan hidup bagi masyarakat nelayan. Dengan memindahkan mata pencaharian mereka yang masih masuk dalam sistem perikanan, diharapkan tidak banyak terjadi gejolak sosial ekonomi yang timbul. Sama dengan dalam konteks relokasi nelayan, faktor hak-hak sosial ekonomi masyarakat nelayan yang ditransformasi harus diperhatikan sehingga keberlanjutan masyarakat ini tetap dapat dijaga.
Isu di perikanan budidaya, sebagai alternatif pengalihan usaha dari sektor perikanan tangkap, juga telah terekam didalam usulan program. Peningkatan pendapatan eks-nelayan, terutama dari nelayan buruh atau nelayan dengan armada kecil, diharapkan terwujud melalui peningkatan pemanfaatan potensi areal tambak yang belum banyak dimanfaatkan.
Isu mengenai degradasi kualitas lingkungan pantai telah diupayakan penanganannya melalui kegiatan rehabilitasi pantai. Dinyatakan bahwa upaya- upaya rehabilitasi mangrove dalam bentuk penanaman untuk jalur hijau seluas 1526,61 ha dan pembuatan terumbu karang sebanyak 2000 unit (= 2 ha). Mangrove dan terumbu karang merupakan dua dari tiga bagian ekosistem pantai dan pesisir selain padang lamun sebagai indikator baik atau tidaknya kualitas
86 Pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam yang dikaitkan dengan pemanfaatannya dalam bentuk usaha perikanan tangkap laut dan perikanan budidaya laut tentunya memerlukan kelembagaan masyarakat. Isu tersebut juga telah tertangkap dalam program rasionalisasi perikanan di Kabupaten Indramayu dengan adanya kegiatan pemberdayaan kelembagaan kelompok nelayan. Diharapkan kelompok masyarakat ini mampu meningkatkan pendapatannya secara mandiri dan berkelanjutan melalui keterlibatan secara penuh masyarakat penerima program dan dengan kata lain keberhasilannya juga menjadi tanggung jawab masyarakat secara menyeluruh. Untuk itu, diperlukan keseriusan dan kemauan dari masyarakat.
Beberapa opsi lain yang dikemukakan dalam rangka peningkatan pendapatan perikanan pada sumberdaya yang sudah tangkap lebih dikemukakan oleh Smith (1987). Untuk meningkatkan hasil tangkapan lestari maupun pendapatan nelayan pada kondisi perairan yang sudah tangkap lebih dianjurkan untuk memilih program-program pengembangan yang berusaha meningkatkan upah oportunitasnya atau pendapatan yang dapat diperoleh dari kegiatan alternatif. Sekalipun benar bahwa perbaikan kapal dan alat penangkapan mungkin menguntungkan sejumlah kecil nelayan dalam jangka pendek, penekanan pada teknologi produksi demikian akan memakan biaya sosial yang sangat tinggi, kecuali di lakukan di wilayah-wilayah dimana sumberdayanya secara biologis belum diekploitasi penuh. Biaya sosial diamksud yaitu: [1] ganguan terhadap tatanan sosial dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan, [2] rendahnya keuntungan dari penanaman modal pemerintah sebagai hasil rencana seperti itu dan [3] meningkatnya lebih tangkap.
Program-program yang mengarah pada penyediaan sumber penghasilan alternatif merupakan satu-satunya cara yang dapat mengurangi usaha penangkapan ikan, dan merupakan satu-satunya upaya pemecahan jangka panjang yang memberikan kemungkinan untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka yang menetap dalam sektor perikanan kecil.
Program rasionalisasi yang dibuat melalui kegiatan-kegiatannya diharapkan akan mampu mencapai tujuan utamanya yaitu peningkatan pendapatan nelayan. Namun demikian tujuan tersebut mungkin saja dapat tercapai dalam jangka
pendek, namun dalam jangka panjang bisa saja tidak tercapai bahkan sebaliknya akan lebih menambah jumlah kemiskinan nelayan. Lain halnya dengan kegiatan pengalihusahaan alternatif, pencarian sumber matapencaharian lain selain menjadi nelayan misalnya sebagai pembudidaya ataupun pengolah memungkinkan memberi manfaat lebih baik. Sejalan dengan hal tersebut maka pemberian peluang usaha alternatif akan memberikan dampak jangka panjang yang lebih baik. Smith (1987), menyatakan beberapa pengaruh jangka panjang yang diakibatkan oleh kegiatan pengembangan usaha di wilayah yang sudah tangkap lebih (Tabel 25).
Tabel 25. Pengaruh Jangka Panjang dari Program Pengembangan pada Perikanan yang Diusahakan Secara Berlebihan
Pengaruh putaran pertama dan kedua pada: Metode pengembangan (tujuan utamanya) Hasil tangkapan lestari Jumlah nelayan Pendapatan perorangan nelayan Perbaikan kemampuan kapal
dan alat penangkapan ikan (peningkatan produktivitas)
berkurang berkurang Meningkat bagi beberapa nelayan dalam jangka pendek; tanpa pengaruh dalam jangka panjang Pembentukan koperasi atau
organisasi lain(meningkatkan harga)
berkurang meningkat Tidak menentu (tergantung pada elastisitas penawaran dan permintaan Pengembangan sumber-
sumber pendapatan alternatif atau tambahan
meningkat berkurang Meningkat
Pemikiran Smith (1987) tersebut, dapat menjadi acuan kemungkinan dampak yang akan ditimbulkan dalam jangka panjang apabila program rasionalisasi perikanan tangkap dilaksanakan di Kabupaten Indramayu.
Pelaksanaan kegiatan penguatan armada yang akan dilakukan di satu sisi dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Peningkatan pendapatan tersebut hanya akan dirasakan oleh sebagian nelayan dan dirasakan dalam jangka pendek karena terjadi perubahan armada penangkapan. Namun demikian dalam jangka panjang tidak akan berpengaruh karena akan terjadi perebutan wilayah tangkap dan harus
88 mencari wilayah tangkap lebih jauh sehingga akan meningkatkan biaya operasional.
Pembentukan kelembagaan nelayan atau petani ikan akan bermanfaat apabila pengelolaannya lebih diarahkan pada usaha peningkatan kesejahteraan. Namun demikian apabila kelembagaan ini tidak dimanfaatkan maka tidak akan merubah kondisi apapun.
Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Nikijuluw dan Iriandi (1994) menyimpulkan bahwa nelayan perlu berkelompok dalam organisasi dalam upaya meningkatkan efisiensi suplai faktor produksi serta daya saing pemasaran hasil tangkapan.
Pengembangan usaha alternatif lebih memungkinkan untuk berkembang dan meningkatkan pendapatan karena didukung oleh sumberdaya yang masih tersedia banyak.
Rehabilitasi ekosistem perairan melalui penanaman mangrove dan terumbu karang buatan merupakan kegiatan yang baik untuk masa datang karena dapat mengembalikan potensi sumberdaya sebagai sumber penghidupan.
Dari hasil kajian Sarjana dan Hasan M. (1994) untuk melihat manfaat pengembangan terumbu karang buatan bagi masyarakat di Dusun Jemluk, Kabupaten Karang Asem Bali diketahui bahwa pengembangan terumbu karang buatan sebagai suatu pemecahan teknis untuk meningkatkan produktivitas alami pada area-area yang telah mengalami degradasi habitat sekaligus mengembalikan nilai-nilai ekonomis kawasan yang bersangkutan. Kegiatan ini bisa diharapkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pantai.
2) Apakah program sudah dirumuskan sesuai masalahnya
Program rasionalisasi yang telah dibuat telah dirumuskan dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada khususnya dalam perikanan tangkap. Hasil identifikasi kesesuaian program rasionalisasi dengan perumusan masalahnya dapat di lihat pada tabel 26.
Tabel 26. Identifikasi Kesesuaian Program Rasionalisasi Perikanan Tangkap dengan Perumusan Masalahnya
Nama Kegiatan Permasalahan Keterangan
Penguatan armada penangkapan
- Penangkapan ikan didominasi oleh armada kecil
- Terjadi over eksploitasi sebagian sumberdaya
Sesuai
Alih usaha pemanfaatan sumberdaya hayati laut
Kegiatan penangkapan ikan sudah tidak menguntungkan
Sesuai
Rehabilitasi ekosistem biota laut Kerusakan lingkungan sumberdaya perairan.
(berkurangnya hutan bakau dan rusaknya terumbu karang)
Sesuai
Pengembangan sarana-pra sarana pendukung.
Masih belum berfungsinya kelembagaan nelayan yang ada
Sesuai
3) Apakah program sudah dirumuskan oleh lembaga yang tepat
Program rasionalisasi merupakan program dari Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat dan dilakukan untuk wilayah perairan Pantai Utara Jawa Barat. Sementara Kabupaten Indramayu sangat menyambut baik kebijakan ini dan merealisasikan kebijakan tersebut di daerahnya. Dalam hal ini lembaga yng merumuskan program tersebut sudah tepat karena kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya kelautan haruslah dilakukan oleh lembaga yang terkait langsung dengan tugas dan fungsinya.
Lembaga atau institusi pembuat program rasionalisasi sampai saat ini di lakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan untuk seluruh kegiatan untuk merasionalisasikan perikanan tangkap. Dalam Rencana Strategis Dinas Perikanan dan Kelautan terlihat adanya gambaran tentang tugas dan fungsi dinas, visi dan misi yang akan dicapai termasuk faktor kunci keberhasilan, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, program dan kegiatan serta pengukuran kinerja pembangunan sektor perikanan dan kelautan tersebut. Tugas pokoknya adalah melaksanakan
90 Fungsinya adalah merumuskan perencanaan kebijaksanaan teknis dan pelaksanaan koordinasi pengendalian di bidang perikanan dan kelautan. Kemudian, pelaksanaan teknis opersional, pelayanan teknis, pengelolaan cabang dinas dan pelaksanaan kegiatan lain di bidang perikanan dan kelautan.
Visi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu adalah ”Menjadikan Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai pendorong terwujudnya masyarakat perikanan dan kelautan yang sejahtera, maju, mandiri dan berorientasi bisnis dalam tatanan pengelolaan sumberdaya yang efisien dan lestari”. Di lain pihak, misi yang akan dilakukan adalah mengembangkan SDM aparatur dan petani nelayan, penataan dan pengembangan landasan hukum, kelembagaan, sarana dan prasarana perikanan/kelautan. Kemudian juga mempunyai misi pemulihan dan perlindungan sumberhayati perikanan dan kelautan.
Apabila dilihat jenis kegiatan yang akan dilakukan diantaranya adalah perbaikan ekosistem yang mencakup penanaman pohon mangrove. Untuk kegiatan tersebut, sebaiknya lembaga yang terlibat tidak hanya Dinas Perikanan tetapi juga Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup. Koordnasi program antar institusi masih harus lebih ditingkatkan karena akan lebih meringankan pendanaan serta pembagian peran lebih jelas.
Kegiatan yang terkait dan mendukung program rasionalisasi dan dilakukan oleh intitusi lain yang telah ada yaitu penanaman mangrove oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, pengelolaan Pulau Biawak sebagai wilayah konservasi laut kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
(2) Ketepatan pelaksana 1) Pemerintah
Pelaksana program terbatas hanya Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu. Sehingga dalam pelaksanaannya masih belum siap karena program yang cukup besar namun tidak didukung dengan pendanaan yang memadai.
Kesiapan sumberdaya manusia sebagai pelaksana program dan kesiapan pembiayaan untuk pelaksanaan program sangat menentukan keberhasilan program. Sumberdaya manusia yang disiapkan terdiri dari pelaksana program
yaitu seluruh stakeholder yang terlibat. Kesiapan masing-masing harus disesuaikan dengan fungsinya dalam kegiatan yang akan dilakukan. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa sumberdaya manusia belum dipersiapkan dengan baik. Program hanya dilaksanakan melalui mekanisme bantuan alat/ bahan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten yaitu Sub Dinas Perikanan kepada kelompok nelayan yang dianggap paling membutuhkan. Tidak ada kriteria khusus yang di syaratkan untuk pelaksana dan penerima program.
2) Kerjasama pemerintah dan swasta
Sampai saat dilakukan penelitian ini, pelaksanaan kegiatan rasionalisasi masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah ketidakjelasannya sumber pendanaan. Dari sisi jumlah hasil perhitungan, program ini membutuhkan cukup banyak pendanaan. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan dilibatkannya pihak swasta dalam pemberian permodalan misalnya pihak perbankan. Sejauh ini ide atau gagasan untuk melibatkan pihak swasta belum di cantumkan dalam kesiapan pelaksanaan.
3) Swasta
Keterlibatan pihak swasta sepenuhnya dalam pelaksanaan program rasionalisasi sebaiknya ditempatkan untuk kegiatan yang menyangkut pemasaran hasil atau permodalan. Namun demikian kemungkinan tersebut belum dimasukkan dalam kesiapan pelaksanaan.
(3) Ketepatan target
Apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan 1) Apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain
Untuk kesiapan implementasi program, masing-masing kegiatan terdapat kemungkinan adanya tumpang tindih dengan intervensi lain. Sebagai contoh pengelolaan hutan mangrove secara tugas dan wewenang akan tumpang tindih dengan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Sejauh ini belum dirinci kegiatan apa saja yang akan terjadi tumpang tindih dengan lembaga lain.
92 2) Apakah tidak bertentangan dengan kebijakan lain
Identifikasi kemungkinan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan melalui program rasionalisasi perikanan tangkap belum diidentifikasi apakah akan bertentangan dengan kebijakan lain. Kebijakan yang kemungkinan bertentangan yaitu dalam pembagian tata ruang, adanya alih fungsi lahan dari tambak menjadi perumahan atau lainnya. Identifikasi kemungkinan kebijakan yang akan berlawanan tidak dilakukan. Namun demikian sejauh ini koordinasi sudah dilakukan dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu dalam menentukan kawasan konservasi dan pariwisata Pulau Biawak.
(4) Tepat Lingkungan
1) Apakah lingkungan kebijakan tepat (interaksi antara perumus, pelaksana dengan lembaga lain yang terkait)
Identifikasi lingkungan kebijakan yaitu interaksi antara perumus, pelaksana dengan lembaga lain belum dilakukan lebih intensif. Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan laut di Jawa Barat sampai saat ini masih mengacu pada Peraturan daerah tahun 1978 tentang usaha perikanan. Sebagian besar pasal didalam Perda tersebut mengatur perizinan, sedangkan aspek konservasinya belum diatur.
2) Apakah lingkungan eksternal kebijakan tepat
Identifikasi kemungkinan adanya pengaruh lingkungan eksternal kebijakan belum dilakukan.
4.4 Capaian Program Sampai Tahun 2007
Capaian kegiatan dari program rasionalisasi perikanan tangkap sampai dengan penelitian ini dilakukan masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dengan target yang ditentukan. Robertson (2002) dalam Mahsun (2006) menyatakan bahwa masih lemahnya kinerja hasil program disebabkan kualitas barang dan jasa yang diserahkan kepada penerima program tidak memuaskan karena tidak dapat digunakan secara optimal.
Kegiatan penguatan armada perikanan dalam perencanaan telah dibuat sasaran yang ingin dicapai yaitu berkurangnya jumlah armada yang kurang dari
10 GT sebanyak 1.984 unit dengan pengurangan beberapa jenis alat tangkap seperti yang dianggap tidak ramah lingkungan atau sudah kurang menguntungkan serta berkurangnya jumlah nelayan belum terlihat hasil yang signifikan. Realisasi yang terjadi baru pada pemberian armada dan jaring gillnet (millenium) yang itu pun penggunaannya belum optimal. Program yang telah dijalankan selama kurang lebih 2 tahun tersebut hanya mampu memberikan bantuan dua unit armada dengan ukuran 30 GT dan dua buah jaring grandong (jaring millenium) dengan ukuran 20 pieces.
Dari hasil wawancara dengan nelayan penerima bantuan menyatakan bahwa bantuan armada serta alat tangkap dari dinas tersebut masih belum dapat dioperasikan. Khusus untuk armada masih terdapat kekurangan peralatan sehingga tidak dapat beroperasi, sedangkan alat tangkap bantuan sudah digunakan