• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Kabupaten Indramayu

4.1.2. Keragaan sosial masyarakat

4.1.2.1. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk

Berdasarkan hasil registrasi penduduk di akhir tahun 2004, jumlah penduduk di wilayah pesisir adalah sejumlah 729.719 jiwa atau sekitar 45,31% dari total jumlah penduduk Kabupaten Indramayu (1.672.573 jiwa). Dari sumber data yang sama, tampak bahwa laju pertumbuhan juga cenderung semakin menurun. Pada periode 1990 – 1995, laju pertumbuhan penduduk masih berkisar 1,91, namun pada periode 1995 – 2003 laju pertumbuhan penduduk sudah berkisar pada nilai 1,62. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk kawasan pesisir dapat dilihat pada Tabel 6.

44 Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten

Indramayu, 2000 – 2004

Jumlah Penduduk (jiwa) No Kecamatan 2000 2001 2002 2003 2004**) 1 Sukra 86.606 86.843 87.389 91.969 92.315 2 Kandanghaur 80.205 80.423 80.925 80.213 81.315 3 Losarang 51.644 51.677 52.002 55.021 54.178 4 Cantigi *) *) 22.335 22.487 24.143 5 Sindang 80.284 57.527 57.848 60.502 60.200 6 Indramayu 103.243 104.126 104.842 107.616 106.118 7 Balongan 21.382 21.472 21.654 23.593 22.464 8 Juntinyuat 81.161*) 81.411 81.915 84.889 85.752 9 Karangampel 103.028 103.306 104.044 106.235 106.340 10 Krangkeng 60.923 61.209 61.508 64.251 64.170 11 Arahan *) *) 31.247 31.432 32.724 Jumlah 668.476 647.994 705.709 728.208 729.719

Sumber : Indramayu Dalam Angka, 2003; Dinas Kependudukan Kabupaten Indramayu, 2004

Keterangan : *) Kecamatan belum berdiri sendiri **) Angka sementara

4.1.2.2. Komposisi penduduk berdasarkan laju migrasi dan jenis kelamin Berdasarkan data statistik tahun 2003 (Tabel 7), rata-rata sex ratio untuk kesebelas kecamatan pesisir adalah sebesar 113,26. Artinya, jumlah penduduk laki-laki di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuannya. Disamping itu, lebih banyak penduduk yang datang adalah perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan sebaliknya lebih banyak laki-laki yang pindah dibandingkan dengan perempuan. Terdapat dua kecenderungan yang dapat disimpulkan dari data statistik ini. Kecenderungan pertama adalah masih kuatnya sektor pertanian dalam skala luas di wilayah ini. Pada sektor ini pembagian peran didalam pekerjaan masih lebih banyak mengandalkan tenaga kerja laki-laki. Kecenderungan kedua adalah tidak cukup tersedianya lahan pekerjaan di wilayah ini. Tampak penduduk laki-laki, kemungkinan besar adalah kelompok umur produktif, banyak pindah keluar wilayah ini.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Datang-Pindah dan Sex Ratio Menurut Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu, 2003

Pindah (jiwa) Datang (jiwa)

No Kecamatan Laki- Laki Perem- puan Jumlah Laki- Laki Perem- puan Jumlah Sex Ratio (%) 1 Sukra 2.342 1.844 4.186 130 291 421 103,97 2 Kandanghaur 1.194 675 1.869 58 261 319 104,10 3 Losarang 1.744 975 2.719 87 101 188 103,74 4 Cantigi 294 224 518 90 184 274 104,18 5 Sindang 1.209 1.244 2.453 22 313 335 103,15 6 Indramayu 1.622 559 2.181 61 297 358 104,43 7 Balongan 981 945 1.926 52 143 195 105,42 8 Juntinyuat 801 1.645 2.446 91 135 226 102,57 9 Karangampel 1.439 366 1.805 66 617 683 209,07 10 Krangkeng 1.341 1.203 2.544 50 272 431 102,54 11 Arahan 704 524 1.228 73 517 590 102,65 Jumlah 13.671 10.204 23.875 780 3.131 3.911 113,26

Sumber: Indramayu dalam Angka, 2003.

4.1.2.3. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

Data statistik yang mencerminkan indikator kesejahteraan dari aspek sosial masyarakat salah satunya adalah tingkat putus sekolah dan persentase buta huruf penduduk di wilayah yang bersangkutan (Tabel 8). Di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu jumlah penduduk putus sekolah di tingkat dasar hingga menengah dan persentasenya dibandingkan total penduduk usia sekolah berturut-turut adalah 1.076 jiwa untuk SD (0,60%), 442 jiwa untuk SMP (0,24%) dan 246 jiwa untuk SMA (0,13%). Adapun persentase penduduk buta huruf adalah sebesar 4,40% dari total penduduk wilayah pesisir dan 1,91% dari total penduduk Kabupaten Indramayu.

Masih rendahnya tingkat pendidikan di wilayah pesisir ini berimplikasi pada masih rendahnya daya saing tenaga kerja dari wilayah ini. Hal ini juga dimungkinkan imbas dari masih dominannya usaha pertanian skala tradisional sebagai penggerak perekonomian daerah. Dalam usaha ini, terutama skala tradisional, mayoritas kebutuhan tenaga kerja lebih kepada un-skilled labour, karena lebih mengutamakan tenaga atau keterampilan umum dibandingkan dengan keterampilan khusus atau keahlian.

46 Tabel 8. Banyaknya Penduduk yang Putus Sekolah dan Buta Huruf Menurut

Tingkat Pendidikan dan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu, 2003

Putus Sekolah di Tingkat (Jiwa) No Kecamatan

Penduduk Usia 7-18

tahun (jiwa) SD SMP SMA Jumlah

Buta Huruf (Jiwa) 1 Sukra 22.329 217 71 29 317 1.511 2 Kandanghaur 21.393 188 75 7 270 4.977 3 Losarang 13.403 90 30 7 127 7.162 4 Cantigi 5.830 10 0 0 2 1.730 5 Sindang 15.367 101 67 55 223 3.419 6 Indramayu 27.174 51 27 15 93 1.793 7 Balongan 5.775 2 0 0 2 1.730 8 Juntinyuat 20.879 64 123 0 187 1.675 9 Karangampel 26.368 130 26 133 289 1.244 10 Krangkeng 16.570 138 0 0 138 3.847 11 Arahan 7.643 85 23 0 108 2.940 Jumlah 182.731 1.076 442 246 1.756 32.028

Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, 2003.

Rendahnya tingkat pendidikan juga berkaitan dengan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya aspek kesehatan, setidaknya dapat dilihat dari Angka kematian bayi (AKB) di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu yang relatif masih tinggi. Rata-rata di kesebelas kecamatan pesisir tercatat sebanyak 5,18 kematian bayi di setiap 1000 peristiwa kelahiran.

4.1.2.4. Pelapisan sosial masyarakat nelayan

Sasaran Program Rasionalisasi Perikanan di Kabupaten Indramayu adalah masyarakat nelayan skala kecil. Diharapkan dampak program dalam jangka waktu tertentu akan mengubah struktur sosial masyarakat nelayan kecil. Keberhasilan pembangunan dari aspek sosial salah satunya dengan adanya perubahan struktur sosial masyarakat target mengarah kepada struktur sosial masyarakat yang mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pemahaman terhadap struktur sosial dapat memberikan informasi bahwa introduksi program seyogyanya mengacu pada masyarakat kelompok lapisan atas. Secara teoritis, kelompok masyarakat ini secara sosial memiliki kekuatan untuk mengontrol masyarakat di lapisan bawahnya. Pemahaman tentang aspek sosial di suatu wilayah memerlukan identifikasi terhadap pelapisan masyarakat sebagai salah satu cara memahami struktur sosial di suatu masyarakat.

Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang kemiskinan nelayan dengan studi kasus di Kabupaten Indramayu (BBRSE 2005),diketahui bahwa pelapisan sosial masyarakat nelayan di desa-desa pantai di Kabupaten Indramayu sangat dipengaruhi oleh unsur ekonomis atau faktor keberhasilan seseorang dari kegiatan ekonomi perikanan yang dilakukan. Tiga lapisan masyarakat teridentifikasi, yaitu lapisan atas yang beranggotakan masyarakat dengan profesi juragan bakul dan pemilik usaha pengolahan ikan, lapisan menengah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai juragan kapal dan lapisan bawah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai anak buah kapal atau nelayan buruh. Di luar sektor perikanan, umumnya anggota masyarakat tersebut berada di lapisan menengah dan bawah.

Adapun anggota masing-masing lapisan masyarakat tersebut lebih rinci diuraikan sebagai berikut:

(1) Juragan Bakul, yaitu sekelompok individu yang mempunyai pekerjaan sebagai pengumpul ikan di hasil tangkapan nelayan, baik di TPI atau di luar TPI. Anggota kelompok ini memiliki modal yang cukup untuk memiliki kapal atau memberikan modal pada nelayan (juragan kapal) untuk memiliki kapal. Kepemilikan modal yang kuat berakibat pada kelompok sosial ini memiliki kedudukan yang tinggi disertai dengan peranan yang besar didalam kehidupan ekonomi dan politik di masyarakat;

(2) Pengolah ikan, yaitu orang yang bekerja sebagai pengolah ikan, baik sebagai pemilik atau buruh pengolah ikan. Beberapa pemilik usaha pengolahan ikan terkadang bertindak pula sebagai juragan darat/bakul ikan;

(3) Juragan Kapal, yaitu orang yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan, tetapi memiliki kapal sendiri. Hasil penjualannya dijual pada juragan bakul (jika kepemilikan kapal diperoleh dari pinjaman modal) atau dijual oleh istrinya yang berperan sebagai bakul ikan di pasar lokal. Kelompok sosial ini berada di lapisan tengah masyarakat, tercermin dari tingginya kedudukan serta besarnya peranan didalam masyarakat; dan

(4) Anak Buah Kapal (ABK), yaitu orang yang berkerja sebagai tenaga kerja di kapal milik orang lain. Pendapatannya sangat tergantung pada sistem bagi

48 Secara rinci, kelompok sosial ini sangat tergantung pada alat tangkap yang digunakan, yaitu mulai dari jaring arad yang hanya memiliki ABK 3-4 orang dengan spesialisasi pekerjaan yang rendah dan karenanya sistem bagi hasil yang sederhana pula, alat tangkap cumi-cumi dan rajungan dengan ABK sekitar 7-10 orang hingga jaring purse seine yang memiliki ABK antara 20-40 orang (tergantung ukuran kapal) dengan spesialisasi pekerjaan yang semakin tinggi pula dan karenanya bagi hasil yang diterapkan semakin rumit pula. Namun demikian, kelompok sosial ABK dengan spesialisasi pekerjaan yang tidak atau sedikit sekali membutuhkan keahlian memiliki kedudukan terendah dan peranan yang paling sedikit di masyarakat. Di lapangan ditemukan bahwa di masa musim angin besar (Barat dan Timur) sebagian dari mereka beralih profesi menjadi tukang becak atau tukang bangunan. Sebagian lain yang tidak mau alih profesi tersebut dikarenakan adanya kendala budaya yaitu malu. Mereka umumnya berperilaku dan bertindak sesuai dengan apa yang menjadi keputusan dari kelompok sosial yang memiliki kedudukan dan peranan di atasnya (sebagai contoh sistem bagi hasil atau keputusan melaut / tidak melaut). Sebagian nelayan yang tidak lagi kuat untuk melaut akan beralih profesi menjadi buruh pengolah ikan.

4.1.3. Keragaan ekonomi masyarakat

Dokumen terkait