• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Evaluasi Kinerja

Dalam mengevaluasi existensii KIMBis diperoleh perbedaan dalam mengenal KIMBis oleh para pelaku usaha pengolahan. Keberadaan KIMBis sudah dikenal anggota melalui sosialisasi KIMBis, namun pelaku usaha non anggota hanya mengenal KIMBis sebatas nama dan belum mengetahui tugas/fungsi KIMBis. Mereka beranggapan bahwa KIMBis sama halnya dengan oraganisasi lainnya yang hanya memberikan bantuan sesaat dan meminta data untuk kepentingan organisasi. Hal tersebut mempengaruhi pandangan masyarakat tentang pentingnya KIMBis di wilayahnya. Bagi anggota, keberadaan KIMBis sangat penting karena berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat melalui paket teknologi yang diintroduksi dan pendampingan dalam pengembangan usaha. Sedangkan bagi non anggota, awalnya KIMBis dianggap biasa saja yang kinerjanya hampir sama dengan LSM, yang hanya menyelesaikan program-progamnya saja. Namun, sampai saat ini keberadaan KIMBis masih ada dan kondisi ini menyebabkan „kecemburuan‟ bagi non anggota. Ada anggapan bahwa KIMBis memihak pada sekelompok masyarakat.

Kehadiran KIMBis bagi anggota dan non anggota dianggap sudah sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat dalam menjalankan dan mengembangkan usaha saat ini. Alasan yang diungkapkan adalah paket pelatihan dan program pendampingan dan yang diberikan merupakan usulan dari masyarakat, begitu juga rencana kegiatan berasal dari masyarakat itu sendiri yang paling mengetahui kebutuhannya. KIMBis dianggap memberikan keuntungan bagi anggota dan non anggota jika dibandingkan dengan usaha sebelum adanya KIMBis. Keuntungan bagi anggota yaitu produk yang dihasilkan lebih dipercaya dan banyak konsumen yang menambah orderan karena ada P-IRT. Keuntungan bagi non anggota adalah limpahan pekerjaan dari anggota KIMBis yang tidak mampu memenuhi pesanan konsumen.

Menurut responden baik anggota maupun non anggota KIMBis, kelembagaan KIMBis memiliki keselasaran dengan usaha yang dijalankan responden. Alasan yang dikemukakan responden anggota adalah keselarasan dalam program kerja KIMBis yang ingin mengembangkan perekonomian masyarakat KP mulai dari produksi, packaging, labeling dan rekayasa alat. Sedangkan alasan yang dikemukakan responden non anggota adalah KIMBis selaras dengan kondisi masyarakat karena ingin memajukan perekonomian desa. Selain itu bagi anggota dan non anggota, KIMBis dianggap mampu mengatasi permasalahan usaha yang terjadi. Bagi anggota, permasalahan dapat diatasi bersama dari pendampingan

47 dan paket pelatihan. Sedangkan bagi non anggota, mereka mengatasinya melalui transfer informasi dari anggota KIMBis.

Menurut responden anggota, KIMBis dianggap dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, waktu) yang dimiliki masyarakat. Hal tersebut terbukti pada pemanfaatan sumberdaya kelompok pengolah sehingga dapat mengurangi beban modal usaha, pemanfaatan peralatan produksi yang mudah dan murah, sehingga waktu dapat dimanfaatkan secara efisien. Kondisi ini ditunjang dengan adanya teknologi yang dikenalkan KIMBis yang menurut responden anggota semakin maju/modern. Berbeda dengan anggapan non anggota, KIMBis dianggap lembaga yang exklusif untuk anggotanya saja. Responden non anggota masih menggunakan teknis produksi tradisional sehingga kurang efisien. Menurut responden, KIMBis dapat dikatakan sederhana dan mudah dalam penerapan kegiatan-kegiatannya. Alasannya karena setiap kegiatan yang diterapkan merupakan realisasi usulan anggota KIMBis.

Usaha pengolahan yang dilakukan anggota KIMBis dirasakan semakin maju dan berkembang sejak tergabung dalam KIMBis. Mereka menjelaskan bahwa proses produksi terus menerus dilakukan karena meningkatnya pesanan konsumen. Hal yang sama juga dirasakan oleh non anggota KIMBis, mereka menerima limpahan pesanan dari anggota KIMBis yang tidak sanggup memenuhi pesanan konsumen. Kondisi tersebut, menurut responden anggota/non anggota dapat meningkatkan pendapatan mereka sehingga dapat dikatakan bahwa KIMBis telah berperan dalam menambah penghasilan keluarga nelayan.

Pemerintah desa Weru mendukung kelembagaan KIMBis, salah satu bentuk dukungannya adalah mengijinkan kelembagaan KIMBis berada di desa weru dan adanya keterlibatan aparat desa dalam struktur organisasi KIMBis. Selain itu kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan KIMBis sejalan dengan program pemberdayaan masyarakat desa. Dukungan dari Dinas juga diberikan kepada KIMBis yaitu menyelaraskan program berbantuan dinas dengan program kegiatan KIMBis.

Tabel 11. Evaluasi Keberadaan Kimbis Lamongan Menurut Anggota Dan Non Anggota

No Uraian Anggota Non Anggota

1 Tahu tentang KIMBis Ya, sudah kenal melalui

sosialisasi Ya tahu, tapi belum kenal 2 Tingkat pentingnya KIMBis Penting, sebagai lembaga

pemberdayaan masyarakat

Biasa saja, seperti lembaga swadaya masyarakat

3 Kehadiran KIMBis Sesuai & selaras dengan

usaha Sesuai & selaras dengan usaha 4 KIMBis dapat menguntungkan Ya, produk lebih Ya, banyak orderan

48 dipercaya, banyak orderan (limpahan dari anggota yang tidak sanggup memenuhi orderan) 5 KIMBis dapat mengatasi masalah Ya secara menyeluruh

karena ada 6pendampingan

Ya, informasi turunan dari anggota KIMBis

7 KIMBis mendayagunakan

sumberdaya (dana, tenaga, waktu) Sangat berdayaguna Sangat berdayaguna 8 Kegiatan KIMBis Sederhana dan mudah Sederhana

9 Perkembangan usaha dengan adanya

KIMBis Maju dan berkembang Maju dan berkembang 10 Teknologi yang digunakan Maju/modern Tradisional

11 Peran KIMBis dalam meningkatkan

pendapatan Sangat berperan Cukup berperan 12 Adanya KIMBis, pola hubungan antar

pelaku usaha Saling menguntungkan Saling menguntungkan 13 Kebijakan pemerintah desa Mendukung (perijinan, dll) Mendukung

14 Kebijakan pemda Mendukung (bantuan alat,

P-IRT gratis) Mendukung Sumber: Analisis data Primer (2014)

Pengembangan KIMBis Lamongan telah mampu mengarahkan masyarakat untuk berperilaku ekonomi. Douglass North, ekonom kelembagaan, menyatakan bahwa institusi lebih pasti terjadi pada hubungan antar manusia serta mempengaruhi perilaku dan outcomes seperti keragaman ekonomi, efisiensi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Dalam perspektif ekonomi kelembagaan baru, Williamson (2000) melihat bahwa kelembagaan beroperasi baik pada level makro dan mikro. Pada tingkat makro kelembagaan merupakan rules of the game yang mempengaruhi perilaku dan keragaan dari pelaku ekonomi dimana organisasi dibentuk dan biaya transaksi secara embedded ada didalamnya. Williamson melihat hal itu sebagai suatu gugus fundamental dari aturan mendasar mengenai aspek politik, sosial dan legal yang mendasari proses produksi, pertukaran (exchange), dan distribusi. Pada tingkat mikro, aspek kelembagaan lebih dikenal sebagai suatu institutional arrangement yang lebih mengedepankan aspek institutional of governance. Intitutional arrangement pada dasarnya adalah arrangment antar unit ekonomi yang mengatur bagaimana anggota institusi tersebut bersaing maupun bekerjasama. Pada level ini, kelembagaan lebih ditekankan pada cara mengelola transaksi yang termasuk didalamnya menyangkut transaksi pasar, quasi-market, dan kontrak. Dengan demikian kelembagaan KIMBis Lamongan telah mampu mengembangkan kelembagaan dan perekonomian di wilayahnya karena mampu mempengaruhi perilaku pelaku usaha (pengolah) untuk bekerjasama dan mematuhi aturan yang ada di KIMBis

49

5.2. Implementasi Model Pengembangan Ekonomi Kawasan Berbasis Iptek

Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat (capacity building) khususnya masyarakat (kelompok) sasaran. Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola perilaku individu, organisasi, dan sistem yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui penguatan kapasitas, maka masyarakat dapat memahami dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Implementasi model tersebut didasarkan atas hasil-hasil kegiatan yang sudah dilakukan kemudian diformulasikan dalam bentuk matrik sehingga mudah dipahami dan mudah diterapkan. Untuk mengetahui efektifitas model yang diimlementasikan pada akhir program akan dilakukan efektifitas program dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sepert skala liket, menggunakan analisis regresi logistik dan lain. Lain. Secara garis besar model yang direkomendasikan seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Implementasi Model Pengembangan Ekonomi Wilayah berbasis Iptek Pada Pelaku Usaha

No. Kelompok Sasaran

/Komponen Dasar Potensi dan Permasalahan Introduksi Dampak 1 Inovasi dan Pengembangan Produk Skala Rumah Tangga (Usaha pengolahan produk, Garam tradisional)

Bahan baku melimpah tersedia sepanjang tahun. Kualitas bahan baku masih rendah; Kurangnya diversifikasi produk, belum ada legal aspek (sertifikasi PIRT); potensi nilai tambah

Inkubasi bisnis baru, pengembangan usaha, mentoring

Bahan baku memenuhi standar, Kualitas produk meningkat, legal aspek sertifikasi PIRT, peningkatan pendapatan

2 Penguatan dan

Pemupukan Permodalan untuk Usaha

Potensi perputaran uang yang tinggi, belum disertai dengan baiknya

manajemen keuangan usaha rumah tangga; Potensi jimpitan Blandongan.

Pengelolaan dana yang ada dimanfaatkan untuk kegiatan pengembangan usaha melalui

pemberdayaan masyarakat

Modal “jimpitan” kelompok blandongan dapat

dimanfaatkan untuk kegiatan yang kreatif.

3 Lokal “Branding” dan

Pengembangan Jaringan Pasar

Potensi pengembangan aneka produk; Belum adanya lokal “branding”; Terbatasnya akses pemasaran kelompok, jaringan pasar masih lemah

Upaya penciptaan lokal

branding dari pelaku lokal,

pencantuman PIRT, Promosi, jaringan pasar luar daerah

Local Branding sebagai identitas produk. Penetrasi pasar yang lebih luas

50

BAB VI . KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKA

Kegiatan Klinik Iptek Mina Bisnis selama ini telah dirasakan oleh kelompok-kelompok sasaran, namun karena luasnya cakupan kerja (kabupten) dan sumberdaya yang potensial (perikanan budidaya, perikanan tangkap, pengolahan produk dan produk garam), sehingga program KIMBis belum bisa mencakup ke semua kelompok sasaran. Namun demikian hasil evaluasi kinerja KIMBis yang dilakukan pada kelompok pengolahan produk (poklahsar) yang menjadi mitra dan tidak menjadi mitra, telah dirasakan manfaat dari kegiatan KIMBis. Beberapa hal yang masih dianggap belum optimal dari hasil evaluasi mandiri akan menjadi salah satu prioritas untuk dapat diatasi Kerjasama dengan berbagai pihak sangat dirasakan manfaatnya sehingga inovasi teknologi yang diintroduksi dapat segera tersebar ke lokasi yang lebih luas. Kerjasama dengan para penyuluh dan PPTK semakin diperkuat melalui kegiatan koordisasi yang dilakukan setiap bulan dengan melibatkan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan, Penyuluh, PPTK dan KIMbis untuk membahas permasalahan dan pemecahan dari problem yang dihadapi. Rapat koordinasi ini, merupakan salah satu sarana untuk memberikan masukan kepada pihak Dinas dan Pengurus KIMBis terhadap berbagai masalah yang ada di lapangan.

Beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan adalah :

1. Upaya peningkatan kapasitas pengurus KIMBIs. Kegiatan ini dilakukan melalui kerjasama dengan pengurus KIMBis pusat, mengikuti forum-forum yang diadakan oleh Dinas dan SKPD lingkup pemda Lamongan

2. Upaya meningkatkan peranan KIMBis dalam cakupan yang lebih luas memerlukan uapaya yang lebih kuat lagi antara lain perlunya peningkatan kapasitas teknis dan manajerial pengurus KIMBis, hal ini dilakukan melalui berbagai kegiatan dan pertemuan dengan menghadirkan nara sumber.

3. Sinkronisasi dengan berbagai pemangku kepentingan : SKPD Lingkup Pemda Lamongan, yayasan/LSM, dan pihak lainnya yang mempunyai kepedulian pembangunan masyarakat.

4. Penguatan dan Pengembangan Usaha kelompok sasaran perlu semakin diperluas dengan keterlibatan Penyuluh, PPTK dan Nara Sumber Teknis yang lebih intens.

51

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Kabupaten Lamongan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan.

Anonim. 2013. Laporan Akhir KIMBis Lamongan 2013. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Anonim, 2014. Rumusan Lokakarya Kimbis., 11 Maret 2014. Saung Dolken Resort. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Bogor.

Chozin, M.A. 2010. Pembangunan Perdesaan dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan MAsyarakat. IPB Pres. Bogor

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan. 2012. Statistik Perikanan Kabupaten Lamongan Tahun 2012. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan.

Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan dan Pengeloalaan. Gramedia Pusataka Utama. Jakarta

Hadi, A.P., 2011. Tinjauan Terhadap Berbagai Program Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia.

Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA). Jakarta

Indiahono, D. H. Nuraini, D.S. Satyawan. 2012. Model Implementasi PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Banyumas Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan Politik, Tahun 2012, Volume 25, Nomor 1: 1-7

Juanda, B. 2010.Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis.IPB Press. Bogor.

Kartasasmita, G. 1996. Pembaruan dan pemberdayaan: permasalahan, kritik, dan gagasan menuju

Indonesia masa depan. Edisi Kedua. Penerbit Ikatan Alumi ITB. Jakarta.

Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Ar-Ruzz Media.Yogyakarta.

Listya, H.K. 2011.Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Banyuwangi. Program Studi Magister Manajemen Teknologi bidang Keahlian Manajemen Proyek Program Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Priadana, M.S., EM. Guntur. 2010. Analisis Faktor-faktor Keberhasilan Serta Dampak Dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat. Trikonomika, Volume 9, No. 2 Desember 2010. Hal 78-86. Sumaryadi, I. N. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat. Citra

52 Wiliamson. 2000. Social Capital Collectivism-Community Background Notern Ireland. A Report to Office of

the First Minister and The Head of The Departement for Social Development

Zulham, Armen. 2011. Panduan Pelaksanaan Kegiatan KIMBis. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

53

LAMPIRAN-LAMPIRAN FOTO-FOTO KEGIATAN

55

Mobil Operasional Dinas sebagai salah satu unit mobil pameran dan promosi yang digunakan oleh KIMBis apabila ada Pameran

Dokumen terkait