• Tidak ada hasil yang ditemukan

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN

KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN

KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS)

DI LAMONGAN

Oleh : Budi Wardono, Istiana, A. Nurul Hadi dan

Arfah Elly

B

al

ai

B

es

ar

P

en

el

iti

an

S

os

ia

l E

ko

no

m

i K

el

au

ta

n

da

n

P

er

ik

an

an

2014

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Tahun untuk kegiatan Program Rintisan Pengembangan Kelembagaan dan Perekonomian Kawasan Berbasis Iptek (KIMBis) Lamongan. KIMBis sebagai kelembagaan pengembangan bisnis masyarakat dengan memanfaatkan teknologi untuk mewujudkan kemandiriannya, dimana KIMBis memainkan peranana yang penting dalam dua aspek yaitu sebagai fasilitator pengembangan bisnis masyarakat dan sebagai inkubator bisnis dalam masyarakat. Kegiatan pengembangan usaha masyarakat melalui KIMBis yang dilakukan di Lamongan meliputi beberapa kegiatan. Kegiatan utama adalah memainkan peranannya sebagai memfasilitasi pengembangan bisnis pada sub sektor perikanan tangkap, usaha pergaraman dan pengolahan produk yaitu pengembangan kelembagaan Poklahsar, Pengembangan Kelembagaan Nelayan dan pengembangan kelembagaan usaha pergaraman

Laporan ini masih memerlukan masukan dan saran dari berbagai pihak untuk tercapainya tujuan dari seluruh kegiatani. Pada kesempatan ini izinkan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya kegiatan “Pemberdayaan Masyarakat Perikanan dan Kelautan Berbasis IPTEK Melalui KIMBis” sehingga kegiatan ini dapat terselenggara dengan baik dan lancar.

Jakarta, Desember 2014 Tim Peneliti

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i.

Daftar Isi ii.

Daftar Tabel iii.

Daftar Gambar iv.

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

BAB III METODE PENELITIAN 11

3.1. Kerangka Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 11

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 13

3.3. Teknik Pengumpulan data 13

3.4. Model Pendekatan 13

3.5. Metode Analisis Data 16

BAB IV HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN 17

4.1. ASPEK PENGEMBANGAN USAHA 17

4.1.1. Peranan KIMBis Dalam Pengembangan Usaha Nelayan 17 4.1.2. Pendampingan Dalam Penguatan Kapasitas Pelaku Usaha Pengolahan

Produk Hasil Perikanan Tangkap 20

4.1.3. Peran KIMBis Dalam Pengembangan Usaha Pengolahan Lele

(Peningkatan Nilai Guna Lele) 22

4.1.4. Pengembangan Pemasaran Produk Olahan Mitra KIMBis melalui Local

Branding 24

4.1.5. Peran KIMBis dalam Pengembangan Usaha Garam Rakyat 26 4.1.5.1. Optimalisasi Program PUGAR dan Penerapan TTG Garam untuk

meningkatkan produktifitas dan nilai tambah Teknologi Tepat Guna (TTG) 28 4.1.5.2. Prospek Pengembangan Teknologi Peningkatan Produksi dan Kualitas

Garam 30

4.1.5.3. Peningkatan Kualitas Garam 33

4.2. ASPEK PENGEMBANGAN JARINGAN 34

4.2.1. Peranan Jaringan Inovasi IPTEK melalui IPTEKMAS 38 4.2.2. Membangunan Jaringan dan Sinergi dengan Mitra Kerja 42

BAB V EVALUASI KINERJA KIMBis 46

5.1. Evaluasi Kinerja 46

5.2. Implementasi Model Pengembangan Ekonomi Kawasan Berbasis Iptek 49 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 50

(4)

DAFTAR PUSTAKA 51

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Metode Pendekatan Untuk Meningkan Peran Kimbis dalam

Mengembangkan Usaha 15

Tabel 2. Produksi Perikanan Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 17 Tabel 3. Keragaan Ekonomi Perikanan di PPN Brondong Tahun 2007-2014 18 Tabel 4. Jenis-jenis Industri Pengolahan Produk di Kabupaten Lamongan

2000-2013 19

Tabel 5. Daftar Pemilik Usaha Pengolahan Yang Difasislitasi PIRT-nya 21 Tabel 6. Sosialisasi Dalam Rangka Penyebaran Inovasi Hasil Iptekmas Dan

Penguatan Dan Pengembangan Kelembagaan KIMBis 27 Tabel 7. Kelompok Usaha Garam (KUGAR) Kab Lamongan yang tergabung dalam

program PUGAR 31

Tabel 8. Daftar Kegiatan Pendampingan dan Pelatihan Pengolahan Produk Hasil

Perikanan Secara Mandiri 37

Tabel 9. Asumsi modal awal (investasi) untuk penerapan TTG per ha (10.000 m2) 40

Tabel 10. Kegiatan Pengembangan Jejaring KIMBis dengan Stakeholder 44 Tabel 11. Evaluasi Keberadaan Kimbis Lamongan Menurut Anggota Dan Non

Anggota 47

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kegiatan KIMBis Lamongan 12 Gambar 2. Pengembangan pemasaran produk olahan mitra KIMBis Lamongan 24 Gambar 3. Produksi Garam Teknologi Tepat Guna Sedayu Lawas ( Foto Kiri Atas),

dengan kualitas KW 1 (Foto Bawah) dan penerapannya oleh masyarakat sekitar (Foto Kanan Atas

32

Gambar 4. Peningkatan kualitas garam melalui pencucian menjadi garam konsumsi (inovasi teknologi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP).

39 Gambar 5. Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas Pelaku Usaha Pengolahan Garam

(7)

1

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

KIMBis Kabupaten Lamongan sebagai kelembagaan masyarakat telah berjalan sejak akhir 2011, KIMBis telah berfungsi sebagai wadah pemberdayaan masyarakat yang melakukan kegiatan percepatan penerapan teknologi yang dihasilkan oleh litbang dan menjadi laboratorium lapangan untuk umpan balik iptek yang dikaji terap. Inilah salah satu bentuk terobosan percepatan pembangunan KP yang dilakukan Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan melalui pendekatan komunitas sosial. Seiring dinamisnya perkembangan masyarakat dan adanya perbaikan-perbaikan kinerja KIMBis, maka tujuan Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) adalah untuk mengimplementasikan pengembangan ekonomi kawasan berbasis Iptek yang dilakukan oleh Balitbang KP. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai salah satu penunjang program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat KP. KIMBis adalah wadah komunikasi, peningkatan kapasitas masyarakat, serta konsultasi antara kelompok masyarakat KP dengan stakeholder terkait, melalui pendekatan techno-preneurship untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat perikanan.

KIMBis di Lamongan dibentuk dengan tujuan mendorong tumbuhnya entreprenuership dalam masyarakat nelayan/pesisir sehingga mampu memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat dan mempercepat proses diseminasi, adopsi dan difusi teknologi kelautan dan perikanan dan umpan balik dari masyarakat untuk memperbaiki teknologi yang diintroduksi. Pendekatan yang dilakukan adalah kombinasi bottom up yang dibangun atas dasar partisipasi masyarakat dan top down yaitu pelaksanaaan aktifitas yang telah diru-muskan masyarakat difasilitasi oleh pemerintah. Kegiatan KIMBis tahun 2011-2013, lebih diarahkan pada kegiatan upaya pengembangan dan penguatan kelembagaan usaha pengolahan produk dan peningkatan kapasitas SDM. Pada tahun 2014 ini kegiatan KMIBis di Kabupaten Lamongan lebih pada pengembangan ekonomi kawasan untuk mendorong pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan menuju kemandirian usaha. Oleh karena itu perlu adanya peran KIMBis baik sebagai lembaga maupun sebagai pusat kegiatan. Peran KIMBis sebagai lembaga melalui penguatan (sosialisasi dan TOT) dan pengembangan dengan membangun mitra KIMBis. KIMBis sebagai pusat kegiatan berperan untuk menyebarkan teknologi hasil introduksi Program IPTEKMAS dan kajian tentang penyebaran teknologi, mengimplementasikan prinsip blue economy pada kawasan KIMBis, membangun Jaringan Kerja dengan berbagai pemangku kepentingan dan Mengopimalkan pemanfaatan program perbantuan. Jadi antara KIMBis dengan kelembagaan lain yang sudah ada bersinergi untuk membangun pemberdayaan

(8)

2

masyarakat; memanfaatkan teknologi tepat guna dan menumbuhkan entrepreneurship dalam masyarakat. Peran KIMBis baik sebagai lembaga maupun sebagai pusat kegiatan ini akan mendukung priortitas program nasional yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan. Selain itu KIMBis juga mendukung program Kementerian Kelautan dan Perikanan yang terkait dengan peningkatan kapasitas masyarakat KP, sedangkan dukungan KIMBis ke dalam 7 fokus program Balitbang KP adalah menyebarkan teknologi hasil penelitian litbang KP kepada masyarakat perikanan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, dan mendorong peningkatan pendapatan.

Pembangunan berbasis perdesaan merupakan alternative untuk mengurangi dampak dari pembangunan yang cenderung bias urban (Chozin, 2010). Oleh karenanya perubahan paradigma terhadap pembangunan nasional juga harus diikuti dengan perubahan orientasi terhadap pembangunan ekonomi dan wilayah perdesaan yang tidak dapat lepas dari kebutuhan teknologi (Chozin, 2010).

Kegiatan KIMBis Kabupaten Lamongan dimulai pada tahun 2011 yang diawali dengan identifikasi masalah yang ada dilapangan melalui baseline survey pada masyarakat sasaran. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelompok sasaran yang ada di Kabupaten Lamongan yaitu kelompok nelayan tangkap (Blandongan), kelompok pengolah hasil perikanan dan kelompok pengolah garam skala rumah tangga. Untuk lebih memperdalam permasalahan masyarakat perikanan (kelompok sasaran) dilakukan pendekatan dengan cara Focus Group Discussion (FGD). Hasil kegiatan tahun 2011 adalah identifikasi kebutuhan kelompok sasaran yang belum memiliki PIRT (Pangan Ijin Rumah Tangga) dalam produk yang dihasilkan, pendampingan untuk meningkatkan kualitas produk hasil olahan, pendampingan dalam rangka peningkatan nilai tambah produk garam dan pendampingan pada kelompok nelayan tangkap (Blandongan).

Kegiatan KIMBis pada tahun 2012 dan 2013 adalah melakukan penilaian kebutuhan masyakarat, kemuadian dilakukan upaya untuk peningkatan produksi kelompok-kelompok sasaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing antara lain : (1) pengurusan sertifikasi PIRT (Pangan Ijin Rumah Tangga) kepada pelaku usaha rumah tangga skala kecil dimana ada 16 orang pelaku usaha yang mengikuti pelatihan tersebut; (2) pelatihan diversifikasi produk olahan ikan oleh kelompok sasaran KIMBis yaitu ibu-ibu pengolah hasil perikanan skala kecil yang berasal dari desa Weru komplek yaitu desa Weru, Paloh, Waru Lor, dan Sidokumpul; (3) pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kualitas produk garam di desa Tanggul, Kecamatan Paciran; (4) studi banding yang dilakukan oleh kelompok nelayan tangkap di Kabupaten Lamongan di lokasi Kabupaten pacitan dengan mengunjungi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tamperan-Pacitan dan Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Pacitan dalam rangka koordinasi

(9)

3

dengan dinas kelautan dan perikanan setempat dan mendapatkan informasi terkait dengan Pengelolaan dana bantuan PUMP yang dikelola oleh kelompok nelayan di Kabupaten Pacitan. Studi banding ini dilakukan oleh 17 orang yang tergabung dalam kelompok nelayan Lamongan (Blandongan) dan 4 orang pengurus HNSI; (5) pameran dalam rangka promosi produk olahan hasil perikanan untuk menciptakan “branding” produk lokal yang dilakukan baik di tingkat kabupaten, propinsi dan di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan (6) pertemuan/workshop yang dilakukan baik di tingkat Kabupaten, propinsi dan pusat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anggota yang menjadi kelompok sasaran KIMBis dalam usahanya mulai dari tingkat produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan.

Dalam rangka mensinkronkan kegiatan KIMBis dengan program-progran yang ada di SKPD-SKPD, maka dilakukan kerjasama yang melibatkan kelompok-kelompok sasaran KIMBis. Kerjasama tersebut mendapatkan respon yang baik dari SKPD-SKPD, diantaranya:

- Dinas Kesehatan; SKPD ini telah menunjukkan respon dengan baik melalui pemberian ijin usaha berupa PIRT pada produk-produk hasil olahan kelompok-kelompok sasaran.

- Dinas Koperasi; SKPD ini juga merespon baik kegiatan KIMBIs yaitu bersedia memeberikan ruang (showroom) bagi kelompok sasaran yang ingin memasarkan produknya.

- Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur; memperlihatkan respon yang baik dalam hal promosi produk-produk kelompok sasaran. Selain itu SKPD ini juga menawarkan ruang (showroom) untuk mempromosikan dan memasarkan produk tersebut.

- Dinas Perindustrian; SKPD ini tertarik dengan kelembagaan KIMBis, mereka telah menjadikan pengurus KIMBis bersama kelompok sasaran menjadi narasumber pada kegiatan pelatihan pengolahan di kecamatan lain.

- Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sidayu Kabupaten Gresik; SKPD ini menjalin kerjasama dengan KIMBis dan kelompok sasaran dan menjadikan KIMBis sebagai „laboratorium‟ pengolahan hasil perikanan sekaligus menjadikan pengurus KIMBis sebagai narasumber. - Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lautan dan Pesisir; mensinkronkan

kegiatan IPTEKMAS garam dengan kegiatan KIMBis.

Selain itu, perluasan kerjasama dengan SKPD-SKPD yang terkait dengan kegiatan KIMBis dan kelompok sasaran terjalin dengan organisasi kemasyarakatan yang ada di Kabupaten Lamongan. Dalam implementasi kegiatan, dikaitkan dengan subsistem-subsistem terkait antara lain:

(10)

4 - Sub sistem penangkapan (penyediaan sarana dan prasarana penangkapan (perbekalan, BBM,

Es, peralatan tangkap dll) dan penanganan hasil tangkapan - Subsistem Pemasaran dan Pengolahan produk hasil perikanan - Subsistem penguatan permodalan

- Subsistem pengembangan jaringan pasar

Semua subsistem saling terkait dan membentuk suatu sistem ekonomi wilayah yang bersifat makro. Program KIMBis pada tahun 2013 dengan fokus utama adalah peningkatan kapasitas kelembagaan, tujuan akhirnya adalah menjadikan usaha perikanan sebagai sumber dalam pengembangan ekonomi kawasan. Kegiatan KIMBis 2013 diimplementaskan melalui: 1) Percepatan penyebaran teknologi IPTEKMAS garam di Lamongan yang terwujud pada sinergitas dengan Satker Lingkup Balitbang KP. 2) Penerapkan prinsip-prinsip Blue economy, yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi sektor Kelautan dan Perikanan dan sekaligus menjamin kelestarian sumber daya, serta lingkungan pesisir dan lautan. Pendekatan Blue Economy diimplementasikan dalam bentuk menimalisasi limbah; kegiatan memberikan manfaat bagi masyarakat lua, inovatif dan adaftif; dan kegiatan KIMBis memberikan efek ekonomi yang luas (multiplier effect). 3) Membangun jejaring dengan SKPD. 4) Mengoptimalkan program-program bebantuan Kelautan dan Perikanan berupa PUMP dan PUGAR.

Kabupaten Lamongan dipilih sebagai salah satu lokasi didirikannya KIMBis karena mempunyai potensi perikanan yang tinggi khususnya perikanan tangkap laut. Dilihat dari sisi sumberdaya perikanan, Kabupaten Lamongan mempunyai usaha penangkapan ikan laut terpusat diperairan Laut Jawa pada wilayah Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran, memiliki 1 (satu) Pelabuhan Perikanan Nasional Brondong dan 4 (empat) Tempat Pendaratan Ikan (TPI), yaitu mulai dari arah timur ke barat meliputi Weru, Kranji, Labuhan dan Lohgung. Produksi ikan yang dihasilkan dari tahun 2006 hingga 2012 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,58 % yang meliputi ikan permukaan (didominasi oleh jenis ikan layang), produksi ikan dasar (didominasi oleh ikan kuningan), produksi ikan karang (di dominasi oleh ikan bambangan) dan beberapa jenis cumi-cumi dan udang. Dilihat dari sisi masyarakat di kedua kecamatan pesisir yang ada di Kab.Lamongan (Brondong dan Paciran) sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan (DPK, 2013). Namun adanya tekanan terhadap sumberdaya secara masif akibat dari ekspoitasi yang intens menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan diberbagai belahan dunia (Fauzi. 2010).

Kabupaten Lamongan memiliki potensi sumberdaya manusia perikanan tangkap laut sebanyak 28.154 nelayan. Potensi tersebut belum termasuk masyarakat lain yang terlibat dalam rangkaian kegiatan

(11)

5

penangkapan seperti pemasaran hasil, pengolahan hasil tangkapan dan lain-lain yang terkait dengan kegiatan tersebut. Potensi sumberdaya manusia ini terlihat belum termanfaatkan secara optimal. Hal ini terbukti pada kehidupan masyarakat nelayan yang belum merasakan kesejahteraan.

Selain potensi sumberdaya laut dan manusia, Kabupaten Lamongan memiliki potensi lain yaitu sebagai penerima program bebantuan pemerintah. Program bantuan tersebut berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yaitu Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) dan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) sejak tahun 2011 yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan melalui peningkatan kemampuan dan pendapatan masyarakat serta penumbuhan wirausaha kelautan dan perikanan.

Melihat kondisi tersebut, keberadaan KIMBis diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat, dan mengkoordinasikan introduksi teknologi dari satuan kerja (satker) lingkup Balitbang KP dengan masyarakat nelayan dan pesisir lainnya. Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh KIMBis ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat memacu berkembangnya ekonomi kawasan pada masyarakat nelayan dan pesisir yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu pengembangan ekonomi kawasan melalui KIMBis diharapkan dapat mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan pada berbagai daerah pesisir.

Selain itu, perluasan kerjasama dengan SKPD-SKPD yang terkait dengan kegiatan KIMBis dan kelompok sasaran terjalin dengan organisasi kemasyarakatan yang ada di Kabupaten Lamongan. Dalam implementasi kegiatan ini dikaitkan dengan subsistem-subsistem terkait antara lain:

a. Sub sistem penangkapan (penyediaan sarana dan prasarana penangkapan (perbekalan, BBM, Es, peralatan tangkap dll) dan penanganan hasil tangkapan

b. Subsistem Pemasaran dan Pengolahan produk hasil perikanan c. Subsistem penguatan permodalan

d. Subsistem pengembangan jaringan pasar

e. Subsistem Garam rakyat, untuk pemenuhan kebutuhan garam dalam prosesing ikan di PPN, TPI, UPI, Perum Pengelola Asset dan RT.

Semua subsistem saling terkait dan membentuk suatu sistem ekonomi wilayah yang bersifat makro. Justifikasi dilanjutkannya program KIMBis pada tahun 2014 didasarkan pada hasil-hasil yang diperoleh pada tahun 2012 dan 2013. Fokus utama adalah untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, tujuan akhirnya adalah menjadikan usaha perikanan sebagai sumber dalam pengembangan ekonomi

(12)

6

kawasan. Kebijakan BBPSEKP yang terkait dengan kegiatan KIMBis 2014 diimplementaskan melalui: 1) Percepatan penyebaran teknologi IPTEKMAS di Lamongan yang terwujud pada sinergitas dengan Satker Lingkup Balitbang KP. 2) Penerapkan prinsip-prinsip Blue economy, yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi sektor Kelautan dan Perikanan dan sekaligus menjamin kelestarian sumber daya, serta lingkungan pesisir dan lautan. Pendekatan Blue Economy diimplementasikan dalam bentuk menimalisasi limbah; kegiatan memberikan manfaat bagi masyarakat lua, inovatif dan adaftif; dan kegiatan KIMBis memberikan efek ekonomi yang luas (multiplier effect). 3) Membangun jejaring dengan SKPD. 4) Mengoptimalkan program-program bebantuan Kelautan dan Perikanan berupa PUMP dan PUGAR.

Berdasarkan kondisi dan peluang untuk pengembangan usaha garam, KIMBis mencoba memfalistasi agar terjadi sinergitas dari program-program yang sudah dilakukan oleh pemerintah melalui PUGAR dan IPTEKMAS maupuan TTG yang berasal masyarakat di lokasi. Melalui kegiatan pendampingan oleh KIMBis diharapkan pelaku usaha garam dapat memperoleh manfaat berupa peningkatan produktifitas, peningkatan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan.

1.2.Tujuan

1. Mengkaji peranan KIMBis dalam Pengembangan Usaha/Bisnis KIMBis melalui Pengembangan Kelompok sasaran dan keterkaitan antar usaha KIMBis dan Kelompok Usaha.

(13)

7

II. TINJAUAN PUSATA

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable.Gagasan pembangunan yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat perlu untuk dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat. perubahan struktur yang sangat diharapkan adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan dan harus dapat dinikmati bersama. begitu pula sebaliknya, yang menikmati haruslah yang menghasilkan. proses ini diarahkan agar setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building) melalui penciptaan akumulasi modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan, yang mana pada gilirannya nanti dapat pula menciptakan pendapatan yang akhirnya dinikmati oleh seluruh rakyat. dan proses transpormasi ini harus dapat digerakan sendiri oleh masyarakat. Menurut sumodiningrat (1999), mengatakan bahwa kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu : pertama, kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. kedua, kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran. ketiga, kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya khusus.

Adapun beberapa pengertian Kelembagaan dalam Agribisnis menurut pendapat beberapa pakar, diantaranya: Soekanto (2003) mendefinisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma-norma segala tindakan berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia didalam kehidupan masyarakat. Koentjoroningrat (1964) lembaga kemasyarakatan atau lembaga sosial atau pranata sosial adalaha sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi kebutuhan khusus dari manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Rahardjo (1999) menyatakan bahwa kelembagaan sosial dapat di artikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kabiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat, merupakan wadah dan perwujudan yang lebih kongkrit dari kultur dan struktur.

Berdasarkan pada pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belum ada kesepahaman yang baku tentang kelembagaan agribisnis, namun untuk semantara dapat di pahami kelembagan agribisnis sebagai norma atau kebiasaan yang terstruktur dan terpola serta di praktekkan terus menerus untuk

(14)

8

memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat dengan penghidupan dari bidang pertanian di masyarakat.

Kelembagaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan agribisnis, mengingat rangkaian kegiatan yang terkait dalam sistem agribisnis tersebut diatas digerakkan oleh berbagai kelembagaan. Kelembagaan agribisnis dapat dikelompokkan dalam berbagai bentuk kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis.

Inkubator bisnis adalah perusahaan / lembaga yang memberikan suatu program yang didesain untuk membina dan mempercepat keberhasilan pengembangan bisnis melalui rangkaian program permodalan yang diikuti oleh dukungan kemitraan / pembinaan elemen bisnis lainnya dengan tujuan menjadikan usaha tersebut menjadi perusahaan yang profitable, memiliki pengelolaan organisasi dan keuangan yang benar, serta menjadi perusahaan yang sustainable, hingga akhirnya memiliki dampak positif bagi masyarakat.

Program inkubasi yang diberikan pada umumnya adalah bagi start-up company atau suatu perusahaan yang masih berada di tahap awal (early stage), dimana di Indonesia umumnya adalah usaha baru ataupun telah berjalan kurang dari 2 tahun. Suatu studi penelitian di Amerika, dimana konsep ini lahir, menunjukan bahwa 87% dari usaha start-up yang melalui program inkubasi / pembinaan dapat bertahan dan menjalankan bisnis mereka dengan baik.

Dana investasi bukanlah hal yang paling utama dan terpenting, namun kegiatan „capacity building„ merupakan hal penting dalam membangun kapasitas para pengusaha baru. Membangun kapasitas menjadi sangat penting karena kami merasa banyak pengusaha rintisan (startup) yang ternyata belum sepenuhnya siap menerima investasi untuk pengembangan usahanya. Konsep investasi yang dikembangkan sejak awal memang sebagai partner, bukan sekedar sebagai investor. Sebagai partner, tentu harus terjun dan membantu untuk mengembangkan usaha partner, bukan sekedar menjadi investor pasif dan menunggu bagi hasil saja.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan kegiatan workshop dan training, Training adalah kegiatan untuk memperkuat pondasi, supaya para pengusaha lebih „siap‟ untuk melangkah ke level selanjutnya. Ekosistem kewirausahaan Indonesia belum sepenuhnya siap, terutama di level pengusaha yang sangat baru (seed stage). Program inkubator dan akselerator adalah istilah untuk program jangka pendek yang ditujukan untuk „menetaskan‟ sebuah usaha yang masih sangat baru (akselerator) atau bahkan belum dimulai (inkubator). Ibaratnya, membawa sebuah perusahaan dari nol ke level 1 dan level 2.

(15)

9

Banyak latar belakang tentang ekosistem wirausaha Indonesia yang masih dirasa belum siap. Hal pertama adalah mindset atau pola berpikir para entrepreneur. Hal ini berujung kepada purpose atau tujuan mereka memulai usaha. Tentu sebagai sebuah usaha, keuntungan menjadi tujuan yang penting. Entrepreneur sejati biasanya lahir untuk memecahkan suatu masalah, bukan sekedar berdagang. Keuntungan finansial menjadi sebuah efek samping positif dari kegiatan itu. Untuk sebuah bisnis baru, para pendirinya adalah aset yang paling penting, para pendiri yang memiliki tujuan lebih dari sekedar mencari uang biasanya adalah mereka yang berhasil mengembangkan bisnisnya.

Masalah pola pikir ini jugalah yang membawa kepada masalah kedua: berbisnis karena sekedar ikut-ikutan. Kata-kata „entrepreneur‟ menjadi sebuah kata yang „seksi‟ dan banyak pihak ingin ikut dalam tren ini. Akhirnya banyak juga yang berbisnis mengikuti tren karena mengejar keuntungan sesaat. Saat tren „rainbow cake‟ memuncak tahun lalu, begitu banyak yang ikut-ikutan membuat cake warna-warni ini. Setelah orang mulai bosan, akhirnya hanya tersisa mereka yang memang benar-benar memiliki „passion‟ di bidang cakery ini.

Budaya kerjasama yang saling melengkapi, skill pertama yang dicari adalah skill berbisnis (istilahnya „hustler‟): kegigihan, kemampuan berbicara, meyakinkan orang, dan seorang master networker. Seorang hustler perlu diimbangi oleh seorang mitra yang bertipe teknikal (istilahnya „engineer‟): memiliki keahlian yang mumpuni di bidang usaha tersebut, bisa dikenal sebagai expert yang sangat mengetahui seluk beluk bisnis tersebut, baik dari segi teknikal ataupun jalur produksi (bahan baku, supplier, mitra produksi, distributor, dll).

Sebuah bisnis yang „lengkap‟ biasanya memiliki hustler dan engineer dalam tim pendirinya. Tanpa seorang hustler, bisnis tersebut biasanya mengalami kesulitan menjual produk atau jasanya (walaupun berkualitas bagus), mengembangkan jaringan dan kerjasama dengan pihak lain. Tanpa seorang engineer, sebuah usaha tetap bisa berjalan, dengan merekrut orang yang ahli. Tetapi di awal sebuah bisnis, biasanya ini menimbulkan ketergantungan kepada orang lain (yang bukan pendiri), dan terkadang kreatifitas menjadi terbatas karena sang karyawan engineer belum tentu memiliki hati yang penuh, istilahnya, tidak ada „skin in the game‟.

Apple menjadi besar karena kolaborasi Steve Jobs & Steve Wozniak. Microsoft menjadi raksasa karena kerjasama Bill Gates dan Paul Allen. Jarang sekali orang seperti Jeff Bezos sang pendiri Amazon yang dikenal sebagai superman, seorang engineer yang juga seorang hustler hebat.

Budaya kewirausahaan Indonesia masih di tahap awal, sehingga masih banyak yang berbisnis sekedar ingin kaya, ikut-ikutan dan terkadang spirit kolaborasinya masih kurang. Agak aneh sebenarnya

(16)

10

untuk negara yang katanya memiliki budaya gotong-royong. Budaya kolaborasi dalam bisnis ini juga sangat terasa kekurangannya. Di negara manapun, kompetisi dalam bisnis adalah hal yang biasa. Bahkan di banyak negara, ada Undang Undang anti-monopoli yang memastikan adanya kompetisi sehat demi kebaikan masyarakat luas. Tetapi yang dicari adalah sistem kompetisi yang sehat, tidak sekedar saling membunuh. Di beberapa negara, aura kompetisi ini biasanya sangat terasa di antara perusahaan besar, tetapi sangat berbeda di level usaha yang masih baru.

Salah satu contoh spirit kolaborasi yang mungkin belum biasa dilakukan di Indonesia adalah adanya sistem mentoring atau advisor. Hal ini baru disadari saat bertemu dengan seorang Profesor yang melakukan studi tentang Entrepreneurship dan beliau bertanya, “apakah ada yang disebut sebagai „Board Of Advisors‟ di usaha-usaha rintisan di Indonesia?” Minimum hal yang diperlukan adalah adanya teman atau orang yang bisa menjadi tempat untuk bertukar pikiran. Kalaupun belum menemukan orang yang cocok dianggap sebagai mentor atau penasihat, setidaknya adanya komunitas. Akan lebih baik lagi jika mereka yang sudah lebih berpengalaman mau meluangkan sedikit waktunya untuk membimbing para juniornya. Budaya kolaborasi seperti ini masih dirasakan sangat kurang. Perlu waktu agak lama untuk mengubah budaya, dan harus bisa mulai sekarang, setidaknya generasi baru bisa memiliki pola pikir dan budaya kewirausahaan dan kolaborasi yang lebih mendukung.

Hal-hal berikut yang juga seharusnya mendukung ekosistem adalah support system bagi para pengusaha rintisan itu sendiri. Berat memang untuk seorang yang baru belajar berbisnis dan harus memikirkan banyak hal pendukung yang bukan menjadi keahliannya, dibutuhkan para ahli yang mendukung proses pembelajaran. Terbatasya jaringan, banyak pengusaha baru yang bahkan tidak tahu harus bertanya ke mana tentang sistem keuangan usahanya atau suatu masalah legal.

(17)

11 III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

Berdasarkan kegiatan yang sudah dicapai pada tahun 2012 dan 2013, dimana KIMBis berperan sebagai lembaga dan pusat kegiatan. Kimbis sebagai lembaga harus dikuatkan dengan sosialisasi secara kontinyu kepada pengurus dan stakeholder/SKPD/LSM dan melakukan training of trainer (TOT). Selanjutnya keberadaan KIMBis dikembangkan ke lokasi-lokasi lain sebagai mitra baik dalam satu kecamatan maupun berbeda kecamatan.

KIMBis sebagai pusat kegiatan berperan dalam empat kegiatan pokok yaitu: mempercepat penerapan kegiatan-kegiatan IPTEKMAS; penerapan prinsip-prinsip blue economy; mengembangkan jejaring kerja dengan SKPD; dan mengoptimalkan program-program berbantuan KKP.

- Percepatan kegiatan-kegiatan IPTEKMAS; Badan Litbang Kelautan dan Perikanan telah menghasilkan

berbagai teknologi tepat guna yang dapat digunakan oleh masyarakat. Melalui kegiatan diseminasi dan kegiatan IPTEKMAS, teknologi-teknologi disebarkan kepada masyarakat. KIMBis sebagai lembaga yang dibentuk untuk memfasilitasi masyarakat dalam menerapkan IPTEK menjadi salah satu sentra untuk percepatan pemasyarakatan IPTEK.

- Penerapan prinsip-prinsip Blue Econony: kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pengembangan

perikanan tangkap laut di Lamongan dari hulu ke hilir sebagian besar telah menerapkan prinsip-prinsip Blue Economy (BE). Oleh karena itu kegiatan KIMBis pada tahun 2014 akan memfokuskan pada identifikasi penerapan prinsip-prinsip Blue Economy di Lamongan. Identifikasi ini dilakukan dengan melibatkan satker teknis di lingkup Balitbang KP. Prinsip-prinsip blue economy yang akan diidentifikasi harus memenuhi kriteria: (a) penerapan prinsip minimize waste; (b) penerapan prinsip inklusi sosial; (c) prinsip inovatif dan adaptif; dan (d) prinsip memiliki dampak pengganda yang kuat;

- Mengembangkan jejaring kerja dengan SKPD: kegiatan ini dilakukan dalam rangka koordinasi;

sinkronisasi kegiatan-kegiatan Dinas/SKPD yang terkait dengan kegiatan-kegiatan KIMBis.

- Mengoptimalkan program-program berbantuan KKP : selama ini program berbantuan KKP yang

sebagian besar dalam bentuk fisik belum optimal. Oleh karena itu peran KIMBis sebagai fasilitator diperlukan untuk mengoptimalkan program-program berbantuan KKP tersebut.

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan tahun-tahun sebelumnya makan dipandang perlu untuk melakukan reformulasi definisi dan peranan KIMBis. Berdasarkan hasil workshop Lokakarya KIMbis tahun 2014 makan dirumuskan definisi KIMBis yaitu, “KIMBis merupakan kelembagaan pengembangan bisnis

(18)

12 dengan memanfaatkan teknologi untuk mewujudkan kemandirian masyarakat Kelautan dan Perikanan”. Fungsi KIMBis dengan adanya definisi baru tersebut mempunyai 3 fungsi/peran yaitu : Berdasarkan perubahan definisi tersebut, pada sidang kelompok output yang dihasilkan berupa strategi dan kegiatan-kegiatan operasional pengembangan KIMBis menjadi inkubator bisnis yang dibagi dalam 3 aspek yaitu 1) Aspek pengembangan kelembagaan KIMBis, 2) Aspek pengembangan usaha (bisnis) KIMBis, dan 3) Aspek pengembangan jaringan KIMBis. Berdasarkan definisi dan peranan KIMBis tersebut maka Kerangka Pemikiran Kegiatan KIMBis Lamongan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Kegiatan KIMBis Lamongan

KIMBis Kab. Lamongan

(19)

13

Pemberdayaan masyarakat dan kelompok sasaran tersebut diharapkan dapat menghasilkan tumbuhnya jiwa kewirausahaan dengan memanfaatkan iptek, diadopsinya teknologi dan diperoleh umpan balik sehingga akan berdampak pada usaha perikanan yang terciptanya kemandirian ekonomi dan pada akhirnya terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas (pendekatan kewilayahan).

2.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pelaksanaan kegiatan KIMBis di Kabupaten Lamongan dilaksanakan di Kabupaten Lamongan, dengan focus lokasi kecamatan Paciran dan lokasi-lokasi pengembangan/mitra KIMBis. Kegiatan KIMBis pada tahun 2014 ini dimulai bulan Januari sampai dengan Desember 2014, dengan fokus menjawab keempat tujuan di atas yang selanjutnya akan dilakukan pengembangan atau perluasan kelompok sasaran atau mitra KIMBis yang berlokasi di desa/kecamatan lain dan pengembangan jaringan ke luar kabupaten.

2.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan, terutama untuk melakukan analisis, maka data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara, FGD (Focus Group Discussion), dan kuesioner. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai stakeholder yang terkait. Data primer yang dikumpulkan terkait dengan informasi terhadap persepsi stakeholder terhadap KIMBis dan kegiatannya. Data sekunder yang dijadikan acuan sebagai pembelajaran adalah kelembagaan berbasis ekonomi yang sudah mapan. Data primer dikumpulkan dari kelompok sasaran, stakeholder, pihak-pihak yang berkaitan dengan program, untuk mengetahui dampak dari program yang sudah dilakukan. FGD dilakukan untuk melakukan pendalaman baik dalam permasalahan maupun dari hasil yang sudah diperoleh sehingga model yang dihasilkan benar-benar model yang mendekati kondisi riil di lapangan.

3.4. Model Pendekatan

Untuk mewujudkan kemandirian pelaku usaha dan integrasi antar sub sistem, beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut :

a. Memulai dengan tindakan mikro dan lokal. Proses pembelajaran masyarakat harus dimulai dengan tindakan mikro dan lokal, namun memiliki konteks makro dan global.

(20)

14

b. Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Karena masing-masing daerah potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan juga berbeda antar daerah.

c. Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu.

d. Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peran serta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri.

e. Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan masyarakat lokal pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Temuan-temuan lokal oleh petani dan nelayan setempat harus mendapatkan pengakuan sejajar dan dipersilahkan bebas berkompetisi dengan inovasi baru dari luar. Pola penyuluhan yang bersifat sentralistik, topdown dan linier (Sumardjo, 1998) perlu diubah menjadi pendekatan yang lebih dialogis dan hadap masalah.

f. Pengembangan kesadaran pelaku ekonomii, tindakan yang hanya berorientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Pemberdayaan yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi.

g. Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan.

h. Kontrol kebijakan. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikutsertaan organisasi petani dan nelayan dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pertanian dan perikanan.

Sesuai dengan tujuan didirikannya KIMBis maka pada tahun 2014, kegiatan-kegiatan terkait upaya penguatan dan pengembangan kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 1.

(21)

15

Untuk mengetahui peranan KIMBis dalam pengembangan Usaha/Bisnis KIMBis di Kabupaten Lamongan. Peranan KIMBis tersebut dilakukan berdasarkan sub sektor usaha pada perikanan budidaya seperti pada Tabel 2. Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat (capacity building) khususnya masyarakat (kelompok) sasaran. Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola perilaku individu, organisasi, dan sistem yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui penguatan kapasitas, maka masyarakat dapat memahami dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat

Tabel 1. Metode Pendekatan Untuk Meningkan Peran Kimbis dalam Mengembangkan Usaha

No. Kelompok Sasaran

/Komponen Dasar Potensi dan Permasalahan Introduksi Dampak

Kelompok Nelayan Skala Kecil

1 Penguatan dan

Penguasaan IPTEK Nelayan Skala Kecil (< 5GT)

Penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, Masih jeleknya penanganan hasil tangkapan

Penggunaan es dan penanganan hasil tangkapan yang lebih baik, sosialisasi dan studi banding penggunaan alat tangkap ramah lingkungan

Kualitas hasil tangkapan meningkat dan nelayan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan Kelompok Wanita Pengolah

2 Inovasi dan

Pengembangan Produk Olahan Skala Rumah Tangga

Kualitas bahan baku dan produk olahan masih rendah; Kurangnya diversifikasi produk, belum ada sertifikasi PIRT; potensi nilai tambah pengolahan garam

Perbaikan kualitas bahan baku dan produk olahan melalui introduksi teknologi; diversifikasi produk melalui pelatihan pengembangan produk berbasis IPTEK, sertifikasi PIRT

Bahan baku memenuhi standar, Kualitas produk meningkat, telah ada sertifikasi PIRT, usaha pengolahan garam sebagai alternative peningkatan pendapatan 3 Penguatan dan Pemupukan Permodalan untuk Usaha Tersedianya lembaga keuangan formal dan non formal; Potensi perputaran uang yang tinggi, belum disertai dengan baiknya manajemen keuangan usaha rumah tangga; Potensi jimpitan Blandongan.

Pengelolaan dana yang ada dimanfaatkan untuk kegiatan pengembangan usaha melalui

pemberdayaan masyarakat dan inisiasi pengenalan lembaga koperasi sebagai wadah kegiatan usaha bersama

Modal “jimpitan” kelompok blandongan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang kreatif, koperasai sebagai wadah usaha kelompok

4 Lokal “Branding” dan Pengembangan Jaringan Pasar

Potensi pengembangan aneka produk; Belum adanya lokal “branding”; Terbatasnya akses pemasaran kelompok; WBL sebagai sarana promosi;

Upaya penciptaan lokal branding dari pelaku lokal, pencantuman PIRT, Promosi di WBL, jaringan pasar luar daerah

Terciptanya pasar yang lebih luas, lokal branding produk dikenal

masyarakat luas

(22)

16

3.5. Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Data yang terkait dengan aspek-aspek sosial dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, sedangkan data yang terkait dengan aspek-aspek ekonomi dianalisis dengan cara kuantitatif.

(23)

17

BAB IV. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1. Aspek Pengembangan Usaha

4.1.1. Peranan KIMBis Dalam Pengembangan Usaha Nelayan

Produksi perikanan di kabupaten Lamongan bersumber dari lima pendaratan ikan yaitu PPN Brondong, PPI Labuhan, PPI Loh Gung, PPI Kranji dan PPI Weru Komplek. Produksi terbesar berada di PPN Brondong. Produksi perikanan tangkap di PPI Weru Komplek, PPN Brondong dan total produksi Kabupaten Lamongan tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Perikanan Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013

Sumber : Lamongan dalam angka berbagai penerbitan

Keragaan ekonomi perikanan tangkap laut PPN Brondong Tahun 2006-2014, yang menggambarkan dari jumlah produksi, nilai produksi ikan keterlibatan armada dan jumalh tenaga kerja serta jumlah uang yang beredar dapat dilihat pada Tabel 3.

OUTPUT

PRODUKSI ARMADA ALAT TANGKAP NELAYAN

Weru 2009 2,194.03 993 1,536 3,250 Weru 2010 3,545.05 993 1,536 3,220 Weru 2011 5,536.62 993 1,536 2,899 Weru 2012 3,954.30 993 1,548 3,225 Weru 2013 4,590.80 993 1,548 3,050 Brond_2008 20,691.33 2,306 2,944 13,220 Brond_2009 57,198.07 1,466 1,546 13,437 Brond_2010 39,886.00 3,320 3,120 13,337 Brond_2011 55,377.43 3,321 1,497 12,955 Brond_2012 58,981.00 3,321 3,142 12,840 Brond_2013 58,981.00 3,321 3,142 14,614 Lamongan 2009 63,911.94 7,526 8,395 28,154 Lamongan 2010 61,431.50 7,527 8,395 28,154 Lamongan 2011 68,302.08 7,527 8,441 28,154 Lamongan 2012 69,216.00 7,527 8,466 28,154 Lamongan 2013 70,150.00 7,525 8,466 28,154

(24)

18

Tabel 3. Keragaan Ekonomi Perikanan di PPN Brondong Tahun 2007-2014

Sumber . Statisti PPN Brondong. 2014

Tabel 3 menggambarkan perkembangan nilai ekonomi dari aktifitas perikanan terutama yang bersumber dar aktifitas penangkapan di PPN Brndong. Perkembangan nilai ekonomi tersebut menunjukan bahwa perikanan tangkap dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan. Hasil ekonomi akan jauh lebih besar apabila aktifitas-aktifitas penangkapan tersebut kemudian dilakukan prosesing/pengolahan. Tambahan nilai tambah berupa upah tenaga kerja dan keuntungan usaha dapat dibelanjakan kembali atau diinvestasikan kembali, sehingga menambah perputaran uang. Tambahan perputaran uang yang dibelanjakan tersbut akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi wilayah.

Pengembangan ekonomi berbasis sumberdaya lokal mampu meningkatkan nilai tambah dan menjadi penggerak ekonomi wilayah. Salah satu usaha hilir tersebut adalah industri pengolahan produk skala rumah tangga. Usaha ini sudah berkembang dan dilakukan oleh sebagian masyarakat, Kabupaten Lamongan. Upaya pengembangan produk krupuk ditunjang oleh : ketersediaan bahan baku secara kontinyu; produk berkualitas dan memenuhi standar higienes; Sertifikat Ijin Rumah Tangga (PIRT); pengembangan jaringan pasar; dan terpenuhinya peralatan tepat guna dan modal.

Jumlah aktifitas pengolahan dan prosesing yang ada dikabupaten Lamongan terkait hasil olahan produk perikanan tersaji pada Tabel 4.

(25)

19

Tabel 4. Jenis-jenis Industri Pengolahan Produk di Kabupaten Lamongan 2000-2013

Sumber : Lamongan dalam angka berbagai penerbitan

Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) merupakan kelembagaan pengembangan bisnis dengan memanfaatkan teknologi untuk mewujudkan kemandirian masyarakat Kelautan dan Perikanan”. Dimana salah satu tujuan KIMBis adalah pengembangan kelembagaan bisnis pelaku usaha di wilayah sasaran. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu sentra industri pengolahan produk perikanan skala rumah tangga, berbagai macam produk telah dihasilkan oleh masyarakat setempat. Namun dirasakan masih perlu adanya peningkatan kualitas produk yang dihasilkan. Produk-produk olahan masih berkualitas rendah, karena menggunakan bahan baku yang kurang baik; proses produksi yang masih sederhana dan dilakukan belum higienes. Sementara pasar masih terbatas pada pasar lokal dan belum mempunyai merk dan PIRT.

Aktifitas perikanan tangkap akan menggerakkan perekomian lokal yang dinikmati oleh masyarakat. Aliran uang dari kegiatan perikanan tersebut memberikan manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat induced. Dampak ekonomi kegiatan perikanan diukur dengan menggunakan efek pengganda (multiplier effect). Analisis multiplier effect kegiatan perikanan menggunakan pendekatan yang diadopsi dari pendekatan [3] yang merupakan salah satu pendekatan pengukuran dampak pengganda. Pendekaan [3] untuk mengukur melalui angka pengganda yaitu :

(a) Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar aktifitas perikanan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat

No Jenis Industri 2010 2011 2012 2013 1 Pengeringan 89 146 152 152 2 Pemindangan 58 93 98 98 3 Pendinginan/ES 170 206 175 175 4 Terasi 21 52 53 53 5 Petis 21 40 45 45 6 Pengasapan 56 81 102 102 7 Tepung ikan 4 20 18 18 8 Kerupuk 84 41 51 51 9 Cold Storage/surimi 7 7 7 7 10 Ikan/nugget/abon/otak-otak 9 2 11 11 Jumlah 519 688 712 712

(26)

20

(b) Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar dampak langsung yang dirasakan dari kegiatan perikanan tangkap berdampak pada keseluruhan ekonomi lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung dan dampak induced.

4.1.2. Pendampingan Dalam Penguatan Kapasitas Pelaku Usaha Pengolahan Produk Hasil Perikanan Tangkap

Salah satu permasalahan yang dijumpai adalah para pelaku usaha pengolahan produk belum mempunyai ijin usaha, oleh karena itu kegiatan pengurusan PIRT bagi para pelaku usaha sangat penting, hal ini agar para pelaku usaha dapat memenuhi kaidah atau standard minimal bagi usaha pengolahan produk seperti masalah sanitasi dan higienitas.

Pengurusan PIRT bekerja sama dengan Dinas KEsehatan Kabupaten LAmongan, setelah dilakukan identifikasi dan penyuluhan kepada para calon peserta maka ada 16 usaha yang diusulkan untuk mendapatkan PIRT. Pengurusan PIRT didahului dengan survey oleh petugas dari Puskesmas PAciran kepada para palaku untuk mengetahui kondisi kegiatan usaha. Kemudian dilakukan pembekalan dan pelathan tentang PIRT dari Dinas kepada para peserta di DInas Kesehatan. Setelah diproses akhirnya keluar 16 ijin PIRT. Penyerahan kepada para pelaku usaha dilakukan oleh DInas Kelautan dan PErikanan Kab.Lamongan bersamaan pelaksanaan pelatihan pengolahan produk kepada para pelaku usaha yang telah menerima PIRT. Daftar Peserta Peningkatan Kapasitas Pelaku Usaha Olahan Hasil Perikanan yang akan Mengikuti Pengurusan Sertifikasi PIRT.

(27)

21

Tabel 5. Daftar Pemilik Usaha Pengolahan Yang Difasislitasi PIRT-nya

No Nama perusahaan Nama pemilik dan No. PIRT A l a m a t Jenis usaha

1 Vila putra Khotamah Weru - Paciran – Lamongan 0857 338

59655 1. 2. Krupuk cumi-cumi, Krupuk ikan

2 Lancar Bunayatul adibah Weru - Paciran – Lamongan 081 332

716 465 1. Krupuk cumi-cumi 2. Kerupuk ikan

3. Rengginang

3 Debi jaya Fatihatul fa'ziyah Weru - Paciran – Lamongan 081 230

828 668 1. Krupuk cumi-cumi

4 Zahra Hamidah Weru - Paciran – Lamongan 0857 323

86812 1. 2. Krupuk cumi-cumi Krupuk ikan

5 Larifsa jaya Umu khofifah Weru - Paciran – Lamongan 0857 330

64643 1. 2. Krupuk cumi-cumi Krupuk Ikan

6 ibu Mukhodasah Mukhodasah Weru - Paciran – Lamongan 081 231

237 497 1. Krupuk cumi-cumi

7 Fairuz jaya Muflihah Weru - Paciran – Lamongan 081 217

251 987

1. Krupuk cumi-cumi,

kerupuk ikan, petis ikan, petis udang

8 Novi Nasyah Weru - Paciran – Lamongan 1. Krupuk cumi-cumi

0856 484 55684 2. Krupuk ikan

9 Sari rasa Hindun janariyah Weru - Paciran – Lamongan 081 949

709 197 1. Krupuk cumi-cumi

2. Krupuk ikan

10 KIMBis Weru Hamidah Weru - Paciran – Lamongan 081 230

113 882 1. 2. Chrispy ikan Ikan kering

3. Terasi udang

11 Putri laut Husnul khotimah Warulor - Paciran – Lamongan 0821 396

72455 1. 2. Petis udang TErasi udang

3. Krupuk ikan 4.

12 Pak Jack Mushlih Sidokumpul - Paciran – Lamongan 0856

489 73749 1. 2. Krupuk cumi-cumi Krupuk ikan

3. Krupuk udang

13 Sumber Barokah Anif mabruroh Paloh - Paciran – Lamongan 081 332

660 742

1. Makanan ringan

14 Alfi Saemah Weru - Paciran – Lamongan 1. Krupuk cumi-cumi

2. Krupuk ikan

Sumber : Data Primer diolah, 2012

Upaya percepatan diseminasi hasil-hasil penelitian, salah satunya dilakukan melalui implementasi klinik IPTEK minabisnis (KIMBis), tujuan KIMBis antara lain: 1) Mendorong tumbuhnya entrepreneurship pada kelompok sasaran dengan memanfaatkan IPTEK , sehingga terjadi perubahan orientasi usaha dari sub-sisten ke pasar, dan 2). Mempercepat proses penerapan teknologi dan memperoleh umpan balik dari kelompok sasaran untuk memperbaiki teknologi yang diintroduksi.

(28)

22

Seperti diketahui, Desa Weru Komplek Kecamatan Paciran merupakan salah satu sentra industri pengolahan produk perikanan skala rumah tangga, berbagai macam produk telah dihasilkan oleh masyarakat setempat. Namun dirasakan masih perlu adanya peningkatan kualitas produk yang dihasilkan. Produk-produk olahan masih berkualitas rendah, karena menggunakan bahan baku yang kurang baik; proses produksi yang masih sederhana dan dilakukan belum higienes. Sementara pasar masih terbatas pada pasar lokal dan tanpa branding.

Bertempat di Balai Desa Weru, telah dilakukan pelatihan dan pendampingan peningkatan kualitas hasil olehan produk hasil perikanan, salah satu nara sumber berasal dari Peneliti BBP4KP. Kegiatan pelatihan mencakup 6 produk hasil perikanan antara Abon Ikan, Otak-otak ikan, krupuk ikan, Tik-tik ikan, dan krispi ikan. Peserta pelatihan selain diikuti oleh 16 orang yang sudah terbit P_IRTnya juga diikuti oleh beberapa orang pelaku usaha dari desa Weru Komplek, PPL Perikanan KEcamatan Glagah dan PPL Perikanan Kecamatan Babat, peserta pelathan juga ada yang berasal dari SMK Negeri Sidayu Kab Gresik, yaitu satu guru dan 4 murid.

4.1.3. Peran KIMBis Dalam Pengembangan Usaha Pengolahan Lele (Peningkatan Nilai Guna Lele)

Ikan memiliki nilai gizi tinggi dan paling lengkap, tingginya nilai DHA dan RNA yang terkandung pada ikan menjadikan ikan sebagai sumber kecerdasan. Sehingga banyak kalangan masyarakat menjadikan ikan sebagai lauk keluarga. Salah satunya adalah ikan lele. Lele banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena teknik budidayanya yang memiliki keunggulan yaitu dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi, hemat penggunaan lahan, dapat memanfaatkan lahan marginal dengan hemat air, teknologi budidayanya mudah diterapkan oleh masyarakat.

Di desa Tawangrejo Kecamatan Turi, lele merupakan komoditas unggulan kedua di desa ini setelah itik (hasil ternak) dan menjadi sentral produksi terbesar di Lamongan. Lele tersebut diproduksi dari budidaya dengan lahan tambak. Budidaya lele didesa ini sudah dilakukan sejak tahun 1990an dan menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat desa Tawangrejo. Masyarakat pembudidaya lele tergabung dalam paguyuban tambak Barokah Jaya sebagai wadah kelembagaan untuk keberlanjutan usaha. Hasil usaha tambak lele dipasarkan dalam bentuk ikan segar.

KIMBis bermitra dengan Paguyuban tambak Barokah Jaya untuk melakukan pengembangan usaha lele melalui peningkatan nilai ekonomis ikan lele. Upaya pengembangan usaha tersebut dengan cara pengenalan teknologi olahan dan prakteknya (pelatihan olahan lele). Pelatihan dimaksudkan untuk membangun ekonomi masyarakat dengan membuka usaha baru olahan lele. Karena selama ini, setiap tahun harga lele segar tidak

(29)

23

mengalami kenaikan. Untuk itu perlu dilakukan suatu usaha untuk menganekaragamkan produk olahan dari ikan ini, salah satunya adalah kerupuk dan abon lele.

Desa Tawangrejo berada dikecamatan Turi, yang terbagi atas 3 dusun, yaitu Deyo, Getung, dan Kauman. Desa ini berbatasan dengan desa kemlagigede di sebelah utara, desa Sukorejo disebelah selatan, desa Turi di sebelah barat dan desa Tambak Ploso di sebelah timur.

Kegiatan pelatihan pembuatan olahan lele berupa kerupuk dan abon lele bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pengolahan ikan lele. Menurut Kepala Bagian Pengolahan hasil Perikanan Dinas KP Lamongan bahwa Desa Tawangrejo merupakan sentral produksi ikan lele di Lamongan. Namun hanya sentra lele segar, tidak termasuk dengan keanekaragaman produk makanan dari ikan lele. Seperti diketahui bahwa Lamongan adalah penyumbang produksi ikan terbesar di Jawa Timur dan menjadikan ikan sebagai lambang daerah yaitu ikan lele dan bandeng.

Sejalan dengan hal tersebut dan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, KIMBis Lamongan memberikan kegiatan pengolahan ikan lele agar masyarakat mampu menciptakan usaha yang memanfaatkan komoditas lokal. Kegiatan pelatihan ini adalah kegiatan yang baru pertama kali diterima masyarakat desa Tawangrejo. Pelatihan diberikan mencakup teori dan praktik yang dipandu dan didampingi oleh pengurus KIMBis. Terlihat antusias masyarakat yang tinggi dalam mengikuti pelatihan.

Persepsi Responden Terhadap Pelatihan Olahan Lele

Persepsi responden terhadap materi pelatihan menunjukkan bahwa 85% responden menyatakan pelatihan tersebut bermanfaat dan seluruh responden menyatakan bahwa hal tersebut diterima sebagai hal baru. Seluruh responden juga menyatakan bahwa pelatihan olahan lele adalah sesuai dengan kebutuhan teknologi untuk menambah nilai ekonomis ikan lele. Bagi mereka, pelatihan ini memiliki tingkat kebenaran dalam memanfaatkan potensi sumberdaya. Hal tersebut terbukti dari minat peserta terlihat cukup tinggi.

Secara teknis, hampir seluruh responden menyatakan bahwa olahan lele adalah usaha yang dapat dikembangkan sehingga akan meningkatkan pendapatan keluarga. Seluruh responden menjelaskan bahwa mereka tertarik (berminat) dengan peluang usaha olahan lele. Alasannya karena olahan lele mudah diterapkan, harga bahan baku tergolong murah dan mudah diperoleh. Selain itu peralatan yang digunakan untuk olahan lele mudah diperoleh karena bisa menggunakan peralatan rumah tangga biasa, namun untuk peralatan kemasan, mereka menyatakan tidak tahu. Pelatihan olahan lele tersebut mendapat dukungan dari pokdakan barokah jaya, aparat desa, penyuluh perikanan, narasumber teknis (NST BPSDMKP) dan SKPD (Dinas KP Lamongan).

Sebagai fasilitator, KIMBIs Lamongan akan berkoordinasi dengan kelembagaan terkait untuk merealisasikan minat peserta pelatihan yang ingin mendirikan usaha olahan lele. Hal tersebut memiliki potensi untuk

(30)

24

dikembangkan menjadi usaha bersama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat desa Tawangrejo. Selain itu, perlu difasilitasi untuk kemudahan mendapatkan permodalan usaha dan pangsa pasarnya.

4.1.4. Pengembangan Pemasaran Produk Olahan Mitra KIMBis melalui Local Branding

Keberadaan Kimbis Lamongan memberikan perubahan dalam pemasaran produk olahan, selama ini pemasaran produk ditujukan langsung kepada konsumen tanpa ada identitas produk seperti memjual produk secara grosir atau borongan, tanpa identitas produk (merk), tanpa jaminan produk (P-IRT) dan tanpa manajemen usaha. KIMBis melakukan upaya untuk memberikan nilai tambah produk melalui bekerjasama dengan SKPD-SKPD terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kesehatan dan Dinas Koperasi dan UKM. Hasil dari kerjasama tersebut berupa pemberian P-IRT secara gratis, bantuan alat pengaduk adonan kerupuk, dan pelatihan pengemasan produk serta manajemen usaha. Selain itu, KIMBis Lamongan juga melakukan inisiasi jaringan pemasaran guna perluasan pasar melalui kerjasama dengan pemasar-pemasar produk lokal di Lamongan seperti outlet mitra, showroom Dinas Koperasi & UKM dan melalui jaringan internet. Tujuan dari pengembangan pemasaran yang dilakukan KIMBis adalah untuk menunjukkan local branding produk olahan masyarakat Lamongan.

(31)

25

KIMBis Lamongan berupaya untuk membangun local branding agar produk-produk mitra KIMBis dikenal secara luas dengan cara menciptakan, memelihara, melindungi dan meningkatkan merek produk mitra KIMBis. Branding merupakan bagian yang mendasar dari kegiatan pemasaran karena menunjukkan nilai sebuah bisnis yang dikenal masyarakat dan pasar. Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan brand (merek) atau identitas suatu produk adalah suatu nama, kata, tanda, simnol atau desain atau kombinasi semuanya yang mengidentifikasikan pembuat produk dan membedakannya dari produk para pesaing serta mempunyai nilai bagi pembeli dan penjualnya. Menurut Gelder (2005), brand identity as set of aspect that convey what a brand stands for: its backgroud, its principles, its purpose and ambitions (suatu kumpulan dari aspek-aspek yang bertujuan untuk menyampaikan merk; latar belakang merk, prinsip-prinsip merk, tujuan dan ambisi dari merk itu sendiri. Sedangkan menurut Susanto dan Wijanarko (2004) bahwa brand identity dapat diartikan sebagai susunan kata-kata, kesan, dan sekumpulan bentuk dari sejumlah persepsi konsumen tentang merek. Konsumen melihat merek sebagai bagian produk yang penting dan merek dapat menambah nilai produk.

Strategi Local Branding

Menurut Park et al (1986) bahwa brand (merek) dibagi menjasi 3 kategori sesuai dengan kebutuhan konsumennya, yaitu:

1. Kebutuhan fungsional yaitu manfaat merek yang mendefinisikan produk sesuai dengan objektivitasnya, fisik serta atribut-atribut yang terlihat dari produk tersebut. Atribut yang terkait dengan produks tersebut membuat konsumen dapat memaksimalkan manfaat serta meminimalisasikan biaya-biaya konsumsinya.

2. Kebutuhan simbolik yaitu aspek simbolik yang mendefinisikan produk dari sisi subyektif, abstrak dan atribut yang tidak terlihat sehingga mampu membuat konsumen mempersepsikan produk (imajinasi pengguna). Atribut ini terkait dengan kebutuhan konsumen untu mempertahankan identitas atau status mereka.

3. Kebutuhan experiential yaitu efek dari kepuasan konsumen.

Kelompok pengolah yang bermitra dengan KIMBis harus paham tentang kebutuhan dan keinginan konsumen dan calon konsumen serta prospek kelanjutan usaha. Karena merek merupakan investasi jangka panjang para mitra KIMBis dibidang usaha pengolahan yang apabila dikelola dengan maksimal akan memberikan keuntungan besar bagi mereka.

(32)

26 Kontinuitas produksi dan pemasaran

Kontiunitas produksi dalam pemasaran sangat penting dalam keberlanjutan usaha. Kontinuitas adalah strategi dan proses mengkoordinasikan semua elemen dari pesan pemasaran untuk mencapai produk yang konsisten, mudah diingat, keseluruhan tampilan dan nuansa produsen (kelompok pengolah), layanan atau produk itu sendiri. Untuk itu, perlu berfokus pada konsumen sasaran (target pasar) untuk efektivitas merek.

4.1.5. Peran KIMBis dalam Pengembangan Usaha Garam Rakyat

Program peningkatan dan swasembada garam didukung dengan berbagai program antara lain PUGAR dan IPTEKMAS Garam. Kegiatan Iptekmas Garam telah dimulai tahun 2009 oleh P3SDLP dibeberapa titik percobaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari garam melalui pencucian garam kasar kualitas KW 3 menjadi garam konsumsi beryodium. Berbagai percobaan telah dilakukan untuk memperoleh model yang terbaik selama beberapa tahun. Pada tahun 2012 telah diperoleh model yang sudah dianggap bagus dan siap diterapkan di beberapa lokasi. Kegiatan iptekmas dilakukan bekerjasama dengan koperasi pesantren Sunan Drajat, jadi selama ini hasil kegiatan dikelola oleh koperasi sunan drajat untuk memasarkan produk garam konsumsi kepada masyarakat. Garam pemurnian ini telah mengantongi ijin dari diserindag dan Dinas Kesehatan.

Hasil kegiatan IPtekmas garam diperkenalkan kepada masyarakat umum agar mengetahui dan mampu mengadopsi. Kegiatan KIMBis juga melakukan sosialisasi dalam rangka penguatan dan pengembangan kelembagaan KIMBis. Fungsi KIMBis sebagai Lembaga, maka diperlukan penguatan dan pengembangan kelembagaan KIMBis, penguatan dilakukan melalui proses sosialisasi yang dilakukan secara terus menerus, baik secara formala maupun non formal. Sosialisasi formal dilakukan dalam rapat-rapat baik ditingkat Dinas, maupun di sekretariat KIMBis dan kelompok-kelompok sasaran.

(33)

27

Tabel 6. Sosialisasi Dalam Rangka Penyebaran Inovasi Hasil Iptekmas Dan Penguatan Dan Pengembangan Kelembagaan KIMBis

No Kegiatan dan Fokus Lokasi Sasaran

1. Sosialisasi dengan DINAS, Penyuluh dan PPTK

Dinas KP Lamongan Pengertian dan Pemahaman kegiatan KIMBis oleh stakeholder Dinas KP, Penyuluh dan PPTK. Cakupan wlayah dan sasaran kegiatan KIMBis (Mitra) diluar lokasi. 2. Sosialisasi mitra

KIMBis di luar lokasi Kelompok PUGAR desa Sedayu Lawas, Kec. Brondong

Inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktifitas Kelompok PUMB Tangkap

Laut Desa Kandang Semangkon, Kecamatan Paciran

Penguatan kelembagaan PUMP Tangkap laut

Kelompok PUMP Budidaya desa Paciran Kec. Paciran dan di Kecamatan Glagah

Penguatan kelembagaan kel PUMP Budidaya

Identifikasi kelompok2 sasaran PUMP Pengolahan produk

Penguatan kelembagaan kel PUMP Pengolahan produk

Sumber: Data Primer. 2014.

Dari hasil pertemuan dan sosialisasi didapatkan masukan-masukan untuk penyempurnaan mesin penggiling tanpa melalui pencucuian. Dengan menggunakan bahan baku garam yang bagus kualitas KW 1 tidak perlu melalui proses pencucian, namun bias dengan langgung digiling dengan menggunakan mesin modifikasi. Dalam rangka sosialisasi kegiatan KIMBis telah dilakukan upaya-upaya agar KIMBis lebih dikenal dan dipahami oleh berbagai stakeholder.

Sinergitas yang dilakukan KIMBis selama triwulan I yaitu menjadwalkan kegiatan KIMBis dengan program-program berbantuan yang ada di kabupaten Lamongan. Pelaksanaan KIMBis akan disinergikan dengan PUMP tangkap yang rencanya dilakukan pada triwulan II. Sinergi program PUMP budidaya dengan kegiatan KIMBis yaitu rencana pembuatan pakan secara mandiri. Program PUGaRpun juga telah disinergikan dengan kegiatan KIMBis yaitu Inovasi teknologi penjernihan/pemurnian garam yang dilakukan melalui kegiatan IPTEKMAS garam diintegrasikan dengan program PUGAR. Kegiatan yang dilakukan adalah memfasilitasi penguatan kelembagaan usaha garam sehingga usaha garam dapat mendiri dengan menggunakan teknologi tepat guna dan teknologi hasil IPTEKMAS.

(34)

28

Petani garam di Kecamatan Brondong dan Paciran juga menerima bantuan-bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Dalam mendorong penyebaran teknologi hasil introduksi kegiatan pada program Iptekmas Balitbang KP di Kabupaten Lamongan terdapat kegiatan IPTEKMAS Garam, yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir. Dalam kaitan ini maka program atau kegiatan yang dilakukan adalah mensinergikan antara program Iptekmas dengan Kegiatan Pugar sehingga dapat memberikan dampak yang lebih luas. Berdasarkan data pada tahun 2013 Kabupaten Lamongan mendapatkan program bantuan PUGaR sebesar Rp 1,417 miliar. Lewat program ini, garam nelayan Lamongan yang biasanya hanya mampu berproduksi perhektarnya antara 60-80 ton, kini menjadi 80-100 ton perhektar. Disinilah pentingnya peran KIMBis sebagai lembaga.

4.1.5.1. Optimalisasi Program PUGAR dan Penerapan TTG Garam untuk meningkatkan produktifitas dan nilai tambah Teknologi Tepat Guna (TTG)

Upaya peningkatan kualitas produksi garam dimaksudkan juga untuk meningkatkan pendapatan pelaku usaha garam. Salah satu usaha peningkatan produksi dan produktifitas serta kualitas telah dilakukan oleh pelaku usaha tambak garam di desa Sedayu Lawas, Kecamatan Brondong. TTG Garam Arifin Sedayu Lawas merupakan salah satu inovasi produksi garam dalam upaya meningkatkan produktifitas dan kualitas garam. TTG Garam Arifin Sedayu Lawas telah diuji coba pada musim garam tahun 2012. Hasil percobaan TTG Garam Arifin Sedayu Lawas dapat menghasilkan garam sebesar 108 ton/musim pada luas areal 2250 m2, yang berarti produktifitasnya sangat tinggi. TTG Garam Arifin Sedayu

Lawas disempurnakan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan dari praktek yang dilakukan, sehingga diharapkan teknologi tepat guna ini bisa benar-benar secara signifikan dapat meningkatkan produktifitas garam. Oleh karena itu perlu dukungan lembaga Litbang untuk menyempurnakan teknologi tepat guna TTG Garam Arifn Sedayu Lawas. TTG Garam Arifin Sedayu Lawas dapat menghasilkan produksi garam sebanyak 600 ton/ha/musim (dengan asumsi masa panen mencapai 100 hari).

Teknologi Tepat Guna (TTG) Garam Arifin Sedayu Lawas merupakan hasil dari pengembangan dan percobaan yang dilakukan secara mandiri dilahan yang berada disekitar rumahnya. Teknologi TTG ini menerapkan teknologi ulir dan filter untuk mempercepat penuaan air sekaligus menyaring kotoran yang masuk ke saluran. Proses percepatan penuaan air juga menggunakan metode “dopping” berupa penambahan garam kualitas rendah kedalam aliran air yang dialirkan ke ulir, penambahan doping akan

(35)

29

mempercepat proses penuaan air sehingga dapat mempercepat proses produksi garam (Jamian, 2013). Proses percepatan penuaan air juga dilakukan dengan adanya akar-akar pohon bakau.

Penggunaan terpal dilakukan pada seluruh permukaan lahan, dengan perbandingan 6000 m2 untuk lahan meja Kristal dan 4000 m2 untuk proses penuaan air. Air tua dialirkan ke penampungan dan selanjutnya dialirkan ke meja-meja kristalisasi. Proses panen garam berlangsung 5-15 hari untuk setiap petak. Dengan luas meja kristalisisasi seluas 6000 m2 setiap hari dapat panen sekitar 2-6 ton, tergantung kondisi panas matahari. Apabila musim panen bisa berlangsung selama 100 hari, produksi dapat diperkirakan mencapai 400-600 ton/musim. TTG garam ini sudah mulai diadopsi oleh masyarakat lainnya yang berada disekitar lokasi, meskipun teknologinya belum bisa mengadopsi 100 persen, namun dengan mengadopsi sistem TTG produksi garam dapat ditingkatkan.

Selain TTG Garam Arifin Sedayu Lawas, di Kabupaten Lamongan juga terdapat kegiatan inovasi teknologi pemurnian garam yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah garam berkualitas rendah menjadi garam konsumsi. Kegiatan ini dilakukan melalui kegiatan IPTEKMAS yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir. Kegiatan IPTEKMAS garam didesa Banjarwati Kecamatan Paciran yang dimulai tahun 2011. PAda tahun 2013, kegiatan IPTEKMAS telah menghasilkan prototype pengembangan usaha garam dan produk garam konsumsinya sudah di jual ke masyarakat. Program IPTEKMAS garam dilakukan bekerjasama dengan Koperasi Pondok Pesantren Sunan Drajat. Produk utama adalah garam standard konsumsi yang sudah diedarkan keberapa lokasi.

Permasalahan dalam usaha tambak garam adalah sempitnya waktu dalam satu musim yang bisa dimanfaatakn untuk proses pembuatan garam. Salah satu upaya percepatan untuk menghasilkan air tua, dilakukan dengan menambahkan “doping” garam ke air muda. Dengan penambahan doping garam ini maka dapat mempercepat penuaan air menjadi BE 25 yang merupakan

Gambar

Tabel  1.  Metode Pendekatan Untuk Meningkan Peran Kimbis dalam
Gambar  2. Kerangka Pemikiran Kegiatan KIMBis Lamongan KIMBis
Tabel 1. Metode Pendekatan Untuk Meningkan Peran Kimbis dalam Mengembangkan Usaha
Tabel 2. Produksi Perikanan Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

tiknya, antara lain untuk nutraceutical, pharmaceutical dan berbagai bahan tambahan lainnya (Nontji 2006). Senyawa-senyawa yang digunakan untuk pharmaceutical dan nutraceu-

Kompetensi manajerial kepala sekolah diharapkan dapat menyusun program- program sekolah yang efektif, menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan membangun unjuk kerja

Bentuk pengiklanan yang dilakukan pelaku usahapun berbagai macam, mulai dari media elektronik, media massa, radio hingga sekarang yang sering di temui yaitu penggunaan

(9) Dalam hal telaahan uraian pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disetujui, maka segera memberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atau

Aplikasi internet yang digunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dalam sebuah forum adalah….. Di bawah ini cara-cara menghubungkan dengan internet

Oleh karena itu, diperlukan adanya satu lembaga atau pusat informasi di lingkungan sekitar kampus yang memberikan kemudahan dalam mencari kosan di sekitar kampus tersebut..

Dalam suatu sistem proteksi haruslah dapat mengatasi berbagai macam gangguan-gangguan yang memungkinkan terjadinya bahaya, oleh sebab itu dibutuhkan rele pengaman. Sistem

Berdasarkan pada uraian latar belakang penelitian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan persepsi terhadap kenaikan bahan