• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kinerja Perusahaan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep 100/M-BUMN/

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Evaluasi Kinerja Perusahaan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep 100/M-BUMN/

Dalam mengevaluasi kinerja perusahaan yang menjadi acuan perusahaan adalah Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia No. Kep. 100/M-BUMN/2002 tanggal 4 Juli 2002 tentang penilaian kesehatan BUMN. Tingkat kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja perusahaan, yang meliputi penilaian terhadap aspek keuangan, operasional dan administrasi. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah rasio keuangan, maka penelitian kinerja perusahaan hanya terbatas pada kinerja keuangan. Aspek operasional dan administrasi tidak dibahas dalam penelitian ini.

Penilaian kinerja aspek keuangan meliputi penilaian terhadap indikator dalam aspek keuangan, dimana setiap indikator yang dinilai, akan diberi bobot atau skor yang sesuai dengan nilai indikator yang diperoleh. Hasil penilaian terhadap aspek keuangan pada PT ITC cabang Medan periode 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penilaian Indikator-Indikator Aspek Keuangan PT Indonesia Trading Company Cabang Medan Periode 2007-2010

Indikator 2007 2008 2009 2010 Rata- rata (x) Standar BUMN Skor ROE (%) 32,87 50,38 31,41 20,80 33,86 x>15 20 ROA (%) 13,03 25,98 30,52 18,77 22,07 x>18 15 Cash Ratio (%) 15,90 0,58 46,12 5,86 17,11 x≥35 3 Current Ratio (%) 111,12 179,80 1874,89 1140,4 7 826,57 x≥125 5 Collecting Period (hari) 42,49 12,01 20,57 36,7 27,94 x≤60 5 Inventory Turn Over (hari) 22,70 91,66 50,95 13,16 44,62 x≤60 5 Total Asset Turn Over (%) 302 213 228 403 287 x>120 5 Equity to Total Asset (%) 39,62 51,57 97,19 90,26 69,66 30<x<40 8 Total Skor 66

Sumber: Lap. Keuangan PT Indonesia Trading Company Cabang Medan Periode 2007-2010 1. Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return On Equity)

Tingkat pengembalian ekuitas atau imbalan kepada pemegang saham merupakan indikator rasio yang mengukur tingkat imbalan yang diterima oleh pemegang saham atas modal yang ditanamkan dalam perusahaan. Nilai rata-rata rasio ini adalah 33,68 persen seperti yang terlihat pada Tabel 9. Hal ini berarti setiap Rp.100,- dari modal yang ditanamkan, akan menghasilkan laba bersih (imbalan) sebesar Rp. 33,68,-. Sesuai dengan standar Kementerian BUMN, nilai ini berada diatas nilai standar, yaitu 15 persen yang berarti kinerja perusahaan termasuk sudah sangat baik, namun perkembangan indikator ini mengalami penurunan pada dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2009-2010.

Penurunan pada dua tahun terakhir terjadi karena modal mengalami peningkatan, yang disebabkan meningkatnya modal dari kantor pusat, namun tidak diikuti oleh peningkatan pada laba bersih. Peningkatan pada biaya pengiriman, biaya tenaga kerja teknis dan biaya pajak bea cukai yang menyebabkan laba kotor penjualan menjadi cenderung menurun, serta meningkatnya biaya usaha dari tahun ke tahun yang menyebabkan turunnya laba bersih yang diperoleh perusahaan. Peningkatan beban ini

juga dipengaruhi oleh meningkatnya total biaya operasional dalam dua tahun terakhir dan dan jumlah biaya umum dan administrasi yang cukup besar setiap tahunnya.

2. Tingkat Pengembalian Aset (Return On Asset)

Tingkat pengembalian aset atau suatu indikator rasio yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atas aset yang dimiliki perusahaan dan juga untuk melihat keefektifan dari kegiatan operasi perusahaan. Nilai rata-rata rasio ini adalah 22,07 persen seperti yang terlihat pada Tabel 9. Hal ini berarti bahwa setiap Rp. 100,- aktiva yang diinvestasikan perusahaan mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 22,07,-. Sesuai dengan standar Kementerian BUMN, nilai yang diperoleh berada diatas standar yang ada, yaitu diatas 18 persen dengan perolehan skor sebesar 15, yang berarti perusahaan telah mampu menghasilkan laba atas aset yang mereka miliki.

Perkembangan indikator ini pada PT ITC cabang Medan cenderung berfluktuasi. Penurunan hanya terjadi pada tahun 2010, yang disebabkan menurunnya laba bersih perusahaan. Laba bersih yang menurun disebabkan karena meningkatnya harga pokok penjualan yang dipengaruhi oleh meningkatnya biaya pengiriman barang, biaya tenaga kerja teknisi dan biaya pajak bea cukai, serta diikuti oleh peningkatan pada biaya usaha. 3. Rasio Kas (Cash Ratio)

Rasio kas merupakan rasio yang paling likuid dalam mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Nilai rata-rata dari rasio ini pada PT ITC cabang Medan adalah sebesar 17,11 persen seperti yang terlihat pada Tabel 9. Hal ini menunjukkan setiap Rp. 100,- hutang lancar perusahaan dijamin dengan Rp. 17,11,- uang kas dan bank. Situasi ini menggambarkan bahwa perusahaan belum cukup baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan komponen aktiva yang sangat liquid karena nilainya yang masih jauh dibawah standar yang ditetapkan, yaitu 35 persan.

Sistem keuangan yang diberlaku untuk setiap cabang PT ITC termasuk cabang Medan, adalah sistem sentralisasi. Dalam sistem ini, saldo bank dan kas cabang setiap hari kerja harus di setor ke rekening bank penampungan kantor pusat untuk di over booking (pemindah bukuan). Saldo yang tertinggal di bank cabang adalah saldo minimal yang ditetapkan ditambah dengan klering cek yang belum bisa diover booking. Saldo pada kas adalah sisa alokasi kantor pusat yang belum dibiayakan atau tagihan uang tunai yang tidak dapat disetor pada akhir tahun.

Perkembangan indikator rasio kas perusahaan pada periode 2007- 2010 cukup berfluktuatif, dimana pada tahun 2008 dan 2010 terjadi penurunan yang cukup besar, hal ini dikarenakan terjadi kenaikan hutang lancar, serta diikuti oleh penurunan pada nilai kas dan setara kas karena adanya proses over booking dana ke kantor pusat. Kenaikan hutang lancar ini terutama berasal dari peningkatan uang muka yang diterima, harga pokok pembelian tafsiran, hutang pajak dan hutang lancar lainnya. Untuk tahun 2009, terjadi kenaikan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 45,54 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini disebabkan karena terjadinya penurunan yang sangat besar pada hutang dagang perusahaan, uang muka yang diterima perusahaan untuk transaksi yang akan datang dan harga pokok pembelian tafsiran.

4. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio lancar menunjukkan kemampuan perusahaan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Nilai dari rasio lancar sebaiknya tidak rendah dan tidak juga terlalu besar. Hal ini disebabkan karena nilai yang rendah menunjukkan adanya masalah dalam likuiditas perusahaan, sedangkan nilai yang terlalu besar menunjukkan banyaknya dana yang menganggur, yang akhirnya akan mengurangi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

Nilai rata-rata dari rasio lancar untuk PT ITC cabang Medan kurun waktu 2007-2010 adalah sebesar 826,57 persen seperti yang terlihat pada Tabel 9. Hal ini berarti setiap Rp. 100,- hutang lancar dijamin dengan Rp. 826,57 persen aktiva lancar. Dengan ini berarti kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban lancarnya sudah sangat baik, karena sudah berada diatas standar yang ditetapkan, yaitu 125 persen, namun nilai yang sangat besar dari nilai rata-rata rasio ini menunjukkan banyaknya dana yang menggangur, dan dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

Nilai rata-rata dari rasio ini yang sangat besar disebabkan oleh dua komponen yaitu aktiva lancar dan hutang lancar. Peningkatan yang terbesar pada rasio lancar terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 1.695,09 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh nilai aktiva lancar pada tahun itu proporsinya berbeda jauh dengan nilai hutang lancarnya. Hal ini disebabkan terjadi penurunan dalam jumlah cukup besar pada hutang lancar perusahaan, yaitu terjadi penurunan pada hutang dagang, tidak terdapatnya uang muka yang diterima perusahaan untuk transaksi yang akan datang, dan harga pokok pembelian tafsiran.

5. Periode Pengumpulan Piutang (Collecting Period)

Periode pengumpulan piutang mengukur kemampuan perusahaan dalam menagih atau mengumpulkan piutangnya. Waktu pengumpulan piutang yang semakin lama, maka semakin besar juga resiko piutang tersebut tak tertagih. Nilai rata-rata dari indikator ini pada PT. Indonesia Trading Company cabang Medan adalah 27,94 hari sepeti yang terlihat pada Tabel 9. Hal ini berarti kemampuan perusahaan dalam menagih atau mengumpulkan piutangnya sudah sangat baik, karena berada dibawah batas standar yang ditetapkan, yaitu 60 hari.

6. Tingkat Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)

Tingkat perputaran persediaan digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memutarkan produknya dan juga untuk menunjukkan efisiensi pengelolaan persediaan produk yang dilakukan perusahaan. Nilai dari tingkat perputaran persediaan mengalami perkembangan yang berfluktuatif dengan kecenderungan menurun. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya jumlah persediaan perusahaan dan meningkatnya jumlah penjualan perusahaan. Penurunan ini menunjukkan bahwa pada perusahaan melakukan efisiensi dalam

mengelola persediaan, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya perputaran persediaan perusahaan.

Nilai rata-rata dari indikator ini adalah 44,62 hari seperti yang terlihat pada Tabel 9. Nilai yang tinggi ini menunjukkan tingkat perputaran persediaan yang semakin lama menunjukkan kurang efisiennya kegiatan operasi perusahaan karena modal kerja yang tertanam dalam persediaan semakin banyak, namun pada tahun dua tahun terakhir (2009-2010) terjadi penurunan perputaran dari tahun 2008, hal ini berarti perusahaan berusaha untuk memperbaiki efisiensi perusahaan dalam pengelolaan persediaan. Skor yang didapatkan untuk rasio ini merupakan skor yang tertinggi karena berada pada kisaran < 60, dan mendapatkan nilai 5.

7. Rasio Perputaran Total Aktiva

Rasio perputaran total aktiva menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktivanya untuk melakukan penjualan dan memperoleh keuntungan. Rasio ini menunjukkan perkembangan yang berfluktuatif dengan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2008 terjadi penurunan yang disebabkan karena terjadi kenaikan pada pendapatan usaha dan total aktiva, namun kenaikan yang terjadi pada pendapatan usaha lebih kecil dibandingkan kenaikan yang terjadi pada total aktiva.

Nilai rata-rata dari rasio ini adalah sebesar 287 persen (Tabel 9), hal ini menunjukkan bahwa dalam satu periode proses produksi, aktiva yang digunakan untuk melakukan penjualan sebanyak 2,87 kali atau setiap Rp. 100,- aktiva dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 287,-. Berdasarkan standar dari SK. Menteri BUMN No. Kep 100/M- BUMN/2002, nilai ini sudah sangat mampu untuk menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan harta perusahaan, karena berada diatas nilai standar, yaitu berada diatas 120 persen. Nilai rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah sangat baik dalam memanfaatkan aktivanya dalam rangka menghasilkan pendapatan.

8. Rasio Modal terhadap Total Aktiva

Rasio ini menunjukkan seberapa besar proporsi modal sendiri dan pinjaman terhadap pembiayaan aktivanya. Rasio ini juga menunjukkan besarnya tingkat keamanan bagi para kreditur yang memberikan pinjaman kepada perusahaan. Dalam kasus ini, setiap cabang dari PT. Indonesia Trading Company tidak mengadakan pinjaman dari para kreditur, bank atau dari peminjam dana lainnya, melainkan mendapatkan alokasi dana langsung dari kantor pusat untuk segala kebutuhan transaksi setiap cabang. Nilai rata-rata dari rasio ini adalah sebesar 69,99 persen (Tabel 9), yang berarti bahwa proporsi aktiva yang dibiayai dari modal sendiri adalah sebesar 69,99 persen. Nilai yang besar ini disebabkan oleh besarnya jumlah ekuitas perusahaan, yang dipengaruhi oleh adanya jumlah yang sangat besar dari hubungan rekening koran kantor pusat sebagai modal dan saldo rugi laba tahun berjalan. Perkembangan rasio ini menunjukkan perkembangan yang berfluktuatif dengan kecenderungan yang meningkat. Nilai yang diperoleh adalah 8.

Hasil evaluasi diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembalian modal (ROE), tingkat pengembalian aset (ROA), collecting period, perputaran total aktiva, perputaran persediaan dan rasio modal terhadap total aktiva menunjukkan kondisi yang baik karena skor atau nilai yang diperoleh melebihi standar yang ditetapkan oleh SK. Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002. Untuk indikator rasio kas dan rasio lancar masih berada dibawah standar. Kedua rasio ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih lagi dan diperbaiki untuk tahun-tahun mendatang agar kinerja perusahaan dapat meningkat sesuai dengan standar indikator yang ditetapkan. Hasil evaluasi kinerja BUMN menunjukkan kondisi sudah sangat baik bagi perusahaan, dimana dengan total skor (TS) sebesar 66, maka penilaian tingkat kesehatan PT. Indonesia Trading Company cabang Medan adalah sehat dengan nilai A.

Dokumen terkait