• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Dampak Kombinasi Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dan Peningkatan Sektor Pembangunan Prioritas

DEGRADASI TNKS TAHUN 1994

6.5. Evaluasi Dampak Kombinasi Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dan Peningkatan Sektor Pembangunan Prioritas

Realokasi pengeluaran rutin untuk pengeluaran pembangunan sebesar 15%

sudah mendekati rasio pada periode sebelum krisis yaitu pengeluaran pemerintah

yang teralokasi ± 40% untuk pengeluaran pembangunan dan sisanya ± 60% untuk

pengeluaran rutin. Alokasi ini diharapkan mampu mengembalikan kondisi sosial

ekonomi seperti sebelum periode krisis melalui kombinasi realokasi pengeluaran

rutin dengan kebijakan sektor prioritas. Skenario kombinasi kebijakan realokasi

1. Realokasi 15% pengeluaran rutin yang diprioritaskan sebesar 5% untuk sektor

pengeluaran pembangunan yang menjadi prioritas, dan

2. Realokasi 15% pengeluaran rutin yang diprioritaskan sebesar 10% untuk

sektor pengeluaran pembangunan yang menjadi prioritas.

6.5.1. Evaluasi Dampak Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Transportasi

Prioritas peningkatan pengeluaran pembangunan sektor transportasi

melalui realokasi pengeluaran rutin mengindikasikan alokasi pengeluaran sektor

ini mengalami peningkatan terbesar dibanding sektor lain. Perubahan rasio

pengeluaran rutin dan pembangunan menyebabkan perubahan dalam alokasi

sektor-sektor pengeluaran pembangunan dan distribusi kredit perbankan seperti

disajikan pada Tabel 39.

Tabel 39. Evaluasi Dampak Realokasi 15% Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Transportasi Terhadap Distribusi Pembiayaan Pembangunan

No Jenis Pembiayaan dan Sektor

Tingkat prioritas untuk sektor transportasi

5% 10% Bengkulu Jambi Sumbar Bengkulu Jambi Sumbar

Pengeluaran Pembangunan 6.12 5.99 5.88 8.70 8.61 8.49

1 Sektor transportasi 3.24 3.24 3.21 6.47 6.48 6.43

2 Sektor pengembangan wilayah 1.01 0.96 0.93 0.78 0.74 0.72 3 Sektor sumberdaya manusia 0.62 0.59 0.57 0.48 0.45 0.44

4 Sektor lainnya 1.26 1.20 1.17 0.97 0.93 0.90

Kredit

1 Investasi dan Modal Kerja -3.98 -4.17 -4.27 -6.72 -7.09 -7.43

2 UKM 3.33 2.99 2.77 -0.09 -0.43 -0.68

Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan sektor transportasi yang

lebih besar akan mendorong penurunan proporsi kredit sektor produksi (investasi

dan modal kerja), dan kredit sektor pertanian. Pada sisi lain peningkatan proprosi

kredit UKM hanya terjadi pada tingkat prioritas 5%, sedangkan jika terus

ditingkatkan akan mendorong proporsi kredit non-UKM atau usaha besar. Hal ini

mengindikasikan bahwa menambah tingkat prioritas sektor transportasi tidak

secara linear mempengaruhi proporsi kredit usaha kecil dan menengah.

Perkembangan distribusi pembiayaan pembangunan sektor publik dan swasta ini

akan mendorong perubahan dalam berbagai indikator sosial, ekonomi dan

lingkungan seperti disajikan pada Tabel 40.

Tabel 40. Evaluasi Dampak Realokasi 15% Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Transportasi Terhadap Indikator Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

(%)

No Variabel

Tingkat prioritas untuk sektor transportasi

5% 10% Bengkulu Jambi Sumbar Bengkulu Jambi Sumbar

Ekonomi

1 Pangsa PDB Pertanian -0.59 -0.57 -0.56 -1.04 -1.02 -0.99

2 Pertumbuhan output 0.97 1.02 1.04 1.86 1.94 2.01

3 PDB/Kapita 0.09 0.15 0.20 -0.89 -0.74 -0.52

Sosial

1 Partisipasi angkatan kerja 0.58 0.56 0.54 0.45 0.44 0.42

2 Pengangguran terbuka -0.71 -0.71 -0.71 -1.05 -1.06 -1.07

3 Pangsa TK Pertanian -0.01 0.15 0.26 1.24 1.47 1.68

Lingkungan

1 Laju deforestasi -4.79 -4.45 -5.67 -9.40 -8.76 -11.11

2 Degradasi zona penyangga -0.27 -0.18 -0.12 -0.62 -0.46 -0.29

3 Degradasi TNKS 0.20 0.20 0.19 0.33 0.33 0.32

Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan hasil simulasi sesuai dengan diharapkan

Kombinasi kebijakan realokasi pengeluaran rutin sebesar 15% dengan

pada level 10% tidak diikuti dengan peningkatan output perkapita. Laju

pertumbuhan output melalui perubahan struktural dengan menurunnya pangsa

output sektor pertanian tetapi tidak diikuti dengan struktur tenaga kerja karena

meningkatnya porsi tenaga sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa

kebijakan ini mendorong terjadinya ketimpangan distribusi output antara sektor

pertanian dan non-pertanian. Penurunan output sektor pertanian yang diikuti

dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja pada sektor ini mengindikasikan

konsentrasi kemiskinan pada daerah pedesaan termasuk pada kawasan sekitar

taman nasional.

Kebijakan ini juga mampu meningkatkan kemampuan ekonomi dalam

penyerapan tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran menurun meskipun

terjadi peningkatan supplai tenaga kerja (partisipasi kerja). Penyerapan tenaga

kerja masih lebih dominan pada sektor pertanian tetapi dengan produktivitas yang

relatif lebih rendah, sehingga output berkembang tidak secepat sektor non-

pertanian, sehingga terjadinya penurunan output perkapita pada prioritas 10%

sebagai implikasi dari kemiskinan sektor pedesaan. Hal ini diduga menjadi salah

satu faktor penyebab peningkatan alokasi sektor transportasi sebagai sektor

prioritas akan mendorong semakin meningkatnya degradasi hutan taman nasional.

Kemiskinan pada pedesaan juga menyebabkan menurunnya aksesibilitas

masyarakat terhadap kepemilikan modal terutama untuk budidaya pertanian.

Kemampuan modal untuk mengolah lahan ini akan mengurangi konversi hutan

untuk budidaya sehingga laju deforestasi mengalami penurunan tetapi pada sisi

kawasan yang masih mampu menyediakan sumberdaya tersebut akan mengurangi

tekanan terhadap hutan zona penyangga sehingga degradasi hutan zona ini

menurun. Penurunan tekanan pada zona penyangga taman nasional ini diduga

bersifat sementara karena peralihan pemanfaatan sumberdaya akan terjadi jika

sumberdaya hutan kawasan mulai langka.

Skenario kombinasi realokasi pengeluaran rutin dengan prioritas

pengembangan aksesibilitas ini mengindikasikan bahwa peningkatan alokasi

pengeluaran pembangunan sektor transportasi bersifat terbatas. Unsur ”trade off”

antar berbagai aspek pembangunan mengindikasikan adanya ”opportunity cost”

yang harus dibayar terutama distribusi pendapatan dan kerusakan areal

konservasi. Pertumbuhan output yang meningkat ternyata diikuti dengan

meningkatnya ketimpangan pembangunan antar sektor dan degradasi hutan taman

nasional. Hal ini juga mengindikasikan bahwa pembangunan sektor transportasi

guna membuka aksesibilitas kawasan harus diikuti dengan pengembangan

kesempatan kerja sektor non-pertanian terutama pada daerah pedesaan.

Transformasi struktural pasar tenaga kerja ini dapat dilakukan dengan

keseimbangan antara alokasi pengeluaran pembangunan sektor transportasi

dengan sektor lain seperti sektor industri dan dunia usaha, sumberdaya manusia

dan pengembangan wilayah.

6.5.2. Evaluasi Dampak Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Pengembangan Wilayah

Prioritas peningkatan pengeluaran pembangunan sektor pengembangan

sektor ini mengalami peningkatan terbesar dibanding sektor lain. Perubahan rasio

pengeluaran rutin dan pembangunan menyebabkan perubahan dalam alokasi

sektor-sektor pengeluaran pembangunan dan distribusi kredit perbankan seperti

disajikan pada Tabel 41.

Tabel 41. Evaluasi Dampak Realokasi 15% Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Pengembangan Wilayah Terhadap Distribusi Pembiayaan Pembangunan

No Jenis Pembiayaan dan Sektor

Tingkat prioritas untuk sektor pengembangan wilayah

5% 10% Bengkulu Jambi Sumbar Bengkulu Jambi Sumbar

Pengeluaran Pembangunan 7.51 7.31 7.15 9.77 9.63 9.48

1 Sektor transportasi 2.39 2.28 2.21 1.84 1.77 1.71

2 Sektor pengembangan wilayah 3.24 3.24 3.21 6.47 6.48 6.43

3 Sektor sumberdaya manusia 0.62 0.59 0.57 0.48 0.45 0.44

4 Sektor lainnya 1.26 1.20 1.17 0.97 0.93 0.90

Kredit

1 Investasi dan Modal Kerja -3.61 -3.61 -3.54 -3.53 -3.46 -3.32

2 UKM 8.83 8.70 8.58 15.59 15.54 15.41

3 Pertanian -7.52 -7.52 -7.40 -8.47 -8.35 -8.07

Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan sektor pengembangan

wilayah sebagaimana sektor transportasi akan mendorong peningkatan kredit

sektor konsumsi, dan terindikasi dengan menurunnya proporsi kredit sektor

produksi yaitu kredit investasi dan modal kerja. Pengembangan wilayah akan

mendorong peningkatan kesempatan usaha sektor non-pertanian skala kecil

sampai menengah, dan diduga menjadi faktor utama meningkatnya proporsi kredit

UKM dan menurunnya proporsi kredit sektor pertanian. Perbedaan kebijakan ini

dengan prioritas sektor transportasi adalah peningkatan proporsi kredit UKM tetap