• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Evaluation of Quality of Seeded and Seedless Pummelo Fruits During Storage Period)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas buah pamelo berbiji dan tidak berbiji selama penyimpanan. Selama penyimpanan persentase bobot kulit terus menurun, yang menyebabkan persentase bobot bagian dapat dimakan meningkat. Perbedaan kelompok aksesi tidak menyebabkan perbedaan persentase bobot kulit, persentase bobot bagian dapat dimakan dan persentase bobot sekat, sementara persentase bobot aksis buah tidak berbiji lebih rendah dibandingkan buah berbiji. Kandungan vitamin C, naringin dan pH jus buah aksesi tidak berbiji lebih tinggi dibandingkan buah berbiji dan potensial tidak berbiji, dan penyimpanan menyebabkan kandungan vitamin C buah pamelo terus menurun. Perubahan pH jus buah selama penyimpanan menunjukkan kecenderungan berbeda antar aksesi. Kandungan PTT dan ATT antar aksesi berbiji dan tidak berbiji tidak berbeda nyata, dan penyimpanan menyebabkan PTT meningkat, sedangkan ATT menurun, sehingga meningkatkan nisbah

PTT/ATT. Hasil analisis sensori menunjukkan aksesi tidak berbiji ’Jawa 1’

memiliki banyak keunggulan, baik dari hasil uji hedonik (kesukaan) maupun uji mutu skalar.

ABSTRACT

The objective of this research was to obtain information on fruit quality of seeded and seedless pummelo during storage. The result of this research showed that peel weight percentage decreased, while edible portion increased during storage. Accession group based on number of seeds did not affect peel, edible portion, and segment walls weight percentage. Fruit axis of seedless accessions was lower than that of seeded fruit. Seedless pummelos juice have higher vitamin C, naringin content and pH than seeded accessions. Vitamin C content decreased during storage period. Change in pH of pummelo juice varied among accessions. No significant different in total soluble solids (TSS) and titratabble acidity (TA) between seeded and seedless accessions. TSS increased, but TA decline during storage, that increased TSS/AT ratio. Sensory analysis indicated ‘Jawa 1’ seedless accession have superior quality based on hedonic and scale quality test.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak kerabat liar pamelo, sehingga kemungkinan besar merupakan tempat asal pamelo, di samping Malaysia dan Thailand (Thulaja 2003). Selain daripada itu, di Indonesia juga terdapat banyak plasma nutfah pamelo dengan bentuk, ukuran, warna dan rasa buah yang beraneka ragam, demikian pula dengan jumlah bijinya. Sebagai contoh kultivar pamelo tidak berbiji, antara lain ‘Bageng Taji’ (PPVT 2008), sedangkan yang berbiji ‘Sri Nyonya’ (Menteri Pertanian RI 2001). Dalam dua dasawarsa terakhir ini minat konsumen terhadap buah tidak berbiji terus meningkat, sehingga tidak adanya biji menjadi karakteristik penting untuk pasar buah segar (Vardi et al. 2008).

Informasi mengenai karakteristik pamelo berbiji dan tidak berbiji masih terbatas, demikian pula dengan evaluasi agronominya. Informasi dari evaluasi agronomi dapat membantu pemulia tanaman untuk mengidentifikasi genotipe- genotipe potensial yang akan digunakan dalam program pemuliaan tanaman. Dengan demikian evaluasi agronomi amat berguna dan membantu dalam meningkatkan penggunaan plasma nutfah tanaman (Saad dan Idris 2001).

Karakter agronomi yang dapat dievaluasi antara lain kemampuan tanaman bertahan hidup di lapangan, periode antara penanaman dengan saat berbunga pertama kali, toleransi terhadap cekaman biotik, ketahanan terhadap hama dan penyakit, produksi dan kualitas buah. Dalam penelitian ini evaluasi agronomi dilakukan terhadap kualitas buah pada masa simpan yang berbeda, karena kualitas dan kandungan nutrisi buah pamelo seperti warna daging buah, ketebalan kulit, proporsi dapat dimakan, kandungan juice, padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT) dan vitamin C merupakan faktor yang turut menentukan daya jual suatu kultivar dan dipengaruhi oleh masa simpan. Hasil penelitian Ketsa (1989) pada tangerine (Citrus reticulata Blanco) menunjukkan ketebalan kulit buah tidak berpengaruh terhadap kandungan PTT dan asam askorbat, tetapi

tangerine berkulit tipis memilki ATT lebih rendah dan nisbah PTT/ATT lebih

tinggi. Hal ini membuat rasa tangerine berkulit tipis lebih enak dibanding yang berkulit tebal.

Kualitas buah juga berhubungan dengan warna jus. Pamelo dengan warna jus merah memiliki kandungan fenolik total dan karotenoid lebih tinggi dibandingkan yang warna jusnya putih, sehingga merupakan sumber antioksidan yang baik dan lebih efisien dalam menangkap berbagai bentuk radikal bebas (Tsai

et al. 2007).

Penyimpanan menyebabkan penurunan kualitas, antara lain vitamin C (Del Caro et al. 2004, Helmiyesi et al. 2008), sedangkan kadar gula meningkat. Kadar gula jeruk siam mengalami peningkatan pada penyimpanan 5 dan 10 hari, kemudian menurun pada penyimpanan 15 hari (Helmiyesi et al. 2008).

Di samping itu dilakukan pula pengujian kepahitan (bitterness), karena rasa pahit merupakan masalah utama dalam industri jeruk. Secara ekonomi hal ini juga penting, sebab buah pamelo dengan jus yang pahit mempunyai nilai jual yang rendah. Rasa pahit pada buah jeruk terutama disebabkan oleh akumulasi dua senyawa kimia berbeda, yaitu limonin dari kelompok terpen limonoid dan naringin dari kelompok fenolik flavonoid pada jaringan buah. Konsentrasi senyawa pembuat rasa pahit tertinggi umumnya ditemukan pada buah mentah. Konsentrasi senyawa penyebab rasa pahit semakin menurun dengan makin masaknya buah (Hasegawa et al. 1996). Hasil penelitian Pichaiyongvongdee dan Haruenkit (2009a) menunjukkan bahwa naringin dan limonin pada pamelo tersebar pada flavedo, albedo, selaput pembungkus, jus dan biji dalam jumlah berbeda, dan naringin pada semua bagian buah lebih tinggi dibandingkan limonin.

Lebih jauh, untuk mengetahui kualitas buah melalui respon atau kesan yang diberikan oleh pancaindra manusia, maka dilakukan analisis sensori (uji organoleptik). Uji sensori pada buah strawberi antara lain dilakukan terhadap flavor, aroma, penampilan dan kemasaman (Resende 2008). Sementara pada buah pamelo di Nepal terdapat tiga sifat yang menempati urutan tertinggi sebagai kriteria seleksi, yaitu rasa jus (manis dan tidak getir), persentase jus (tinggi), warna jus (merah atau merah muda) (Paudyal dan Haq 2007). Selain itu rasa dan kualitas buah pamelo juga ditentukan oleh kelembutan dan ukuran kantong jus (Rahman et al. 2003). Dalam penelitian ini analisis sensori dilakukan untuk mengidentifikasi preferensi konsumen dan mencocokkan acceptability buah pamelo dari berbagai aksesi.

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas berbagai aksesi pamelo berbiji, potensial berbiji dan tidak berbiji dari tiga sentra produksi pada masa simpan yang berbeda.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Pengujian kualitas buah dilakukan di Laboratorium RGCI dan Pascapanen IPB dan di Balai Besar Pascapanen Cimanggu Bogor pada bulan Mei 2009 hingga Juli 2010 dan analisis sensori dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Universitas Djuanda Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah buah pamelo kelompok aksesi berbiji, potensial tidak berbiji, dan tidak berbiji pada stadia kematangan yang relatif seragam (berumur 24-28 minggu setelah bunga mekar). Bahan kimia yang dipakai adalah untuk analisis asam tertitrasi (NaOH 0.1 N), vitamin C (larutan IKI, amilum) dan untuk analisis flavonoid (NaOH 4 N, diethylene glycol, naringin). Alat yang digunakan antara lain adalah timbangan analitik, gunting, pisau, pipet, buret, gelas ukur, labu takar, pH meter digital, hand refractometer, blender, dan jangka sorong.

Metode

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap tersarang, yaitu aksesi tersarang dalam kelompok aksesi (berbiji, potensial tidak berbiji dan tidak berbiji). Faktor pertama adalah aksesi pamelo yang terdiri atas kelompok aksesi berbiji (Cikoneng ST, Jawa 2, Magetan, Sri Nyonya, Adas Duku, Bali Putih, dan Muria Merah 2), potensial tidak berbiji (Nambangan dan Bali Merah 1) dan tidak berbiji (Jawa 1, Bali Merah 2, Bageng Taji dan Muria Merah 1). Faktor kedua adalah masa simpan selama 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah penyimpanan (MSP). Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang (26-30oC). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali dan setiap unit percobaan terdiri atas satu buah pamelo. Data yang diperoleh dianalisis dengan anova (uji F), dan jika terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5%.

Peubah yang Diamati

1. Bobot bagian-bagian buah (kulit, daging buah, sekat, biji dan aksis). Berdasarkan data ini dihitung persentase bagian-bagian buah, termasuk bagian dapat dimakan (edible portion).

Persentase bagian dapat dimakan = bobot daging buah x 100% bobot buah total

2. Kandungan vitamin C buah diukur menggunakan metode titrasi (AOAC 1995) 3. pH jus buah diukur dengan pH meter digital (CG 842 Schott, Germany)

4. Kandungan asam tertitrasi total diukur dengan cara titrasi menggunakan 0.1 N NaOH hingga pH jus buah mencapai 7

5. Kandungan padatan terlarut total, dihitung sebagai derajat Brix yang diukur menggunakan refraktometer (Atago N1 Brix 0-32%).

6. Kandungan naringin diukur mengikuti metode Nagy et al. (1977) dan Mishra dan Kar (2003). Dari 100 ml sampel jus buah pamelo yang telah disentrifusi selama 15 menit, diambil 0.1 ml sampel, ditambah dengan 0.1 ml 4 N NaOH. Campuran ini ditambahkan ke dalam 10 ml diethylene glicol (2,2- dihydroxyethyl ether) reagent grade, dan dibiarkan selama 15 menit pada suhu ruang. Kandungan naringin diukur dengan Shimadzu UV 1601 Spectrophotometer pada panjang gelombang 420 nm. Larutan stok dibuat dengan melarutkan 200 mg naringin dalam 100 ml air deionisasi. Kurva standar dibuat dari 10, 25, 50, 75 dan 100 mg naringin per 100 ml air. Sebanyak 10 ml diethylene glicol ditambahkan ke dalam masing-masing labu takar. Sejumlah 0.1 ml dari larutan standar diberi 0.1 ml 4 N NaOH, dikocok dan dibiarkan selama 15 menit.

7. Analisis sensori

Analisis sensori yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu skalar. Pengujian dilakukan oleh 20 panelis semi terlatih, yang terdiri atas dosen, mahasiswa, staf administrasi dan teknisi laboratorium Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan, Universitas Djuanda. Panelis semi terlatih adalah panelis yang anggotanya tidak tetap, dapat dari karyawan atau bahkan tamu yang datang ke kantor (Wagiyono 2003). Pada uji hedonik panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap tingkat kesukaan atau

ketidaksukaan. Uji hedonik dilakukan terhadap peubah warna, juiceness, rasa dan aroma buah pamelo pada 7 skala kesukaan, dari 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Format penilaian uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 17. Uji mutu skalar dilakukan untuk memberikan angka nilai mutu sensori terhadap sampel pada tingkat skala mutu. Uji mutu skalar terhadap buah pamelo dilakukan terhadap peubah aroma, rasa, warna, kemanisan, kemasaman, kegetiran, tekstur kantong jus dan jumlah residu tertinggal setelah pengunyahan (graininess), dengan tujuh skala (Lampiran 18).

Pengamatan 1-5 dilakukan pada 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah penyimpanan (MSP), tetapi pengujian naringin dan analisis sensori hanya dilakukan pada 2 MSP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis ragam menunjukkan kualitas buah pamelo dipengaruhi oleh kelompok aksesi, aksesi dan masa simpan, serta interaksi antara kelompok aksesi dengan masa simpan dan aksesi dengan masa simpan (Tabel 23).

Tabel 23. Rekapitulasi nilai analisis ragam pengaruh kelompok aksesi, aksesi, masa simpan dan interaksi antara kelompok aksesi dan masa simpan dan aksesi dan masa simpan

Peubah Kuadrat Tengah Kelompok aksesi Aksesi (kelompok aksesi) Masa simpan Interaksi kelompok aksesi x masa simpan Interaksi aksesi x masa simpan Karakter Fisik Kulit 484.117* 447.635* 621.248* 25.155 tn 40.984* Bagian dapat dimakan 8.613 tn 373.281* 623.027* 12.502 tn 39.369* Sekat 57.655* 12.660* 3.772* 2.064 tn 3.870* Aksis 1.847* 0.421* 0.037 tn 0.072* 0.113* Biji 132.314* 6.892* 2.341* 1.209* 1.021* Karakter kimia Vitamin C 1065.634* 899.783* 1291.590* 16.726* 30.777* pH 27.339* 10.406* 0.277tn 0.361* 0.286* PTT 5.474* 6.920* 34.172* 2.592* 1.539* ATT 0.051* 0.054* 0.148* 0.002 tn 0.006* PTT/ATT 277.720* 218.493* 1307.331* 52.039* 39.351*

Karakter Fisik yang Mempengaruhi Kualitas Buah Pamelo Berbiji dan Tidak Berbiji

Proses penyimpanan menyebabkan permukaan buah kehilangan air, akibat proses transpirasi, sedangkan melalui respirasi relatif rendah, karena jeruk tergolong buah non klimakterik (Iglesias et al. 2007, Ladaniya 2008, Ortiz 2002). Di antara aksesi berbiji, ‘Sri Nyonya’ memiliki persentase bobot kulit terendah, karena memiliki mesokarp paling tipis (Tabel 24), sedangkan persentase bobot kulit yang tinggi terdapat pada ‘Magetan’ dan ‘Bali Putih’. Di antara aksesi potensial tidak berbiji, ‘Nambangan’ memiliki persentase bobot kulit lebih besar dibanding ‘Bali Merah 1’. Pada aksesi tidak berbiji, persentase bobot kulit ‘Bageng Taji’ lebih besar dibanding ‘Bali Merah 2’.

Tabel 24 Persentase bobot kulit buah 13 aksesi pamelo pada 0-8 MSP

Kelompok Aksesi Aksesi Persentase kulit 0 MSP 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP Cikoneng ST 34.38bcd C 33.60c C 11.49a A 28.39cd BC 26.73c B Berbiji Jawa 2 33.92bcd B 30.12bc AB 29.20cd AB 25.00cd A 29.27c AB Magetan 38.04d C 30.19bc B 23.72bc A 19.99abc A -

Sri Nyonya 25.08a C 20.73a BC 19.05b ABC 15.16 a AB 13.75 a A Adas Duku 30.80abc B 25.10ab AB 28.24cd AB 23.68 bcd A 22.58bc A

Bali Putih 36.68cd A 36.04c A 31.13d A 34.35d A -

Muria Merah 2 29.53ab C 26.22 ab BC 23.40bc ABC 18.09ab AB 16.72ab A

Potensial Tidak Berbiji Nambangan 38.57q Q 32.54q PQ 34.26q PQ 31.06q P 34.08q PQ Bali Merah 1 26.87p Q 20.76 p PQ 23.95 p Q 20.32p PQ 15.66 p P Jawa1 35.52w X 31.62wx WX 28.08wx W 31.50wx WX 25.55w W Tidak Berbiji Bali Merah 2 34.13w Y 28.21w XY 21.78w WX 26.83w XY 19.53w W Bageng Taji 45.18x Y 41.38 y XY 34.35x W 33.96x W 38.49x WX Muria Merah 1 37.88w X 35.35xy X 33.32x X 25.03w W 21.30w W Kelompok Aksesi Berbiji 32.64 28.86 23.75 23.52 21.81 Potensial tidak Berbiji 32.72 26.65 29.11 25.69 24.87 Tidak Berbiji 38.18 34.14 29.38 29.33 26.22

Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji BNT pada taraf 0.05

Persentase bobot kulit antar kelompok aksesi tidak berbeda nyata, walaupun aksesi tidak berbiji cenderung memiliki persentase bobot kulit lebih besar (Tabel 24). Interaksi jumlah biji dan masa simpan tidak mempengaruhi

persentase bobot kulit (Tabel 23). Pertambahan masa simpan menyebabkan persentase bobot kulit terus menurun, kecuali pada ‘Bali Putih’, relatif stabil. Penurunan persentase bobot kulit yang tajam tampak pada ‘Magetan’, ‘Sri Nyonya’, ‘Bali Merah 2’, ‘Bageng Taji’ dan ‘Muria Merah 1’. Selama penyimpanan kulit buah kehilangan air lebih cepat dibandingkan daging buah, sehingga persentase bobot bagian dapat dimakan terus meningkat (Ladaniya 2008).

Persentase bobot bagian dapat dimakan buah pamelo berkorelasi negatif (r = -0.931) dengan persentase bobot kulit. Aksesi berkulit tipis cenderung memiliki persentase bagian dapat dimakan lebih besar. Kondisi ini tampak pada ‘Sri Nyonya’, aksesi yang paling tinggi persentase bobot bagian dapat dimakannya, memiliki persentase bobot kulit yang rendah (Tabel 25). Hal yang sama juga disampaikan Mahardika dan Susanto (2003), bahwa persentase bobot bagian dapat dimakan ‘Sri Nyonya’ lebih besar dibandingkan ‘Nambangan’ dan ‘Bali Merah’.

Tabel 25 Persentase bobot bagian buah dapat dimakan 13 aksesi pamelo pada 0- 8 MSP

Kelompok

Aksesi Aksesi

Persentase bagian buah dapat dimakan

0 MSP 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP

Cikoneng ST 55.79 ab A 57.34 ab A 74.85d C 62.72b B 63.39ab B

Berbiji Jawa 2 55.33 ab A 62.12 abc A 62.44 b B 66.26 bc B 62.24 a B

Magetan 52.39a A 63.30 abcd B 70.89cd C 73.43d C - Sri Nyonya 65.94c A 69.96d AB 70.80cd AB 70.70cd AB 75.94 c B Adas Duku 58.82 ab A 64.77cd AB 63.44 b AB 67.67 bcd B 69.70 bc B Bali Putih 53.65 ab A 56.53a A 54.71a A 54.09 a A - Muria Merah2 59.76 bc A 63.47bcd AB 66.97 bc BC 71.32cd C 72.96c C Potensial Tidak Berbiji Nambangan 54.06 p P 59.74 p PQ 59.17p PQ 62.90p Q 59.45p PQ Bali Merah1 64.30q P 69.90q P 69.64 q P 68.42q P 76.04q Q Jawa1 60.23x W 64.33x W 67.35 wx X 65.00wx W 70.30x X Tidak berbiji Bali Merah2 59.31x W 64.94x WX 69.16x XY 67.12wx XY 74.11x Y Bageng Taji 51.34 w W 54.59w WX 61.55 w Y 60.49w XY 55.83 w WXY

Muria Merah1 57.88 ab W 60.40ab W 61.53a W 70.09b X 74.83b X Kelompok Aksesi Berbiji 57.38 62.50 66.30 66.60 68.85 Potensial tidak Berbiji 59.18 64.82 64.41 65.66 67.75 Tidak Berbiji 57.19 61.06 64.90 65.67 68.77

Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji BNT pada taraf 0.05

Aksesi pamelo ‘Magetan’ memiliki bagian dapat dimakan paling rendah pada 0 MSP, tetapi relatif tinggi pada penyimpanan yang lebih lama. Diduga hal ini berkaitan dengan tekstur kulit buah ‘Magetan’ yang lebih lembut sehingga kulit buahnya lebih cepat mengalami kerusakan. Pada aksesi potensial tidak berbiji, persentase bobot bagian dapat dimakan ‘Bali Merah 1’ lebih besar dibanding ‘Nambangan’. Pada aksesi tidak berbiji persentase bobot bagian dapat dimakan ‘Bageng Taji’ lebih rendah dibanding aksesi lain.

Pada aksesi berbiji, persentase bobot sekat yang rendah terdapat pada ‘Cikoneng ST’ dan yang tinggi pada ‘Adas Duku’, sedangkan antar aksesi potensial tidak berbiji tidak berbeda nyata. Aksesi tidak berbiji umumnya bersekat tipis, kecuali ‘Bali Merah 2’ (Tabel 26).

Tabel 26 Persentase bobot sekat buah 13 aksesi pamelo pada 0-8 MSP Kelompok

Aksesi Aksesi

Persentase sekat

0 MSP 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP

Cikoneng ST 5.5a A 4.40ab A 9.36d B 4.36a A 4.60a A

Berbiji Jawa 2 6.43abc B 4.29a A 4.85b A 4.39a A 4.53a A

Magetan 7.52 bc B 4.28a A 3.98a A 4.64a A -

Sri Nyonya 5.87ab A 5.99abc A 6.91c A 9.35d B 6.79b A

Adas Duku 8.02c B 7.66c B 5.74bc A 5.34ab A 5.23ab A

Bali Putih 6.05ab A 6.38 bc A 9.01d B 7.49c A -

Muria Merah 2 6.39abc A 5.83 ab A 5.41bc A 6.73bc A 5.53ab A

Potensial Tidak Berbiji Nambangan 6.16p P 6.16p P 5.60p P 4.85p P 5.27p P Bali Merah 1 7.16p P 7.35p P 5.75p P 6.96q P 6.20p P Tidak berbiji Jawa 1 3.92w W 3.60w W 4.01w W 3.24w W 3.75w W Bali Merah 2 6.05x WX 5.98x Wx 7.39x X 5.39x W 5.19w W Bageng Taji 3.04w W 3.61w W 3.78w W 4.14wx W 4.74w W Muria Merah 1 3.86w W 3.84w W 4.43w W 4.19wx W 3.42w W Kelompok Aksesi Berbiji 6.54 5.55 6.47 6.04 5.33 Potensial tidak Berbiji 6.66 6.75 5.67 5.90 5.73 Tidak Berbiji 4.22 4.26 4.90 4.24 4.28

Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji BNT pada taraf 0.05

Selama penyimpanan, persentase bobot sekat fluktuatif pada ‘Cikoneng ST’, ‘Sri Nyonya’, ‘Bali Putih’ dan ‘Bali Merah 2’. Persentase bobot sekat menurun pada ‘Jawa 2’, ‘Magetan’ dan ‘Adas Duku’, dan relatif stabil pada aksesi lain selama penyimpanan (Tabel 26).

Aksis pada buah jeruk memiliki konsistensi dan tekstur mirip dengan albedo (mesokarp) yang berwarna putih (Ortiz 2002). Pada aksesi berbiji, persentase aksis relatif rendah dijumpai pada ‘Cikoneng’, ‘Sri Nyonya’ dan ‘Bali Putih’ dan yang tinggi pada ‘Jawa 2’. Pada aksesi potensial tidak berbiji, persentase aksis ‘Bali Merah 1’ lebih tinggi dibanding ‘Nambangan’, karena aksis ‘Nambangan’ berongga. Di lain pihak pada aksesi tidak berbiji, persentase aksis ‘Bali Merah 2’ relatif tinggi (Tabel 27).

Tabel 27 Persentase bobot aksis buah 13 aksesi pamelo pada 0-8 MSP

Kelompok

Aksesi Aksesi

Persentase bobot aksis buah

0 MSP 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP Cikoneng ST 0.64a A 0.64ab A 0.67b A 0.67bc A 0.75b A Berbiji Jawa 2 1.23c B 0.82b A 0.81bc A 0.81bcd A 0.70ab A Magetan 0.85ab B 0.40a A 0.58ab A 0.56ab A - Sri Nyonya 0.62a A 0.38a A 0.37a A 1.08d B 0.42a A Adas Duku 0.88ab B 0.53ab A 0.83bc B 0.92cd B 0.87b B Bali Putih 0.63a B 0.52a AB 1.03c C 0.30a A - Muria Merah2 1.00bc A 1.47c B 0.81bc A 0.91cd A 0.91b A Potensial Tidak Berbiji Nambangan 0.60p Q 0.58p Q 0.49p P 0.29p P 0.30p P Bali Merah1 1.02q Q 0.77p PQ 0.61p P 0.91q Q 0.90q Q Jawa1 0.28w W 0.26w W 0.31w W 0.19w W 0.34w W Tidak berbiji Bali Merah2 0.36w W 0.71x X 0.55w WX 0.52x WX 0.67x X Bageng Taji 0.40w WX 0.37x WX 0.29w W 0.44wx WX 0.60x X Muria Merah1 0.35w W 0.37w W 0.58w W 0.59x W 0.43wx W Kelompok Aksesi Berbiji 0.83l 0.68l 0.73l 0.75l 0.73l Potensial tidak Berbiji 0.8l 0.68l 0.55kl 0.60kl 0.60kl Tidak Berbiji 0.35k 0.43k 0.43k 0.44k 0.51k

Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji BNT pada taraf 0.05

Persentase aksis buah aksesi tidak berbiji lebih rendah dibandingkan buah aksesi berbiji (Tabel 27). Pada umumnya aksesi tidak berbiji umumnya memiliki aksis berongga, sedangkan aksesi berbiji padat. Selama penyimpanan persentase bobot aksis sebagian aksesi tidak berubah (‘Cikoneng ST’, ‘Jawa 1’, ‘Muria Merah1’), menurun (‘Jawa 2’, ‘Magetan’, ‘Bali Putih’, ‘Muria Merah 2’ dan ‘Nambangan’) dan meningkat (‘Bageng Taji’ dan ‘Bali Merah 2’) (Tabel 27).

Karakter Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Buah Pamelo Berbiji dan Tidak Berbiji

Kandungan vitamin C umumnya terus menurun dengan semakin lamanya masa simpan, karena vitamin C merupakan senyawa yang tidak stabil, dan mudah mengalami degradasi akibat suhu tinggi dan oksigen. Kehilangan vitamin C semakin meningkat dengan lamanya penyimpanan, suhu tinggi, kelembaban relatif yang rendah, kerusakan fisik dan chilling injury (Kader 1988).

Kandungan vitamin C aksesi pamelo berbiji berkisar antara 25.67 sampai 40.83 mg.100g-1. Buah berjus merah ’Jawa 2’, ’Magetan’ dan ’Adas Duku’ memiliki kandungan vitamin C tertinggi pada awal masa simpan (0-4 MSP), tetapi pada 6 dan 8 MSP kedudukan ’Adas Duku’ digantikan ’Cikoneng ST’, karena kandungan vitamin C ’Adas Duku’ menurun tajam dengan bertambahnya masa simpan. Aksesi yang tetap konsisten kandungan vitamin Cnya hingga akhir masa simpan adalah ’Jawa 2’(Tabel 28). Aksesi dengan kandungan vitamin C paling rendah adalah ’Sri Nyonya’ dan ’Bali Putih’, yang keduanya memiliki jus berwarna putih-merah muda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tsai et al.

(2007), bahwa kandungan vitamin C, tokoferol, fenolik total dan karotenoid buah pamelo berwarna jus putih lebih rendah dibandingkan pamelo dengan warna jus merah. Dengan demikian pamelo berjus merah merupakan sumber antioksidan yang baik dan amat efisien dalam menangkap berbagai bentuk radikal bebas, termasuk DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl radical), anion superoksida dan hidrogen peroksida (Tsai et al. 2007). Penurunan kandungan vitamin C ’Sri Nyonya’ lebih cepat dibandingkan ’Bali Putih’. Diduga berkaitan dengan mesokarp ’Sri Nyonya’ yang lebih tipis dibandingkan ’Bali Putih’.

Tabel 28 Kandungan vitamin C 13 aksesi buah pamelo pada 0-8 MSP Kelompok Aksesi Aksesi Kandungan Vitamin C (mg.100g-1) 0 MSP 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP Cikoneng ST 34.05b C 28.41bc B 25.66c B 20.49bc A 20.14c A Berbiji Jawa 2 40.83c C 30.74c B 29.72de B 22.68 bc A 19.04c C Magetan 39.47cD 35.20c C 31.21e B 24.20c A - Sri Nyonya 25.67a D 21.17 a C 19.26 a BC 16.63a B 12.12 a A Adas Duku 37.88cA 31.21c B 26.43cd BC 20.17 ab D 13.67 ab E Bali Putih 24.59a B 21.15a AB 20.59 ab A 20.17 ab A - Muria Merah 2 31.54 b C 25.47 b B 23.49 bc B 19.36 ab A 17.09bc A Potensial Tidak Berbiji Nambangan 18.38p P 16.96 p P 16.21p P 15.19p P 15.61pP Bali Merah 1 44.00qR 44.18 q R 34.56q Q 33.28 q Q 23.4q P Jawa 1 28.57 wY 25.06 w XY 24.53 w X 19.14 w W 19.49 w W Tidak Berbiji Bali Merah 2 49.02 xY 45.82 x Y 34.22x X 34.71x X 22.76 w W Bageng Taji 30.16 w X 26.84 w X 26.62 w X 22.10 w W 19.78 w W Muria Merah 1 50.27 xZ 48.18 x YZ 46.10 y Y 42.61y X 35.03 x W Kelompok Aksesi Berbiji 33.43k N 27.62k M 25.19k M 20.53k L 16.41k K Potensial tidak Berbiji 31.19l M 30.57l M 25.38k L 24.24k L 19.51l K Tidak Berbiji 43.15m N 36.48m M 32.87 l LM 29.64 l L 24.26m K Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan huruf besar yang sama pada baris

yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji BNT pada taraf 0.05

Kelompok aksesi potensial tidak berbiji memiliki kandungan vitamin C antara 18.38-44.00 mg.100g-1, dan ‘Nambangan’ memiliki kandungan vitamin C lebih rendah dibanding ‘Bali Merah 1’, bahkan paling rendah dari aksesi lain (Tabel 28). Hasil penelitian Mahardika dan Susanto (2003) juga menunjukkan kandungan vitamin C ‘Nambangan’ relatif lebih rendah dibandingkan ‘Sri Nyonya’ dan ‘Bali Merah’. Walaupun demikian, kandungan vitamin C ‘Nambangan’ tidak menurun secara nyata selama penyimpanan, sementara ‘Bali Merah 2’ mulai menurun pada 4 MSP. Pada kelompok aksesi tidak berbiji, kandungan vitamin C berkisar 28.57-50.27 mg.100g-1, dengan ‘Muria Merah 1’ dan ‘Bali Merah 2’ lebih tinggi dibandingkan ‘Jawa 1’ dan ‘Bageng Taji’ pada 0-6 MSP, tetapi pada 8 MSP hanya ‘Muria Merah 1’ yang tetap di peringkat atas (Tabel 28).

Buah aksesi tidak berbiji memiliki kandungan vitamin C lebih besar dari aksesi berbiji dan potensial tidak berbiji, tidak seperti pada apel; buah berbiji memiliki kandungan vitamin C lebih tinggi dibandingkan yang tanpa biji

(Hlušičková dan Blažek 2006). Pada buah pamelo hal ini disebabkan jus buah aksesi tidak berbiji semuanya berwarna merah, sedangkan pada aksesi berbiji beragam. Selain itu jus buah berbiji memiliki kandungan asam lebih tinggi, sehingga vitamin Cnya lebih cepat mengalami degradasi, karena vitamin C lebih mudah terurai pada larutan asam (Burdurlu 2006). Perbedaan kandungan vitamin C juga dipengaruhi oleh faktor prapanen, yaitu iklim (cahaya dan suhu rata-rata) dan praktek budidaya (pupuk nitrogen) (Lee dan Kader 2000), serta batang bawah (McCollum dan Bowman 2005).

Aksesi berbiji umumnya memiliki pH jus buah rendah, kecuali pada ‘Bali Putih’ yang nyata lebih tinggi dibandingkan aksesi berbiji lain sejak awal hingga akhir masa simpan. Di antara aksesi potensial tidak berbiji, pH jus buah ‘Bali

Dokumen terkait