BAB III : METODE PENELITIAN
C. Evaluasi Model Struktural
Evaluasi model struktural dilakukan melalui pengujian inner model.
Pengukuran inner model dapat dilakukan dengan mengetahui keterkaitan antar
variabel. Adapun beberapa pengujian yang dilakukan antara lain:
1. Assess structural model for collinearity issue
Penilaian kolinearitas dibutuhkan untuk melihat ada tidaknya persoalan
kolinearitas pada level konstruk yaitu tidak ada korelasi yang tinggi antara
konstruk-konstruk penyusun model jalur. Pada dasarnya pengukuran pada tingkat
konstruk sama dengan tingkat indikator yaitu dengan menggunakan toleransi
VIF. VIF yang digunakan berupa VIF inner model. Nilai VIF harus > 0,20 dan <
5. Apabila nilai VIF > 5 maka terjadi collinearity. Sehingga harus
dipertimbangkan untuk menghilangkan konstruk, menggabungkan prediktor ke
dalam satu konstruk atau menciptakan konstruk dengan orde tinggi. Berikut
pengujian kolinearitas pada inner model:
Tabel 4.16. Inner VIF Values Kepuasan Kerja Komunikasi Interpersonal Pengembangan Karier Produktivitas Kerja Kepuasan Kerja (Z) 2.171 Komunikasi Interpersonal (X1) 1.390 1.623 Pengembangan Karier (X2) 1.390 1.946 Produktivitas Kerja (Y)
Dari tabel 4.16 di atas dapat dilihat bahwa nilai VIF inner model telah
tidak terdapat kolinearitas yang artinya pada preditor atau variabel eksogen
dalam posisi saling bebas. Pada tahap ini tidak perlu menghilangkan konstruk
atau menggabungkan variabel konstruk.
2. Coefisien Path Model Struktural
Analisis koefisien model path struktural digunakan untuk mengetahui
hubungan mana yang berpengaruh signifikan. Apabila P-Value < 0,05 maka
hubungan tersebut signifikan, namun sebaliknya jika P-Value > 0,05
menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak signifikan. Serta koefisien jalur
yang bernilai positif memiliki hubungan yang berbanding lurus, begitu juga
sebaliknya. Berikut hasil dari analisis koefisien model path struktural:
Tabel 4.17. Koefisien Model Path Struktural
HUBUNGAN Koefisien P
Values
Kepuasan Kerja (Z) -> Produktivitas Kerja (Y) 0.385 0.015
Komunikasi Interpersonal (X1) -> Kepuasan Kerja (Z) 0.328 0.000
Komunikasi Interpersonal (X1) -> Produktivitas Kerja (Y) 0.152 0.249
Pengembangan Karier (X2) -> Kepuasan Kerja (Z) 0.506 0.000
Pengembangan Karier (X2) -> Produktivitas Kerja (Y) 0.255 0.025
Berdasarkan hasil tabel 4.17 di atas dapat dilihat bahwa nilai P-Value < 0,05
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan yang signifikan
antara lain: a) variabel kepuasan kerja (Z) terhadap produktivitas kerja (Y), b)
komunikasi interpersonal (X1) terhadap kepuasan kerja (Z), c) pengembangan
karier (X2) terhadap kepuasan kerja (Z) dan d) pengembangan karier (X2)
terhadap produktivitas kerja (Y). Sedangkan hubungan yang tidak signifikan
terjadi pada variabel komunikasi interpersonal (X1) terhadap produktivitas kerja
Dari semua hubungan yang memiliki signifikansi, semua memiliki koefisien
positif. Koefisien positif artinya apabila kepuasan kerja tinggi maka
produktivitas kerja tinggi, apabila komunikasi interpersonal tinggi maka
kepuasan kerja tinggi. Begitupun dengan variabel lainnya yang akan berbanding
lurus juga.
Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung antara variabel bertujuan untuk
membuktikan hipotesis pengaruh antar variabel melalui variabel intervening
(variabel perantara). Apabila nilai koefisien pengaruh tidak langsung lebih besar
daripada nilai koefisien pengaruh langsung maka kepuasan kerja (Z) terbukti
memediasi pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Namun
sebaliknya jika nilai koefisien pengaruh tidak langsung lebih kecil dibandingkan
nilai koefisien pengaruh langsung maka kepuasan kerja (Z) tidak memediasi
variabel eksogen terhadap variabel endogen. Berikut hasil koefisien pengaruh
tidak langsung:
Tabel 4.18. Koefisien Indirect Effect
Koefisien P Values
Komunikasi Interpersonal (X1) -> Kepuasan Kerja (Z)
-> Produktivitas Kerja (Y) 0.126 0.063
Pengembangan Karier (X2) -> Kepuasan Kerja (Z) ->
Produktivitas Kerja (Y) 0.195 0.025
Berdasarkan hasil tabel 4.18 di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien
pengaruh tidak langsung komunikasi interpersonal (X1) terhadap produktivitas
kerja (Y) melalui kepuasan kerja (Z) sebesar 0,126 < pengaruh langsung
komunikasi interpersonal (X1) terhadap produktivitas kerja (Y) sebesar 0,152.
komunikasi interpersonal (X1) terhadap produktivitas kerja (Y). Sedangkan nilai
koefisien pengaruh tidak langsung pengembangan karier (X2) terhadap
produktivitas kerja (Y) melalui kepuasan kerja (Z) sebesar 0,195 < pengaruh
langsung pengembangan karier (X2) terhadap produktivitas kerja (Y) sebesar
0,255. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan kerja (Z) tidak memediasi
pengaruh pengembangan karier (X2) terhadap produktivitas kerja (Y).
3. Coefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur akurasi pendugaan. Dalam
coefisien determinansi (R2) tidak ada patokan yang pasti. Beberapa peneliti menyatakan nilai di atas 0,2 atau 20% dianggap sudah tinggi. Berikut hasil dari
coefisien determinansi (R2):
Tabel 4.19. Koefisien Determinasi
VARIABEL R2
Kepuasan Kerja (Z) 0.539
Produktivitas Kerja (Y) 0.480
Hasil dari koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar presentase total variasi tabel endogen yang diajukan oleh model. Dari tabel 4.19 dapat
dilihat bahwa akurasi pendugaan pada kepuasan kerja memiliki akurasi
pendugaan tinggi karena nilai koefisien determinasi sekitar 0,53. Begitu pula
dengan produktivitas kerja mempunyai akurasi pendugaan tinggi karena nilai
koefisien determinasi sekitar 0,48. Artinya pembentukan model dari penelitian
kepuasan kerja dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel komunikasi
interpersonal dan pengembangan karier sebesar 53,9% sedangkan 46,1%
pembentukan model produktivitas kerja dapat dijelaskan dengan baik oleh
variabel komunikasi interpersonal dan pengembangan karier sebesar 48%
sedangkan 52% dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini.
4. Effect Size (f2)
Effect size (f2) lebih spesifik digunakan untuk melihat efek pada variabel eksogen yaitu pada variabel kepuasan kerja (Z) dan produktivitas kerja (Y). Nilai
0,02 dianggap memiliki efek kecil, 0.15 memiliki efek sedang dan 0,35 dianggap
memiliki efek besar.
Tabel 4.20. Effect size (f2)
HUBUNGAN f2
Kepuasan Kerja (Z) --> Produktivitas Kerja (Y) 0.131
Komunikasi Interpersonal (X1) --> Kepuasan Kerja (Z) 0.168 Komunikasi Interpersonal (X1) --> Produktivitas Kerja (Y) 0.027
Pengembangan Karier (X2) --> Kepuasan Kerja (Z) 0.400
Pengembangan Karier (X2) --> Produktivitas Kerja (Y) 0.064
Berdasarkan tabel effect size (f2) di atas dapat dilihat jika kepuasan kerja memiliki efek kecil terhadap produktivitas kerja. Sedangkan komunikasi
interpersonal memiliki efek sedang terhadap kepuasan kerja dan memiliki efek
kecil terhadap produktivitas kerja. Sedangkan pengembangan karier memiliki
efek besar terhadap kepuasan kerja dan memiliki efek kecil terhadap
produktivitas kerja.
5. Predictive Relevance (Q2)
Guna mengevaluasi besarnya nilai R2 sebagai kriteria dari akurasi prediksi, dapat menggunakan nilai Q2. Nilai Q2 diperoleh dengan menggunakan prosedur blindfolding. Sebagai pengukuran relatif dan relevansi prediktif, nilai 0,02
dianggap kecil, 0,15 dianggap sedang dan 0,35 dianggap besar. Hasil relevansi
prediktif Q2 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.21. Predictive Relevance (Q2)
Q²
Kepuasan Kerja (Z) 0.380
Produktivitas Kerja (Y) 0.219
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa relevansi prediktif untuk
kepuasan kerja berada dalam level besar. Sedangkan relevansi prediktif untuk
produktivitas kerja berada dalam level sedang.