PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MMT
5. Evaluasi Pelatihan
Untuk mengetahui apakah pelatihan sudah memenuhi harapan maka perlu dijawab pertanyaan-pertanyaan: Apakah pelatihan mencapai tujuan yang dirumuskan?; Apakah peserta pelatihan menerapkan hasil pelatihan di tempat kerja?; Apakah pelatihan memberi dampak bagi yang bersangkutan dan institusi? Manajer perlu tahu jawaban dari semua pertanyaan di atas untuk setiap kali menyelenggarakan pelatihan. Namun jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut tidaklah mudah. Evaluasi pelatihan dimulai dengan merumuskan pernyataan maksud pelatihan secara jelas. Maksud
pelatihan berbeda dengan tujuan pelatihan, yang pertama secara konsep lebih umum sedang yang kedua lebih spesifik dan terukur.
Maksud pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap karyawan sehingga dapat meningkatkan mutu produk/jasa institusi yang muaranya meningkatkan kinerja instistusi. Untuk mengetahui apakah kinerja institusi meningkat karena pelatihan, manajer perlu mengetahui tiga hal berikut.
Apakah pelatihan yang terlaksana valid? Apakah karyawan belajar ?
Apakah yang dipelajari karyawan tersebut membawa nilai tambah di tempat kerja?
Pelatihan yang valid adalah pelatihan yang konsisten dengan tujuan pelatihannya. Validitas pelatihan dapat dilacak dari dua tahapan proses. Pertama, membandingkan dokumen pelatihan (antara lain, deskripsi garis besar pelatihan, rencana pembelajaran, kerangka kurikulum) dengan tujuan pelatihan. Bila pelatihannya valid maka kerangka dan isi dokumen rencanan pelatihan tersebut merupakan jabaran dari tujuan pelatihan. Kedua, membandingkan konsistensi antara pelaksanaan pelatihan dengan kerangka dan isi dokomen pelatihan. Bila pelaksanaan pelatihan tidak sesuai dengan dokumen pelatihan yang telah disetujui, maka pelatihan tersebut tidak valid dan sebaliknya bila ada konsistensi dari keduanya maka pelatihan tersebut valid. Daftar pernyataan dalam tabel berikut dapat dipakai sebagai referensi penilaian peserta di akhir diklat untuk menggambarkan validitas dan mutu pembelajaran.
Tabel 6.1-Instrument Evaluasi Pembelajaran
Petunjuk:
Pada skala 1-5 (5=tertinggi; 1=terendah), nilailah instruktur Saudara untuk setiap butir pernyataan berikut. Kosongkan/lewatkan bila pernyataan tersebut tidak terkait.
A. Organisasi Pembelajaran Diklat Skala
1. Tujuan (jelas - tidak jelas) 1 2 3 4 5 2. Persyaratan Diklat (menantang – tidak
menantang)
1 2 3 4 5
3. Tugas-tugas (bermanfaat – tidak bermanfaat) 1 2 3 4 5 4. Materi (baik – tidak baik) 1 2 3 4 5 5. Prosedur Test (efektif – tidak efektif) 1 2 3 4 5 6. Sistim/Pembobotan Penilaian (dijelaskan –
tidak dijelaskan )
1 2 3 4 5
7. Pengembalian Tugas (segera – tidak dikembalikan)
1 2 3 4 5
8. Keseluruhan Penyelenggaraan (baik – tidak baik)
1 2 3 4 5
Komentar:
B. Ketrampilan Mengajar
9. Tatap Muka di Kelas (produktif – tidak produktif)
1 2 3 4 5
10. Penjelasan Instruktur (efektif – tidak efektif) 1 2 3 4 5 11. Diskusi Kelas (efektif – tidak efektif) 1 2 3 4 5 12. Pengantar Topik Pembelajaran (efektif – tidak
efektif)
1 2 3 4 5
13. Umpan Balik (manfaan – tidak manfaat) 1 2 3 4 5 14. Respons Terhadap Siswa (positif – negative) 1 2 3 4 5 15. Bantuan Terhadap Siswa (selalu – tidak
pernah)
16. Keseluruhan Ketrampilan Mengajar (sangat baik – sanglek)
1 2 3 4 5
Komentar:
C. Manfaat Diklat
17. Mata Diklat ( menantang secara intelektual – biasa-biasa saja)
1 2 3 4 5
18. Penjelasan Instruktor Untuk Mata Diklat 1 2 3 4 5 19. Keseluruhan Nilai Substansi Mata Diklat 1 2 3 4 5
Komentar:
Mengetahui apakah karyawan telah belajar atau tidak dalam pelatihan dapat didijelaskan apakah evaluasi dirancang dalam pelatihan atau tidak. Karyawan dapat dites dan nilai hasil tes akan menunjukan apakah karyawan telah belajar atau tidak dengan catatan alat evaluasi/tes tersebut mereprentasikan tujuan pelatihan. Bila pelatihan telah valid dan karyawan telah belajar maka pelatihan sudah semestinya akan memberi nilai tambah peningkatan kemampuan karyawan di tempat kerja. Nilai tambah kinerja karyawan yang semestinya sudah diidentifikasi melalui analisis kebutuhan pelatihan dapat dirujuk kembali sebagai indikator nilai tambah kinerja karyawan. Dalam kontek sekolah, nilai tambah kinerja untuk guru dapat berupa, antara lain nilai ujian nasional meningkat, peningkatan peringkat kejuaraan cabang lomba karya tulis, olah raga, dan kesenian, termasuk dapat mencakup peningkatan kedisiplinan, kejujuran, toleransi dan karakter positip lainnya.
Pendekatan lain dalam menganalisis efektivitas pelatihan dapat
dirujuk penjelasan Robinson & Robinson (1989) dalam bukunya
Partnership Business Model” yang menjabarkan evaluasi di tempat diklat (internal) dan evaluasi di tempat kerja (evaluasi eksternal). Evaluasi internal mencakup evaluasi respons peserta terhadap pelaksanaan pelatihan - reaction (Evaluasi Tingkat 1) dan evaluasi hasil
belajar – learning (Evaluasi Tingkat 2). Sedangkan evaluasi eksternal
mencakup evaluasi n terjadinya perilaku peserta di tempat kerja, apakah mereka berperilaku (behavior) sesuai yang dilatihkan (evaluasi
Tingkat 3) dan evaluasi hasil/dampak pelatihan bagi institusi – impact
(Evaluasi Tingkat 4). Melalui evaluasi Tingkat 1 – 4 ini dapat diketahui
jawaban terhadap tiga tertanyaan di awal: apakah pelatihan valid,
apakah pesrta telah belajar, dan apakah pelatihan memberi dampak
yang diharapkan oleh institusi pengirim peserta pelatihan. 6. Sebab-sebab Kegagalan Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu aspek yang vital dalam MMT karena pelatihan merupakan cara meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap karyawan untuk dapat meningkatkan kinerjanya yang bermuara pada peningkatan mutu produk/jasa pelayanan. Namun dalam kenyataannya, tidak semua pelatihan memenuhi harapan tersebut. Menurut Juran dalam Goetsch dan Davis (1994, 346) menyebutkan paling tidak ada dua sumbetur penyebab kegagalan pelatihan, yaitu tidak dilibatkannya pekerja garis depan dalam perencanaan dan cakupan materi yang terlalu spesifik tanpa mengkaitkan dengan kontek organisasi yang lebih luas.
Manager atau pihak perencana pelatihan perlu melibatkan pekerja garis depan karena biasanya manajer terlalu fokus pada hasil organisasi yang bisa jadi terlalu umum dan kurang terkait dengan realita proses produksi/jasa di tempat kerja. Sebaliknya pelatihan bisa gagal karena materi terlalu spesifik/teknis, misalnya control proses secara statistic, kerjatim, peningkatan mutu berkesinambungan tanpa mengkaitkan dengan tujuan besar istitusi.
Secara umum, menurut Steve Vannoy (2007), ada empat (4)
penyebab kegagalam pelatihan sebagai berikut. Pertama, melihat
pelatihan sebagai biaya (pengunaan uang), bukan sebagai investasi. Ini masalah keyakinan sehingga perlu penggeseran paradigm bahwa pelatihan adalah investasi yang memerlukan biaya yang akan memberikan nilai balikan keuangan yang lebih besar dari dapa biaya yang dikeluarkan. Memang nilai balikan tersebut biasanya adalah jangka penjang dan kadang sulit diukur secara finansial. Untuk itu pelatihan harus dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi secara matang sesuai kebutuhan peningkatan mutu yng diharapkan institusi.
Kedua, pelatihan diadakan bukan karena kebuthan institusi, tetapi misalnya karena institusi lain melalukannya, biayanya murah, agar dia (peserta) tidak menjadi duri dalam pelaskanaan proyek institusi. Hal ini menegaskan bahwa pengiriman peserta ke palatihan karena adanya kesesuaian antara kebutuhan institusi dengan tujuan pelatihan. Kertiga, melihat pelatihan sebagai suatu peristiwa, bukan proses. Manajer sering memandang pelatihan peristiwa (event) yang terjadi satu saat saja dan tidak terkait dengan proses kerja staff di institusi tempat kerja. Pelatihan tidak dikaitkan dengan peningkatan proses produksi/jasa di tenmpat kerja sehingga muaranya tidak memberi nilai tambah kinerja institusi/gagal.
Keempat, minimnya tindak lanjut atau penguatan dari pelatihan. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan setelah peserta selesai mengikuti pelatihan. Pertama, sejauhmana peserta menguasai keterampilan dan pengetahuan baru yang dilatihkan. Kedua, sejauhmana materi pelatihan yang dipelajari merupakan bagian integral dari kinerja pesrta/institusi sehari-hari dan fasilitasi serta dukungan manajer untuk menerapkan materi pelatihan di tempat kerja. Banyak ahli percaya bahwa kegagalan pelatihan bukan karena pelatihan itu
Pertanyaan Rangkuman:
1. Dalam penerapan MMT di satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan,
perlukah dilakukan Analisis Kebutuhan Pelatihan MMT? Jelaskan.
2. Sebut dan jelaskan materi pelatihan MMT yang sebaiknya diberikan
ke guru, kepala sekolah, pengawas, dan Dinas Pendidikan kabupaten/Kota.
3. Sebut dan jelaskan empat tahapan pembelajaran sehingga pelatihan
MMT dapat efektif, berikan contoh pada masing-masing tahapan tersebut.
4. Bagaimana evaluasi pelatihan MMT di tingkat satuan pendidikan
dan di Dinas pendidikan kabupaten/Kota dilakukan, berikan contoh operasinalnya di kedua pelatihan di atas.
5. Sebut dan jelaskan sebab khusus dan sebab umum kegagalan