• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MMT

5. Pelaksanaan Pelatihan

Ada berbagai pendekatan dalam pelaksanaan pelatihan, Goetsch and Davis (1994, 325) mengkatagorikan pendekatan pelaksanaan pelatihan kedalam tiga katagori, yaitu pendekatan internal, pendekatan eksternal, dan pendekatan partnership. Secara rinci ketiga pendekatan ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pendekatan Internal (Internal Approaches), yaitu pelatihan yang dilakukan ditempat kerja. Pelatihan ini melipupti antara lain

individual pemagangan (one-on-one training), pelatihan

dintempat kerja (on-the-job training), pelatihan grup (group instruction), dan modul media (media-based instruction) yang dapat terdiri dari audio, video dan buku kerja. Bentuk pemagangan di bidang pendidikan dapat berupa asisten lab, asisten dosen, tim work guru senior-yunior dengan esensi yunior belajar dari sang senior yang menjadi contoh yang baik (role model).

Pendekatan Eksternal (External Approaches), yaitu pelatihan atau kegiatan pengembangan yang dilakukan di luar tempat kerja yang disediakan oleh institusi pemerintah, institusi swasta, organisasi profesi, dan lembaga pelatihan swsta. Pendekatan ini ada yang berjangka pendek dan ada yang berjangka panjang. Untuk pelatihan jangka pendek, misalnya mendaftarkan karyawan di pelatihan singkat (beberapa jam sampai beberapa minggu), sedangkan untuk yang jangka panjang dapat mendaftarkan karyawan untuk beberapa mata kuliah di perguruan tinggi.

Pendekatan Kemitraan (Partnership Approaches), yaitu pelatihan atau program pengembangan karyawan yang dilakukan dengan bekerjasama dengan akademi, polyteknik, bahkan institut atau

universitas dimana program pengembangan dikemas secara khusus sesuai kebutuhan institusi pengirim (customized program).

Apapun bentuk pelatihan dan pengembangan yang dipilih, maka manajer harus menekankan pada penyelenggara/penyedia pelatihan bahwa dalam pelaksanaannya harus merujuk pada prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kegiatan (hands-on activities). Sims (2002, 79) menyarankan prinsip piramida hasil belajar (Learning Outcome

Pyramid , yaitu Saya mendengar dan saya lupa, Saya melihat dan saya

tahu, Saya mengerjakan dan saya bisa (I hear and I forget, I see and I know, I do and I understand). Dalam Goetsch dan Davis (1994, 328) di jelaskan lebih rinci prinsip-prinsip pendekatan belajar dan hasil belajar yang berupa ingatan dan/atau kemampuannya (learning retention) sebagaimana diilustrasikan dalam gambar piramida berikut.

10 persen dari apa yang dibaca

20 persen dari apa yang didengar

30 persen dari apa yang dilihat

50 persen dari apa yang dilihat dan didengar

70 persen dari apa yang dilihat dan dibicarakan

90 persen dari apa yang dikatakan tentang apa yang dia kerjakan Gambar 6.1: Piramida Hubungan Pendekatan Pembelajaran dan Hasil

Belajar

Esensi dari prinsip piramida hasil belajar tersebut bahwa instruktur harus menggunakan multi pendekatan dalam meyampaikan pembelajarannya, yaitu melibatkan peserta pelatihan terlibat berbagai kegiatan belajar mulai dari mendengarkan, melihat, membaca, dan

20% 30% 50% 70% 90% 10%

menggerjakan untuk memaksimalkan pencapaian persentasi hasil belajar, dan diupayakan mencapai 100% tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Terlepas dari bentuk pendekatan pelatihan yang dipilih, maka dalam penyelenggaraannya perlu memperhatikan prinsip-prinsip MMT sebagaimana di tegaskan oleh J.M. Juran sebsgai berikut.

Apakah pelatihan sebuah pilihan sukarela atau kebutuhan? Bila pelatihan adalah sebuah hal yang esensial dari sistem mutu untuk mencapai tujuan organisasi dan organisasi komitment terhadap pelaksanaan MMT maka pelatihan menjadi sebuah kewajiban bukan lagi suatu pilihan yang sukarela.

Bagaimana urutan peaksanaan pelatihan bagi staf dan manajer ? Walaupun dalam seting MMT kebutuhan pelatihan dianjurkan dirujuk dari bawah (bottom-up approach), namun dalam urutan pelaksanaau memberi contohnya perlu dibalik yaitu dari dari atas ke bawah (top-down approach). Manajer menerima materi lebih sedikit tetapi lebih dulu menerimanya. Untuk konsep, falasafah yang baru termasuk MMT, manajer puncak dan menengah perlu memperoleh pelatihan lebih awal dari staf dan karyawan garis depan dengan alasan (1) dengan memperoleh pelatihan lebih awal manajer akan mempunyai kemampuan yang lebih sehingga mampu meriviu usulan pelatihan yang semua bagi staf dan karyawannya; (2) Manajer mampu membangun kultur budaya mutu dan menjadi contoh (role model) dalam pelaksanaan MMT.

Materi pelatihan apa yang harus diajarkan? Materi pelatihan perlu disusun untuk mendukung visi, misi, dan program institusi untuk mencapai peningkatan mutu produk/jasa, produktivitas, dan daya saing. Sebagaimana dijelaskan di depan kebutuhan pelatihan ditentukan oleh dari perbedaan dari pengetahuan, ketrampilan dan sikap (attitude) antara yang dimiliki oleh karyawan , staf, dan manajer dengan apa yang

dibutuhkan mereka untuk dapat berkinerja dalam mendukung tujuan institusi.

Karena kebutuhan pelatihan setiap karyawan/staf berbeda tingkatnya dan cakupannya, maka institusi perlu punya arsip yang dapat melacak pelatihan yang telah dimiliki oleh karyawan, staf, dan manajer.

Agar pelatihan MMT bagi warga institusi dapat berlangsung efektif, maka pimpinan perlu memberi penekanan dan pengendalian sehingga setiap pelaksanaan pelatihan harus merujuk prinsip-prinsip sebagai pembelajaran. Goetsch dan Davis (1994, 332) menuliskan tujuh prinsip pembelajaran sebagai berikut.

1. Orang belajar dengan baik mananakala dia dalam keadaan

siap untuk belajar

2. Orang belajar dengan mudah mana kala apa yang dia pelajari

terkait dengan apa yang telah dia ketahui

3. Orang belajar dengan baik dengan cara tahap demi tahap

4. Orang belajar dengan mengerjakan

5. Semakin sering mereka menggunakan apa yang dipelajari,

semakin baik mereka akan mengingat dan memahaminya

6. Keberhasikan dalam belajar menstimulus tambahan belajar

lebih lanjut.

7. Orang memerlukan umpan balik yang segera dan

berkelanjutan untuk mengetahui bahwa dia telah belajar dengan benar.

Secara operasional sebagaimana lazimnya mengajar, maka setiap instruktur dan untuk setiap mata pelatihan harus dipersiapkan dan dilaksanakan melalui empat (4) tahapan utama pembelajaran, yaitu Persiapan, Presentasi, Aplikasi, dan Evaluasi. Persiapan mencakup semua tugas yang diperlukan untuk menjadikan siswa siap belajar, instructor siap mengajar, dan fasilitas yang diperlukan tersedia dan siap digunakan dalam proses pembelajaran. Menyiapkan siswa maksudnya memotivasi untuk siap belajar. Instruktur perlu menyiapkan rencana

proses pembelajaran (RPP) dengan materinya dan segala alat, perlengkapan, dan media yang diperlukan termasuk ruangan yang diperlukan.

Presentasi adalah menyampaikan materi yang perlu dipelajari siswa. Ini dapat berupa ceramah, demonstrasi, tanya jawab, membantu siswa menggunakan software computer, video, penugasan, dan mugkin modul. Aplikasi pada dasarnya adalah memberi kesempatan siswa menerapkan materi yang dipelajari. Aplikasi mencakup rentangan aktivitas simulasi atau permodelan sampai dengan aktivitas nyata (hands-on) pada situasi yang sesungguhnya. Evaluasi adalah cara untuk mengetahui sejauhmana materi yang dipelari telah dikuasai siswa. Cara melakukan atau teknik evaluasi untuk satu sesi pelatihan tidak harus melalui proses yang komplek dan sulit dan perlu dipilih cara/teknik yang pas untuk mengukur tujuan pembelajaran. Kalau tujuan

pembelajaran telah dirumuskan dalam rumusan redaksi dengan istilah–

istilah yang dapat diukur, dapat diamati maka evaluasi menjadi mudah dan sederhana. Misalnya, setelah selesai pelatihan peserta dapat melakukan X, Y, dan Z dengan aman, maka cara evaluasinya peserta diminta melakukan X, Y, dan Z, amati cara mengerjakan dan hasilnya. Dengan kata lain, apakah peserta telah melakukan X, Y, dan Z secara professional dan aman. Secara detail teknik dan cakupan evaluasi dijelaskan pada Sub-Bab berikut.

Dokumen terkait