• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE KAJIAN

4.4 Evaluasi Penguatan Kelembagaan dalam Pemberdayaan IKM

Pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dilaksanakanan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan ini tidak menseleksi kompetensi IKM yang dibutuhkan untuk setiap pelatihan sehingga tergantung pengiriman peserta dari Kabupaten/Kota. Keterbatasan alat praktek menjadi salah satu tujuan pelatihan kurang oftimal. Disamping Silabus pelatihan yang tidak terencana , serta monitoring dan evaluasi pasca pelatihan tidak terlaksana secara menyeluruh. Namun untuk wilayah terdekat yakni Kota Pekanbaru Evaluasi dan Monitoring dapat dilaksanakan.

Untuk mengoptimalkan fungsi Workshop Pelatihan dan Pengembangan sebagai sarana pelatihan dan pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah, maka sejak tahun 2002 telah diambil kebijaksanaan untuk menerapkan pola inkubator bisnis dan teknologi. Dengan penerapan inkubator bisnis dan teknologi tersebut, maka sepuluh Workshop yang ada dapat diberdayakan.

Pada tahap awal penerapan inkubator bisnis dan tekonologi ini Workshop Pelatihan dan Pengembangan Perindag tidak melakukan seleksi secara umum namun mencari IKM yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Kemudian diberikan kesempatan kepada IKM tersebut untuk mengoperasionalkan sarana dan prasarana yang ada pada Workshop tersebut. Sedangkan biaya operasional pengelolaan Workshop tersebut ditanggung olah IKM. Dengan demikian, Workshop Pelatihan dan Pengembangan telah dapat menghemat pembiayaan rutin dari Workshop tersebut.Bagi IKM telah terjadi penghematan investasi yang seharusnya dikeluarkan untuk fasilitas usahanya. Proses pengeraman usaha ini berlangsung dalam tahapan yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan jenis usahanya.

Secara umum tujuan inkubator ini adalah menciptakan pengusaha Industri Kecil dan Menengah yang mandiri dan berkelanjutan setelah keluar dari inkubator ini. Dan UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag telah menetapkan bahwa pengelola diberi kesempatan mengelola Workshop dalam jangka waktu tertentu yakni antara 3 sampai 5 tahun, agar memberikan kesempatan kepada IKM yang lain untuk memanfaatkan fasilitas pemerintah ini. Untuk melakukan pendampingan terhadap pengelola workshop maka UPT menunjuk satu orang

penyuluh untuk ditempatkan pada setiap workshop Pendampingan yang dapat dilakukan hanya sebatas peningkatan manajemen pengelolaan dan pemasaran serta motivasi usaha.

Disamping itu pendampingan juga membantu pengelola workshop untuk mencari peluang pendanaan baik melalui perbankan, kemitraan usaha besar dan kecil maupun kepada BUMN melalui program pemberdayaan masyarakatnya.

Untuk mengukur tingkat kemandirian usaka IKM tersebut, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag menerima laporan setiap bulannya dari tenaga pendampingan tersebut. Dari hasil laporan bulanan akan dapat diketahui tingkat kemandirian usaha yang dikelola tersebut sehingga program apa yang harus ditunjang oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan akan dapat diidentifikasikan dengan baik. Ada beberapa tahapan untuk menilai kemandirian usaha workshop yakni :

1. Tahap Penyesuaian dan pengenalan sistim Inkubator. 2. Tahap peningkatan dan penguatan kapasitas usaha. 3. Tahap pemantapan dan penguasaan pasar.

4. Tahap kemandirian usaha.

5. Tahap persiapan untuk keluar dari UPT Pelatihan dan Pengembangan .

Dari penerapan Inkubator Bisnis dan Teknologi ini sampai tahun 2008 telah dapat dihasilkan IKM yang mandiri dan tidak lagi menggunakan fasilitas Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag sebanyak 5 (lima) unit usaha.

Disamping pemberdayaan IKM melalui inkubator bisnis dan teknologi tersebut ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag yaitu :

1. Fasilitas usaha yang selama ini tidak dimanfaatkan secara rutin dapat dijalankan secara baik.

2. Pelatihan dan magang bagi IKM dan siswa SMK dapat berjalan beriring tanpa pembiayaan yang cukup besar.

Untuk melaksanakan fungsi Pelatihan, maka dengan penerapan inkubator bisnis dan teknologi akan sangat menunjang fungsi tersebut, hal ini disebabkan karena sarana yang tersedia pada setiap workshop dapat dioperasionalkan sedangkan tenaga teknis adalah tenaga ahli pengelola workshop tersebut. Untuk pelaksanaan Pelatihan dapat menggunakan tenaga ahli dari workshop tersebut sebagai tenaga pengajar, namun jika

tenaga pengajar tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan pelatihan, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag melakukan kerjasama dengan Balai Pelatihan di Provinsi lain untuk menjadi tenaga pengajar pada pelatihan yang telah diprogramkan.

Kegiatan pembinaan IKM yang berada diluar UPT Pelatihan dan Pengembangan baik berupa pelatihan maupun permagangan dapat dilakukan secara sinergis dengan pengelolaan workshop, hanya saja jika tenaga instrukturnya tidak tersedia atau belum memadai maka UPT Pelatihan dan Pengembangan akan mencari tenaga instruktur yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan diluar UPT pelatihan dan Pengembangan. Dengan demikain dapat diketahui bahwa pentingnya tenaga teknis pada setiap workshop yaitu sebagai tenaga pendampingan Workshop dan juga sebagai tenaga pelatih untuk program pelatihan/magang yang diprogramkan melalui anggaran APBD.

Untuk penyusunan dan perencanaan suatu kebutuhan pelatihan dan magang, UPT Pelatihan dan Pengembangan meminta kepada instruktur yang akan mengajar . Dan selama ini UPT Pelatihan dan Pengembangan belum pernah melakukan pelatihan dan peningkatan wawasan pengelola untuk meningkatkan SDM nya dalam mengelola dan merencanakan suatu pelatihan yang baik.

Untuk mencapai suatu lembaga pelatihan dan Pengembangan yang terakreditasi maka secara bertahap kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini harus segera ditindaklanjuti. Untuk mencapai hal tersebut UPT Pelatihan harus mampu membuat program peningkatan sumber daya manusia pengelola serta meningkatkan kualitas infrastruktur UPT Pelatihan dan Pengembangan. Dengan tingkat profesional pengelolaan nantinya dan dengan peningkatan kualitas infrastruktur maka upaya meningkatkan kapasitas dan peningkatan sumber daya manusia IKM dapat terlaksana. Dengan demikian peran dan kontribusi UPT

Pelatihan dan Pengembangan dalam pemberdayaan IKM menjadi wujud nyata dan akan semakin diperlukan oleh pemerintah daerah dalam proses pemberdayaan masyarakat.

4.5. Evaluasi Kegiatan IKM Provinsi Riau (Studi Kasus pada Bidang Usaha

Dokumen terkait